• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARSIP DPR. PEMANDANGAN UMUM FRAKSl PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARSIP DPR. PEMANDANGAN UMUM FRAKSl PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANDANGAN UMUM

FRAKSl PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP

1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

KEUANGAN NEGARA

2. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PERBENDAHARAAN NEGARA

3. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PEMERIKSAAN TANGGUNG JAWAB

KEUANGAN NEGARA

ARSIP

(2)

,

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Sekretariat: MPR/DPR-RI, Nusantara I, LantaiVI, Ruang 0608,JI. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270

V (021) 575 6187, 575 6180, 575 6162, Fax. 575 6188, 575 6181

PEMANDANGAN UMUM

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DPR-RI TERHADAP 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEUANGAN NEGARA 2. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA 3. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PEMERIKSAAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

Disampaikan oleh : Ors. Poltak Sitorus Anggota Nomor : A - 87

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Yang terhormat Saudara Ketua;

Yang terhormat Saudara Menteri Keuangan beserta jajarannya; Yang terhormat Saudara para anggota Dewan;

Yang terhormat Saudara para Wartawan Media Cetak dan Elektronik; dan Hadirin yang kami muliakan.

MER D E K A If!

Pertama-tama, marilah kita menyampaikan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat dan hidayahnya kepada segenap bangsa Indonesia, bahwa di tengah-tengah tantangan dan cobaan, kita semua masih dapat menjalankan roda kehidupan bangsa dan negara. Dan pada hari ini kita juga perlu bersyukur karena kita masih diperkenankan-Nya untuk menyelenggarakan dan menghadiri Sidang Dewan yang mulia ini dalam rangka menyampaikan Pemandangan Umum anggota Dewan melalui Fraksinya masing-masing terhadap RUU tentang Keuangan Negara, RUU tentang Perbendaharaan Negara, dan RUU tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan tanggapan dengan susunan sebagai

ARSIP

(3)

I.

UM UM.

Fraksi POI Perjuangan tidak sependapat dengan Pemerin�ah yang menyatakan bahwa sejak Kemerdekaan 55 tahun �an_g lal_u, _k1ta belum memiliki Undang-undang yang mengatur pnnsIp-pnns1p umum pengelolaan keuangan negara yang dapat memenuhi ketentuan sesuai dengan perkembangan zaman.

Perlu kita pahami bersama bahwa berdirinya pemerintahan Hindia Belanaa di Indonesia, maka seluruh dunia terutama dunia barat mengakui bahwa pemerintahan yang paling modern di seluruh Asia adalah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia.

Pemerintahan yang modern tentunya yang melaksanakan prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara. Hal ini terbukti dengan masih berlakunya lndische Comptabiliteits Wet (ICW) dan Reg/ement voor het

Administratiet Beheer (RAB) dan untuk pemeriksaan digunakan lnstructie en verdere bepalingen voor de A/gemeene Rekenkamer (IAR).

Walaupun selama ini terjadi pei··kembangan baru dibidang administrasi dan pemerintahan yang menyebabkan berbagai ketentuan dalam perundang-undangan kolonial tersebut tidak mampu menjawab berbagai ketentuan pengelolaan keuangan negara yang modern kita hanya menambahkan kepada ketentuan yang ada. Oleh karena prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara yang sudah terdapat di dalam ICW dan RAB, demikian juga tentang pemeriksaan dan tanggung jawab pelaksanaan anggaran atau keuangan negara prinsip dasarnya telah terdapat di dalam IAR.

Kita tentunya semua sepakat bahwa prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara, pemeriksaan dan pertanggung jawabannya adalah universal di dalam pemerintahan yang modern.

Kalau�un selama ini terjadi penyimpangan dan kebocoran dalam pengelolaan keuangan negara bukanlah disebabkan kelemahan atau cetaah yang terdapat dalam perundang-undangan pengelolaan keuangan negara. Akan tetapi hal itu adalah disebabkan Tap MPRS Nomor XX/1966 mengenai Tata Urutan Peraturan Perundangan yang telah dirubah menjadi Tap MPR Nomkor 111/2000, dimana antara lain ditetapkan bahwa Undang-Undang Dasar dapat dilaksanakan dengan Tap MPR, UU dan PERPU, sedangkan Tap MPR dapat dilaksanakan dengan UU dan KEPPRES. Dengan berdasarkan kepada ketentuan tersebut, maka dikeluarkanlah Tap MPR tentang pelimpahan tugas dan wewenang khusus kepada Presiden/Mandataris MPR untuk mensukseskan dan mengamankan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Atas dasar pelimpahan wewenang khusus tersebut Presiden pun dapat mengeluarkan KEPPRES yang substansinya boleh bertentangan yang antara lain dengan UU tentang perbendaharaan negara (ICW). Misalnya Keppres tentang Dana Reboisasi yang menetapkan dana tersebut tidak disetorkan ke Kas

ARSIP

(4)

Negara, akan tetapi ke rekening Menteri Kehutanan. Demikian juga berbagai jenis penerimaan yang kemudian dikenal sebagai dana non budgetair, penyetorannya tidak langsung ke Kas Negara, melainkan disetor ke rekening Menteri terkait bahkan kepada Yayasan yang ada di instansi bersangkutan.

Sedangkan di dalam UU Perbendaharaan Negara atau ICW, semua penerimaan negara harus di setor ke Kas Negara/Daerah dan pengelolaannya dilakukan melalui penetapan kebijaksanaan APBN atau APBD.

Terjadinya berbagai penyimpangan dan kebocoran uang negara selama ini bukanlah kelamahan yang terdapat dalam sistem perundang­ undangan yang ada, akan tetapi sebagian besar adalah disebabkan penyimpangan terhadap UUD 1945 seperti yang dikemukakan diatas. Harap Pemerintah dapat memberikan tanggapan.

Saudara Ketua;

Saudara Menteri Keuangan, dan Sidang Dewan yang terhormat.

Kemudian Fraksi POI Perjuangan juga tidak sependapat dengan keterangan Pemerintah yang menyatakan bahwa landasan hukum Pengelolaan Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yaitu Perundang-undangan yang disusun untuk mendukung kelangsungan pemerintahan Kolonial Belanda tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Negara Kesatuan RI yang merdeka dan berdaulat. Seperti telah kami kemukakan dimuka tadi, prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara, pemeriksaan dan pertanggung jawabannya adalah universal, sehingga tidak ada kaitan melakukan perubahan terhadap undang­ undang di bidang keuangan negara itu antara Pemerintahan Kolonial Belanda dengan Pemerintahan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.

Apa yang harus kita lakukan pada saat ini terhadap undang-undang Keuangan Negara itu adalah keberadaan Tap MPR Namer 111/2000 tersebut yang telah menyimpang dari Tata Urutan Peraturan perundangan berdasarkan UUD 1945.

Tata Urutan Peraturan Perundangan di dalam UUD 1945 adalah UUD sebagai ketentuan perundangan yang tertinggi, undang-undang sebagai pelaksanaan dari UUD dan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undang-undang.

Apabila hal ini belum kita sepakati, maka ketiga RUU di bidang Keuangan Negara ini akan tetap memberikan kewenangan yang besar kepada Pemerintah sebagaimana yang terjadi pada Pemerintahan Orde Baru yang pasti bermuara kepada terjadinya penyimpangan dan kebocoran uang rakyat. Fraksi POI Perjuangan mengharapkan tanggapan dari

Pemerintah !!!

ARSIP

(5)

Saudara Ketua;

Saudara Menteri Keuangan, dan Sidang Dewan yang terhormat.

Selanjutnya Fraksi POI Perjuangan akan menyampaikan tanggapan dan pertanyaan terhadap ketiga RUU di bidang Keuangan Negara yang kami awali dengan

A. RUU TENTANG KEUANGAN NEGARA.

Di dalam keterangan Pemerintah dijelaskan bahwa diperlukan suatu Undang-undang yang memuat ketentuan pokok yang mencakup segala aspek keuangan negara terutama yang berkaitan dengan mekanisme hubungan hukum antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dalam penetapan dan pertanggung jawaban Anggaran Negara serta prinsip­ prinsip umum administrasi keuangan negara.

Pemerintah selanjutnya menegaskan bahwa Undang-undang tersebut sekaligus berfungsi sebagai payung bagi berbagai Undang-undang lain yang mengatur salah satu atau beberapa aspek keuangan negara sejalan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan negara kesatuan.

Dalam hubungan itu, Fraksi POI Perjuangan mempertanyakan apakah yang dimaksud bahwa suatu Undang-undang memuat ketentuan pokok dan yang berfungsi sebagai payung dari berbagai Undang-undang. Hal ini perlu kami pertanyakan oleh karena UUD 1945 di dalam penjelasannya ditegaskan adalah memuat aturan pokok sebagai intruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.

Jadi apabila Undang-undang tentang Keuangan Negara adalah memuat ketentuan pokok atau aturan pokok maka Undang-undang tentang Keuangan Negara ini telah mengambil alih ketentuan UUD sebagai ketentuan paraturan perundangan yang tertinggi.

