• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selamanya Bodoh, kecuali Mati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Selamanya Bodoh, kecuali Mati"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Selamanya Bodoh, kecuali Mati

Suatu hari, Utuh Non Larat, manajer PT Mitra Rindu Perkasa, mengadakan rapat dengan stafnya. Utuh sih biasanya menyebut dengan coffe meeting. Nama Utuh Non Larat cukup

beken di kalangan pengusaha tambang dasar sungai. Non Larat ditempelkan di belakang nama

depannya dimaksudkan sebagai doa agar Utuh ’jangan melarat’.

Akan halnya usaha Utuh belumlah berbentuk PT, melainkan usaha pribadi yang baru ’diurus’ siup dan situnya di kantor walikota. Tapi cita-cita Utuh, usaha pribadi itu kelak bisa besar dan diharapkannya berubah menjadi PT.

Usahanya sendiri bergerak di bidang pertambangan. Tapi yang ditambang Utuh adalah pasir di dasar sungai Mahakam. Diambil dengan cara diselami, dikeruk dengan gayung, dimasukkan ke dalam keranjang dan kalau sudah dirasa cukup ditarik oleh temannya dari atas rakit yang berlabuh di tengah sungai itu.

Bagi Utuh, tidak ada bedanya usaha dia dengan penambang batu bara. Sama-sama mengambil rezeki yang disediakan Tuhan. Bedanya, usaha dia tidak mencemari lingkungan. Bahkan

membantu memperdalam sungai dan dengan begitu daya tampung sungai akan bertambah besar. Sedangkan penambang batu bara—oleh sebagian orang—dianggap banyak merusak lingkungan. ”Aku tidak mau mendapatkan rezeki dari makian orang” kata Utuh ketika ditanya mengapa tidak menambang batu bara.

Utuh tidak tamat sarjana muda, meski sempat kuliah di sekolah tinggi yang bubar karena tidak ada mahasiswanya lagi. Tapi ia otodidak luar biasa. Talenta bisnisnya juga lumayan. Dan, sikapnya terhadap ’usaha harus halal’ tak bisa ditawar. Ia pandai bergurau tapi tak jarang ia juga disiplin dan pekerja keras. Ia biasa mengerjakan pekerjaan karyawan bila dilihatnya karyawan itu lamban melaksakan tugasnya.

(2)

Penggunaan coffee meeting ternyata menimbulkan masalah. Istilah itu tentu saja membuat Nanang Kulipak Jagau tidak mengerti. Bagaimana mungkin ada pertemuan kopi? Ketika dijelaskan bahwa itu hanya istilah untuk mengesankan bahwa pertemuan tersebut tidak terlalu resmi, Nanang tetap kurang sependapat. Dia bilang, ”Mengapa tidak menggunakan kata rapat saja?”

Karena Utuh tipikal manajer demokratis dan kompromistis, usul Nanag pun akhirnya disetujui dan coffee meeting diganti menjadi rapat. Rapat yang tidak ada makanan dan minuman, meskipun makanan dan minuman kecil. Kalau makanan kecil, Nanang mengerti. Tapi kalau minuman kecil? ”Minuman kecil itu artinya menggunakan gelas atau cangkir kecil dan tidak boleh nambah, tau?”, akhirnya Galuh Intan Aura terpaksa menjelaskan sejelas-jelasnya--tentu menurut versinya sendiri--karena tidak tahan atas ’rewelnya’ Nanang terhadap setiap istilah yang didengarnya.

Entah mengerti atau karena tidak mau memperpanjang ’persoalan’, Nanang pun memilih diam. Ketika peserta rapat dinilai sudah lengkap maka Utuh pun mulai memimpin rapat. Sebagai agenda utama adalah laporan masing-masing staf.

Laporan masing-masing staf dibahas. Sampai tiba pada satu laporan yang dinilai tidak bagus oleh Utuh. Ia pun minta agar laporan tersebut diperbaiki. Staf ini, seorang wanita, Ayu Peri bi Uti, begitu namanya, bersikukuh laporannya sudah benar.

”Dari dulu laporannya ya seperti ini. Kenapa saya disalahkan?” tanyanya.

Utuh tersenyum dan berkata, ” Kamu kira, apa yang sudah ada sebelumnya sebuah kebenaran? Tidak ada yang tidak berubah. Perubahan pun tidak pernah sempurna. Tapi biasanya, hasil perubahan yang itu lebih baik dari yang lama. Lihatlah mobil yang kamu

(3)

pula foto-foto rumah jaman nenek moyang. Jadi kalau kamu masih mengukur pekerjaanmu sudah benar karena yang lama juga laporannya seperti itu. Itu tandanya kamu masih bodoh.”

Mendengar itu, Ayu Peri Bi Uti, sang staf langsung terkesiap. Tersinggung. Sakit hati. Tanpa terbendung lagi, wanita ini menangis terisak. Terdengar pilu suaranya.

”Lho, kok menangis?” tanya Utuh kalem. ”Saya tidak suka memiliki staf cengeng!”

”Bagaimana saya tidak menangis,” timpal sang staf dalam isaknya. ”Ucapan Bapak tadi sangat menyakitkan. Bapak saya, ibu saya, yang membesarkan saya, sampai saya bisa bekerja di sini, tidak pernah menyebut saya bodoh...”

Utuh, bukannya minta maaf malah tertawa. ”Ooo, itu... Baiklah. Kalau kamu tidak mau disebut bodoh, maka mulai hari ini saya akan menyebut kamu staf yang terpandai.”

Maka dalam rapat berikutnya, Utuh pun menyebut Ayu dengan tambahan frasa ’yang terpandai’. Karuan Ayu jadi tidak enak hati.

”Jangan begitu dong, Pak. Itu kan sama saja dengan mengolok-olok saya,” kata Ayu protes.

”Kamu ini bagaimana? Saya sebut bodoh, tidak mau, sampai menangis segala. Sekarang saya sebut ’yang terpandai’, kamu bilang saya mengolok-olok. Mau kamu apa sih?”

Ayu jadi kebingungan. Diiringi senyum, Utuh pun menerangkan seterang-terangnya bahwa setiap manusia beriman diwajibkan belajar atau menuntut ilmu, sejak buaian hingga liang lahat. Ada yang mengatakan, long life education. Belajar sepanjang hayat.

”Jadi, selama kita hidup, kita harus belajar. Orang yang belajar itu adalah orang yang ’kurang ajar’. Orang yang ’kurang ajar’ berarti belum pintar. Orang yang belum pintar sama artinya dengan bodoh. Hanya orang mati yang terbebas dari kewajiban belajar. Maka, kalau saya dikatakan bodoh, saya tidak akan marah, apalagi menangis. Saya masih hidup, makanya memang bodoh.”

(4)

Tentu saja membodohkan orang adalah perbuatan tak terpuji. Kesalahan Utuh di atas tidak patut ditiru. Bahwa orang diwajibkan menuntut ilmu, itu sebuah kepastian. Bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi manusia yang hidup, itu juga benar. Bahwa orang yang menuntut ilmu artinya ilmunya masih kurang, itu juga diterima akal. Orang yang masih hidup artinya ilmunya masih kurang, itu bisa dipahami.

Tapi membodohkan dengan logika seperti itu tentu bukan tindakan dan ucapan yang bijaksana. Kalau seseorang berkata kepada lawan bicaranya, ”Saya masih bodoh karena itu saya masih terus belajar”, itu baik-baik saja. Akan tetapi kalau ucapannya, ” Kamu masih bodoh. Kamu harus terus belajar”, dalam bingkai kebudayaan kita, tentu saja ucapan itu menyakitkan karena berarti merendahkan lawan bicara.

Ayu adalah salah seorang dari banyak umat manusia yang langsung marah atau menangis pilu bila disebut bodoh. Hari gini masih bodoh? Keterlaluan! Bodoh berarti tidak punya kemampuan kompetitif. Bodoh berarti hanya akan memperoleh remah-remah kehidupan yang tercecer, sisa pilihan orang-orang pandai. Bodoh berarti berada di sudut sepi kehidupan dalam kepapaan.

Mestinya Ayu menerima saja kata-kata ’bodoh’ dengan sabar. Jangan cepat-cepat dimaknai penghinaan. Berpikirlah positif. Manfaatkanlah sebagai pemicu atau lecutan cambuk untuk terus belajar. Kesombongan pada kemampuan diri karena—misalnya—telah menyelesaikan

pendidikan S-1 hingga S-3 dari universitas terbaik di dunia lantas menyebut diri pandai, adalah ungkapan yang keliru.

Orang boleh saja pandai di bidang arsitektur tapi belum tentu ia pandai di bidang pemasaran. Orang boleh pandai di bidang pemasaran tapi besar kemungkinan dia tidak tahu apa-apa di bidang disain komunikasi visual. Seseorang mungkin sudah merasa pandai di bidang rekayasa otomotif tapi belum tentu piawai menjualnya.

(5)

Ilmu yang dimiliki manusia seperti sebutir debu di hamparan padang pasir. Sampai seseorang meninggal dunia, tak kan mungkin ia bisa menguasai semua ilmu yang diturunkan Tuhan ke muka bumi. Jangankan ilmu di luar dirinya, ilmu yang berkaitan dengan lahiriah yang melekat pada dirinya saja ia tidak bisa menguasai sepenuhnya.

Cobalah kita perhatikan betapa berkebangnya ilmu yang mengurus rambut. Orang yang tidak berilmu takkan mampu memotong rambut sesuai selera konsumennya karena potongan rambut itu banyak modelnya. Orang yang tidak berilmu tidak tahu bagaimana membuat rambut lurus menjadi kriting atau sebaliknya membuat rambut kriting menjadi lurus.

Orang yang tidak berilmu tidak tahu bagiamana memanjangkan rambut dalam sekejap; ilmu menyambung rambut. Tapi orang yang mengetahui caranya—tentu dengan belajar—dalam hitungan 1 atau 2 jam orang yang berambut pendek sebahu bisa tampil berambut panjang. Karena ilmu tentang rambut pula maka banyak manusia kaya di dunia. Lihat saja produsen shampo. Berapa jumlah merknya di setiap negara. Lantas berapa jumlahnya di dunia. Berapa banyak produsen pewarna rambut, vitamin rambut dan minyak rambut agar rambut tampil mengkilat.

Itu baru soal rambut, belum soal kening, mata, hidung, telinga, mulut, gigi, tenggorokan. Mulai dari cara merawat dan memelihara. Alat-alat yang digunakan untuk merawatnya sampai kepada ilmu menyembuhkan jika bagian-bagian itu sakit.

Untuk menguasai kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan itulah maka manusia diperintahkan belajar. Tanpa belajar tak mungkin seseorang bisa menguasai ilmunya. Kalaupun ada

perbedaan antara seseorang dengan orang lainnya, hanyalah sekedar tempat belajarnya, kepada siapa belajarnya dan kapan belajarnya. Tapi prinsip utamanya adalah setiap orang harus : belajar.

(6)

Ada dua tujuan manusia belajar. Ada yang untuk bekal dalam mengarungi hidup di dunia ini; ada pula yang belajar untuk tujuan yang lebih hakiki, yaitu bekal mengarungi kehidupan setelah kehidupan fana ini. Mana pun tujuan seseorang belajar, pastilah orang yang belajar itu

menyadari menyadari belajar itu merupakan sarana untuk memperoleh bekal.

Hidup ini adalah pengembaraan. Adalah absurd bila seseorang mengembara tetapi tanpa membawa bekal apa pun. Bila Anda dari Kalimantan berangkat merantau ke Pulau Jawa tanpa membawa bekal, tentu akan mati terlunta-lunta. Maka, Anda membutuhkan bekal, apa pun bentuknya: kecakapan teknis, semangat, kerja keras, keramahan, dan seterusnya.

Bila memiliki bekal, Anda tidak akan mati terlunta-lunta. Misalnya bekal yang Anda miliki adalah skill. Anda bisa menumpang kapal dan dengan bahasa yang sopan berkata kepada nakhoda:

Ya, nakhoda, saya anak Kalimantan. Saya belum pernah melihat Pulau Jawa. Saya ingin sekali ke sana. Saya punya kemampuan membersihkan dek, ruang nakhoda atau ruang lain di kapal sampai benar-benar bersih dan mengkilap, karena saya pernah bekerja sebagai tukang vernis di toko meubel. Saya akan membersihkan dek atau ruang mana pun di kapal yang

diperintahkan, asal bawalah serta saya ke Pulau Jawa.”

Mungkin sang nakhoda akan mengatakan, ”Naiklah cepat karena kapal akan segera berangkat menuju Pulau Jawa. Selama perjalanan, kamu menjadi tanggungan saya.”

Akhirnya naiklah dia ke kapal. Nakhoda memperoleh ruang-ruang yang bersih mengkilap, sementara orang ini mencapai tujuannya ke Pulau Jawa.

Ilustrasi sederhana itu mungkin sepele. Tapi berapa banyak di dunia ini orang yang merana hanya karena ia kurang mendayagunakan otaknya. Dan, berapa banyak pula manusia yang selamat ketika menghadapapi tantangan dan penderitaan, ancaman dan penindasan,

kemiskinan dan kelaparan, bisa selamat hanya karena dia berilmu. Orang yang berilmu tidak gampang menyerah terhadap situasi dan kondisi apapun yang dihadapinya karena ia tahu otak

(7)

yang dianugerahkan oleh Tuhan kepadanya jika diasah terus-menerus akan membuat ia mampu membaca tanda-tanda, mampu mengantisipasi, mampu menyiasati terhadap setriap persoalan yang dihadapi.

Referensi

Dokumen terkait

Jawaban Firman sedikit membuat hati aku ini lega, walaupun memang masih terlihat bodoh karena belum berani untuk kenalan langsung, mungkin biasanya cewek itu lebih suka dengan

“Kalau kamu menderita, mereka pun menderita seperti kamu, tetapi kamu mempunyai harapan kepada Allah yang mereka tidak punya,”..

Pada masa yang sama Khairul Anwar menjelaskan bahawa Rosman tidak akan mengganggu mereka di Soft Lab lagi kerana dia telah mempengaruhi syarikat di Senawang itu untuk

Tidak seperti sistem operasi lain yang hanya menyediakan satu atau 2 shell, sistem operasi dari keluarga unix misalnya linux sampai saat ini dilengkapi oleh banyak shell

Apabila harga transaksi dalam suatu pasar yang tidak aktif berbeda dengan nilai wajar instrumen sejenis pada transaksi pasar terkini yang dapat diobservasi atau

Dalam merencanakan struktur gedung yang berada di wilayah yang terdapat intensitas gempa, sebaiknya menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan

Laporan Data Pokok ULN dan/atau perubahannya disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya pukul 14.00 WIB setelah penandatanganan Perjanjian

Penambahan L-HPC LH 11 sebesar 5% dan 10% dapat meningkatkan kompaktibilitas dan daya disintegran pati singkong pregelatin sebagai bahan pembawa cetak langsung sehingga tablet