• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan induktif. Dalam pendekatan induktif, teorisasi bukanlah merupakan hal yang mutlak dalam penelitian, namun pemahaman terhadap teori tetap diperlukan untuk membantu proses penelitian di lapangan (Bungin, 2007:25). Dalam pendekatan induktif, pemahaman terhadap teori akan membantu dalam proses penelitian, karena peneliti bebas untuk mengeksplorasi pengambilan data dan analisis data sesuai dengan kondisi di lapangan.

Berkaitan dengan hal tersebut, pendekatan induktif merupakan pendekatan yang sesuai digunakan dalam penelitian ini. Dengan pendekatan induktif, peneliti lebih bebas melakukan observasi secara partisipatif, sehingga dapat diperoleh hasil analisis yang komprehensif terutama berkaitan dengan pendekatan gender dalam pelaksanaan Program Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening. Selain itu, pendekatan induktif memungkinkan peneliti untuk melakukan eksplorasi dalam pengumpulan data dan analisis data dengan didasari pada penguasaan teori gender dan pemberdayaan secara komprehensif.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut terletak pada kesulitan pembuatan format atau desain penelitian pada jenis penelitian kualitatif. Perbedaan ini menurut Bungin (2007:68) disebabkan oleh beberapa hal

(2)

sebagai berikut. (1) desain penelitian kualitatif itu adalah peneliti sendiri, sehingga penelitilah yang paham terhadap masalah penelitian yang akan dilakukan; (2) masalah penelitian kualitatif yang amat beragam dan kasuistik sehingga cenderung sulit untuk membuat kesamaan desain penelitian yang bersifat umum, karena itu cenderung desain penelitian kualitatif bersifat kasuistik; (3) ragam ilmu sosial yang variannya bermacam-macam sehingga memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda pula terhadap metode penelitian kualitatif.

Secara umum penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu Kualitatif Deskriptif, Kualitatif Verifikatif, dan Grounded Research (Bungin, 2007:68). Format penelitian Kualitatif Deskriptif dipilih sebagai metode dalam penilitian ini, di mana format penelitian ini banyak digunakan dalam penelitian dengan bentuk studi kasus. Melalui model penelitian deskriptif kualitatif ini penelitian lebih fokus atau memusatkan pada unit tertentu, sehingga dapat diperoleh hasil kajian atau studi yang lebih mendalam. Oleh karena itu, diperlukan kedalaman data sebagai pertimbangan utama dalam model penelitian ini.

Melalui model atau format penelitian deskriptif kualitatif, dilakukan eksplorasi secara mendalam, sehingga tidak diperlukan adanya uji hipotesis sebagaimana penelitian kuantitatif. Selanjutnya melalui model kualitatif deskriptif ini pula diharapkan terjadi interaksi antara komponen kunci dalam obyek penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, mengingat tema penelitian ini berkaitan dengan kajian mendalam terhadap pendekatan gender dalam pelaksanaan Kelurahan Siaga, maka format atau model deskriptif kualitatif lebih tepat digunakan dalam penelitian ini.

Unit Amatan dan Analisis Penelitian

Unit amatan dalam penelitian ini adalah Kelurahan Siaga Kalibening, Pengurus dan Anggota Kelurahan Siaga Kalibening, dan Pemerintah pada level kelurahan. Sedangkan unit analisis adalah proses pemberdayaan perempuan dalam Kelurahan Siaga Kalibening.

(3)

Jenis Data Dan Sumber Informasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data empirik diperoleh secara langsung dari responden dan atau informan kunci dengan menggunakan daftar pertanyaan (angket) dan wawancara langsung untuk mendapatkan data-data tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi peran/partisipasi, akses, kontrol dan manfaat perempuan dalam program Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening menjadi fokus penelitian. Peneliti melakukan wawancara mendalam secara langsung terhadap beberapa key person yang terkait dengan Kelurahan Siaga. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui diperoleh melalui observasi partisipatif maupun focuse group disscussion (FGD) atau diskusi kelompok terarah.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelusuran dan penelahaan studi-studi dokumen yang terdapat di tempat penelitian dan yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain meliputi, gambaran umum mengenai Kelurahan Siaga, lokasi penelitian, keadaan geografi dan kependudukan, program kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat di sektor kesehatan. Sedangkan data sekunder berupa dokumen hasil kegiatan pelaksanaan Kelurahan Siaga Kalibening maupun regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan program Kelurahan Siaga Kalibening.

Penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk menggambarkan karakteristik populasi atau menarik generalisasi kesimpulan yang berlaku bagi suatu populasi, apalagi dalam penelitian ini bentuk kasusnya adalah studi kasus (Bungin, 2007:68). Oleh karena itu untuk mendapatkan sejumlah informasi dan data primer yang berkaitan

(4)

dengan pokok permasalahan utama penelitian hanya dibutuhkan “sejumlah” informan saja baik informan utama (informan kunci) maupun informan penunjang.

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2005:90). Dalam penelitian ini penentuan informan baik informan utama (informan kunci) maupun informan penunjang dilakukan secara

“purposive sampling”. Hal itu memungkinkan dilaksanakan karena

karakteristik dari responden yang cenderung homogen, sehingga siapapun yang dipilih menjadi responden dapat menghasilkan data yang relatif sama.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kelurahan Kalibening Kecamatan Tingkir Kota Salatiga, di mana berdasarkan kriteria syarat kelurahan siaga aktif, Kelurahan Kalibening telah memasuki tahapan ketiga kelurahan siaga aktif sebagai Kelurahan Siaga Aktif Purnama, dari empat tahapan kelurahan siaga aktif. Keempat tahapan tersebut adalah Kelurahan Siaga Aktif Pratama, Kelurahan Siaga Aktif Madya, Kelurahan Siaga Aktif Purnama, dan Kelurahan Siaga Aktif Mandiri.

Di bidang kesehatan, semangat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan kesehatan sangat tinggi. Hal ini tampak dari antusiasme penduduk Kelurahan Kalibening yang cukup aktif mengikuti kegiatan posyandu dan mengikuti penyuluhan kesehatan yang disampaikan melalui pertemuan PKK RW dan RT, bahkan dalam kegiatan pengajian. Selain itu, masyarakat juga antusias untuk membentuk lembaga lokal yang bergerak di bidang kesehatan, seperti Kelurahan Siaga.

Pada prinsipnya, Kelurahan Siaga Kalibening merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang berbasis pemberdayaan perempuan dan pemenuhan hak anak. Oleh karena itu, 14 dari 18 (78 persen) anggota pengurus Kelurahan Siaga Kalibening adalah perempuan.

(5)

Kelurahan Siaga Kalibening tidak pernah mati suri. Hal tersebut tampak dari berbagai kegiatan sederhana yang secara rutin dilaksanakan, seperti kerja bakti dan membantu warga yang mengalami masalah kesehatan. Masyarakat berpandangan bahwa Kelurahan Siaga Kalibening mampu menjadi pintu pertama dalam meningkatkan taraf hidup mereka, khususnya di bidang kesehatan.

Keberadaan Kelurahan Siaga Kalibening juga didukung dengan adanya Puskesmas Pembantu (Pustu) yang dibuka setiap hari Senin, Kamis, dan Sabtu. Puskesmas Pembantu (Pustu) ini menginduk kepada Puskesmas Sidorejo Kidul sehingga tenaga medis maupun paramedis berasal dari Puskesmas Sidorejo Kidul. Selain Puskesmas Pembantu (Pustu), masih ada fasilitas kesehatan lain di lingkungan Kelurahan Kalibening, yaitu Praktek Dokter dan Praktek Dukun yang masih dibutuhkan beberapa warga untuk membantu pemijatan bayi.

Sehubungan dengan peran/partisipasi, akses, manfaat dan kontrol perempuan yang cukup besar dalam pelaksanaan Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening ternyata membuahkan hasil. Pada tahun 2012 ini, Kelurahan Siaga Kalibening mampu menjadi Juara I Lomba Kelurahan Siaga Aktif Tingkat Kota Salatiga. Fenomena menarik inilah yang mendasari pemilihan Kelurahan Kalibening sebagai lokasi penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.