Di dalam penjelasan UUD 1945 telah ditegaskan bahwa aturan pokok yang telah ditetapkan oleh UUD, pelaksanaannya diatur dengan Undang­ undang, sejalan dengan itu Undang-undang tentang Keuangan Negara ini haruslah pelaksanaan dari aturan pokok yang tercantum dalam Pasal 23 UUD 1945 dan penjelasannya. Maka oleh karena itu, apabila Undang­ undang tentang Keuangan Negara ini memuat ketentuan atau aturan pokok yang sekaligus berfungsi sebagai payung bagi Undang-undang lainnya, jelas sudah bertentangan dengan sistem UUD 1945. Oleh karena praktek yang demikian dapat menimbulkan kerancuan dan kemacetan konstitusional sebagai dinyatakan Forum Demokrasi atau kebuntuan konstitusional sebagai dikemukakan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dalam penerbitan Harian "KOMPAS" tanggal 19 Januari 2001.

ARSIP

(6)

Oleh karena itu, Fraksi POI Perjuangan meminta Pemerintah untuk menarik kembali ketiga RUU 1m agar penyusunannya disesuaikan dengan sistem UUD 1945.

Keterangan Pemerintah yang menyatakan RUU Keuangan Negara mengatur hubungan antara lembaga legislatif dan eksekutif di bidang Keuangan Negara dan akan menjadi dasar hukum bagi lahirnya APBN setiap tahun dan menjadi dasar hukum dari semua Undang-undang di bidang Keuangan Negara adalah bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945.

Di dalam UUD 1945, Pasal 23 ayat (1), yang kedudukannya sebagai hukum dasar atau aturan pokok telah jelas ditetapkan bahwa Pemerintah diwajibkan untuk menyampaikan RUU APBN setiap tahun untuk memperoleh persetujuan DPR. Bahkan ditegaskan lagi apabila RUU APBN tersebut ditolak oleh DPR, maka Pemerintah diwajibkan menjalankan tahun anggaran yang lalu.

Di dalam penjelasannya lebih ditegaskan lagi bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja kedudukan DPR lebih kuat dari dari pada kedudukan Pemerintah, ini tanda kedaulatan rakyat.

Dengan demikian jelaslah bahwa hubungan DPR dengan Pemerintah itu sudah cukup jelas diatur dalam UUD. Sehingga Undang-undang tentang Keuangan Negara haruslah menjabarkan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan penjelasannya itu mengenai hubungan DPR dan Pemerintah.

Begitu juga menjadikan Undang-undang tentang Keuangan Negara menjadi dasar hukum bagi lahirnya APBN setiap tahun jelas bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan penjelasannya yang telah menetapkan bahwa Pemerintah hanya mengajukan RUU APBN. lnilah amanat rakyat yang tercantum dalam Pasal 23 UUD 1945. Sehingga lahirnya Undang-undang APBN setiap tahun bukan amanat Undang-undang tentang Keuangan Negara, melainkan amanat UUD 1945.

Saudara Ketua;

Saudara Menteri Keuangan, dan Sidang Dewan yang terhormat.

Atas dasar itu, Fraksi POI Perjuangan berpendapat bahwa Undang­ undang tentang Keuangan Negara ini hanyalah memuat Rancangan Penerimaan beserta sumber-sumbernya dan Rancangan Pengeluaran. Juga masih menjadi permasalahan yang perlu diatur dalam Undang­ undang ini yaitu mengenai tugas dan wewenang penyusunan anggaran lembaga negara non Pemerintah, seperti MPR, DPR, MA, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara, TNI, BPK dan lembaga atau instansi non pemerintah lainnya.

Hal ini perlu dilakukan oleh karena Badan-badan tersebut bukanlah lembaga aparatur Pemerintah. Memang di dalam butir IV Sistem Pemerintahan Negara ditegaskan bahwa dibawah MPR, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi.; Dalam menjalankan

ARSIP

(7)

pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab berada pada Presiden.

Apakah dengan ketentuan ini harus diartikan bahwa penyusunan anggaran semua lembaga termasuk OPR dibuat oleh Presiden ?

Tentunya tidak demikian, oleh karena di dalam penjelasan Pasal 23 UUD 1945 telah ditegaskan bahwa dalam hal penetapan APBN kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan Pemerintah. Harap Pemerintah memberikan tanggapan !!!

Pemerintah menyatakan sesuai dengan bentuk negara kesatuan ditegaskan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara. Fraksi POI Perjuangan tidak menemukan ketentuan yang demikian itu dalam UUD 1945. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang

berbentuk Republik. Malah pada penjelasannya ditegaskan, maksud

menetapkan negara Indonesia berbentuk negara kesatuan dan Republik mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat. Sehingga Fraksi POI Perjuangan tidak ada menemukan dalam UUD 1945 ketentuan yang menetapkan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara. Apalagi kekuasaan itu dikaitkan dengan bentuk negara kesatuan yang sama sekali tidak ada relevansinya.

Penyebutan negara Indonesia sebagai negara kesatuan terdapat dalam penjelasan Pasal 18 UUO 1945. Oisana antara lain ditegaskan, oleh karena negara Indonesia berbentuk suatu negara kesatuan atau enheitstaat maka tidak boleh ada daerah yang bersifat negara. Sekali lagi Fraksi POI Perjuangan menegaskan bahwa di dalam UUD 1945 tidak terdapat ketentuan yang menetapkan sesuai dengan bentuk negara kesatuan ditegaskan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara.

Oalam hubungan itu Fraksi POI Perjuangan mengharapkan Pemerintah dapat memberikan penjelasan dimana ketentuan tersebut terdapat dalam UUO 1945.

Setahu Fraksi POI Perjuangan hal keuangan negara di dalam UUD 1945 hanya diatur dalam Pasal 23 dan penjelasannya.

Saudara Ketua;

Saudara Menteri Keuangan, dan Sidang Dewan yang terhormat.

Pemerintah menjelaskan bahwa penyusunan anggaran negara mengacu pada rencana strategis nasional yang disusun oleh Dewan Perencanaan Nasional yang beranggotakan unsur-unsur dari Pemerintah dan Masyarakat. Sehubungan dengan itu Fraksi POI perjuangan mempertanyakan kaitan rencana strategis nasional yang disusun oleh Dewan Perencanaan Nasional dengan keharusan Presiden menjalankan haluan negara (UUD) menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR.

ARSIP

(8)

Di dalam UUD 1945, haluan negara yang harus dijalankan oleh Presiden antara lain adalah Pasal 27 ayat (2) mengenai "Hak tiap-tiap warganegara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Pasal 30 ayat (1) mengenai "Hak dan kewajiban tiap-tiap warganegara ikut serta dalam pembelaan negara, Pasal 31 ayat (1) mengenai ; "Hak tiap-tiap warganegara untuk memperoleh pengajaran, penjelasan Pasal 33 ayat (3) mengenai Bumi atau tanahm, air, dan kekayaan alam menjadi pokok-pokok kemakmuran rakyat dan Pasal 34 mengenai "Fakir miskin dan anak-anak terlantar ditanggung oleh negara. Dalam hubungan itu, Fraksi POI perjuangan meminta penjelasan dari Pemerintah mengenai hubungan rencana strategis nasional yang disusun oleh Dewan Perencanaan Nasional dengan haluan negara yang diutarakan diatas yang harus dijalankan oleh Presiden.

B. RUU TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA.

Pemerintah menjelaskan bahwa Bendahara Umum negara berwenang menetapkan kebijakan antara lain melakukan pinjaman serta memberikan pinjaman dan atau jaminan atas nama Pemerintah. Fraksi PDI Perjuangan mengharapkan Pemerintah dapat menjelaskan apakah pemberian pinjaman dan atau jaminan atas nama Pemerintah telah mendapat persetujuan DPR. Apabila pemberian pinjaman dan penjaminan itu tidak atau belum mendapat persetujuan DPR, berarti Bendahara Umum Negara atau Pemerintah telah mengabaikan Hak Budget DPR.

Sebagaimana telah menjadi kesepakatan kita, di dalam penjelasan Pasal 23 UUD 1945 telah ditegaskan bahwa segala tindakan yang membebani negara harus dengan persetujuan rakyat melalui Dewan Perwakilannya. Selanjutnya Fraksi POI Perjuangan mengharapkan Pemerintah memberikan penjelasan terhadap keterangan Pemerintah yang menyatakan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dana, Bendahara Umum Negara dapat menempatkan sebagian saldo uang yang tersedia pada Kas Negara dalam investasi jangka pendek yang beresiko rendah. Hal ini perlu dipertanyakan oleh karena investasi jangka pendek yang beresiko rendah adalah sangat relatif dan kewenangan ini dapat memberikan peluang penyalahgunaan kekuasaan atau istilah populernya melakukan praktek KKN.

C. RUU TENTANG PEMERIKSAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA.

Pemerintah menjelaskan bahwa RUU Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan amanat dari Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 1973 tentang Sadan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pemeriksaan dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang.

ARSIP

(9)

Fraksi POI Perjuangan berpendapat, materi RUU tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara itu dimasukkan ke dalam

Undang-undang tentang BPK.

