• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN AJAR I KEJANG Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN AJAR I KEJANG Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAHAN AJAR I

KEJANG

Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran

Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

Indikator : menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan awal sebelum dirujuk sebagai kasus emergensi

Level Kompetensi : 3B

Alokasi Waktu : 2 x 50 menit

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) :

Mampu mengenali dan mendiagnosis penyakit epilepsi dan kejang lainnya serta melakukan penangan sesuai dengan tingkat kompetensi yang ditentukan, dan melakukan rujukan bila perlu.

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :

a. Mampu menyebutkan patogenesis terjadinya kejang

b. Mampu melakukan penapisan / penegakan diagnosis kejang c. Mampu melakukan manajemen / terapi awal kejang

d. Mampu melakukan promosi kesehatan dan pencegahan kejang

Isi Materi;

(2)

2 PENDAHULUAN

Kejang merupakan gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit sistem saraf pusat ( SSP ). Obat – obat yang digunakan untuk terapi berbagai penyakit vaskuler yang dapat mempengaruhi ambang kejang dan memyebabkan kejang , selain itu penyakit dapat pula mendasari angka kejadian kejang pada pasien stress. Kejang didefiniskan sebagai perubahan sementara dalam keadaan atau tanda – tanda lain atau gejala yang dapat disebabkan oleh disfungsi otak. disfungsi otak tersebut dapat disertai dengan motorik, sensorik dan gangguan otonom tergantung paad daerah otak yang terlibat baik organ itu sendiri atau pun penyebaran ke organ yang lain.1,2

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat. Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.3

Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang demam. Kejang demam adalah kejang disertai demam ( suhu ≥ 100.4 ° F atau 38°C), tanpa infeksi sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan. Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian menjadi bentuk yang paling umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg, menggunakan data dari National Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan bahwa kejang demam diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks. Kejang demam simpleks didefinisikan sebagai kejang yang terjadi setelah demam, yang berlangsung selama kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari 15 menit, dan atau berulang dalam waktu 24 jam. Anak-anak yang mengalami kejang

(3)

3 demam simpleks tidak terbukti meningkat risiko kematiannya, hemiplegia, atau keterbelakangan mental. Sebuah konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes of Health menyimpulkan bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis yang sangat baik.2,4

(4)

4 BAB II

PEMBAHASAN 2.1 Definisi

Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.1

Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran nilai normal yang menyeimbangkan eksitasi dan inhibisi didalam susunan saraf pusat, karena terlalu banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai normal eksibilitas susunan saraf pusat maka ada banyak penyebab yang dapat menimbulkan kejang.2

Kejang dapat disertai dengan gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, hiperglikemia, dan gagal hati, toksik seperti overdosis dan sindrom withdrawal, dan infeksi seperti meningitis dan ensepalitis, kejang yang terjadi pada pasien dengan kondisi ini tidak selalu mengarah pada diagnosis epilepsi, meskipun obat yang digunakan untuk menatalaksana kejangnya adalah obat antiepilepsi dalam jangka pendek , obat umumnya tidak perlu di lanjutkan setelah pasiennya sembuh dari kejang.3

2.2 Epidemiologi

Risiko seumur hidup terhadap terjadinya kejang umum adalah 3-4% dengan puncak kejadian pada awal kejang (kejang neonates atau tumor dan stroke) kehidupan.Kita ketahui epilepsy adalah salah satu penyakit tertua di dunia dan menempati urutan kedua dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran otak. Penyakit ini diderita oleh kurang lebih 50 juta orang di seluruh dunia. Epilepsi

(5)

5 bertanggung jawab terhadap 1% dari beban penyakit global, dimana 80% beban tersebut berada di negara berkembang. Pada negara berkembang di beberapa area 80-90% kasus tidak menerima pengobatan sama sekali.4

Secara keseluruhan insiden epilepsi pada negara maju berkisar antara 40-70 kasus per 100.000 orang per tahun. Di negara berkembang, insiden berkisar antara 100-190 kasus per 100.000 orang per tahun. Prevalensi dari epilepsi bervariasi antara 5-10 kasus per 1.000 orang.4

Di Indonesia belum ada data yang pasti mengenai penderita epilepsi, tetapi diperkirakan ada 1-2 juta penderita epilepsi. Prevalensi epilepsi di Indonesia adalah 5-10 kasus per 1.000 orang dan insiden 50 kasus per 100.000 orang per tahun.4

Menurut Center for Disease and Prevention (CDC) pada tahun 2010 di AS, epilepsy mempengaruhi 2,5 juta orang . Survie dari dokter, pelaporan diri, dan penelitian dari campuran beberapa sumber ini, di simpulkan bahwa kejadian dan prevalensi kejang dan epilepsi, kejang epilepsy pertama terjadi apada 300.000 orang setiap tahunnya, 120.000 orang berusia > 18 tahun, dan antara 75.000 dan 100.00 diantaranya adalah anak- anak muda yang berusia 5 tahun yang mengalami kejang demam. Laki – laki memiliki sedikit lebih beresiko daripada perempuan.2

2.3 Etiologi

Kejang paling sering terlihat pada pasien kritis. Dalam sebuah penelitian 55 pasien dengan serangan kejang onset terbaru dalam perawatan intensif care unit diperoleh hasil lebih dari sepertiga kejang disebabkan oleh gangguan metabolisme akut seperti hiponatremia, dan delapan orang pasien diperoleh kejangya disebabkan oleh penggunaan obat antiaritmia atau antibiotik.5

(6)

6 Penyebab lain yang mendasari timbulnya kejang adalah6

 Idiopatik atau timbul dari penyebab yang tidak diketahui  Cryptogenic atau timbul dari penyebab yang diduga

yang tidak diketahui atau tidak jelas

 Gejala atau yang timbul dari otak yang dikenal kelainan

 Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran . Secara umum, tidak ada risiko jika hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit.

 Space Occupaying lesions a. Tumor otak

b. Malformasi arteri vena (AVM) c. Hematoma subdural

d. Neurofibromatosis  Infeksi Cerebral

a. Bakteri atau virus meningitis. b. Radang otak

c. Abses otak

 Kejang demam atipikal

 Faktor genetic, seperti kromosom yg abnormal

 Gangguan pembuluh darah serebral, seperti : hemoragis dan trombosis  Asidosis hipoksia

 Riwayat keluarga 2.4 Patogenesis

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif

(7)

7 terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisiyang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis melepaskan muatan listrik dan terjadi transmisi impuls .Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepaskan muatan listrik.7,8

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat mengubah fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilalui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan melepaskan muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepasnya muatan listrik dengan jumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan kejang. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar tempat epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus melepaskan muatan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.7,8

2.5 Klasifikasi Kejang

Kejang telah di klasifikasikan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan etiologi baik itu idiopatik (primer) atau gejala (sekunder). Klasifikasi kejang pertama kali diusulkan oleh Gastaut pada tahun 1970 dan kemudian disempurnakan berulang kali oleh International League Againts Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981, dengan klasifikasi sebagai berikut :2,9,10

(8)

8 1. Kejang Parsial (fokal)

1.1. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran) 1.1.1. Dengan gejala motorik

1.1.2. Dengan gejala sensorik 1.1.3. Dengan gejala otonomik 1.1.4. Dengan gejala psikik

1.2. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

1.2.1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran 1.2.1.1. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran 1.2.1.2. Dengan automatisme

1.2.2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang 1.2.2.1. Dengan gangguan kesadaran saja 1.2.2.2. Dengan automatisme

1.3. Kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik) 1.3.1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum 1.3.2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum

1.3.3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi kejang umum

2. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi) 2.1. lena/ absens 2.2. mioklonik 2.3. klonik 2.4. tonik 2.5. tonik-klonik 2.6. atonik/ astatik

(9)

9 1. Kejang parsial simplek

Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:

 “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.

 Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan

 Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih tertentu. - Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu

 Halusinasi

2. Kejang parsial kompleks

Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:

 Gerakan seperti mencucur atau mengunyah

 Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya

 Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung

 Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang  Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

(10)

10 3. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal)

Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung.

Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah.

Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.

4. Kejang absans / Petit Mal

Kejang ini di bagi menjadi kejang absans tipikal atau petit mal dan kejang atipikal.Kejang absenstipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik motorik anak secara tiba-tiba,kehilangan kesadaran sementara secara singkat,yang di sertai dengan tatapan kosong.Sering tampak kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi.Episode kejang terjadi kurang dari 30 detik.Kejang ini jarang di jumpai pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Kejang absans atipikal di tandai dengan gerakan

(11)

11 seperti hentakan berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan ekstremitas dan disertai dengan perubahan kesadaran.

5. Kejang Mioklonik

Kejang yang ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba-tiba dan di sertai dengan flexi lengan.Kejang tipe ini dapat terjadi ratusan kali perhari

2.6 Pemeriksaan Penunjang6

Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan kejang dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi adanya penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip dengan serangan kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular. Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus seperti “ café au lait spots “ dan “ iris hamartoma” pada neurofibromatosis, “ Ash leaf spots” , “shahgreen patches” , “ subungual fibromas” , “ adenoma sebaceum” pada tuberosclerosis, “ port - wine stain “ ( capilarry hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat apakah ada bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang berlangsung atau apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang, kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada “dupytrens contractures” yang dapat terlihat oleh karena pemberian fenobarbital jangka lama.

(12)

12 Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, “gait“ , koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papiledema mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang terbatas. Adanya nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek toksis dari obat anti epilepsi seperti karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin terjadi pada waktu serangan kejang terjadi.” Dysmorphism “ dan gangguan belajar mungkin ada kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti demensia, mioklonus yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan neurodegeneratif. Unilateral automatism bisa menunjukkan adanya kelainan fokus di lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya distonia bisa menggambarkan kelainan fokus kontralateral dilobus temporalis.

1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, “ Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya “ drug abuse”

2. PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI

Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan

(13)

13 membantu dalam membuat diagnosis, mengklarifikasikan jenis serangan kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.

3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak .

CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted“ dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital.

4. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI

Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi.

2.7 Terapi

Obat anti epilepsi (AED) terapi, pengobatan utama untuk sebagian besar pasien, memiliki empat tujuan: untuk menghilangkan kejang atau mengurangi frekuensi mereka ke tingkat maksimum yang mungkin, untuk menghindari efek

(14)

14 samping yang berhubungan dengan pengobatan jangka panjang, dan untuk membantu pasien dalam mempertahankan atau memulihkan kegiatan psikososial mereka , dan dalam menjaga kestabilan kehidupan sehari –hari mereka. Keputusan untuk memulai terapi obata anti epilepsy harus berdasarkan analisis informasi tentang kemungkinan kejang kekambuhan, konsekuensi terus kejang untuk pasien, dan efek

(15)

15 BAB III

KESIMPULAN

Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis,

ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat. Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.

Obat anti epilepsi (AED) terapi, pengobatan utama untuk sebagian besar pasien, memiliki empat tujuan: untuk menghilangkan kejang atau mengurangi frekuensi mereka ke tingkat maksimum yang mungkin, untuk menghindari efek samping yang berhubungan dengan pengobatan jangka panjang, dan untuk membantu pasien dalam mempertahankan atau memulihkan kegiatan psikososial mereka , dan dalam menjaga kestabilan kehidupan sehari –hari mereka.

(16)

16 Daftar Pustaka

1. Guidelines for seizure Management. 2010

2. Goldenberg, M.M. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P & T. 2010, 36:7.

3. French, J.a. Pedley, T. A. Initial Management of Epilepsy. The new England Journal of Medicine. 2008.

4. Winifred Karema, Gunawan Dimas P, dkk .'Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Epilepsi Di Kelurahan Mahena Kecamatan Tahuna Kabupaten Sangihe'. Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2008.

5. Vaughan, C. J. Delanty, N. Pathophysiology of acute Symptomatic Seizures. Seizures : Medical Causesand Management. 2002.

6. Care of the patient with seizures 2th. USA : AANN Clinical Practice Guidelines Series.2009

7. Haurer Stephen L. Harrison”s Neurology In clinical Medicine. Usa : Mc Graw Hill Education, 2013.

8. Sidharta Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Jakarta : Dian Rakyat.2007

9. Rudzinski, L.A. Shih, J.J. The Classfication of Seizures and Epilepsy Syndromes. Novel Aspect On Epilepsy.2011

10. Type of Seizures. USA : Epilepsy Foundation of America. 2009 11. Skidgel, R. A. Antiseizure Drugs. Medical Pharmacology. 2012.

(17)

17 Latihan

1. Jelaskan definis kejang

2. Jelaskan kategori klinis pasien dikatakan kejang 3. Sebutkan etiologi kejang

4. Jelaskan patogenesis kejang

5. Jelaskan manajemen awal pasien kejang

Referensi

Dokumen terkait

Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan untuk mengidentifikasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan Diklat melalui pembelajaran

Bahan cetak adalah bahan yang digunakan di kedokteran gigi untuk mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam mulut.. 17 Bahan cetak

untuk mengetahui kedudukan penggunaan kata - kata Bahasa Inggris dalam bahasa gaul kalangan remaja Indonesia dalam Bahasa Indonesia perlu juga digunakan metode

Aplikasi yang diinstalasi terdiri dari 9 (sembilan) form yaitu form menu, data ukuran, kemasan, master produk, master konsumen, input data permintaan, input data

Cilawu Kabupaten Garut dalam penyediaan bahan baku akar wangi, Laboratorium Teknologi Pengolahan bulu domba Fakultas Peternakan IPB dalam hal penyediaan bulu

Sehubungan dengan persoalan yang dimaksud dan untuk keperluan mencari solusi permasalahan model batang tanaman menggunakan Deterministic L-Systems, pada bagian ini

Dala m us aha warnet, s ering ka li kebutuhan untuk mena mbah kapas itas bandwidth terbentur dengan mas alah harga yang tidak terjangkau. Alternatif yang dapat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperluas wawasan guna menambah masukan dalam merancang suatu desain interior yang di dalamnya terjadi perpaduan budaya,