1. Review Dokumen/Literatur

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data dan informasi berkaitan dengan variabel dan indikator penelitian melalui analisis isi (content analysis) bahan-bahan tertulis maupun simbolik (written and symbolic material), misalnya surat kabar, foto, lirik lagu, film, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya. Dalam khasanah penelitian ilmiah, review media, pada

(6)

khususnya, banyak digunakan baik dalam penelitian exploratory maupun penelitian explanatory (Neuman, 2000: 34).

Review media dan dokumen dipilih sebagai salah satu

teknik pengumpulan data, karena baik media maupun dokumen dianggap sebagai sumber informasi paling realistik untuk mendapatkan data (dalam kurun waktu pengamatan selama satu tahun) berkaitan dengan aspek pendekatan gender dalam pelaksanaan program Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening.

Pada penelitian ini, review dilakukan terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 564/Menkes/SK/ VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Review terhadap kedua peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan untuk mengetahui tujuan dan prinsip pembentukan Kelurahan Siaga.

Selanjutnya, review juga dilakukan terhadap data monografi dinamis yang disediakan oleh aparat Kelurahan Kalibening berdasarkan Sistem Informasi Kependudukan. Review dilakukan untuk mengetahui komposisi penduduk di Kelurahan Kalibening.

Selain itu, review juga dilakukan terhadap laporan bulanan kegiatan posyandu balita dan posyandu lansia untuk mengetahui upaya kesehatan yang dilakukan oleh kader kesehatan. Review terhadap laporan tersebut juga dilakukan untuk mengetahui perkembangan kesehatan masyarakat.

2. Observasi

Selain review media, pada penelitian ini juga digunakan metode pengumpulan data melalui observasi. Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Menurut Selltiz et all (1964:200), suatu kegiatan pengamatan dapat dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan

(7)

data penelitian apabila memiliki kriteria sebagai berikut. pertama, pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius; kedua, pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan; ketiga, pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proposisi umum dan tidak dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian; dan

keempat, pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai

keabsahannya.

Metode observasi yang digunakan adalah metode observasi patisipatif, di mana pengumpulan data melalui observasi terhadap obyek pengamatan secara langsung maupun terlibat dalam aktifitas narasumber. Terkait dengan tema penelitian maka dalam observasi partisipatif dilakukan dengan pengamatan langsung dan keterlibatan penelitian pada setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam program Kelurahan Siaga Kalibening.

Selama observasi dilakukan, peneliti mengikuti secara langsung pertemuan kader Kelurahan Siaga yang dilaksanakan pada bulan September 2013. Dalam pertemuan tersebut, peneliti hanya mengamati dan mencatat tanpa turut memberikan saran atau arahan kepada kader. Dengan demikian, hal-hal yang dibahas dan diputuskan dalam pertemuan adalah murni merupakan hasil pemikiran para kader. Selain itu, peneliti juga mengamati kegiatan posyandu, posbindu, pemeriksaaan jentik, pemantauan ibu hamil berisiko tinggi, maupun pemeriksaan garam beryodium. Peneliti juga mengamati bagaimana kader berbagai pekerjaan rumah tangga dengan pasangan mereka. Pengamatan dilakukan dengan cara bertamu pada jam mereka sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga, yaitu pagi dan sore hari.

3. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara pewawancara dengan narasumber, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

(8)

wawancara, di mana pewawancara dan informan/narasumber terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan depth interview atau wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.

Wawancara mendalam (in-depth interview) dalam kaidah penelitian ilmiah, juga termasuk kategori teknik pengumpulan data kualitatif. Teknik wawancara mendalam biasanya dilakukan antara lain untuk: (1) mengonstruksi kejadian, perasaan, dan motivasi; (2) merekonstruksi kejadian yang dialami pada masa lalu; (3) memproyeksi hal-hal yang diharapkan ke depan; dan (4) memverifikasi data dan informasi yang telah diperoleh dari sumber-sumber lain (Moleong, 2005:186).

Menurut Berry (1999:1-2) teknik in-depth interview umumnya juga digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam–atau melakukan eksplorasi atas pandangan/perspektif narasumber, berkaitan dengan isu-isu yang sedang diteliti. Karena tujuan yang sangat spesifik inilah, wawancara mendalam memiliki perbedaan mendasar dibandingkan dengan teknik wawancara terstruktur atau wawancara reguler. Perbedaan tersebut antara lain: (1) format pertanyaan berbentuk terbuka (open-ended); (2) model wawancara lebih berbentuk percakapan (conversational); dan (3) pewawancara (interviewers) harus memiliki kemampuan menginterpretasi jawaban narasumber, untuk selanjutnya melakukan klarifikasi dan pendalaman-pendalaman (seek

understanding and interpretation). Dalam formulasi yang lebih

konkret, Berry (1999:1-2) menegaskan, indepth interview involves

asking informants open-ended question, and probing wherever necessary to obtain data deemed useful by the researcher.

Penggunaan metode in-depth interview tidak saja membutuhkan keterampilan khusus bagi para pewawancara (interviewers), tetapi menurut Guion (2006) juga harus memenuhi sedikitnya 7 (tujuh) tahapan. Pertama, thematizing, yaitu menetapkan tujuan dari melakukan wawancara mendalam, dan

(9)

merumuskan isu-isu yang akan digali. Kedua, designing atau merancang alat yang akan digunakan untuk menggali data dan informasi (interview guide). Ketiga, interviewing, yakni, melakukan wawancara dengan para narasumber. Keempat,

transcribing, menurunkan atau menarasikan hasil wawancara

dalam bentuk teks tertulis. Kelima, analysing, yakni menilai dan mengartikulasi informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dalam kaitannya dengan tema dan masalah yang sedang diteliti.

Keenam, verifying, melakukan verifikasi atas validitas data dan

informasi yang telah diperoleh. Ketujuh, reporting, yakni menyusun laporan hasil wawancara.

Pada penelitian ini, wawancara mendalam (in-depth

interview) dilakukan terhadap key person (Mikkelsen, 2011;118). Key person dalam penelitian ini adalah pengurus Kelurahan Siaga

maupun pengurus lembaga lokal yang terlibat dalam Kelurahan Siaga, dan perempuan yang terlibat dalam Kelurahan Siaga. Informasi yang digali adalah yang berkaitan dengan peran/partisipasi, akses, manfaat, dan kontrol perempuan dan laki-laki dalam Kelurahan Siaga, serta keterkaitan perempuan dalam proses pemberdayaan masyarakat sebagai spirit dari Kelurahan Siaga Aktif.

Untuk memperoleh hasil wawancara mendalam yang optimal, peneliti melakukan obrolan santai dengan narasumber di rumah yang bersangkutan. Obrolan tersebut direkam dengan telepon seluler. Obrolan santai diperlukan agar narasumber lupa bahwa dia sedang diwawancarai sehingga banyak hal yang diceritakan kepada peneliti. Apabila narasumber sedang memiliki kesibukan di rumah pada saat ditemui, peneliti juga tidak segan untuk membantu narasumber sambil mengobrol. Hal seperti ini penting untuk menciptakan suasana yang cair dan menghilangkan jarak antara peneliti dengan narasumber.

Kegiatan wawancara mendalam memang tidak selalu terjadi dengan lancar. Terlebih apabila narasumber memiliki seorang bayi atau balita. Obrolan antara peneliti dengan

(10)

narasumber dapat terputus ketika narasumber harus menenangkan anaknya yang menangis. Oleh karena itu, peneliti tidak segan untuk membantu narasumber menenangkan anaknya sehingga obrolan tetap terjadi dengan santai.

4. Focus Group Disscussion (FGD)

Dari kata yang digunakan, Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus), sangat jelas memperlihatkan adanya 3 (tiga) kata kunci: diskusi (bukan wawancara), kelompok (bukan individu), dan terfokus (bukan bebas). Dengan demikian, secara harfiah, metode Focus Group Discussion (FGD) dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan data dan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 1998).

Menurut Mikkelsen (2011:118), Focus Group Discussion bertujuan menyoroti suatu topik khusus, dengan anggota diskusi antara 6-8 orang.

Pada bagian lain, Powell et all (1996) menulis, focus

group discussion is a group of individuals selected and assembled by researchers to discuss and comment on, from personal experience, the topic that is the subject of the research.

Sementara, Barnett (2008:1-2)) mengatakan, focus groups are

comprised of individuals assembled to discuss a particular subject, and differ from. Definisi yang dibangun oleh Powell (1996) dan

Barnett (2008) ini secara implisit mengindikasikan, FGD hampir serupa dengan teknik wawancara kelompok (Powell et all, 1996:499).

FGD memiliki perbedaan mendasar bila dibandingkan dengan wawancara kelompok. Perbedaan yang dimaksud terletak pada kedalaman data dan informasi yang dihasilkan dari interaksi di antara para partisipan FGD. Lebih khusus, dalam wawancara kelompok, proses penggalian informasi lebih ditekankan pada pertanyaan dan dialog antara peneliti dan narasumber; sementara pada FGD, proses penggalian informasi lebih didasarkan pada

(11)

interaksi di antara para partisipan dengan merujuk pada isu yang dikemukakan oleh peneliti atau fasilitator FGD (Gibbs, 1997:2).

Melalui FGD, peneliti/fasilitator dapat dengan leluasa melakukan eksplorasi atas sistem nilai dan orientasi para partisipan terhadap isu-isu yang sedang diteliti. Sementara, pada sisi lain, di antara para partisipan sendiri juga dapat saling bertanya serta saling mengevaluasi pemahaman mereka masing-masing atas isu-isu yang sedang didiskusikan (Kitzinger, 1995).

Menurut Gibbs (1997:2) terdapat beberapa alasan FGD digunakan sebagai salah satu metode dalam pengumpulan data, dan dua di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, FGD merupakan teknik yang lebih handal untuk mendapatkan keragaman informasi tentang pandangan, penilaian, pengalaman, dan reaksi para narasumber atas isu-isu penelitian melalui dialog kelompok. Kedua, FGD memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi yang cukup komprehensif dalam waktu yang relatif singkat.

Dalam kaidah penelitian ilmiah, FGD termasuk dalam kategori teknik pengumpulan data kualitatif. Sebagai salah satu dari teknik pengumpulan data, FGD dapat berperan sebagai metode utama, atau bila mengaplikasikan lebih dari satu teknik pengumpulan data, FGD dapat berperan sebagai komplementer terhadap metode-metode lainnya.

Pilihan atas peran ini, apakah sebagai metode utama ataukah komplementer, sangat ditentukan oleh tujuan FGD itu sendiri. Bila tujuan utamanya untuk melakukan investigasi dan eksplorasi terhadap orientasi, pengalaman, dan sistem nilai dari para partisipan berkaitan dengan isu-isu penelitian, dalam hal ini FGD berfungsi sebagai metode utama. Namun, jika FGD bertujuan untuk melakukan verifikasi atas informasi yang telah dikoleksi melalui metode-metode pengumpulan data lainnya, peran FGD hanya sebagai komplementer (Barnett, 2008:1-2).

(12)

Mengingat proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lebih dari satu metode, maka peran FGD lebih berfungsi sebagai komplementer terhadap metode pengumpulan data melalui review media dan dokumen maupun wawancara mendalam.

Secara umum, tujuan utama dari penggunaan FGD adalah untuk menjaring data kualitatif berkaitan dengan aspek pendekatan gender dalam implementasi Kelurahan Siaga Kalibening.

Secara khusus, tujuan FGD dalam pengumpulan data penelitian ini adalah, pertama, untuk mendapatkan informasi tentang pendapat dan penilaian partisipan terhadap pelaksanaan program Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening serta keterlibatan dan peran perempuan dalam Kelurahan Siaga, serta informasi yang berkaitan dengan data-data sekunder yang telah berhasil dikumpulkan melalui review media dan dokumen.

Kedua, melakukan eksplorasi atas kasus-kasus yang memiliki tingkat relevansi tinggi terhadap peran perempuan dalam Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening. Ketiga, menggali informasi (data kualitatif) berkaitan dengan indikator-indikator Kelurahan Siaga di Kelurahan Kalibening yang belum didapatkan melalui review media dan review dokumen.