Dengan perkataan lain bahwa Fraksi POI Perjuangan berpendapat bahwa sesuai dengan Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 dan penjelasannya yang melakukan pemeriksaan atas keuangan negara yang dikelola oleh semua lembaga negara adalah BPK. Kemudian yang melaporkan kepada DPR juga BPK. Apabila ditempatkan di luar Undang-undang tentang BPK dapat menimbulkan kesan bahwa Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara dapat dilakukan di luar BPK, seperti yang dilakukan BPKP, lrjen, ltwilprop selama ini.

Sedangkan dalam penjelasan Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 hanya BPK­ lah yang berwenang dan bertanggung jawab atas pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara, karena BPK-lah sebagai lembaga tinggi negara yang tidak tunduk kepada Pemerintah dan lembaga negara lainnya. Juga harus diartikan bahwa BPK adalah Sadan perpanjangan DPR dalam menyelenggarakan Hak Budget dan fungsi pengawasannya.

D. PENUTUP.

Demikianlah tanggapan dan pertanyaan Fraksi POI Perjuangan terhadap ketiga RUU tentang Keuangan Negara, RUU Perbendaharaan Negara, dan RUU tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam pembicaraan tingkat II ini, sedangkan tanggapan dan pendapat yang lebih rinci akan disampaikan dalam pembicaraan tingkat Ill setelah memperoleh jawaban Pemerintah atas Pemandangan Umum Fraksi­ fraksi.

Atas segala perhatian dan jawaban pemerintah, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh ME RD E K A !!!

Jakarta, 22 Januari 2001 PIMPINAN FRAKSI

PAR TAI DEMOKR ASI INDONESIA PERJUANGAN DPR-RI

4:?7,<,

i' :. / (;, ... . Hj. TUMBU SARASWATI, SH Wakil Sekretaris, N JAVA DAELY, SH

ARSIP

DPR

(10)

PEMANDANGAN UMUM

FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DPR-RI TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEUANGAN NEGARA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERBENDAHARAAN

NEGARA DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERIKSAAN TANGGUNGJAWAB KEUANGAN NEGARA

Disampaikan oleh HAMKA YANDHU YR Anggota FPG DPR RI No. A-375

Jakarta, 22 Januari 2001

ARSIP

(11)

PEMANDANGAN UMUM

FRAKSI PARTAI GOLONGAN ICARYA DPR-RI

TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG l{EUANGAN NEGARA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERBENDAHARAAN NEGARA, DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMERll{SAAN TANGGUNG JAWAB

KEUANGAN NEGARA

Disampaikan oleh

HAMKA YANDHU Y.R. (Anggota DPR-RI No. 375)

Assalarnu'alail<un1 Wr. Wb.

Salarn sejahtera untulc kita se111ua.

Yang Terhorrnat Saudara Pirnpinan Sidang,

Yang Terhormat Saudara Menteri l{euangan yang rnewaldli Pemerintah beserta jajaran,

Relcan-rekan Anggota Dewan yang lcarni honnati, serta hadirin yang berbahagia.

Sebagai insan yang bertakwa kepada Allah SWT, maka pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya mengajak kita semua untuk memanjatkan puji dan sukur kehadirat Allah

swr,

karena hanya berkat dan rakhmat-Nya jualah kita dapat berkumpul di Gedung ini dalam rangka menghadiri Rapat Paripurna Dewan dengan acara penyampaian pandangan para anggota atas ketiga RUU yang diajukan Pemerintah.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Presiden Republik Indonesia dalam amanatnya No. R-23/PU/IX/2000 tertanggal 29 September 2000 telah menyampaikan ketiga Rancangan Undang-undang (RUU) yang terdiri dari :

1. Rancangan Undang-undang tentang Keuangan Negara;

2. Rancangan Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara;

ARSIP

(12)

3. Rancangan Undang-undang tentang Pemeriksaan Tanggungjawab Keuangan Negara.

Saudara

l(etua dan

Sidang

yang rnulia,

Sebagaimana telah kita maklumi bersama bahwa sejak bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, 55 tahun yang lalu, kita belum memiliki undang-undang yang mengatur prinsip-prinsip umum pengelolaan keuangan negara yang dapat memenuhi kebutuhan dan memenuhi perkembangan zarnan, yang merupakan salah satu persyaratan penting bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih, jujur dan berwibawa. Hingga dewasa ini untuk n1engisi kekosongan undang-undang pengelolaan keuangan negara, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, digunakan produk hukum kolonial, yang diundangkan untuk pertama kali pada tanggal 23 April 1864 dan mulai dinyatakan berlaku sejak tahun 1867, yang dikenal dengan Indische Cornptabiliteits Wet (ICW) sebagai Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968).

Sementara itu, di bidang pemeriksaan, Pemerintah menggunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Ar (IAR) sebagai landasan hukum dalam merneriksa Pertanggungjawaban Keuangan Negara.

Sebagai landasan hukurn, perundang-undangan peninggalaan pemerintahan kolonial Belanda tersebut sudah tidak sesuai dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam pengelolaan dan pemeriksaan tanggungjawab keuangan negara seiring dengan perkembangan yang pesat dalarn bidang adrninistrasi dan pemerintahan di era modern.

ARSIP

(13)

Berlandaskan pemikiran tersebut, Fraksi Partai GOU<AR menyambut positif langkah-langkah yang dilakukaan oleh Pemerintah untuk menyusun dan mengajukan ketiga Rancangan Undang-undang kepada DPR.

Dalam hubungan ini perkenankanlah Fraksi Partai GOLKAR menyampaikan perrnasalahan-permasalahan untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai muatan ketiga Rancangan Undang­ undang bidang keuangan sebagai berikut

I. RUU tentang Keuangan Negara

1. Dalam Pasal 1 butir 1 RUU dikatakan bahwa yang dimaksud dengan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, tennasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, rnoneter dan pengelolaan perusahaan negara atau badan lain dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Apa sebab Pemerintah dalam hal ini memasukkan kebijakan dan kegiatan dalam bidang moneter dan pengelolaan perusahaan negara atau badan lain dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara sebagai batasan dari· Keuangan Negara seperti yang termuat dalam Pasal 1 angka 1.

2. Dalam Pasal 3 ayat (3) memuat tentang prinsip-prinsip pengelolaan anggaran. Salah satu dari prinsip ini adalah bahwa anggaran negara mempunyai fungsi otorisasi. Dalam hubungan ini kiranya dapat Pemerintah menjelaskan apa yang dimaksud dengan fungsi otorisasi dari Anggaran Negara.

ARSIP

(14)

3. Masih dalam kaitan dengan Pasal 3, FPG rnengharapkan penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian penerimaan negara yang tidak habis digunakan dalam tahun anggaran yang bersangkutan dan pengertian surplus penerimaan negara yang dirnaksud dalarn Pasal 3 ayat (5) dan ayat (6).

4. Pasal 5 ayat (6), menyatakan bahwa Badan Layanan Umum diatur dengan Undang-undang.

FPG ingin mernpertanyakan apa yang dimaksud dengan Badan Layanan Umum dan apa yang menjadi pertimbangan sehingga harus diatur dengan Undang-undang.

5. Pasal 7 RUU menentukan bahwa Pengelolaan keuangan negara didasarkan pada rencana strategis nasional yang disusun oleh dewan perencanaan nasional yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur pernerintah dan rnasyarakat. FPG mengharapkan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan rencana strategis nasional dan dewan perencanaan nasional. Selanjutnya apa yang menjadi dasar pertimbangan serta latar belakang Pemerintah memandang perlu untuk membentuk satu dewan perencanaan nasional.

6. Dalam rumusan RUU Pasal 10 ayat (3), Fraksi Partai Golkar mengharapkan penjelasan apa yang dimaksud dengan Surplus anggaran dan kapan pemerintah dapat mengajukan rencana penggunaan surplus tersebut kepada DPR.

7. Pasal 12 ayat (2) menentukan bahwa pembahasan RUU APBN dilakukan sesuai dengan Undang-undang tentang SUSDUK. Menurut pendapat FPG ketentuan ini tidak tepat sebab Undang­ undang tentang SUSDUK tidak mengatur tentang proses

ARSIP

(15)

pembahasan RUU

APBN.

Harap penjelasan lebih lanjut dari Pemerintah.

8. FPG mengharapkan penjelasan tentang rumusan Pasal 17 ayat (1) yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan bank sentral yang berakibat langsung membebani anggaran negara.

9. Rurnusan dalam Pasal 19 ayat (6) berbunyi sebagai berikut : Dalam rangka penyelamatan perekonomian, pemerintah dapat memberikan pinjaman dan atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setef ah mendapat persetujuan Lem bag a legislatif.

Apa dasar pertimbangan untuk mernberikan pinjaman dan atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta.

Selanjutnya perkenankan kami untuk rnemasuki RUU tentang Perbendaharaan Negara.

II. RUU PERBENDAHARAAN NEGARA

1. Dalam Pasal 4 ayat (4) dikemukakan bahwa anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang dikelola oleh Menteri Keuangan. Dalam hubungan ini FPG ingin menanyakan apa yang dimaksud dengan pengeluaran yang sifatnya mendesak dan tidal< terduga serta bagaimana pencatatan bagian anggaran tersendiri yang dikelola oleh Menteri Keuangan di dalam APBN.

2. Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa Pernerintah Pusat berhak memperoleh bunga untuk dana yang disimpan pada bank sentral dan atau lembaga keuangan lainnya. Sesuai dengan Pasal 52 UU Nomor 23 Tahun 1999 dikemukakan bahwa Bank

ARSIP

(16)

Indonesia bertindak sebagai pemegang Kas Pemerintah. Dalam hubungan ini FPG ingin rnempertanyakan, apakah tepat dana yang disirnpan pada bank sentral tersebut memperoleh bunga dan apakah bank sentral dewasa ini masih tetap bertindak sebagai pernegang Kas Pemerintah.

3. Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa dalam rangka optirnalisasi pemanfaatan dana, Bendahara Umum Negara dapat menempatkan sebagian saldo uang yang tersedia pada Kas Negara dalam investasi jangka pendek yang berisiko rendah. FPG ingin menanyakan, apakah lazim sebagian saldo uang yang ada pada Kas Negara dapat digunakan untuk membiayai investasi jangka pendek yang berisiko rendah.

4. Dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 41 diatur tentang tuntutan ganti rugi. Menurut RUU ini baik tuntutan ganti rugi maupun tuntutan perbendaharaan kedua-duanya dilaksanakan oleh Pernerintah. Sejauhmana kemungkinan dipisahkannya antara tuntutan ganti rugi dengan tuntutan perbendaharaan yaitu tuntutan ganti rugi dilakukan Pemerintah, sedangkan tuntutan perbendaharaan dilakukan oleh BEPEKA.

5. RUU ini tidak mengatur secara tegas tentang cara pengurusan dan pertanggungjawaban keuangan daerah otonom. Menurut pendapat FPG perlu ada penegasan bahwa ketentuan dalam RUU ini tidak hanya menyangkut cara pengurusan dan pertanggungjawaban keuangan pemerintah pusat saja, tetapi secara mutates mutandis diperlakukan pula untuk pengurusan dan pertanggungjawaban daerah otonom.

ARSIP

(17)

Saudara ICetua dan Sidang yang rnulia,

Selanjutnya kami memasuki mengenai RUU Pemeriksaan Tanggungjawab Keuangan Negara.

III. RUU PEMERil<SAAN TANGGUNGJAWAB l{EUANGAN

NEGARA

1. Masalah tumpang tindih pemeriksaan :

Sebagaimana diketahui bahwa lembaga pemeriksaan yang ada di Indonesia sekarang ini terdiri dari BPK, BPKP dan Inspektorat Jenderal Departemen. Dalarn pelaksanaan tugasnya tidal< jarang terjadi tumpang tindih obyek pemeriksaan. Dalam hal ini, FPG ingin menanyakan apakah dengan adanya Undang-undang ini dapat menjamin menghilangkan adanya tumpang tindih tersebut.

2. Dalam Pasal 3 ayat (4) dikemukakan bahwa BPK melakukan pemeriksaan untuk tujuan tertentu yang meliputi pemeriksaan di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

Kiranya Pemerintah dapat menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan perneriksaan untuk tujuan

tertentu

tersebut.

3. Dalam Pasal 7 dikemukakan bahw BPI< dapat melaksanakan investigasi untuk memperoleh bukti guna mengungkapkan adanya sangkaan tindak pidana dan atau perbuatan yang merugikan keuangan negara.

Peraturan perundang-undangan apa yang menjadi landasan BPK untuk melaksanakan investigasi tersebut dan bagaimana tindak lanjut dari pada investigasi itu.

ARSIP

(18)

4. Dalam Pasal 28 dikemukakan bahwa anggaran belanja pemeriksaan disediakan sesuai dengan rencana kegiatan dan kebutuhan perneriksaan.

Dalam hal ini, FPG meminta kejelasan lebih lanjut, bagaimana perimbangan antara jumlah realisasi dana yang diberikan kepada BPI< dengan jumlah kebutuhan riil untuk melakukan perneriksaan dalarn tahun anggaran 1998/1999 sampai dengan Tahun 2000 dan berpa besar prosentase hasil pemeriksaan proyek-proyek dalarn tahun anggaran tersebut.

Yang Terhorrnat Saudara Pirnpinan Sidang,

Yang Terhorrnat Saudara Menteri ICeuangan yang rnewaldli Pernerintah beserta jajaran.

Rekan-ral<an Anggota Dewan yang lcan1i honnati, serta hadirin yang berbahagia.

Demikianlah Pemandangan Urnurn Fraksi Partai Golongan Karya terhadap tiga RUU bidang Keuangan. Hal-hal yang belum sempat kami sarnpaikan dalam kesempatan ini, kami akan sampaikan pada Pembicaraan Tingkat III, dan selanjutnya Fraksi Partai Golongan Karya menyatakan telah siap untuk melakukan Pembicaraan Tingkat III bersama dengan Pemerintah dan rekan-rekan fraksi lainnya.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa selalu mernberikan petunjuk dan ridho-Nya. kepada kita bersama dalam menunaikan tugas pengabdian kepada bangsa dan negara.

Wassalamu'alaikurn Wr. Wb.

Jakarta, 22 januari 2001 Fraksi Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat RI

ARSIP

(19)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

MPR / DPR - RI, NUSANTARA I, JL. JENO. GATOT SUBROTO, JAl<A-RTA l 02 70 ({) (021) 575 5562 - 575 5597 - 575 5561 - 575 5598 - 575 5487 - FAX. 575 5488

PE1\1ANDANGAN UMUI\11

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PElVIBANGUNAl'l TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

RUU KEUANGAN NEGARA, RUU Pl�RllENDAHARAAN NEGARA DAN RUU PEMERIKSAAN TANGG�GJA ,vAn KEUAl�GAN NEGARA

Disampaikan olehjuru bicara FPPP DPR-RI: H. Rusnain Yalwa Nomor Anggota A-48

Assalamualaikum

w;�.

fVb.

Bismillahilrahmanin•ahim

Yang terhonnat Saudara Pirnpinan Si dang,

Yang terhonnat Saudara Mente1i keuangan beserta jajaraimya selaku wakil pemerintah Yang terhormat Saudara-saudara Anggota Dewan

Dan hadirin Sidang Paripurna Dewan yang berbahagia,

Dalam kesempatan yang berbahagia ini, Fraksi Partai Persatuan Pembangwian mengajak kepada haclirin sekalian untuk memanjatkmi p1tji clan syukur kehaclirat Allah S\VT. atas segala rahrnat, taufik dan hidayah-Nya sehingga pada hari ini dapat menghacliri dan mengik"Uti Sidang Paripurna Dewan dalam rangka pembicaraai1 tingkat II penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap RUU tentang Keuangan Negara, RUU tentang Perbendaharaan Negara serta RUU Perneriksaan Tanggungjawab Keuangan Negara, yang selanjutnya kami singkat menjacli RUU tentang Keuangan Negara. Shalawat serta salarn, mru·ilah kita haturkan kepacla junjungan kita N abi Besar Muhammad SAW se1ta para keluarga dan sahabatnya.

Sidang 1mri1mrna Dewan yang berbahagia

ARSIP

(20)

Selama ini tantangan dahun pengelolaan keuangan negara aclalah menghindrui timbulnya kebocoran keuangan negara. Tantangan ini memerlukan Si.stem rnanajernen, administrasi dan integritas dari para pengelola pembangunan. Oleh karena ilu, kehadiran UU tentang keuangan Negara sangat penting dan <liharapkan dapat menja<li kerangka hukum yang kokoh dalam upaya mencegal1 berbagai tindakan kearah penyalahgunaan keuangan negara serta mendorong tata earn pemerintal1an menuju terciptanya good

govemance dan pernerintahan yang bersih (clean govenzment).

Dalam RUU Keuangan Negara yang diajukan oleh pemerintah, secara eksplisit mengandung dua prinsip yakni transparansi clan akuntabilitas publik. Dalam era reformasi sekarang ini irnplernentasi kedua prinsip tersebut memang sangat penti.ng, tetapi dua prinsip tersebut saja belumlah cttk'11p. Oleh karena itu, Fraksi Partai Persatuan Pernbangunan rneminta kepada pernerintah agar clilakukan penarnbahan prinsip lain yang sangat penling yaitu: prinsip partisipasi, prinsip desenlralisasi dan prinsip aparat pemerintah yang bersil1.

Prinsip partisipasi cliperlukan mulai dari tahapan perencanaan, pengelolaan dan pemeriksaan keuangan negara dengan rnelibatkan rnasyarakat. Hal ini penting, sebab aset negara rneliputi kekayaan yang sangat luas yang meliba.tk:an kepentingan masyarakat banyak. Prinsip desentralisasi pengelolaan keuangan negara hams memberikan peran dan tanggungjawab kepada daerah otonom dan a.tau instansi pernerintah yang ada untuk merencanakan, rnelaksanakan clan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya. Sementara para pejabat pernerintah yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara hams terdiri atas orang-orang yang bersih clan bebas dari perbuatan KKN. Secara periodik para pengelola keuangan negara harus dapat rnelaporkan kekayaan p1ibadi dan keluarganya dan atau di.audit pemeri.ntal1.

