• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II. Saifudin Zukhri Stikes Muhamamdiyah Klaten INTISARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II. Saifudin Zukhri Stikes Muhamamdiyah Klaten INTISARI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II

Saifudin Zukhri Stikes Muhamamdiyah Klaten

INTISARI

Latar belakang : Peneltian telah membuktikan bahwa aktivitas dapat meningkatkan aliran darah ke jaringan pada orang normal. Namun demikian, apakah pengaruh yang sama bias ditimbulkan pada pasien yang mengalami gangguan peredaran darah tepi akibat diabetes mellitus masih perlu dibuktikan lagi. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki terhadap Ankle Brachial Index pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Metode penelitian : Jenis penelitian ini quasy experimental dengan desain penelitian one-group pre-post test with control design. Sampel penelitian ini adalah 40 pasien penderita diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Ngawen.. sampel dibabagi menjadi 2 kelompok, yaitu 20 kelompok eksperimen dan 20 kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa senam kaki DM selama 1bulan, dilakukan 2 hari sekali. Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI) dilakukan sebelum perlakuan dan satu hari setelah perlakuan terakhir . Untuk mengetahui perngaruh senam terhadap ABI digunakan Uji statistik T-test.

Hasil penelitian : Rrata-rata ABI kelomok eksperimen sebelum perlakuan adalah 0,800 dan menjadi 1,005 setelah perlakuan . Rata-rata ABI kelompok konrol pada saat pretest adalah 0,775 dan pada tahap postest menjadi 0,830, p value 0,000 (p < 0,05)

Kesimpulan : Senam kaki efektif dalam meningkatkan ABI yang berarti efektif dalam perbaikan sirkulasi darah pada kaki pasien diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Ngawen Kabupaten Klaten.

(2)

LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Chang, Daly, dan Eliot, 2010).

Menurut World Health Organization (WHO) dari 3,8 milyar penduduk dunia menderita Diabetes Melitus dan diperkirakan tahun 2010 menjadi 279,3 juta orang dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa, dan akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 366 juta jiwa.

Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO terdapat sedikitnya 171 juta orang mengalami Diabetes Melitus. Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar didunia dalam jumlah pasien Diabetes Melitus setelah India, China, dan Amerika Serikat. Diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia meningkat menjadi 21,3 juta (Depkes RI,2009).

Prevelansi penderita Diabetes Melitus di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 509.319 orang dan pada tahun 2013 menjadi 722.329 orang, peningkatan ini terjadi dengan bertambahnya umur, namun mulai umur lebih dari 65 tahun cenderung menurun (Riskesdas, 2013).

Data dari Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (DKKS) Kabupaten Klaten pada laporan tahunan tahun 2013, menunjukkan penderita Diabetes Melitus dikabupaten Klaten jumlah keseluruhan ada 13.349 penderita, 360 penderita Diabetes Melitus tergantung insulin dan 12.989 penderita Diabetes Melitus tidak tergantung insulin. Pada laporan tahunan 2014 jumlah penderita baru Diabetes Melitus jumlah keseluruhan ada 12.097 penderita Diabetes Melitus, 238 penderita Diabetes Melitus tergantung insulin, dan 11.859 penderita Diabetes Melitus tidak tergantung insulin yang kontrol rutin di Puskesmas wilayah Kabupaten Klaten (DKKS, 2015).

Berbagai gejala diabetes melitus jika tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi akut maupun kronik. Komplikasi dari diabetes melitus menurut Brunner and Suddarth (2002) komplikasi akut yaitu hipoglikemi, hiperglikemi, ketoasidosis, komahiperosmolar hiperglikemik nonketotik, dan infeksi.Komplikasi kronis yaitu makrovaskuler (jantung koroner, pembuluh darah otak dan vaskuler perifer), mikrovaskuler (neuropati diabetik, retinopati diabetik, dan nefropati diabetik).

Kaki diabetes adalah komplikasi kronis mikrovaskuler yang disebabkan karena neuropati diabetik dan merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti. Ada tiga alasan mengapa orang dengan diabetes mellitus lebih tinggi resikonya mengalami masalah kaki yaitu: sirkulasi darah dari kaki ketungkai yang menurun (gangguan pembuluh darah), berkurangnya perasaan pada kedua kaki (gangguan saraf), berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi (Misnadiarly, 2006).

PERKENI (2011), mengemukakan 4 pilar penatalaksanaan penyakit diabetes melitus yang meliputi edukasi, perencanaan makan, (diet) latihan jasmani (olahraga) dan terapi obat (insulin). Senam kaki diabetes melitus merupakan kegiatan atau latihan yang di lakukan oleh penderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki diabetes dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil

(3)

kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi (Widianti & Atikah, 2010).

Pengaruh aktifitas atau olah raga terhadap peredaran darah ke jaringan pada orang sehat telah banyak diteliti. Namun demikian bagaiman pengaruhnya pada penderita diabetes mellitus yang mengalami komplikasi kaki diabetic (diabetic foot) masih sedikit diteliti. Penelitian yang telah dilakukan oleh (Agustianingsih, 2013) tentang Pengaruh senam kaki diabetes terhadap sirkulasi darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di desa Leyangan kecamatan Ungaran Timur kabupaten Semarang menunjukkan gambaran sirkulasi darah kaki pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan senam kaki diabetes rata-rata sirkulasi darah kaki 0,5-0,8 menjadi 0,8-1,2. Terlihat peningkatan sirkulasi darah kaki dari terjadi insufisiensi arteri ringan menjadi sirkulasi arteri normal. Julian (2010) melakukan penelitian Pengaruh senam kaki terhadap peningkatan sirkulasi darah kaki pada pasien DM di RSUP Haji Adam Malik Medan yaitu rata-rata sirkulasi darah kaki sebelum dilakukan senam kaki 0,94 mmHg dan sesudah dilakukan senam kaki terjadi peningkatan sirkulasi darah kaki menjadi 1,90 mmHg.

Senam kaki diabetes merupakan salah satu jenis olah raga yang dianjurkan terutama untuk pasien ataupun penderita diabetes, senam kaki diabetes ini hendaknya dilakukan secara terukur, teratur, terkendali dan berkesinambungan. Frekuensi yang dianjurkan adalah 3-5 kali perminggu, dengan intensitas sebesar 40-70% ringan sampai sedang.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan maret 2015, didapatkan data dipuskesmas Ngawen pada tahun 2014 terdapat 262 penderita DM. Di Puskesmas Ngawen mempunyai program senam DM, namun program senam DM tersebut tidak berjalan secara optimal, karena ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya adalah rendahnya partisipasi masyarakat, kurangnya SDM dipuskesmas, beban kerja yang tinggi penanggung program. Hasil wawancara dengan 10 penderita DM yang berkunjung di Puskesmas Ngawen didapatkan 7 orang penderita yang belum pernah mengikuti senam DM, karena sibuk dengan pekerjaan, malas, cuaca panas, dan penyakit penyerta. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sirkulasi Darah Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngawen”.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Senam Kaki Terhadap Ankle Brachial Index (ABI) pada pasien Diabetes Melitus tipe II.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah quasy experimental dengan desain penelitian one-group pre-post test with control design. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ngawen, Klaten. Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Juli sampai dengan 28 Juli 2015.

(4)

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien penderita diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Ngawen selama tahun 2014 sebanyak 262 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling, dengan kriteria inklusi sebagi berikut ; penderita DM tipe II, berumur 40-60 tahun, kadar gula puasa antara 100-240 mg/dl dan bersedia menjadi responden. Berdasarkan perhitungan besar sampel, dibutuhkan 18 responden per kelompok. Perkiraan drop out 10% maka besar sampel penelitian yang akan dilakukan sebanyak 20 responden untuk masing-masing kelompok. Jadi jumlah keseluruhan sampel pada penelitian ini sebanyak 40 responden. Pembagian jumlah sampel kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan dengan teknik acak yaitu seluruh responden diberi urutan nomor kemudian responden dengan nomor urut angka ganjil dijadikan kelompok perlakuan sedangkan nomor urut angka genap dijadikan kelompok kontrol.

ABI (Ankle Brachial Index) diukur dengan cara menghitung rasio tekanan sistolik pada lengan (brachial). Rumus yang digunakan adala sebagai berikut

P

P

ABPI

1 1

Keterangan:

ABPI1 Index tekanan brachial pada, pergelangan kaki, normalnya 1,0 Pi = Tekanan tertinggi yang diperoleh dari pembuluh darah pergelangan kaki Pa = Tekanan tertinggi dari kedua tangan.

Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan uji independent sample t-test dan uji pairet sample t-test dengan nilai kemaknaan 0,05 dan interval kepercayaan 95% namun sebelumnya dilakukan uji normalitas menggunakan rumus uji Shapiro-Wilk.

HASIL

Tabel 1 Umur Responden

Kelompok Min Max X ± SD p valu e Eksperimen Kontrol 42 40 60 60 53,60 ± 5,500 49,15 ± 6,343 0,418

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata umur responden pada kelompok intervensi adalah 53,60 tahun dan kelompok kontrol adalah 49,15 tahun sedangkan p value 0,425 (p > 0,05) sehingga data bersifat homogen atau sejenis.

Tabel 2 Jenis Kelamin, pendidikan dan pekerjaan No Variabel Interven si Kontro l p valu e f % F %

(5)

1 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 9 11 45,0 55,0 8 12 40,0 60,0 0,555 2 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi 13 5 1 1 65,0 25,0 5,0 5,0 12 5 3 0 60,0 25,0 15,0 0,0 0,941 3 Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja 10 10 50,0 50,0 13 7 65,0 35,0 0,178 Jumlah 20 100 20 100

Berdasarkan jenis kelamin responden pada tabel 4.2 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden pada kelompok intervensi adalah laki-laki sebanyak 11 orang (55,0%) dan kelompok kontrol juga laki-laki yaitu sebanyak 12 orang (60,0%) sedangkan p value 0,555 (p > 0,05) sehingga data bersifat homogen atau sejenis.

Pendidikan responden kelompok intervensi maupun kontrol pada penelitian ini sebagian besar adalah SD yaitu sebanyak 13 orang (65,0%) dan 12 orang (60,0%) sedangkan p value 0,941 (p > 0,05) sehingga data bersifat homogen atau sejenis.

Responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebagian besar adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 10 orang (50,0%) dan 13 orang (65,0%) sedangkan p value 0,178 (p > 0,05) sehingga data bersifat homogen atau sejenis.

Tabel 3 Ankle Brachial Index (ABI) Sebelum dan Setelah Senam

Kelompok

N

Mean

SD

t hitung

p value

Sebelum Senam

Intervensi

Kontrol

20

20

0,800

0,775

0,973

0,1251

0,705

0,485

Setelah Senam

Intervensi

Kontrol

20

20

1,005

0,830

0,1356

0,1342

4,102

0,000

Tabel di atas diketahui bahwa sirkulasi darah pada kaki sebelum senam kaki pada kelompok eksperimen memiliki rata-rata sebesar 0,800 dan pada kelompok kontrol lebih rendah yaitu sebesar 0,775 sedangkan t test hitung diperoleh sebesar 0,705 dengan t tabel sebesar 1,680 (t hitung < t tabel), hasil p value diperoleh sebesar 0,485 (p > 0,05) hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan antara sirkulasi darah kaki sebelum senam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Sirkulasi darah pada kaki sesudah senam kaki pada kelompok eksperimen memiliki rata-rata sebesar 1,005 dan pada kelompok kontrol lebih tinggi yaitu sebesar 0,830 sedangkan t test hitung diperoleh sebesar 4,102 dengan t tabel sebesar 1,680 (t hitung > t tabel), hasil p value diperoleh

(6)

sebesar 0,000 (p < 0,05) hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan antara sirkulasi darah pada kaki sesudah senam kaki pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol..

Tabel 4. Ankle Brachial Index (ABI) responden kelompok intervensi dan kontrol

Kelompok

N

Mean

SD

t hitung

p

value

Intervensi

Pretest

Postest

20

20

0,800

1,005

0,0973

0,1356

11,105

0,000

Kontrol

Pretest

Postest

20

20

0,775

0,830

0,1251

0,1342

2,773

0,012

Tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok intervensi rata-rata sirkulasi darah kaki responden saat pretest adalah 0,800 dan pada tahap postest setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi 1,005 sedangkan t test hitung diperoleh sebesar 11,105 dan t tabel yang ditetapkan sebesar 1,729 (t hitung > t tabel), hasil p value diperoleh sebesar 0,000 (p < 0,05) hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan antara sirkulasi darah pada kaki responden kelompok intervensi sebelum dan sesudah senam.

Pada kelompok kontrol rata-rata sirkulasi darah kaki responden saat pretest adalah 0,775 dan pada tahap postest sedikit meningkat menjadi 0,830 sedangkan t test hitung diperoleh sebesar 2,773 dan t tabel yang ditetapkan sebesar 1,729 (t hitung > t tabel), hasil p value diperoleh sebesar 0,012 (p < 0,05) hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan antara sirkulasi darah pada kaki responden kelompok kontrol pretest dan postest.

Tabel 5 Pengaruh senam kaki terhadap Ankle Brachial Index (ABI) Kelompo k N Mean SD t hitung p value Intervensi Kontrol 20 20 0,205 0,055 0,826 0,887 4,807 0,000

Pada tabel di atas diketahui bahwa nilai rata-rata perbedaan sirkulasi darah kaki pada kelompok intervensi sebesar 0,205 sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-ratanya lebih rendah yaitu sebesar 0,055.

Hasil uji analisis t-test diperoleh nilai t hitung sebesar 4,807 dan t tabel sebesar 1,729 (t hitung > t tabel) sedangkan nilai p yang diperoleh adalah 0,000 berarti p < 0,05 sehingga menunjukkan adanya perbedaan sirkulasi darah kaki pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dan berarti bahwa senam kaki efektif terhadap perbaikan sirkulasi darah pada kaki pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Ngawen Kabupaten Klaten.

(7)

Berbagai gejala diabetes melitus jika tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi akut maupun kronik. Kaki diabetes adalah komplikasi kronis mikrovaskuler yang disebabkan karena neuropati diabetik dan merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti. Senam kaki diabetes merupakan salah satu jenis olah raga yang dianjurkan terutama untuk pasien ataupun penderita diabetes karena dapat memperlancar sirkulasi darah pada kaki pasien DM (Misnadiarly, 2006).

Sirkulasi darah dapat diukur dengan Ankle Brachial Index (ABI) yaitu tes non intensif yang cukup sederhana dengan mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik (brachial). Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan alat yang disebut Sphygmomanometer dan stethoscope. Pemeriksaan ABI dilakukan untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri yang menunjukkan kemungkinan adanya penyakit arteri perifer/ peripheral arterial disease (PAD) pada kaki. Selain itu ABI digunakan untuk melihat hasil dari suatu intervensi (pengobatan, program senam, angioplasty atau pembedahan). Normal sirkulasi darah pada kaki menurut Perkeni (2011) adalah ≥0,9 yang diperoleh dari rumus ABI sedangkan keadaan yang tidak normal dapat diperoleh bila nilai ABI <0,9 diindikasikan ada resiko tinggi luka di kaki, ABI >0,5 dan <0,9 pasien perlu perawatan tindak lanjut dan ABI <0,5 indikasi kaki sudah mengalami kaki nekrotik, gangren, ulkus, borok yang perlu penanganan multi disiplin ilmu yaitu dengan penanganan dokter ahli bedah.

