• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja

Para pakar ekonomi dan perencanaan pembangunan cenderung sepakat dalam memandang pembangunan ekonomi sebagai suatu kebutuhan bagi suatu negara. Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan ekonomi adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja yang luas sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dipandang sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Pengertian pertumbuhan ekonomi pada dasamya terkait dengan proses peningkataan produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian (Djojohadikusumo, 1994). Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan. Kuznet dalam Djojohadikusumo (1994) mencirikan pertumbuhan ekonomi sebagai berikut: (1) laju pertumbuhan pendapatan perkapita dalam arti nyata, dan (2) distribusi angkatan kerja menurut sektor kegiatan produksi yang menjadi sumber nafkahnya dan pola penyebaran penduduk.

Proses pembangunan ekonomi menurut beberapa pakar mengalami tahapan-tahapan sesuai dengan perkembangan masyarakat pada wilayah tersebut. Konsep sektor primer, sekunder, dan tersier diperkenalkan oleh Fisher (1935) dan dark (1949) dalam Sukimo (1976) untuk menjelaskan tahap-tahap pembangunan ekonomi suatu negara. Dalam proses pembangunan tersebut, akan terjadi pergeseran tenaga kerja dari sector primer ke sektor sekunder dan tersier. Seiring dengan transformasi tersebut, pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan meningkatnya output per pekerja dalam setiap sektor dan pergeseran tenaga kerja dari sektor-sektor dengan produktivitas tenaga kerja rendah ke

(2)

sektor dengan produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi.

Rostow (1960) melengkapi pandangan Fisher-dark. Menurut Rostow, peralihan suatu negara ke pembangunan industri secara sungguh-sungguh hanya akan terjadi apabila dalam negara tersebut terjadi modemisasi pertanian dan meningkatnya penyediaan modal sarana social. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara dikelompokkan oleh Rostow ke dalam lima tahapan. Pada tahap awal, kesempatan kerja paling tinggi terdapat pada sector pertanian dan selanjutnya terjadi pergeseran kesempatan kerja ke sector industri pengolahan (manufacturing) dan jasa.

Fenomena adanya perubahan struktur tersebut ternyata terbukti dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara. Fenomena terebut terjadi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga terjadi di negara-negara berkembang. Kalau proses suatu negara dari negara berkembang menuju negara maju itu dianggap sebuah lintasan, maka negara tersebut akan mengalami fase dari pertanian ke industri. Dalam hal ini Todaro (1978) mengemukakan bahwa di negara berkembang, peranan sektor pertanian terhadap terhadap pendapatan nasional dan penyerapan tenaga kerja lebih besar dari pada sector industri dan jasa. Sedangkan fenomena di negara maju antara lain diungkapkan oleh Kuznets (1966) bahwa pada negara-negara maju peranan industri dan jasa terhadap pendapatan nasional maupun penyediaan kesempatan kerja lebih besar dari pada sektor pertanian.

Setiap fase dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah tidak terlepas dari perubahan-perubahan social ekonomi masyarakat wilayah tersebut. Chenery dan Syrquin (1975) dalam Todaro (1978) mengemukakan bahwa perubahan-perubahan tersebut meliputi: (1) perubahan proses akumulasi, mencakup pembentukan modal, pendapatan

(3)

pemerintah, dan pendidikan; (2) perubahan proses alokasi sumber daya, mencakup struktur permintaan domestik, struktur produksi, dan struktur perdagangan; (3) perubahan proses demografis, dan distribusi pendapatan.

Uraian di atas telah memberikan gambaran bahwa kemajuan atau perkembangan perekonomian suatu negara atau daerah berkaitan dengan perkembangan sektor-sektor perekonomian di wilayah tersebut. Oleh karena itu, dalam konteks pembangunan ekonomi daerah diperlukan analisis peranan sektor terutama dalam rangka efesiensi kegiatan ekonomi dan pemilihan prioritas proyek-proyek pembangunan daerah yang akan memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.