Sidang J>aripurna De,van yang berbabagia

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mencermati bahwa <la.lam penyusunan Undang-undang ini, pemeri.ntah telah rnemonopoli proses perumusan dengan tidak banyak rnelibatkan lernbaga/badan laumya seperti BPK. DomiJ1asi eksekutif dalam proses

2

ARSIP

(21)

penyusw1an UU ini dapat menirnbulkan conflict of interest <la.lam pengelolaan keuangan negara. Hal ini bisa te1jadi karena kehadirnn RUU keuangan negarn ini berkait erat dengan kepentingan pemerintah sehingga dikhawatirkan pemerintah rnernanfaatkan UU ini sebagai instrumen untuk mcmperkuat status quo dan hegemoni rnonopolistis pcngclolaan kcuangan ncgara dihawah Dcpkcu. Mohon penjelasan pemcrintah.

Selain itu, Fraksi Pa1tai Persatuan Pembangunan mencatat beberapa problem yang akan muncul dan hams dilakukan perubahan oleh pernerintah. Pertama:, problem yang

timbul sehubw1gan dengan derajat kon1:rol yang terlalu lebar sehingga rnenimbulkan inefisiensi dan ketidakefektifan. Kedua, problem yang timbul rnenyangkut kewewenangan Depkeu mengontrol fisik aset di depaitemen teknis atas badan pemerintah. Ketiga, kacaunya sistem rekonsiliasi clan rekapitulasi keuangan dalam pengontrolan aset fisik se1ia pencatatan lalulintas keuangan. Keempat, keberadaan daerah otonom dalam melakukan pinjaman luar negeri. Kelima, dalam hal pertanggungjawaban keuangan hanya clisampaikan oleh presiden dan tidak secara

eksplisit mencantumkan pertanggungajwaban gubernur/bupati/walikota. Keenam, dalam

hal pemeriksaan BPK memanfaatkan hasil pemeriksaan a.pa.rat pengawasan intem pernerintah. Ketujuh, BPK dapat memeb1ikan pertimbangan penghaposuan piutang yang akan dilakukan oleh pemerintah atas penni:ntaan lembaga legislati[ Hal ini jelas menirnbulkan peluang bqru munculnya korupsi clan kolusi. Beberapa rnasalah ini perlu mendapat perhatian secara serius, oleh karena itu Fraksi Partai Persatuan Pembangunan meminta penjelasan pemer.intah secara rnenyeluruh.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan juga mencatat sejurnlah kelemahan dalam RUU Keuangan Negara ini. Pe11ama, dihilangkannya. prinsip clan rnekanisme harmonis yang seharusnya menjacli landasan utama pengelolaan keuangan negara. Kedu�,

diabaikannya penyatuan antara prinsip administrasi dan prinsip kompatibilitas (J<eserasian) keuangan. Ketiga, didalam RUU tersebut, benclaharawan diposisikan hams bertanggungjawab kepada pemegang kekuasaan administratif sehingga bendaharawan tidcil< qapat rpenolak perintah atasannya meskipw1 perintah itu rnelawan hukum. Dengan.I

demikian tugas auditor keuangan pemerintah dibatasi hanya untuk merneriksa apakah

3

ARSIP

(22)

para bendaharawa.n di pemerinla.han Lelah bemu-bcnai- rnelaksanakan perinlah atasrumya

atau tidak, tidak peduli apakah perintah tersebut rnelawan hukum a.tau tidak. Keem1•at, keberadaan benclaharav,.ran secara struktural sebagai pihak yang bertanggungjawab pada penguasa adrninistratif rnemungkink:an berkembangnya hubungan kolutif. Pa<lahal BPK tidak bisa mernpersalahkan seorang bendaharawan alas alasan substantif seperti korupsi clan kolusi. Kesalahan yang clitimpakan kepada benclaharawan hanya sebatas kesalahan administratif atau closa stmktural karena tidak menlaati perintah atasan. Kelima, masalah mata uang sebagai a.lat pembayaran dan penetapan serta pengaturnn ma.ta uang sebagai alat pembayaran, tidak relevan dicantumkan dalarn UU ini sehingga perlu dikeluarkan dan masuk dalam UU tentang Uang. Beberapa kelernahan dalam UU ini perlu dilakukan perubahans ecara mendasar, oleh karena itu Fraksi Parlai Persatuan Pembangunan minta jawaban pemerintah.

Dalam sistem pengelolaa.n keuangan negara yang bail<, fungsi pengurusan administratif keuangan hmus dipisah.k:an dengan fw1gsi pengumsan pembukuan (book

keeping). Para benclaha.rawan juga seharusnya mernilil<i kewajiban mengganti kemgian _ clari uang pribacli jika timbul kerngim1 karena kelalaian dan perbuatan rnelawan hukurn. Ini adalah konsekwensi dari jabatan yang disandangnya. Fraksi Pa1iai Persaluan Pembangunan mint.a penjelasan pemerintah.

Selain itu, sebagai undang-w1dang pokok yang akan rnenjadi acuan berbagai unda.ng-undang lainnya dibidang keuanga.n, cliharapkan kehacliran undru1g-undang ini tidak rnenirnbulkan tumpang tinchl1. Oleh karena itu, Fraksi Partai Persatuan Pernbangmum rnerninta pe1tjelasan pernerinlah, sejauh mana sinkronisasi dengan undang­ w1dang lain yang telah ada rnaupun yang tengah dibahas seperli UU tentm1g Bank Indonesia.

SAudara pimpinan Sidang, Saudara rvienteri Keuangru 1.,

Saudara-saudara Anggota Dewan yang terhormat, dan hadirin yang berbahagia,

4

ARSIP

(23)

Demikianlah pemamlangan urnum Fraksi Partai Persal11an Pembangunan terhadap Rancangan Undang-undang tentang Keuangan Negara, RUU tenCang Perbendaliaraan Negara serta RUU Perneriksaan Tanggungjawab Keuangan Negara. Atas perhatian sidang yang terhonnat, para Anggota Dewan yang terhormat, Saudara rvienteri Keuangan yang mewakili pernerintah beserta jajararmya, para insan pers <lan media rnassa ym1g hadi.r meliput siclang paripuma yang ka.mi horrnati, Fraksi Pmtai Persatuan Pembangunan menyampaikan clengan tulus rasa terirna kasih

Wassalamulaikum f'Vr. Wb. Jakarta, 20 Januari 2001

PIMPINAN

FR1\KSI PARTAI PERSATUAN PEMUANGUNAN DPR RI Sckrclaris.

� V,A--V-o-i,v

DRS. II. ENl>IN A.I. SOEFIIIAllA, l\ll\1

5

ARSIP

(24)

FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

SEKRETARIAT: GEDUNG MPR / DPR-RI, NUSANTARA I LANTAI XVII KAMAR 1709 JL. JEND. GATOT SUBROTO, JAKARTA 10270

TELP. 021- 57 5 5623 - 57 5 5625 - 57 5 5626 - 57 5 5627. 57 5 5628 FAX. 021- 575 5614 - 575 5624

PEMANDANGAN UMUM

FRAl{SI KEBANGKITAN BANGSA DPR-RI

TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

KEUANGAN NEGARA, PERBENDAHARAAN NEGARA

DAN

PEMERIKSAAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

Disampaikan Olelt Juru Bicara FKB DPR-RI: H.Aris Azltari Siagian Anggota Nomor : A-404

Assalamu 'alaikum Wr, "7b ..

Yang Terhormat Saudara Pimpinan Sidang

Yang Terhormat Saudara Menteri Keuangan beserta seluruh jajarannya, Saudara-saudara Anggota Dewan dan

Hadirin yang terhormat.

Pertama-tama, Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga pada hari ini kita bersama-sama dapat menghadiri Sidang Paripurna Dewan dalam rangka Pembicaraan Tingkat II terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Keuangan Negara, Perbendaharaan Negara dan Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada beliau Junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, shahabat dan pengikutnya yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, kejujuran serta menegakkan keadilan dimuka bumi ini. Selanjutnya kami sampaikan ucapan terima kasih kepada saudara pimpinan sidang atas kesempatan yang diberikan kepada Fraksi Kebangkitan Bangsa untuk menyampaikan Pendapat Fraksi Kebangkitan Bangsa, sehubungan dengan Rancangan Undang-Undang tersebut.

ARSIP

(25)

Saudara Pimpinan Sidang, Dan hadirin yang terhormat.

Dalam Pandangan Fraksi Kebangkitan Bangsa, bahwa Pengelolaan Keuangan Negara, terlebih bagi Bangsa yang sedang mengalami krisis, memang memerlukan suatu Ketetapan Undang­ Undang agar fenomena yang terjadi akibat perubahan sistem politik dari yang otoriter refresif kearah sistem politik yang demokratis dan transparan dapat diakomodasikan secara optimal dalam suatu ketentuan undang-undang.

Hal ini penting agar hukum benar-benar mengakomodasikan setiap fenomena dalam masyarakat secara aktual dan optimal, sebab apabila tidak hukum kita akan selalu tertinggal oleh derap perubahan dari dinamika masyarakat.

