• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI KAMPUNG PECINAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KELURAHAN PESAWAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI KAMPUNG PECINAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KELURAHAN PESAWAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 0853-xxxx print/ 2442-xxxx online © 20XX ITERA, ASPI dan IAP

POTENSI KAMPUNG PECINAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI KELURAHAN PESAWAHAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Lucy Krismenisia

Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Way Huwi, Kec. Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung

Email: lucy.krismenisia98@gmail.co.id

ABSTRAK: Kota Bandar Lampung memiliki beragam kebudayaan berupa adat istiadat dari suku asli Lampung, Jawa, Sunda, Bugis, Tionghoa dan lainnya serta peninggalan bersejarah yang berupa benda ataupun bangunan. Vihara Thay Hin Bio adalah tempat ibadah umat beragama Buddha tertua se-Provinsi Lampung yang merupakan peninggalan bersejarah etnis Tionghoa. Vihara ini terletak di Kelurahan Pesawahan yang sering disebut dengan Kampung Pecinan oleh masyarakat. Kampung Pecinan ini dapat dijadikan salah satu wisata budaya di Kota Bandar Lampung namun pemerintah belum menyatakan secara resmi tentang keberadaannya sebagai warisan budaya, sehingga dibutuhkan upaya pengembangan Kampung Pecinan sebagai daya tarik wisata budaya dengan melakukan identifikasi potensi Kampung Pecinan sebagai daya tarik wisata budaya di Kelurahan Pesawahan dengan menggunakan komponen penawaran pariwisata 4A menurut Cooper (1995) yaitu attraction, accessibility, amenity dan ancillary. Data yang dibutuhkan diperoleh melalui observasi, wawancara dan studi literatur. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dan skoring. Berdasarkan hasil studi literatur yang menyesuaikan kondisi wilayah studi terdapat 19 variabel penilaian dari komponen penawaran pariwisata 4A untuk melihat potensi Kampung Pecinan sebagai daya tarik wisata budaya di Kelurahan Pesawahan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, Kampung Pecinan di Kelurahan Pesawahan termasuk kedalam kelas berpotensi tinggi untuk dikembangkan menjadi wisata budaya di Kelurahan Pesawahan, Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung.

Kata Kunci : Kampung Pecinan, Wisata Budaya, Komponen Penawaran Pariwisata.

ABSTRACT: Bandar lampung City included a variety of cultures: tribal customs of Lampung, Javanese, Sundanese, Bugis, Chinese, etc. and a historical relic of both things or buildings. Thay Hin Bio temple is the oldest Buddhist worship in Lampung Province that has ethnic heritage. This temple is located in Pesawahan Village it's often called Chinatown by society. This Chinatown can be made one of the history towns in Lampung City, but the government hasn’t yet declared its existence as a historical heritage, so it takes Chinatown development efforts as a cultural tourist attraction by identifying Chinatown potential as a cultural tourist attraction in Pesawahan Village using tourism supply component 4A by Cooper (1995) that is attraction, accessibility, amenity and ancillary. The required data is obtained through observation, interviews and literature studies. While the method of analysis used is descriptive and scoring. Based on the results of literature studies that adjust the real conditions there are 19 assessment variables from tourism supply

(2)

104 Volume 0 Nomor 0 - Bulan 1111 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541- 2973

component 4A to see Chinatown's potential cultural tourist attraction in Pesawahan Village. Based on analysis on this research, Chinatown in Pesawahan Village include high potential classes to be developed into culture tourism in Pesawahan Village, South Teluk Betung District, Bandar Lampung City.

Keywords: Chinatown, Culture Tourism, Tourism Supply Component.

A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam budaya, suku bangsa, agama hingga aliran kepercayaan yang tersebar mulai dari Sabang hingga Merauke, dimana setiap suku bangsa masing-masing memiliki ciri khas atau karakteristik tersendiri baik dalam aspek sosial maupun budaya. Nilai budaya masyarakat Indonesia merupakan sebuah kekuatan yang dapat dimanfaatkan menjadi potensi adanya kegiatan pariwisata di wilayah Indonesia. Provinsi Lampung memiliki beragam kebudayaan berupa adat istiadat dari suku asli Lampung, Jawa, Sunda, Bugis, Tionghoa dan lainnya serta peninggalan bersejarah yang berupa benda ataupun bangunan. Salah satu bangunan peninggalan bersejarah yang dimaksud adalah Vihara Thay Hin Bio yang merupakan tempat ibadah umat Buddha tertua se-Provinsi Lampung dan cikal bakal dari peradaban etnis Tionghoa di Lampung yang didirikan sejak tahun 1850 setelah Gunung Krakatau meletus. Vihara ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung tahun 2011 – 2030 yang tertera dalam Perda Kota Bandar Lampung No. 10 tahun 2011.