2.2. Keterkaitan Antar Sektor dalam Struktur Ekonomi

Perumusan strategi pembangunan baik nasional maupun daerah memerlukan gambaran mengenai keterkaitan antar sek tor dalam struktur ekonomi wilayah tersebut. Keterkaitan antar sektor dapat menunjukkan tingkat ketergantungan antar sektor dalam perekonomian dan besamya pengaruh suatu sektor terhadap pertumbuhan sektor lainnya sehingga pihak otoritas wilayah dapat menentukan sektor mana yang perlu didorong dan akan menguntungkan wilayah tersebut. Metode analisis ketergantungan (the analysis of

linkages) telah lama berkembang dalam bidang analisis input-output. Beberapa

penggagas metode ini adalah Chenery & Watanabe (1958), Rasmussen (1956) and Hirschman (1958).

Berdasarkan konsep ini, strategi pembangunan wilayah perlu diprioritaskan pada sektor penentu (leading sectors) yang dapat mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian wilayah tersebut. Kekuatan sektor-sektor-sektor-sektor penentu

(4)

tersebut antara lain diindikasikan dengan banyaknya keterkaitan pada sektor atau kegiatan lainnya. Keterkaitan tersebut dapat berupa kaitan ke muka (forward linkages) maupun ke belakang (backward linkages). Kaitan ke depan berarti pengembangan sektor lain sebagai tempat membeli dan kaitan ke depan berarti pengembangan sektor lain sebagai tempat menjual (Suparmoko, 2001). Semakin banyak keterkaitannya, maka perkembangan perekonomian di daerah tersebut akan semakin cepat.

Secara umum, dampak-dampak yang diharapkan dari suatu aktivitas perekonomian wilayah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) keterkaitan antar industri (inter-industry linkages); 2) keterkaitan kesempatan kerja (employment

linkage); dan 3) keterkaitan pendapatan (income generation linkage). Apabila tingkat

keterkaitannya besar maka hal tersebut menunjukkan tingkat ketergantungan antar sektor dalam struktur perekonomian dan menunjukkan pula sektor-sektor yang dapat medorong perkembangan sektor lainnya.

Penelitian mengenai keterkaitan antar sektor telah berkembang luas baik di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Penelitian Chenery dan Watanabe (1958) di beberapa negara maju, yaitu USA, Norwegia, Italia dan Jepang menggunakan analisis direct backward dan forward linkage untuk mengtahui tingkat keterkaitan antar sektor di beberapa negara tersebut. Studi yang dilakukan oleh O’Callaghan dan Yue (2000) juga melakukan analisis keterkaitan antar sektor dalam perekonomian Cina dari tahun 1987 sampai 1997. Studi lainnya, Muflihati (1996) menganalisis keterkaitan sektor dalam struktur ekonomi dan kesempatan kerja di Provinsi Jawa Barat. Penelitian Puspitawati (2000) dan Triwibowo (2000), menganalisis pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya berdasarkan indeks penyebaran ke depan dan ke

(5)

belakang.

Dalam konteks yang lebih luas, yakni peranan sektor kunci terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu wilayah, model input-output telah pula digunakan dalam beberapa studi. Beberapa studi tersebut antara lain dilakukan oleh Vander-Schaff(1995), Hughes dan Holland (1994), Hefner dan Guimares (1994), Stull dan Madden (1990), Oksanen dan Williams (1984), Beyars (1974), O’Callaghan dan Yue (2000), Pratt dan Kay (2000), dan Sembiring (1995). Studi yang dilakukan oleh Beyars (1974) pada Wilayah Puget Sound di Washington state menemukan tingginya pengganda output (output multipliers) di sektor jasa yang meliputi jasa keuangan, bisnis, dan teknik/ riset/ manajemen. Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Stull and Madden's (1990) pada wilayah metropolitan Philadelphia menunjukkan tingginya output pengganda pada jasa pendidikan, keuangan, kesehatan dan wisata (tourism). Oleh karena itu, bagi Philadelphia dan Puget Sound, kelompok sektor jasa dapat menjadi faktor pendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di kedua wilayah tersebut. Berdasarkan indikator-indikator keterkaitan total (total linkage indicators), O’Callaghan dan Yue (2000) menemukan sektor kimia dan logam dasar sebagai sector-sektor kunci di Cina pada periode tahun 1987 sampai 1997. Pratt dan Kay (2000) dalam studi menyimpulkan jasa pelayanan anak (a child care services) sebagai sektor kunci di New York. Khusus di bidang agroindustri, hasil studi sembiring (1995) memperlihatkan bahwa sektor pertanian merupakan leading sector di Sumatera Utara.