Agenda yang cukup mendesak untuk dilaksanakan adalah masalah transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, berkenaan dengan perubahan sistem politik tersebut. Secara yuridis transparansi memungkinkan terjadinya diteksi dini terhadap kemungkinan penyimpangan terutama oleh otoritas pengelolaan keuangan negara, baik dalam lingkungan lembaga negara, departemen ataupun lembaga perbankan serta lembaga non bank. Sedang secara politis, transparansi merupakan upaya berarti untuk menghindari gejolak yang timbul akibat membusuknya permasalahan penyimpangan pengelolaan keuangan negara dalam kurun waktu yang panjang yang dimungkinkan oleh tidak adanya transparansi dalam pengelolaannya.

Panjangnya jangka waktu yang diperlukan dalam pengurusan dan pelurusan penyimpangan pengelolaan keuangan negara dapat berakibat timbulnya keresahan dan bahkan gejolak dalam masyarakat ; padahal pembusukan permasalahannya telah terjadi akibat tak adanya transparansi, sehingga untuk mengindentifikasikan permasalahannya saja diperlukan waktu yang panjang yang menyebabkan masyarakat kehilangan kesabarannya, sehingga yang kemudian muncul adalah gejolak dalam masyarakat.

Bahkan masalah akan menjadi lebih serius lagi manakala ditengah-tengah masyarakat yang mengalami gejolak tersebut masuk usaha-usaha provokasi untuk kepentingan-kepengtingan

ARSIP

(26)

politik tertentu yang selama ini kita kenal sebagai profesi baru yang cukup marak dalam kancah perpolitikan dilr-epublik ini.

Oleh karenanya pembahasan ketiga rancangan undang-undang yang mengait dengan keuangan negara ini sekaligus perlu dimotifasi oleh aspek yang yuridis dan aspek sosial politik, sehingga terjadi interaksi positif antara aspek hukum dan demokrasi didalamnya.

Saudara Pimpinan Sidang, Para hadirin yang kami hormati,

Secara umum, berkenaan dengan pembahasan ketiga rancangan tentang keuangan negara ini, ada beberapa hat yang memerlukan perhatian kita.

Pertama, masalah lingkup dan jangkauannya. Disadari bersama bahwa otonomi daerah merupakan kebutuhan mendesak untuk dilaksanakan, alhamdulillah saat ini telah menjadi kenyataan. APBN tahun 2001 secara spektakuler telah mengalokasikan jumlah yang memadahi bagi daerah sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999. Sehingga tak terbantah lagi, bahwa daerah, terutama daerah tingkat II pada tahun 2001 ini mengelola volume anggaran yang cukup besar, meliputi ratusan milyar rupiah untuk setiap daerah tingkat II.

Tersedianya volume anggaran yang cukup besar sudah barang tentu akan mengait kepada masalah kemampuan merencanakan, menggunakan dan mengawasi penggunaanya. Dalam kaitan inilah kita berbicara tentang aparat perencana, aparat pelaksana, dan aparat pengawas keuangan negara;

Catatan kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2001 sebagaimana tertuang dan kesimpulannya mengkonstalasikan tiga hal penting

1. Bagaimana Pemerintah pusat membantu meningkatkan kualitas aparat perencanaan di daerah.

2. Bagaimana pemerintah pusat mengefektifkan aparat pengawas fungsional dan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan. 3. Bagaimana pemerintah pusat memberikan jaminan akan

tersedianya data yang valid agar prisip keadilan dalam

ARSIP

(27)

merealisasikan dana perimbangan atara pusat dan daerah tidak terdistorsi oleh validitas data yang ditengarai kurang memadahi

Dalam Kaidah Akuntansi, pengahapusan piutang dapat dilakukan sepanjang memenuhi kriteria dan syarat yang ditetapkan.

Sebagaimana diketahui bahwa Keuangan Negara Indonesia saat ini sangat membutuhkan sumber dana dan atau sumber pengembalian · piutang untuk memutar roda ekonomi. Pengahapusan piutang akan menghilangkan dan bahkan mengurangi anggaran Pendapatan.

Maksud pengahapusan piutang ini tentunya salah satunya adalah bagaiman membersihkan Neraca Keuangan Negara, sehingga tidak terbebani piutang-piutang yang memang sulit untuk tertagih. Oleh karenanya, Fraksi Kebangkitan Bangsa mengusulkan, bahwa penghapusan piutang hanyalah dalam hal pembukuan, dalam arti dikeluarkan dari Pembukuan Pengelolaan Keuangan, akan tetapi tetap ditagih sebagaimana mestinya. (HAPUS BUKU TAPI TIDAK HAPUS TAGIH). Apabila dikemudian hari, ternyata yang bersangkutan memiliki kemampuan atau masih memiliki harta yang cukup, maka dapat ditagih kembali, dan hasilnya dimasukkan dalam pendapatan lain-lain negara.

Peraturan Pemerintah tentang penghapusan piutang pemerintah harus melalui suatu seleksi yang ketat dan selektif. Hal ini baru bisa efektif apabila

• Dewan yang bertugas memantau pejabat negara dapat berfungsi optimal.

• Law enforcement dapat berjalan dengan baik

• Ada keterbukaan antara Pemerintah dan Pemilik Hutang Tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana upaya untuk mewujudkan itu semua, tentunya dengan dukungan dari semua pihak, terutama bagaimana upaya untuk menciptakan kondisi dalam negeri yang aman dan damai.

Oleh karenanya, Fraksi Kebangkitan Bangsa mengharapkan bahwa penentu kebijakan dituntut untuk memahami kondisi obyektif bangsa kita saat ini serta diperlukan adanya visi dalam mendesain arsitektur sistem keuangan kita ke depan.

Seperti yang pernah diekspos dalam beberapa Media, bahwa Kondisi obyektif tersebut antara lain meliputi:

ARSIP

(28)

Pertama, dari sisi kelembagaan, baik lembaga politik maupun ekonomi telah dapat berjalan dan mengalami kemajuan dengan baik, tetapi masih dirasakan adanya gangguan yang sangat serius. Lembaga-lembaga penting seperti Bank Indonesia (Bl), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lain-lainnya masih ada beberapa hambatan. Bahkan pada tingkat lembaga tinggi negara sekalipun menunjukkan hal serupa.

Kedua, dari sisi sistem, baik sistem hukum, politik, dan keamanan masyarakat yang mulai ada tanda-tanda perbaikan, juga mengalami gangguan. Padahal sistem ini merupakan tali penyambung seluruh kehidupan perekonomian bangsa.

Ketiga, kondisi sumber daya manusia yang menjadi faktor utama telah mengalami perubahan mendasar dan kadang cenderung untuk mengambil jalan pintas dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yang terjadi.

Keempat, reputasi bangsa mengalami tekanan luar biasa. Berbagai media internasional telah menempatkan negara kita dalam kategori yang sangat memprihatinkan. Dalam hal ini termasuk kasus pelanggaran HAM, korupsi, dan tindak kriminal lainnya. Hal ini tidak terlepas dari dosa-dosa masa lalu.

Saudara Pimpinan Sidang, Dan hadirin yang terhormat.

Bangsa kita memiliki potensi dan aset yang besar di bidang ekonomi. Jumlah penduduk yang mencapai 203 juta orang, sumber daya alam dan mineral yang besar, serta wilayah darat dan laut yang luas merupakan potensi pasar yang sangat menggiurkan bagi negara-negara lain.

Untuk mewujudkan sistem keuangan yang stabil dibutuhkan adanya pelaku kebijakan yang tangguh1dan bermental baja dan kredibel, sehingga rakyat tidak kembali ditempatkan dalam posisi "bingung" dan ragu.

ARSIP

(29)

Seluruh keraguan diatas, semoga dapat segera terjawab dengan dikeluarkannya Undang-Undang ini, Pengelolaan Keuangan yang bersih dan bertanggung jawab akan dapat segera diterapkan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, walaupun masih mem butu!l-ka.A-wa-k-ttryangTetatif lama.

Dalam Pandangan Fraksi Kebangkitan Bangsa, bahwa RUU yang berisi kebijakan-kebijakan masalah Keuangan ini, harus benar­ benar menjadi suatu komitmen nasional dan acuan baku dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Nasional, sehingga visi yang ingin dicapai sesuai yang tercantum dalam Propenas adalah dapat terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Kesatuan Republik Indonesia yang di dukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai iptek, memiliki etas kerja yang tinggi dan berdisiplin dapat tercapai.

Saudara Pimpinan Sidang, Saudara Menteri Keuangan, Saudara Anggota Dewan, Dan hadirin yang terhormat.

Demikian Pemandangan Umum Fraksi Kebangkitan Bangsa atas Rancangan Undang-undang tentang Keuangan Negara, Perbendaharaan Negara dan Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan selanjutnya dapat dibahas bersama di Dewan.

Akhirnya atas perhatian para anggota Dewan, saudara Menteri Keuangan yang mewakili Pemerintah serta staf, para rekan wartawan dan hadirin kami mengucapkan terima kasih.