Vihara ini terletak di Kelurahan Pesawahan Kota Bandar Lampung, dimana pada daerah tersebut dihuni mayoritas etnis Tionghoa sehingga sering disebut dengan Kampung Pecinan oleh masyarakat disekitarnya. Selain itu, lokasi Kampung Pecinan ini berdampingan dengan bangunan tua peninggalan zaman pemerintahan Belanda dan pusat oleh-oleh khas Lampung dimana karakter daerah pecinan pada umumnya adalah kawasan perdagangan akan mendorong adanya aktivitas perdagangan yang dapat menarik wisatawan berkunjung ke Kampung Pecinan sehingga dapat dijadikan salah satu wisata budaya di Kota Bandar Lampung. Namun pemerintah Kota Bandar Lampung belum menyatakan secara resmi tentang keberadaan Kampung Pecinan yang menjadi wisata budaya yang perlu dilestarikan. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Kampung Pecinan sebagai daya tarik wisata budaya di Kelurahan Pesawahan Kota Bandar Lampung dengan menggunakan komponen penawaran pariwisata menurut Cooper (1995) yaitu attraction, accessibility, amenity dan ancillary.

(3)

Volume 0 Nomor 0 - Bulan 0000 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 105 Sumber: hasil pengolahan ArcGIS, 2020

Gambar 1. Peta Kampung Pecinan Di Kelurahan Pesawahan Pariwisata

Pariwisata merupakan aktivitas, pelayanan dan produk hasil industri pariwisata yang mampu menciptakan pengalaman perjalanan bagi wisatawan. Kegiatan pariwisata dapat difokuskan menjadi tiga unsur yaitu pergerakan wisatawan, aktivitas masyarakat yang memfaslitasi pergerakan wisatawan, serta implikasi dari pergerakan wisatawan dan aktivitas masyarakat yang memfasilitasinya terhadap kehidupan masyarakat secara luas (Pitana dan Diarta, 2009). Menurut Pendit (1999) dalam Dermatoto (2008), pariwisata menurut motif wisatawan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu wisata budaya atau pusaka, wisata bahari, wisata cagar alam dan lainnya. Pariwisata budaya merupakan perjalanan seseorang berdasarkan keinginan seseorang untuk untuk melihat cara hidup dan budaya orang lain di belahan dunia. Jenis pariwisata ini menggunakan sumber daya budaya sebagai modal utama dalam atraksi wisatanya. Jenis pariwisata ini memberikan variasi yang luas menyangkut budaya mulai dari seni pertunjukan, seni rupa, festival, makanan tradisional, sejarah, pengalaman nostalgia serta cara hidup yang lainnya (Pitana dan Diarta, 2009).

Sedangkan Organisasi Wisata Dunia (WHO) mendefinisikan pariwisata pusaka sebagai kegiatan untuk menikmati sejarah, alam, peninggalan budaya manusia, kesenian, filosofi dan pranata dari suatu wilayah. Pariwisata pusaka merupakan sebuah kegiatan wisata untuk menikmati berbagai adat istiadat lokal, benda-benda cagar budaya dan alam beserta isinya pada suatu tempat yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman akan keanekaragaman budaya dan alam bagi pengunjungnya (Gunawijaya dan Cahyadi, 2009). Dalam UU No.11 tahun

(4)

106 Volume 0 Nomor 0 - Bulan 1111 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541- 2973 2011 tentang Cagar Budaya pasal 1, cagar budaya merupakan warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs serta kawasan cagar budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, serta kebudayaan melalui proses penetapan.