FGD dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perempuan dan kelompok laki-laki. Kelompok perempuan terdiri atas 8 orang kader. Kelompok laki-laki terdiri atas 8 orang, yaitu 3 orang kader laki-laki, 3 orang suami kader perempuan, dan 2 orang warga Kelurahan Kalibening yang bukan kader dan bukan suami kader. FGD kedua kelompok tersebut dilakukan pada hari yang berbeda. Selama FGD berlangsung, peneliti lebih banyak mendengar dan mengamati pembicaraan di antara peserta FGD dan sesekali menyampaikan pertanyaan.

(13)

Analisis Data

Analisis kualitatif berakar pada pendekatan fenomenologis yang sebenarnya lebih banyak memberikan kritisi pada pendekatan positivisme yang dianggap terlalu kaku. Hal tersebut disebabkan karena pendekatan fenomenologis lebih tepat digunakan untuk menguraikan persoalan subyek manusia yang umumnya memiliki nilai subyektifitas individual, memiliki emosi dan sebagainya. Dengan demikian maka analisis kualitatif cenderung menggunakan pendekatan logika induktif, di mana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan (Bungin, 2007:144). Strategi analisis kualitatif pada umumnya tidak digunakan sebagai alat pencari data dalam arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis proses sosial yang berlangsung dan makna yang tampak di permukaan tersebut. Dengan demikian maka analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses dan fakta, dan bukan sekadar untuk menjelaskan fakta tersebut.

Selanjutnya analisis penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Mengingat Kelurahan Siaga adalah media pemberdayaan masyarakat, maka sudah seharusnya di dalam Kelurahan Siaga juga terjadi pemberdayaan perempuan karena perempuan adalah bagian dari masyarakat. Hal ini berarti bahwa seharusnya terjadi relasi antara perempuan dan laki-laki dalam Kelurahan Siaga. Dari sudut pandang gender, analisis yang seharusnya digunakan dalam penelitian ini adalah analisis yang mampu membaca relasi antara perempuan dan laki-laki, bukan analisis yang hanya membaca apa yang diperoleh perempuan dan apa yang diperoleh laki-laki. Oleh karena itu, analisis deskriptif kualitatif dikombinasikan dengan teknik analisis data yang digunakan dalam kajian ini sebagai berikut.

1. Analisis Harvard untuk melihat bagaimana pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga maupun dalam mengikuti kegiatan Kelurahan Siaga.

(14)

2. Analisis Pemberdayaan Logwey dengan menggunakan lima dimensi Analisis Pemberdayaan yaitu Kesejahteraan, Akses, Kesadaran Kritis, Partisipasi, dan Kontrol. Dengan menggunakan Analisis Pemberdayaan Longwe dapat dianalisis sejauh mana pencapaian aspek pemberdayaan perempuan dalam mengikuti kegiatan Kelurahan Siaga pada kelima dimensi dan apakah hasilnya bersifat negatif, netral, atau positif. Artinya apakah program tersebut telah memperhatikan isu gender dan sejauh mana isu gender tersebut telah dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan maupun evaluasi program.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan apabila kita menilai alur rujukan sesuai tingkat wewenang pelayanannya berdasarkan Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit Berdasarkan Kewenangan Tingkat Pelayanan

Kalau dia melayani anggota lebih baik maka anggota juga akan melayani umat atau orang yang harus dilayani dengan lebih baik pula.. Dalam konteks kongregasi itu berarti

(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (5) tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan

Berdasarkan Sobar, nama “Kampung Gerabah” diperoleh dari pemerintah sehingga desa Anjun Gempol tersebut mulai dikenal dengan nama Kampung Gerabah, namun Kampung

Dikatakan baik apabila hitungan kesatu kaki kanan melangkah ke depan, hitungan ke dua kaki kiri melangkah ke depan, hitungan ke tiga kaki kanan melangkah ke depan kaki

Studi pendahuluan terdiri dari dua kegiatan, yaitu (1) studi pustaka; dan (2) kajian empiris karakter kepemimpinan siswa. Studi pustaka dilakukan untuk menelaah

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa karena penulis diberikan waktu, pikiran, kesehatan dan kekuatan mental sehingga penulis

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan Motivasi