ARSIP

(30)

Wallahul Muwaffiq Illa Aquamit Thorieq, Wassalamu1alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 22 Januari 2001

PIMPINAN

FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA ,·.r . : :- --- Ch.. _J..,},_ "; ''I-

---·-V

H. Taufikurrahman Saleh, Sf-I. M_si. , ,,'ors. Abdul Khaliq Ahmad Ketua ·. .. R1 ,,

Sekretaris .

ARSIP

(31)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLll< INDONESIA

Gedung Nusan.tara I Lantai 20 Ruang 20-10, JI. Jend. Gatot Subroto, Senayan - Jakarta 10270 Telp. (021) 575 5810/11 Faks. (021) 575 5800

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI REFORMASi DPR RI

TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEUANGAN NEGARA RANCANGAN UNDANG-UNDJ\NG TENTANG PEMERU{SAAN

TANGGUNG JAW.�.B KEUANGAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERBENDAf-Ll\RAAN NEGARA Dibacakan oleh: Ors. H. Rizal Dja!il, MM

Assaf amu'alaikum �Varahmatulf ahi 11!/abarakat"Lth Saudara Pimpinan Sidang yang kami ho;·mati, Para Anggota Dewan yang terhormat,

Saudara Menteri Keuangan yang kami hormati, Hadirin yang berbahagia,

Nomor Anggota : 227

Alhamdulillah segala puji · yang tidak pernah putus-putusnya kita persembahkan ke had!irat A!lah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil. Marilah kita mohon kehadirat-Nya agar kita senantiasa diberi petunjuk dan kekuatan da!8rn m2ngemban tugas-tugas

leg·islatif yang semakin hari semakin berat.

Pimpinan Sidang, Para Anggota Dev.ran dan Menteri 1{euangan yang kami hormati,

Krisis multidimensional yang dialami bangsa Indonesia dalam tiga tahun teral<hir ini dilatari oleh manajemen pengelolaan negara yang kurang terkontrol. Sentralisasi kekuasan yang telah ber!angsung lama telah membuat partisipasi masyarakat dalam mengontrol ja!annya kekuasaan pernerintahan melemah. Sentralisasi kekuasaan tel ah menciptakan kekuasaan pemerintahan tanpa kendali sehingga menghasilkan manajemen pemerintahan yang diliputi korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), ketidakterbukaan, dan antidemokrasi.

Oalam bidang keuangan negara misalnya, sentraiisasi kekuasaan telah menciptakan tidak transparannya pengelolaan keuangan negara. Boleh

ARSIP

(32)

dikatakan bahwa kacaunya perekonomian bangsa .saat ini sal.ah satunya

disebabkan o!eh tugas dan pengelolaan keuangan negara yang tidak

di!aksanakan dengan baik dan transparan di atas prinsip-prinsip

profesionalitas dan akuntabilitas. Sehingga terjadil2h sentralisasi keuangan

di tangan segelintir penguasa.

Menurut Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo kebocoran keuangan

negara pada setiap proyek pembangunan tidak kurang dari 30%. Kebocoran

keuangan akan melahirkan inefisien dan tidak efektifnya penggunaan

keuangan yang pada gilirannya produktivitas negara semakin rendah.

Sebagai bukti bahwa tingkat ICOR (/cremental Capital Output Ratio) kita

sangat tinggi (sekitar 5%), yang nienandakan bahwa perbandingan modal

yang digunakan tidak sebanding dengan output yang dihasilkan. lni

menandakan bahwa modal yang kita · miliki tidak dialokasikan dengan baik

(karena banyak bocor) sehingga produktivitas kita renc!ah. Padahal kita

'l'I '

J ' I 1• : I

mem, lKi rnoua1 yang oer :mpan ruan.

Tentu ha! ini hai-us hatus menjadi titik keprihatinan bangsa. Sepanjang

persoaian lalu-lintas keuangan negam belum dibenahi dengan baik, yakinlah

kekacauan perekonornia11 akan tetap awet. Apalagi jika UU yang mengatur

ha! ini belum dibuat, maka dengan mudah penyelewengan keuangan negara

oleh aparat yang menjalankan kekuasaan negara akan sewenang-wenang.

Kita tahu bahwa UU Bidang Keuangan Negara ini masih mengacu pada

!ndische Comptabilieits Wet (!CVV) Statblaad 1925 Nomor 448 yang selama

ini dikenal sebagai UU Perbendaharaan Negara yang diatur dalam UU Nomor

9 Tahun 1968.

Pimpinan Sidang, Para P.nggo-La Dev1an dan Menteri Keuangan yang

kami hormati,

Sete!ah mencermati berbagai aspirasi dan keprihatinan yang

berkembang di tengah-tengah masyarakat, terutama yang berkaitan dengan

pengeiolaan keuangan nega.ra 1ni, maka Fraksi Reformasi ingin

menyampaikan beberapa pokok pikir2n yang bekaitan dengan Rancangan

Undang-Undang Bidang r<euangan negara yang meliputi RUU tentang

Keuangan Negara, RUU tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan

Negara, dan RUU Perbendaharaan Negara yang telah disampaikan

pemerintah pada 23 Oktober 2000 !alu, yakni sebagai berikut:

ARSIP

(33)

1. Fraksi Reformasi berpendapat bahwa pengelolaan keuangc;1n negara

kedepan perlu adanya pemisahan yang tegas antara fungsi pembuat

kebijakan negara dengan fungsi institusi keuangan sebagai pemungut

atau pengumpul uang. Dengan adanya pernisahan ini akuntabilitas dan

transparansi penge!olaan keuangan akan lebih terjamin.

2. Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945 pemeriksaan keuangan menjadi

wewenang Sadan Pemeriksa Keuangan. Hasil audit BLBI secara

terangbenderang dan jernih telah menunjukan kemampuan BPK dengan

sangat baik sehingga clapat mengungkap secara detail intervensi politik

terhadap Bl pada masa lalu, dan betapa buruknya kinerja Bank

Indonesia dalam melaksanakan dan mengucurkan batuan likuiditas

Bank Indonesia yang telah menyebabkan negeri ini terpuruk secara

finansial, dan implikasinya kita rasakan sampai pada hari ini. Yang

diperlukan pada masa yang akan datang dengan memeperkuat sumber

daya manusia yang handal dan dukungan dana yang memadai

mengingat tantangan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari

KKN tidak!ah kecil. Terkait dengan pemeriksaan internal keberadaan

BPKP telah menyebabkan timbulnya keluhan bahkan kesulitan dari

obyek pemeriksaan baik ditingkat pusat maupun daerah, bahkan

keberadaaan lembaga ini telah menyebabkan ekonomi biaya tinggi

karena perilaku sebagian personilnya tidal< terpuji dan keberadaan

lembaga ini telah menyebabkan pemeriksaaan keuangan negara menjadi

tumpang tindih. !<arni berpendapat keberadaan BPKP per!u dltinjau ulang

sekaligus melakukan reorganisasi institusi audit intenal yang ada.

3. Fraksi Reformasi berpendapat aset-aset yang dimiliki oleh negara perlu

dikelola dengan, baik untuk itu Fraksi Reformasi menyarankan kepada

pemerintah untuk segera membuat daftar aset negara secara

komprehensif, sehingga pengelolaan dan penyalahgunaan aset negara

dapat terpantau dan dicegah sedini mungkin. Khusus mengenai

pengelolaan dana-dana non-budgeter oleh institusi teknis sebaiknya

segera diakhiiri dan Fraksi Reformasi mengharapkan dana-dana tersebut

dikelola oleh Menteri Keuangan sebagai Bendahara Negara.

4. Perlunya Mengal<omodasi Kebijakan Otonomi Daerah, dengan

dilaksanakannya kebijakan Otonomi Oaerah, rnaka pengelolaan

keuangan negara harus sejalan dengan prinsip-prinsip otonomi tersebut.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus membentuk BPK-BPK di

ARSIP

(34)

juga Departemen Keuangan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota harus benar-benar menjadi pemantau aliran keuangan negara di daerah bersangkutan. Kordinasi antara pusat dan daerah harus senatiasa dilakukan sehingga aliran keuangan negara bisa terpantau dengan tertib.

Saudara Pimpinan Sidang, Para Anggota Dewan dan Saudara Menteri Keuangan yang kami hormati,

Secara prinsip, Fraksi Reformasi mendukung sepenuhnya tentang pengaturan Bidang Keuangan Negara dalam bentuk Undang-Undang ini. Namun pengaturan ini hendaknya benar-benar mencerminkan kepastian hukum dan transparansi. Beberapa pemikiran di atas merupakan upaya untuk turut membuat pengaturan sistem keuangan negara yang tercakup dalam lalu-lintas keuangan negara (perbendahraan negara) dan pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara benar-benar mencerminkan manajemen keuangan negara yang baik. Sebab RUU ini sangat penting sebagai koridor dalam proses pemulihan ekonomi nasional yang membutuhkan kepastian hukum.

Demikianlah pemandangan umum dari Fraksi Reformasi terhadap Rancangan Undang-Undang Bidang Keuangan Negara ini. Atas segala perhatiannya kami sampaikan banyak .terimakasih dan mohon maaf kiranya ada hal-hal yang kurang berkenan.

Bil/ahit taufiq wal hidayah.