Studi terdahulu tersebut menunjukkan bahwa analisis Input-Output tidak hanya dapat digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor dalam perekonomian suatu negara atau wilayah tertentu, namun juga dapat digunakan untuk menentukan sektor-sektor yang perlu diprioritaskan untuk meningkatkan perekonomian wilayah.

(6)

Meskipun model 1-0 yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar sektor tersebut hanya menggambarkan keadaan perekonomian wilayah secara statis, namun dalam jangka pendek analisis ini dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam memilih sektor-sektor yang perlu diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Di samping itu, penggunaan analisis Input-Output dapat ditujukan untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah untuk mengetahui (Miemyk, (1969):

1. Struktur Perekonomian

Tabel Input-Output secara simultan menggambarkan hubungan permintaan dan penawaran pada tingkat keseimbangan. Dalam kondisi struktur perekonomian yang seimbang, baik interaksi maupun interdependensi antar segenap struktur ekonomi bisa diketahui pola dan kecenderungan perkembangannya.

2. Peramalan Ekonomi

Hubungan antara permintaan akhir dengan tingkat output terdapat hubungan yang bersifat linear. Atas dasar hubungan yang demikian ini, dengan melalui perlakuan (menentukan nilai permintaan akhir sedemikian rupa sesuai dengan nilai yang diprediksi akan terjadi di masa mendatang), maka akan dapat dilihat pengaruhnya terhadap tingkat output (prtumbuhan ekonomi) di masa yang akan datang.

Sehubungan dengan peramalan ekonomi, Stone (1966) menyatakan bahwa dengan melalui metoded RAS terhadap tabel Input-Output maka informasi perekonomian di masa mendatang dapat diketahui. RAS tersebut diartikan sebagai suatu perkalian antara R sebagai pengali pengganti yang beroperasi di sepanjang baris, A sebagai matriks

(7)

koefesien input antara dan S sebagai pengali fabrikasi yang beroperasi di sepanjang kolom.

3. Akibat dari Permintaan Akhir

Melalui proses pengolahan data maka dari tabel Input-Output dapat dihasilkan berbagai jenis nilai koefesien, yang masing-masing mempunyai fungsi analisis sesuai dengan aspek perekonomian yang dikaji. Atas dasar fungsi-fungsinya tersebut maka melalui tabel Input-Output dapat diketahui dampak dari suatu injeksi investasi, seperti halnya terhadap pendapatan, peyerapan tenaga kerja, keterkaitan antar sektor, kepekaan sektoral, multiplier dan sebagainya.

4. Kelayakan dan Kepekaan Sektoral

Tabel Input-Output juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomi pengembangan sektoral sekaligus derajat kepekaan sektoral. Oleh karena itu maka dapat diketahui pula mengenai sektor yang secara nyata mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah.

5. Analisis Input-Output

Melaui mekanisme perhitungan ruus-rumus yang berlaku di dalamnya maka tabel Input-Output dapat digunakan untuk mengetahui gambaran perekonomian suatu wilayah sesuai dengan aspek kepentingan analisis. Aspek-aspek yang mempunyai fungsi dan kedudukan penting di dalam analisis perekonomian satu wilayah diantaranya adalah:

(8)

6. Efek Pengganda

Telah dinyatakan oleh Kadariah (1978) bahwa peningkatan aktivitas pemimpin sector (leading sector) ekonomi di suatu daerah pada masa berikutnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya ams pendapatan ke daerah tersebut, meningkatkan konsumsi, meningkatkan permintaan barang dan jasa sektor-sektor lain yang pada akhimya akan meningkatkan pula aktivitas sektor-sektor lain yang belum sempat menjadi pemimpin sektor. Demikian pula bahwa apabila terjadi mekanisme yang sebaliknya maka akan terjadi pengaruh yang sebaliknya pula.

7. Efesiensi Teknis

Mengingat bahwa sistem perekonomian makro suatu daerah pada dasamya juga merupakan suatu aktivitas produksi atau aktivitas ekonomi maka sehubungan dengan tersedianya faktor produksi yang terbatas, perlu dikaji mengenai kemampuan efesiensi ekonominya. Aktivitas perekonomian suatu daerah dikategorikan sebagai aktivitas produksi yang efisien apabila dalam dalam menghasilkan output daerahnya mampu menciptakan proporsi Nilai Tambah Bruto (NTB) yang lebih besar dari pada kebutuhan input antara.

Sebaliknya bahwa apabila proporsi NTB yang diciptakannya lebih kecil dari pada proporsi input antara yang dibutuhkan, maka hal demikian berarti menunjukkan kemampuan produksi daerah yang bersangkutan tidak efisien. Hal demikian ini pada dasarya juga menujukkan bahwa aktivitas produksi daerah yang bersangkutan terlalu menggantungkan pada faktor sumber daya lingkungan setempat dari pada mementingkan pertumbuhan ekonomi.

(9)

8. Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Pada dasamya upaya pembangunan ekonomi setiap daerah merupakan upaya menghidupkan segenap sektor perekonomian sebagai satu kesatuan, tetapi menjadi persoalan adalah bagaimana tingkat keterkaitan antar sektomya masing-masing, karena tidak semua sektor dalam suatu daerah perekonomian mempunyai nilai keterkaitan antar sektor yang sama.

Di dalam pembangunan ekonomi, suatu program dikategorikan efektif apabila injeksi investasi yang dilakukan lebih cenderung ditujukan kepada sektor-sektor yang mempunyai deerajat keterkaitan yang tinggi. Karena hal demikian pada dasamya menunjukkan bahwa nilai keterkaitan antara sektor suatu system perekonomian daerah yang tinggi, juga menunjukkan kemampuan di dalam menciptakan kekokohan ekonomi daerah. Mengingat kondisi yang demikian ini berarti mempunyai kedudukan interaksi antar sektor yang kondusif.

9. Derajat Penyebaran Antar Sektor

Injeksi investasi akan menghasilkan nilai tambah (value added) yang tinggi apabila sasaran injeksi tersebut diarahkan pada sektor yang mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya, yang dalam hubungan analisis Input-Output disebut sebagai sektor yang mempunyai nilai Backward Spread tinggi. Di samping mampu menarik, maka suatu sektor dalam perkembangannya mampu menciptakan kepekaan terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya.

Suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian apabila sektor tersebut mampu mendorong perkembangan sektor-sektor

(10)

lainnya dalam meningkatkan outputnya, yang dalam analisis Input-Output disebut sektor yang mempunyai nilai Forward Spread tinggi.

Referensi

Dokumen terkait

lnvestasi dalam bentuk Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (3) huruf b merupakan bentuk investasi Pemerintah Daerah pada pihak ketiga/

Karena itu, setiap aparat penegak hukum hendaklah menyadari dengan benar bahwa yang harus ditegakkan dalam negara hukum kita bukan lah hanya kertas-kertas

Sytem Designer adalah Spesialis teknis yang menerjemahkan persyaratan bisnis pengguna sistem dan pembatas solusi teknis dia mendesain database,input,output,screnn, jaringan

terkait dengan Kemampuan yang akan dicapai 4 Metode Pembelajaran 5 Waktu yang disediakan untuk mencapai Kemampuan pada tiap Tahap Pembelajaran 6 Pengalaman Belajar yang

Metode yang digunakan untuk pembuatan mikrokapsul adalah emulsifikasi-penguapan pelarut, yaitu bahan penyalut (PCL dan lilin lebah) dan bahan aktif (MPA) dilarutkan

bahwa Unit Pelaksana Teknis Dinas sebagai unsur pelaksana teknis Dinas dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang berada di Kabupaten/Kota,

bahwa bentuk data kepegawaian di DISKOPERINDAG masih menggunakan pembukuan. Sehingga memperlambat kinerja. Semua itu akan berpengarung kesemua bidang, sehingga akan

Berdasarkan perhitungan arus lalu lintas dan kapasitas maka didapat derajat kejenuhan Ruas Jalan Mangga dua sebagai berikut :.. Derajat kejenuhan merupakan salah satu