Komponen Penawaran Pariwisata

Menurut UU No.10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daerah tujuan wisata adalah kawasan geografis yang spesifik berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat kegiatan kepariwisataan dan dilengkapi dengan ketersediaan daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait. Komponen yang harus dimiliki oleh sebuah obyek wisata menurut Cooper et al., (1995: 81) dalam Setiawan (2015) terbagi menjadi 4 A yaitu:

a. Atraksi (attraction) merupakan komponen utama pariwisata untuk menarik wisatawan yang dapat berupa natural resources (alami), atraksi wisata budaya, atraksi buatan manusia. Dengan adanya atraksi akan menjadikan alasan serta motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu daya tarik wisata.

b. Aksesibilitas (accessibility) merupakan kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Jika suatu daerah memiliki potensi pariwisata, maka harus disediakan aksesibilitas yang memadai sehingga daerah tersebut dapat dikunjungi seperti jalan raya, pelabuhan, bandara dan lainnya.

c. Fasilitas pendukung (amenity) merupakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata.

d. Pelayanan tambahan (ancillary) merupakan hal-hal yang mendukung sebuah kepariwisataan seperti lembaga pengelolaan, tourist information, travel agent dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan.

Kampung Pecinan

Pada awal masa pemerintahan Belanda, kota dibangun dengan mengikuti pola pembagian wilayah pada zaman pra-kolonial seperti pembagian permukiman berdasarkan etnis seperti Pecinan untuk etnis Cina/Tionghoa, Pekojaan untuk kaum muslim dari Asia Selatan (Kampung Arab), Kampung Melayu untuk etnis Melayu dan kampung-kampung lainnya yang hingga saat ini masih banyak terdapat pada kota – kota di Indonesia (Lombard, 1990 dalam Fatimah, 2014). Kampung pecinan merupakan kawasan yang merujuk pada suatu bagian kota dimana penduduk, bentuk hunian, koridor jalan, tatanan sosial serta suasana lingkungannya memiliki ciri khas karena pertumbuhan bagian suatu kota berakar secara historis dari masyarakat berkebudayaan Tionghoa (Lilananda, 1998 dalam Fatimah, 2014).

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data yang digunakan berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan untuk memperoleh informasi yang diinginkan (Kasiram, 2008: 149 dalam Hidayat, 2012). Penelitian kuantitatif digunakan untuk memberikan nilai pada masing-masing kriteria dari

(5)

Volume 0 Nomor 0 - Bulan 0000 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 107 setiap variabel komponen penawaran pariwisata 4A yang telah dikumpulkan agar dari studi literatur sehingga dapat ditentukan besaran nilai dan peringkatnya dalam menjelaskan potensi Kampung Pecinan sebagai daya tarik wisata budaya di Teluk Betung Selatan. Adapun data yang dibutuhkan meliputi data primer dan data sekunder, data primer diperoleh melalui teknik observasi untuk melihat keberagaman atraksi yang tersedia, kondisi aksesibilitas untuk menuju lokasi Kampung Pecinan, ketersediaan fasilitas pendukung serta ketersediaan kelembagaan pendukung yang ada pada Kampung Pecinan di Kelurahan Pesawahan serta teknik wawancara yang diaukan kepada Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata Kota Bandar Lampung serta pengelola Viara Thay Hin Bio terkait dengan aksesibilitas dan pengelolaan wisata budaya di Kampung Pecinan. Hasil wawancara tersebut akan digunakan sebagai evaluasi untuk menentukan potensi wisata yang ada pada Kampung Pecinan.

Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan berupa peta yang diperoleh melalui citra Google Earth. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis skoring sesuai dengan komponen penawaran pariwista 4A yaitu attraction, accessibility,

ancillary, dan amenity menurut Cooper et al., (1995: 81) dalam Setiawan (2015)

yang menyesuaikan dengan keadaan eksisting wilayah studi. Pemberian nilai skor 1 sampai 3 pada masing-masing variabel bertujuan untuk membedakan pengaruh antara beberapa kriteria penilaian dari satu variabel yang digunakan (Dewi, 2004: 24-25 dalam Marjoko, 2010). Skor yang dihasilkan kemudian dijumlahkan untuk menentukan klasifikasi potensi daya tarik wisata beserta masing-masing interval sesuai dengan Metode Sturges dalam Thohar (2015) seperti berikut:

k = 1 + 3,3 Log n Ki = (a – b)/k Dimana:

k: jumlah kelas a: nilai skor tertinggi (n x nilai tertinggi) n: jumlah data b: nilai skor terendah (n x nilai terendah) Ki: kelas interval

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil studi literatur yang telah menyesuaikan kondisi eksisting wilayah studi terdapat 19 variabel penilaian dari komponen penawaran pariwisata 4A untuk melihat potensi Kampung Pecinan sebagai daya tarik wisata budaya di Kelurahan Pesawahan diperoleh hasil perhitungan yang seperti berikut:

n = 19

k = 1 + 3,3 Log 19 Ki = (19 x 3) – (19 x 1)/5

k = 5,2 (dibulatkan menjadi 5) Ki = 7,6 (dibulatkan menjadi 8) Setelah dilakukan perhitungan kelas interval maka dapat diperoleh 5 kelas potensi wisata dengan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 1. Pembagian Kelas Potensi Wisata Kelas Interval Potensi

1 51 – 58 Sangat Tinggi 2 43 – 50 Tinggi 3 35 – 42 Sedang 4 27 – 34 Rendah

(6)

108 Volume 0 Nomor 0 - Bulan 1111 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541- 2973

Kelas Interval Potensi 5 19 – 26 Sangat Rendah Sumber: hasil pengolahan, 2019

Setelah memperoleh besaran interval dan klasifikasi potensi wisata selanjutnya dilakukan pembobotan pada setiap kriteria masing-masing variabel dalam komponen penawaran pariwisata 4A menurut Cooper (1995: 81) dalam Setiawan (2015) sebagai berikut:

1. Atraksi (attraction)

Variabel pada komponen atraksi dapat dilihat dari tingkat keunikan dan nilai yang dimiliki serta jenis atraksi yang disuguhkan oleh DTW kepada wisatawan. Tingkat keunikan yang dimaksud adalah nilai dari kelangkaan wisata yang dapat ditemukan pada lokasi wisata yang terbagi menjadi 3 yaitu: lokal, regional, nasional dan internasional dengan asumsi penilaian jika semakin tinggi tingkat keunikannya maka akan semakin tinggi potensi kunjungan wisatawannya. Nilai DTW yang dimaksud adalah tujuan wisatawan berkunjung ke obyek wisata tersebut yang dapat berupa nilai rekreasi, pengetahuan, kepercayaan/religius serta kebudayaan, semakin banyak nilainya maka semakin berpotensi untuk dikunjungi wisatawan. Sedangkan jenis atraksi yang dimaksud adalah atraksi yang disuguhkan oleh DTW yang dapat berupa tradisi masyarakat, festival yang dilakukan, serta makanan yang ada pada DTW.

Tabel 2. Hasil Skoring Komponen Atraksi

No Variabel Kriteria Skor Hasil Skoring

1 Tingkat keunikan

Lokal 1

2

Regional 2

Nasional dan internasional 3

2

Nilai yang dimiliki

1 nilai objek wisata 1

3

2-3 nilai objek wisata 2

≥ 4 nilai objek wisata 3

3 Tradisi Keragaman tradisi 1 tradisi 1 2,25 2-3 tradisi 2 >3 tradisi 3 Frekuensi

Berulang setiap hari 1 1 kali dalam sebulan 2 1 kali dalam setahun 3

Waktu Setiap hari 1 2-7 hari 2 1 hari 3 Sifat Tertutup 1 Terbuka bersyarat 2 Terbuka 3 4 Festival Jumlah festival 1 festival 1 2,25 2-3 festival 2 >3 festival 3 Frekuensi

Berulang setiap hari 1 1 kali dalam sebulan 2 1 kali dalam setahun 3

(7)

Volume 0 Nomor 0 - Bulan 0000 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 109

No Variabel Kriteria Skor Hasil Skoring

Waktu Setiap hari 1 2-7 hari 2 1 hari 3 Sifat Tertutup 1 Terbuka bersyarat 2 Terbuka 3 5 Makanan Jumlah makanan 1 makanan 1 3 2-3 makanan 2 >3 makanan 3 Frekuensi

Berulang setiap hari 1 1 kali dalam sebulan 2 1 kali dalam setahun 3 Jenis a. Tradisional b. Nasional c. Internasional 1 jenis 1 2-3 jenis 2 >3 jenis 3 TOTAL 12,5 Sumber: hasil pengolahan, 2019

Kampung Pecinan di Kelurahan Pesawahan merupakan kawasan pecinan pertama kali dan tertua yang berada di Provinsi Lampung sehingga pada variabel tingkat keunikan memperoleh skor 2 yaitu pada tingkat provinsi, oleh karena itu skor untuk variabel nilai yang dimiliki sebesar 3 dimana terdapat nilai sejarah, budaya, pengetahuan serta religius yang cukup penting bagi peradaban etnis Tionghoa di Provinsi Lampung. Sedangkan atraksi yang disuguhkan oleh Kampung Pecinan terdiri dari tradisi dan festival yang dilakukan oleh vihara di Kampung Pecinan dengan kriteria penilaian berdasarkan jumlahnya frekuensi dan waktu penyelenggaraannya dan sifatnya. Tradisi yang dilakukan di vihara beragam jenisnya dan hanya dilakukan sekali dalam setahun dengan durasi waktu 2-3 hari, namun tradisi yang dilakukan bersiat tertutup karena hanya dilakukan oleh umat Buddha yang beribadah di vihara tersebut seperti tradisi pada perayaan Hari Trisuci Waisak. Sehingga untuk atraksi yang berupa tradisi memperoleh skor 2,25 dari total keseluruhan kriteria.

(8)

110 Volume 0 Nomor 0 - Bulan 1111 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541- 2973 Sumber: lampung.tribunnews.com, 2019

Gambar 2. Perayaan Hari Trisuci Waisak

Atraksi berupa festival yang dilakukan di Kampung Pecinan ini hanya pada saat menyambut Tahun Baru Imlek yang dilakukan setiap satu tahun sekali dengan durasi 2-3 hari saja dan festival ini bersifat terbuka dapat disaksikan oleh siapa pun yang berkunjung ke Kampung Pecinan saat Tahun Baru Imlek. Sehingga atraksi berupa festival memperoleh skor sebesar 2,25.

Sumber: dokumentasi observasi, 2020

Gambar 3. Penyambutan Tahun Baru Imlek

Sedangkan atraksi berupa makanan yang tersedia di Kampung Pecinan merupakan makan tradisional khas etnis Tionghoa yang hanya dapat ditemui pada saat perayaan hari-hari tertentu setiap tahunnya seperti kue tutun yang hanya akan ditemui pada saat perayaan Tahun Baru Imlek. Makanan tersebut juga menggunakan komposisi yang halal sehingga dapat dikonsumsi oleh semua orang sehingga atraksi berupa makan memperoleh skor 3.

(9)

Volume 0 Nomor 0 - Bulan 0000 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 111 Sumber: dokumentasi pribadi, 2020

Gambar 4. Kue Tutun atau Kue Keranjang

Secara keseluruhan penilaian variabel pada komponen atraksi wisata memperoleh skor sebesar 12,5.

2. Aksesibilitas (accessibility)

Kemudahan daya jangkau dan kualitas aksesibilitas merupakan faktor penting untuk menarik kunjungan wisatawan. Menurut Marjoko (2010), kriteria yang mempengaruhi aksesibilitas adalah jarak, jenis dan kondisi jalan, waktu tempuh serta ketersediaan angkutan umum untuk menuju DTW.

Tabel 3. Hasil Skoring Komponen Aksesibilitas

No Variabel Kriteria Skor Hasil Skoring

1 Jarak DTW dari jalan raya >15 km 1 3 5-15 km 2 <5 km 3 2 Jenis jalan Lingkungan 1 2 Lokal 2 Kolektor 3 3 Kondisi jalan Jalan setapak 1 3 Jalan berbatu 2 Jalan beraspal 3 4

Waktu tempuh dari pusat Kota Bandar Lampung > 1 jam 1 3 1-2 jam 2 < 1 jam 3 5

Jenis kendaraan umum a. Angkutan Kota b. Kendaraan Khusus c. Bus umum Tidak ada 1 2 1-3 jenis kendaraan 2 > 3 jenis kendaraan 3 6 Intensitas ketersediaan angkutan umum

Tidak ada angkutan

umum 1

3

Tidak tersedia secara

reguler 2

(10)

112 Volume 0 Nomor 0 - Bulan 1111 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541- 2973

No Variabel Kriteria Skor Hasil Skoring

TOTAL 16

Sumber: hasil pengolahan, 2019

Lokasi Kampung Pecinan cukup strategis berada pada pusat perdagangan dan jasa di Teluk Betung Selatan yang terhubung dengan jaringan jalan lokal beraspal yang hanya berjarak sekitar 10 m dari bangunan (≤ 15 km) sehingga untuk variabel jarak dan kondisi jalan diberikan skor 3 dan untuk jenis jalan diberikan skor 2. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Kampung Pecinan dari pusat Kota Bandar Lampung hanya berkisar 10 menit saja sehingga skornya 3. Selain itu, setiap hari secara reguler terdapat angkutan umum dan bus Trans Bandar Lampung yang melayani trayek Tanjung Karang-Sukaraja yang melewati Kampung Pecinan sehingga untuk jenis angkutan memiliki skor 2 dan intensitas ketersediaannya memiliki skor 3. Total keseluruhan skor pada komponen aksesibilitas adalah 16.

Sumber: dokumentasi observasi, 2020

Gambar 5. Kondisi Jalan Di Kampung Pecinan 3. Fasilitas Pendukung (amenity)

Fasilitas pendukung pada DTW berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan pokok bagi para wisatawan selama berkunjung ke DTW. Fasilitas pendukung berupa fasilitas tempat parkir, tempat ibadah, penginapan, tempat makan, dan pusat perbelanjaan.

Tabel 4. Hasil Skoring Komponen Fasilitas Pendukung

No Variabel Kriteria Skor Hasil Skoring

1 Tempat parkir Ketersediaan Tidak ada 1 2,5 Tersedia dengan

area yang sempit 2 Tersedia cukup luas 3

Jarak tempuh >500 m 1 100 – 500 m 2 < 100 m 3 2 Tempat ibadah Ketersediaan Tidak ada 1 2 Tersedia 1-3 unit 2 Tersedia >3 unit 3 Jarak tempuh >500 m 1 100 – 500 m 2 < 100 m 3

(11)

Volume 0 Nomor 0 - Bulan 0000 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 113

No Variabel Kriteria Skor Hasil Skoring

Tersedia 1-3 unit 2 Tersedia ≥ 4 unit 3 Jarak tempuh >500 m 1 100 – 500 m 2 < 100 m 3 4 Tempat makan Ketersediaan Tidak ada 1 2,6 Tersedia 1-3 unit 2 Tersedia ≥ 4 unit 3 Jenis makanan:  Tradisional  Nasional  Internasional 1 jenis 1 2-3 jenis 2 >3 jenis 3 Jarak tempuh ke pusat Kampung Pecinan >500 m 1 100 – 500 m 2 < 100 m 3 5 Pusat Perbelanjaan Ketersediaan Tidak ada 1 2,3 Tersedia 1-3 unit 2 Tersedia ≥ 4 unit 3 Jenis :  Warung  Toko  Minimarket Supermarket 1 jenis 1 2-4 jenis 2 ≥ 5 jenis 3 Jarak tempuh ke Pusat Kampung Pecinan >500 m 1 100 – 500 m 2 < 100 m 3 TOTAL 11,4 Sumber: hasil pengolahan, 2019

Lokasi Kampung Pecinan terhubung langsung dengan jalan raya dan tidak tersedia tempat parkir khusus bagi pengunjung Kampung Pecinan yang menggunakan kendaraan pribadi atau bus pariwisata sehingga hanya memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir (on street parking) dengan kapasitas yang terbatas dan terkadang menghambat lalu lintas pada kawasan ini. Namun, on street parking berjarak kurang dari 100 m memberi kemudahan bagi pengunjung untuk mencapai tempat tujuan. Oleh karena itu, fasilitas tempat parkir memperoleh skor 2,5. Tidak hanya kelenteng yang terdapat di Kampung Pecinan ini namun terdapat beberapa tempat ibadah dari agama lain yang berdampingan dalam satu kawasan seperti masjid dan gereja namun jaraknya dari Kampung Pecinan mencapai lebih dari 500 m sehingga fasilitas tempat ibadah memiliki skor 2.

Terdapat 3 fasilitas penginapan yang tersedia disekitar Kampung Pecinan yaitu Hotel Sriwijaya, Jazz Guest House, dan Hotel Yunna Lampung dan jaraknya hanya berkisar 100-500 m sehingga fasilitas penginapan memiliki skor 2. Pada Kampung Pecinan terdapat beberapa ruko yang dijadikan usaha tempat makan oleh pemiliknya. Jenis makanan yang dapat dijumpai bervariasi berupa makanan Indonesia pada umumnya dan Chinese food, jaraknya pun anya berkisar 100-500 m dari pusat Kampung Pecinan. Fasilitas tempat makan memperoleh skor 2,6. Selain itu, pada Kampung Pecinan ini terdapat pusat

(12)

114 Volume 0 Nomor 0 - Bulan 1111 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541- 2973 perbelanjaan yang dapat memenuhi kebutuhan pengunjung berupa kompleks pertokoan yang menjual berbagai macam kebutuan dan modern market, araknya cukup terjangkau hanya berkisar 100-500 m sehingga fasilitas pusat perbelanjaan memperoleh skor 2,3. Secara keseluruhan komponen fasilitas pendukung memperoleh skor sebesar 11,4.

Sumber: dokumentasi observasi, 2020

Gambar 6. On Street Parking Di Kampung pecinan

Sumber:hasil pengolahan ArcGIS, 2020

Gambar 7. Peta Persebaran Fasilitas Pendukung Di Kampung Pecinan 4. Kelembagaan (ancillary)

Kelembagaan sebagai penunjang kemudahan pengunjung dalam menikmati DTW. Kelembagaan yang dimaksud adalah pengelola DTW, komunitas, dan jasa perjalanan.

(13)

Volume 0 Nomor 0 - Bulan 0000 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541-2973 115

Tabel 5. Hasil Skoring Komponen Kelembagaan

No Variabel Kriteria Skor Hasil Skoring

1 Pengelola wisata

Tidak tersedia 1

1 Tersedia dari masyarakat 2

Tersedia dari pemerintah 3

2 Komunitas Tidak ada 1 2 Tersedia 1-3 komunitas 2 Tersedia ≥ 4 komunitas 3 3 Jasa Perjalanan Tidak ada 1 1 Tersedia 1-3 jasa 2 Tersedia ≥ 4 jasa 3 TOTAL 4

Sumber: hasil pengolahan, 2019

Kampung Pecinan sebagai kawasan cagar budaya memiliki nilai sejarah dan identitas tersendiri sehingga perlu dilestarikan, namun sampai saat ini Kampung Pecinan belum memiliki pengelola baik dari masyarakat didalamnya maupun dari Pemerintah Kota Bandar Lampung. Hanya saja terdapat kumpulan pemuda pemudi dari masing-masing vihara yang ada di Kampung Pecinan yang melestarikan nilai-nilai budaya di Kampung Pecinan. Selain itu, jasa perjalanan yang mempromosikan dan menawarkan paket perjalanan ke Kampung Pecinan ini juga belum tersedia. Sehingga skor yang diperoleh pada komponen kelembagaan ini hanya 4.

Tabel 6. Hasil Skoring Komponen Penawaran Pariwisata 4A No. Komponen Penawaran Pariwisata 4A Skor

1 Atraksi (attraction) 12,5

2 Aksesibilitas (accessibility) 16

3 Fasilitas Pendukung (amenity) 11,4

4 Kelembagaan Pendukung (ancillary) 4

TOTAL 43,9

Sumber: hasil pengolahan, 2019

Potensi Kampung Pecinan sebagai daya tarik wisata budaya di Keluraan Pesawahan, Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung diperoleh dengan melakukan skoring yang mempertimbangkan variabel dalam aspek penawaran pariwisata 4A yang telah disesuaikan dengan keadaan eksisting wilayah studi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada ketiga sasaran diperoleh hasil skor keseluruhan sebesar 43,9 dengan 19 variabel. Skor yang dihasilkan termasuk kedalam kelas 2 dengan interval antara 43 – 50 yang berarti bahwa Kampung Pecinan di Kelurahan Pesawahan memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan menjadi wisata budaya.

D. KESIMPULAN

Kampung Pecinan di Kelurahan Pesawahan, Kota Bandar Lampung memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan menjadi wisata budaya berdasarkan hasil analisis skoring menggunakan komponen penawaran pariwisata 4A menurut Cooper (1995) yaitu attraction, accessibility, amenity dan ancillary yang disesuaikan dengan keadaan eksisting wilayah studi.

(14)

116 Volume 0 Nomor 0 - Bulan 1111 - p ISSN 2301-878X - e ISSN 2541- 2973 Kampung Pecinan memiliki berbagai atraksi yang dapat menarik pengunjung berupa festival pada perayaan hari besar dan tradisi masyarakat Tionghoa, berbagai makanan khas etnis Tionghoa, serta terdapat landmark berupa vihara yang merupakan vihara tertua se-Provinsi Lampung yang memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Kampung Pecinan juga mudah dijangkau oleh pengunjung karena letaknya dekat dengan pusat Kota Bandar Lampung dan tersedia dua jenis angkutan umum yang trayeknya melewati Kampung Pecinan. Selain itu, pada Kampung Pecinan tersedia berbagai fasilitas pendukung seperti penginapan, tempat makan, pusat perbelanjaan, tempat ibadah yang letaknya berdekatan dan dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Namun Kampung Pecinan belum dikelola sebagai destinasi wisata baik dari masyarakat maupun Pemerintah Kota Bandar Lampung karena belum ada arahan dan program yang mengatur Kampung Pecinan dapat dikembangkan sebagai kawasan destinasi wisata budaya.

Daftar Pustaka

Dermatoto, Argyo. 2018. “Strategi Pengembangan Obyek Wisata Pedesaan Oleh Pelaku Wisata di Kabupaten Boyolali.” Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Fatimah, Titin. 2014. “Sejarah Kawasan Pecinan Pancoran – Glodok Dalam Konteks Lokalitas Kampung Kota Jakarta.” Diktat Seminar Nasional Universitas Sebelas Maret Surakarta, Arch Event 2014.

Gunawijaya, Jajang & Cahyadi R. 2009. Pariwisata Pusaka: Masa Depan Bagi

Kita, Alam dan Warisan Budaya Bersama. Jakarta: UNESCO.

Hidayat, Anwar. 2012. Pengertian dan Penjelasan Penelitian Kuantitatif –

Lengkap dalam

https://www.statistikian.com/2012/10/penelitian-kuantitatif.html diakses pada 5 November 2019.

Marjoko. 2010. “Analisis Potensi Dan Pengembangan Objek Wisata Air Umbul Ingas Di Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten Tahun 2008.” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta.

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 10 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2011 – 2030.

Pitana, I. G., & Diarta, I. S. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Setiawan, Ida B.D. 2015. “Identifikasi Potensi Wisata Beserta 4a (Attraction,

Amenity, Accessibility, Ancillary) Di Dusun Sumberwangi, Desa

Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali.” Skripsi, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Denpasar.

Thohar, Galuh Binatri. 2015. “Analisis Potensi Obyek Wisata Umbul Ngrancah Di Desa Udanwuh Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.” Skripsi, Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sukoharjo.

Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Gambar

Gambar 1. Peta Kampung Pecinan Di Kelurahan Pesawahan
Gambar 2. Perayaan Hari Trisuci Waisak
Gambar 4. Kue Tutun atau Kue Keranjang
Tabel 4. Hasil Skoring Komponen Fasilitas Pendukung
+2

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data yang lain adalah dengan studi kepustakaan, kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari dan data sekunder, dimana data primer didapatkan dari wawancara dengan pengunjung, unit usaha, tenaga kerja, dan

sudah dikompilasikan lebih dahulu pada instasi atau lembaga yang punya.. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari hasil observasi dan. wawancara dengan pengurus serta

Kelokalan Kampung Koanara meliputi hal fisik, yaitu; pola kampung tradisional dimana kanga sebagai pusat kampung sehingga semua bangunan berorientasi padanya,

Dalam pengumpulan data diperlukan alat yang tepat sesuai dengan permasalahan serta tujuan penelitian sehingga data yang diperlukan dapat diperoleh secara

Untuk mengetahui unsur – unsur pada faktor internal yang sangat penting dan strategis bagi pengembangan atraksi pengolahan rendang (marandang) sebagai daya tarik

Analisis data tentang pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) melalui Pelatihan Komputer dan Dana Bergulir diperoleh dari data hasil observasi yang

Sesuai dengan penelitian kualitatif dan jenis sumber data yang akan digunakan pada penelitian mengenai kearifan budaya lokal di Kampung Rama Dewa, maka teknik pengumpulan data yang