Wassalamu'a/aikum warahmatul/ahi wabarakatuh.

Jakarta, 22 Januari 2001 PIMPINAN FRAKSI REFORMASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

ARSIP

(35)

DEW AN PERW AKILAN RAKYAT R.I. FRAKSI TNI/POLRI

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI TNI

TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

TENTANG KEUANGAN NEGARA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DAN RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PEMERIKSAAN TANGGUNGJA WAB KEUANGAN NEGARA

JURU BICARA FRAKSI TNI/POLRI

AFANDI, S.IP

Nomor Anggota : A - 464

JAKARTA, JANUARI 2001

ARSIP

(36)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT IU. FRAKSI TNI/POLRI

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI TNI/POLRI TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEUANGAN NEGARA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DAN RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEMERIKSAAN TANGGUNG .JAW AB KEUANGAN NEGARA

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua, Yth. Saudara Pimpinan Sidang

Yth. Saudara Menteri Keuangan yang mewakili Pemerintah beserta jajarannya.

Yth. Saudara-saudara Anggota Dewan dan hadirin yang kami muliakan.

Pertarna-tama marilah terlebih dahulu kita menghaturkan puj i dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat dan karuniaNya pada hari ini kita semua dalam keadaan sehat wal 'afiat dan dapat menghadiri Sidang yang mulia ini untuk mengikuti Pemandangan Umum Fraksi-fraksi atas Rancangan Undang-und8:ng tentang Keuangan

Negara, Rancangan Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara dan Rancan_gan Undang-undang tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Fraksi TNI/Polri menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah atas penjelasan latar belakang dan pokok-pokok muatan dari ketiga Rancangan Undang-undang tersebut yang disampaikan oleh Menteri Keuangan dalam Rapat Paripurna DPR-RI tanggal 23 Oktober 2000.

Hadirin yang kami hormati.

Sebagaimana kita ketahui bersama sej ak bangsa Indonesia merdeka 55 tahun yang lalu, kita belum merr:iiliki undang-undang produk nasional yang n-iengatur tentang pengelolaan keuangan negara.

ARSIP

(37)

Selama ini untuk mengisi kekosongan undang-undang yang rnengatur pengelolaan keuangan negara sesuai dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD

1945 dipergunakan produk hukum kolonial Bclanda.

Perundang-undangan warisan kolonial Belanda tersebut dalam perkembangan dewasa ini tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Tidak .dapat dipungkiri bahwa salah satu faktor terjadinya berbagai penyimpangan dan kebocoran keuangan negara selama ini, antara lain disebabkan oleh kelemahan dan atau celah yang terdapat dalam sistern perundang-undangan pengelolaan keuangan negara. Itulah sebabnya setiap pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan clan Bclanja Negara (RAPBN) dan Rancangan Undang-unclang Pcrhit.ungan Anggaran Negara (RUU PAN), selalu muncul tanggapan untuk segera rnengganti Undang-undang warisan Belanda tersebut.

K.etiga Undang-undang- tersebut menurut Fraksi kami bernilai strategis dalam menjawab tantangan terhadap tuntutan keterbukaan clan peningkatan ak.untabilitas pengelolaan keuangan negara, dalam rangka mendukung pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.

Hadirin dan Anggota Dewan yang kami hormati.

Dalam mempelajari dan membahas ketiga Rancangan Undang­ undang tentang pengelolaan keuangan negara, Fraksi TNI/Polri mengacu pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut

Pertama

Kedua

Ketiga:

Harus bisa menjamin terselenggaranya kesinambungan dan tujuan pembangunan nasional.

Dapat mewujudkan keterbukaan, clan keuangan negara. dan meningkatkan akuntabilitas dalam disiplin, pengelolaan

Menjarnin kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan Undang-undang lain yang berlaku.

Sehubungan hal tersebut diatas, Fraksi TNI/Polri akan menyampaikan tanggapan terhadap muatan ketiga Rancangan Undang-undang tersebut, sebagai berikut

ARSIP

(38)

Rancangan Undang-undang tentang Keuangan Negara. Pertama

Kedua

Bab II Pasal 6 yang mengatur kekuasaan atas keuangan negara, dalam ayat 2 butir a dinyatakan antara lain Menteri Keuangan selaku pengawas lembaga jasa keuangan. Menurut Fraksi 'TNI/Polri hal ini tidak sejalan dengan Pasal 34 ayat 1 Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengamanatkan untuk membentuk. lembaga pengawasan sektor jasa keuangan.

Dalam Pasal 7 dinyatakan pengelolaan keuangan negara di dasarkan pada Rencana St�ategis Nasional yang disusun oleh Dewan perencanaan nasiona1 yang dibentuk Presiden. Disisi lain rencana strategis pembangunan Nasional telah ditangani oleh Bappenas. Dalam kaitan ini Fraksi TNI/Polri minta penjelasan lebfh lanjut.

Rancangan Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara : Pertama

Kedua

Ketiga

Bab I Pasal 1 memuat pengertian beberapa kata/prasa yang ditemukan berulangkali dalam pasal-pasal yang berlainan. Pencantuman beberapa kata/prasa dalam Pasal 1 sudah tepat, namun menurut Fraksi TNI/P?lri masih- ada beberapa prasa yang perlu dicantumkan dalam Pasal 1, antara lain pengertian "barang" dan . "ganti rugi/kerugian".

Dalam Pasal 7 ayat 3 dinyatakan bahwa penerimaan departemen/lembaga tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. Sementara itu dalam UU ·No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP), Pasal 8 substansinya menyatakan sebagian dari suatu jenis PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Terhadap hal . ini Fraksi TNI/Polri minta penjelasan Pemerintah.

Pasal 27 ayat (2) memuat tentang pengelolaan tanah dan bangunan untuk negara yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok, wajib diserahkan pada l\llenteri Keuangan. Dalam kaitan ini

ARSIP

(39)

Keempat

Fraksi TNI/Polri berpendapat bahwa rnuatan pasal tersebut perlu ada penjelasan sehingga tidak terjadi penafsiran yang berbeda-beda. Disamping itu perlu didukung dengan PP dan Keputusan Presiden sehingga pelaksanaannya be1jalan lancar.

Dalam beberapa Pasql antara lain Pasal 4 ayat 2, Pasal 16 ayat 4 mengatur larangan bagi pejabat tertentu. Sedangkan dalam beberapa Pasal lainnya antara lain •Pasal 15 ayat ( 4) dan (5), Pasal 17 ayat (1 ), Pasal 33 ayat

(2) mengatur tentang kewajiban pejabat tertentu. Sementara itu ketentuan tentang sanksi baik pidana, rnaupun administratif tidak ditemukan, sedang yang tercantum adalah masalah ganti rugi. Oleh karena itu Fraksi TNII_Polri mengharapkan adanya sanksi bagi pejabat yang melanggar larangan dan yang tidak melaksanakan kewajiban berdasarkan pasal-pasal terse but.

Rancangan Undang-undang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Pertama

Kcdua

Dalam Pasal 7 dinyatakan BPK. dapat melaksanakan investigasi untuk merperoleh bukti guna mengungkap kebenaran adanya sangkaan tindak pidana dan atau perbuatan yang merugikan keuangan negara. Menurut Fraksi TNI/Polri yang dimaksud investigasi dalan:i pasal ini adalah penyidikan, karena dilaksanakan untuk memperoleh bukti adanya tindak pidana. Oleh karena itu substansi pasal 7 perlu dipertimbangkan dan pelaksanaan investigasi seyogyanya diserahkan ke aparat Penyidik, sebagaimana dimuat pada Pasal 25 Rancangan lJndang­ undang.

Pasal - 25 menyatakan BPK memberitahukan kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan bila dalam pemeriksaan terdapat hal yang menimbulkan indikasi tindak pidana. Dalam penjelasan pasal disebutkan bila ada sangkaan tindak pidana umu.qi diberitahukan ke Kepolisian dan sangkaan tindak pidana korupsi ke Kej aksaan. Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang · Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kepolisian juga

berwenang melakukan penyidikan. Oleh karena itu

ARSIP

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan pekerjaan : Pengawasan Pembangunan Jaringan Air Bersih/Air Minum Sumber Dana Alokasi Umum (DAU)(Lelang Ulang) maka dengan ini kami: POKJA Dinas Pekerjaan Umum

[r]

Like most of the visual artists who had their life story appear on the silver screen, Frida Kahlo carried an unusual biography, which includes bus accident, problematic marriage, and

Pada hari ini, selasa tanggal dua puluh sembilan bulan Oktober tahun dua ribu tiga belas, Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan pada Pemerintah Kabupaten

Sehubungan dengan pekerjaan : Pengawasan Pembangunan Jaringan Air Bersih/Air Minum Sumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur Publik Daerah (IPD)(Lelang Ulang) maka dengan ini

Pada hari ini Senin tanggal Enam belas bulan Juli tahun Dua ribu dua belas (16-07-2012) kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan APBD pada Dinas Pertanian

[r]

Sehubungan dengan pekerjaan : Pengawasan Pembangunan Jaringan Air Bersih/Air Minum Sumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Afirmasi Untuk Air Minum(Lelang Ulang) maka dengan ini kami: