• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KECEMASAN SOSIAL BERDASARKAN LIEBOWITZ SOCIAL ANXIETY SCALE (LSAS) PADA REMAJA AWAL DI JATINANGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KECEMASAN SOSIAL BERDASARKAN LIEBOWITZ SOCIAL ANXIETY SCALE (LSAS) PADA REMAJA AWAL DI JATINANGOR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KECEMASAN SOSIAL BERDASARKAN LIEBOWITZ SOCIAL ANXIETY SCALE (LSAS) PADA REMAJA AWAL DI JATINANGOR DESCRIPTION OF SOCIAL ANXIETY BASED ON LIEBOWITZ SOCIAL

ANXIETY SCALE (LSAS) ON EARLY ADOLESCENTS

Rizqi Amalia, S.Psi., Prof. Dr. Wilis Srisayekti Dra. Marisa F. Moeliono, M.Pd,

Universitas Padjadjaran

Abstrak

Kata Kunci: Remaja Awal, Kecemasan Sosial, Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS).

Remaja awal merupakan tahap perkembangan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang menyebabkan perubahan fisik, kognitif dan psikososial yang signifikan dan saling terkait. Remaja awal memiliki kekhasan dalam tugas perkembangannya terutama dalam pencarian identitas di lingkungan sosial. Lingkungan sosial memiliki peranan penting terhadap perkembangan remaja. Pada tahap ini remaja dituntut untuk belajar dan mampu berelasi sosial sehingga membuat kecemasan sosial menjadi lebih dominan pada remaja.

Kecemasan sosial merupakan masalah psikologis yang cukup banyak dialami di dunia, salah satunya oleh orang Indonesia. Sekitar 15.8% dari populasi Indonesia mengalami kecemasan sosial. Penelitian yang terpublikasi terhadap pengukuran kecemasan sosial di Indonesia masih sangat minim. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kecemasan sosial menggunakan alat ukur Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS). LSAS memiliki konsistensi internal yang baik dan evaluasi terhadap tingkat keparahan dari rasa takut dan perilaku menghindari dalam situasi umum. Pengukuran kecemasan sosial dilakukan pada remaja awal berusia 12-14 tahun di SMPN X Jatinangor. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner LSAS versi bahasa Indonesi yang telah tervalidasi. Pengukuran dilakukan kepada 244 partisipan (110 laki-laki dan 134 perempuan).

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa remaja awal di SMPN 1 Jatinangor yang mengalami kecemasan sosial yang tinggi sebanyak 22.9 %. Hasil ini agak sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vriends (2013) yang menyebutkan bahwa presentasi kecemasan sosial di Indonesia adalah sebesar 15.8%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa presentasi kecemasan sosial di Indonesia lebih tinggi dari pada yang diungkapkan oleh Vriends, yaitu sebesar 23

(2)

%. Kecemasan sosial ini lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan dengan laki-laki.

Abstract

Keywords: Early adolescents, Social Anxiety, Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS).

Early adolescence is a developmental stage of transition from childhood to adulthood that causes physical changes, cognitive and psychosocial significant which are interrelated each other. They have uniqueness in its development task, especially in the search for identity in a social environment. The social environment has an important role to adolescence development. At this stage the adolescent is required to learn and able to relate socially to create social anxiety become more dominant in adolescents.

Social anxiety is a psychological problem which experienced in the world by quite large number of people, whereas Indonesian is also included. Approximately 15.8% of the Indonesian population is experiencing social anxiety. The published study on the measurement of social anxiety in Indonesia is still a few in numbers. This study used Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS) as a measuring instrument to measure social anxiety. LSAS has good internal consistency and evaluation of the severity of fear and avoidance behavior in a public situation. Measurement of social anxiety conducted in early adolescents aged 12-14 years in SMPN X Jatinangor. Measurements were made using a questionnaire LSAS in Indonesian version that has been validated. Measurements were made to 244 participants (110 men and 134 women).

The measurement results showed that early adolescents at SMPN 1 Jatinangor who have high social anxiety as much as 22.9%. This result is slightly different to the research conducted by Vriends (2013) which states that the presentation of social anxiety in Indonesia amounted to 15.8%. The study showed that the presentation of social anxiety in Indonesia was higher than that expressed by Vriends which was 23%. Social anxiety is more experienced by women compared with men.

Pendahuluan

Remaja didefinisikan sebagai tahap perkembangan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa remaja awal terjadi banyak perubahan

(3)

yang berkaitan dengan pubertas dan perkembangan sosioemosional. Remaja awal memiliki kekhasan dalam tugas perkembangannya terutama dalam pencarian identitas di lingkungan sosial. Lingkungan sosial memiliki peranan penting terhadap perkembangan remaja. Pada tahap ini remaja dituntut untuk belajar dan mampu berelasi sosial sehingga membuat kecemasan sosial menjadi lebih dominan pada remaja.

Kecemasan sosial merupakan sebuah spectrum, dengan range fearlessness, normal range and intensity of anxiety (shyness), hingga gangguan kecemasan (anxiety disorder) (Hofmann dan DiBartolo, 2001). Gangguan kecemasan sosial merupakan rasa takut yang berlebihan dan terus menerus terhadap satu atau lebih situasi sosial atau performance di mana orang tersebut merasa diperhatikan oleh orang asing atau mungkin merasa diawasi oleh orang lain. Individu ini takut kalau ia akan berperilaku (atau menampilkan gejala kecemasan) yang akan membuatnya malu (American Psychiatric Association, 2000).

Kecemasan sosial merupakan masalah psikologis ketiga terbesar di Amerika Serikat saat ini. Jenis kecemasan ini dialami oleh 15 juta orang Amerika setiap tahunnya. Gangguan kecemasan sosial tidak hanya meluas di Amerika Serikat, tapi juga di seluruh dunia, dengan berbagai latar belakang kebudayaan (https://socialanxietyinstitute.org/living-with-social-anxiety).

Adapun, data mengenai kecemasan sosial yang ada di Indonesia masih sangat minim.. Sampai saat ini belum ada data tentang kecemasan sosial dari Departemen Kesehatan, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vriends (2013) ditemukan presentasi yang cukup tinggi dari hasil self-report

(4)

fobia sosial di Indonesia, yaitu 15,8 % dari 311orang Indonesia. Kasus-kasus gangguan kecemasan sosial juga lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin wanita (baik dewasa maupun anak-anak), orang-orang yang memiliki pendidikan dan kondisi sosial ekonomi lebih rendah (Hidalgo, Barnett dan Davidson, 2001). Kasus-kasus mengenai gangguan kecemasan sosial ini juga menumpuk pada usia anak dan remaja.

Remaja dengan kecemasan sosial memiliki rasa takut akan evaluasi negatif, terlihat bodoh atau memalukan diri sendiri ketika mereka memulai aktivitasnya. Selain itu, remaja dengan kecemasan sosial memiliki keinginan yang kuat untuk tampil memadai di lingkungan sosialnya dan menampilkan kesan baik dalam perbincangan dengan teman-temannya, namun pada saat yang sama mereka merasa tidak yakin melakukannya. Akibatnya, umpan balik non-verbal seperti ekspresi emosi yang ditampilkan oleh wajah lawan bicara sangat penting untuk mereka. Menghindari situasi yang mengancam adalah strategi coping yang sangat umum dilakukan, karena hal ini secara langsung akan menghilangkan ancaman bagi individu dengan kecemasan sosial. Namun, usaha untuk menghindari situasi yang mengancam merupakan masalah lain bagi remaja dengan kecemasan sosial, karena mereka tidak bisa betul-betul menghidari situasi tersebut.

Kecemasan sosial ini akan mempengaruhi relasi individu dalam setiap bidang kehidupannya, seperti relasi dengan keluarga, sekolah, pekerjaan bahkan kepuasan hidup. Jika kecemasan ini terus menerus dibiarkan, hal ini akan menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti rendahnya prestasi akademik,

(5)

kesulitan dan isolasi terhadap relasi sosial, penggunaan obat-obatan terlarang, kecanduan minuman keras dan bunuh diri. Hal ini dikarenakan, beberapa orang dengan gangguan kecemasan sosial berusaha untuk mengurangi dampak dari gejala mereka dengan penggunaan alkohol, zat-zat adiktif lainnya atau melalui perilaku bulimia atau anoreksia yang akan memunculkan ganguuan-gangguan perilaku lainnya.

Individu dengan gangguan kecemasan sosial, hanya sedikit yang mendatangi pusat-pusat rehabilitasi untuk mendapatkan bantuan. Selain itu, pada kenyataannya individu dengan gangguan kecemasan sosial hampir 90% salah diagnosis.

Simptom-simptom kecemasan sosial yang disadari oleh individu dengan kecemasan sosial dapat diukur dengan kuesioner self-report untuk mendeteksi tingkat kecemasan sosialnya. Kuesioner yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS). LSAS merupakan alat ukur yang valid, reliable dan sensitive untuk mengukur fobia sosial (Heimberg et al., 1999). Adapun tujuan dari peneltian ini adalah memperoleh gambaran kecemasan sosial pada remaja awal dengan menggunakan alat ukur LSAS.

Metode

Partisipan pada penelitian ini adalah remaja awal yang berusia 12-14 tahun yang berjumlah sebanyak 244 orang dari SMPN X Jatinangor.

Variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan sosial. Pengukuran kecemasan sosial dilakukan dengan menggunakan alat ukur kuesioner LSAS

(6)

dalam versi bahasa Indonesia yang tervalidasi. (Sasri, 2014). LSAS versi bahasa Indonesia memiliki reliabilitas pada domain takut sebesar 0.88 dan pada domain menghindar sebesar 0.86. Kuesioner LSAS dikembangkan oleh Dr. Michael Liebowitz untuk mengukur takut/kecemasan dan perilaku menghindar (avoidance) terhadap 24 situasi “performance” dan “social” yang seringkali menimbulkan rasa takut. Terdapat 13 item terkait performance dan 11 item terkait sosial yang dinilai berdasarkan 3 pembeda 0=tidak/tidak pernah, 3= sangat/hampir selalu). Dalam penelitian ini hanya takut yang digunakan karena LSAS-takut memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan LSAS-total (r =0.98) dan memiliki internal konsistensi yang lebih baik (α =0.92) (Heimberg et al., 1999).

Prosedur pengambilan data dalam penelitian ini dimulai dari tahap persiapan yaitu peneliti melakukan kajian pustaka mengenai kecemasan sosial, alat ukur LSAS dan tahap perkembangan remaja awal, setelah itu mengurus perizininan serta mempersiapkan alat ukur. Tahap berikutnya merupakan tahap pelaksanaan yaitu pengambilan data melalui kuesioner LSAS. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 25 September 2014 di SMPN X Jatinangor. Pengambilan data dilakukan oleh peneliti bersama dengan 10 Mahasiswa Psikologi tingkat akhir yang telah lulus mata kuliah observasi-wawancara dan pengetesan psikologi dengan pertimbangan telah mengetahui dasar pengetesan psikologi dan memiliki keterampilan wawancara-observasi psikologi yang memadai. Selain itu, mahasiswa tersebut telah dilatih untuk menjalankan prosedur pengambilan data kuesioner LSAS.

(7)

Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengukuran kuesioner LSAS. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Hasil dan Pembahasan

Kategori Kecemasan Sosial Berdasarkan Norma Heur (2007)

Jenis Kelamin Kategori

Tinggi Kategori Sedang Kategori Rendah Total L 16 59 35 110 P 40 79 15 134 Total 56 138 50 244 Persentase 22.9 % 56.5 % 20.5%

Berdasarkan pengelompokkan menggunakan norma Heur dapat dilihat bahwa bahwa remaja awal dengan persentase kecemasan sosial dengan kategori sedang lebih besar yaitu 56.5 % jika dibandingkan dengan persentase pada kategori tinggi (22.9%) dan rendah (20.5 %). Hal ini mengkonfirmasi pernyataan Stein & Walker (2002) yang mengatakan bahwa populasi kecemasan sosial membentuk kurva lonceng dimana lebih banyak orang berada diantara HAS dan NAC. Hasil ini agak sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vriends (2013) yang menyebutkan bahwa presentasi kecemasan sosial di Indonesia adalah sebesar 15.8%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa presentasi kecemasan sosial di Indonesia lebih tinggi daripada yang diungkapkan oleh Vriends, yaitu sebesar 23 %. Selain itu, kecemasan sosial lebih banyak

(8)

terjadi pada jenis kelamin wanita (54.9 %) dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki (45.1%).

Melalui kuesioner LSAS, remaja dengan kecemasan sosial dapat mengungkapkan kuatnya perasaan-perasaan cemas dan keingin menghindar itu muncul. Individu dengan kecemasan sosial yang menyadari bahwa tanda-tanda kecemasan kognitif, fisik dan perilaku dalam dirinya akan dapat menilai bahwa ia merasa takut pada situasi dan memiliki kecenderungan ingin menghindari situasi tersebut. Pengukuran kecemasan sosial menggunakan LSAS merupakan pengukuran yang dilakukan dengan kesadaran dalam diri individu.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa remaja awal di SMPN 1 Jatinangor yang mengalami kecemasan sosial yang tinggi sebanyak 22.9 %. Kecemasan sosial ini lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan dengan laki-laki.

Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya yaitu memberikan intervensi pada remaja awal yang mengalami kecemasan sosial yang tinggi mengingat tahapan remaja awal merupakan tahapan yang penting untuk remaja berkembang lebih baik ke tahap berikutnya pada masa dewasa.

(9)

Daftar Pustaka

APA. (2000). Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder, 4th Edn., Text Revision. Washingthon, DC: American Psychiatric Association. Beidel, D. C.m & Turner, S. M. (2007). Shy Children Phobic Adult, Nature and

Treatment of Social anxiety disorderr 2nd ed. Washington, DC: American Psychiatric Association

Heimberg, R. G. et al. (1995). Social Phobia : Diagnosis, Assessment, and Treatment. New York: The Gilford Press.

Heuer, K., Rinck, M., and Becker, E. S. (2007). Avoidance of Emotional Facial Expression in Social Anxiety: The Approach-Avoidance Task. Behavior Research and Therapy, 45, 2990-3001.

Hofmann, S. G., & Barlow, D. H. (2002). Social Phobia (Social Anxiety Disorer). In D. H. Barlow (Ed.), Anxiety and its Disorders: The Nature and Treatment of Anxiety and Panic (2nd ed., pp. 454-476). New York: The Gilford Press.

Kessler, R. C. et al. (1994). Lifetime and 12-month Prevalence of DSM III-R Psychiatric Disorder in the United States: Result from the National Comorbidity Survey. Arch Gen Psychiatry 1994; 51(1): 8-19.

Papalia, D. E. et al. (2000). Human Development 8 th Ed. USA : McGraw-Hill. Stein, B. Murray & John R. Walker. (2002). Triumph Over Shyness, Conquering

Shyness and Social Anxiety. United State Of America: MCGraw-Hill. Vriends, N. et al. 2013. Taijin Kyofusho and Social Anxiety and their Clinical

relevance in Indonesia and Switzerland. Frontiers in Psychology 4: 1-9.

Sumber Internet

(10)

SURAT PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Pembimbing Tanda Tangan

1. Prof. Dr. Wilis Srisayekti

...

2. Dra. Marisa F. Moeliono, M. Pd

...

Judul naskah artikel:

GAMBARAN KECEMASAN SOSIAL BERDASARKAN LIEBOWITZ SOCIAL ANXIETY SCALE (LSAS) PADA REMAJA AWAL DI JATINANGOR

menyatakan bahwa naskah artikel dengan judul seperti tersebut di atas telah diperiksa, dikoreksi, dan disetujui oleh komisi pembimbing untuk dimuat dalam jurnal Publikasi Berkala Penelitan Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan keterampilan sosial dapat menjadi sarana yang paling tepat sebagai usaha untuk menurunkan kecemasan sosial pada remaja yang berada dip anti asuhan, karena

Skripsi Yang Berjudul "GAMBARAN KECEMASAN WANITA DEWASA AWAL YANG MENGALAMI OBES!TAS DALAM MEMILIH PASANGAN HIOUPNVA" ini Telah Diujikan Dalam Sidang Munaqasah

Peran pola asuh otoriter sebagai variabel X signifikan dalam mempengaruhi kecemasan sosial pada remaja, sehingga hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh pola asuh

Berdasarkan hasil tabel silang antara tingkat kecemasan yang dikategorikan berdasarkan menggunakan kuisioner Hamilton Anxiety Rating Scale dan karakteristik subjek

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan adanya korelasi positif kesepian dengan kecemasan social, artinya semakin tinggi seseorang memiliki perasaan sedih, murung, tidak bersemangat dan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara body image dengan kecemasan sosial pada remaja akhir di Surabaya..

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan yang menjadi temuan study dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Deskripsi kecemasan lansia

ii LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA REMAJA PENYINTAS BANJIR ROB DI DESA MARGOLINDUK