Sirkulasi darah yang tidak lancar dapat berakibat terjadi berbagai penyakit kardiovaskuler seperti stroke dan jantung. Faktor-faktor resiko yang muncul akibat gangguan sirkulasi darah serangan jantung, riwayat tekanan darah tinggi, kadar kolestrol tinggi, kelebihan berat badan dan obesitas, serta riwayat diabetes. Faktor-faktor tersebut bisa dikendalikan dengan cara menjalankan pola hidup sehat serta mengontrol penyakit yang sudah ada, seperti mgengontrol tekanan darah tinggi, kolestrol tinggi dan diabetes melitus (Marganda, 2010). Menurut Misnadiarly (2006), cara mengatasi sirkulasi darah pada kaki yang tidak lancer yaitu dengan melakukan senam kaki.

Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Ngawen Klaten diperoleh bahwa rata-rata umur responden pada kelompok intervensi adalah 53,60 tahun dan kelompok kontrol adalah 49,15 tahun. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Endriyanto Eko, dkk (2012), bahwa responden dalam penelitiannya memiliki usia rata-rata diatas 51 tahun.

Pada usia ini seseorang telah mengalami proses penuaan dan memiliki resiko diabetes mellitus. Hal ini didukung oleh Soegondo (2007), dimana proses menua merupakan faktor resiko atau faktor pencetus diabetes mellitus. DM tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Prevalensi responden yang mempunyai riwayat DM cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan semakin lanjut usia maka pengeluaran insulin oleh pankreas juga semakin berkurang (Mihardja, 2009).

Berdasarkan jenis kelamin responden, diperoleh hasil bahwa pada kelompok intervensi adalah laki-laki sebanyak 11 orang (55,0%) dan kelompok kontrol juga laki-laki yaitu sebanyak 12 orang

(8)

(60,0%). Jenis kelamin laki-laki memiliki risiko diabetes meningkat lebih cepat. Para ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia (2007), mengungkap hal itu setelah mengamati 51.920 laki-laki dan 43.137 perempuan. Seluruhnya merupakan pengidap diabetes tipe II dan umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) di atas batas kegemukan atau overweight. Laki-laki terkena diabetes pada IMT rata-rata 31,83 kg/m2 sedangkan perempuan baru mengalaminya pada IMT 33,69 kg/m2. Perbedaan risiko ini dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki, penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas sentral yang lebih berisiko memicu gangguan metabolisme (Mihardja, 2009).

Perolehan hasil penelitian mengenai pendidikan responden sebagian besar pendidikan responden kelompok intervensi maupun kontrol pada penelitian ini adalah SD yaitu sebanyak 13 orang (65,0%) dan 12 orang (60,0%). Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku yang positif (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan yang tinggi pada responden dapat mempengaruhi pengetahuannya. Hal ini perlu mendapat perhatian karena pengetahuan dan kepatuhan penderita diabetes mellitus untuk berdiet, olahraga dan minum/injeksi obat diabetes harus ditingkatkan, misalnya melalui penyuluhan mengenai hal yang terjadi jika kadar gula darah tidak terkendali. Penelitian yang dilakukan Aliasgharzadeh et al, menunjukkan bahwa meningkatnya tingkat pendidikan seiring dengan meningkatnya kepatuhan dalam berdiet, berolahraga dan mengkonsumsi obat-obatan (Mihardja, 2009).

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 10 orang (50,0%) dan 13 orang (65,0%) sehingga aktivitas rutin responden dalam bekerja kurang. Hal ini berarti sebagian besar penderita DM bersifat kurang dalam menjalankan aktivitas fisik. Menurut Soegondo (2007), kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe II. Semakin jarang penderita DM melakukan aktivitas fisik maka gula yang dikonsumsi juga akan semakin lama terpakai, akibatnya prevalensi peningkatan kadar gula dalam darah juga akan semakin tinggi.

1. Perbedaan sirkulasi darah pada kaki pasien DM kelompok intervensi

Penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada kelompok intervensi rata-rata sirkulasi darah kaki responden saat pretest adalah 0,800 dan pada tahap postest setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi 1,005 sedangkan t test hitung diperoleh sebesar 11,105 dan t tabel yang ditetapkan sebesar 1,729 (t hitung > t tabel), hasil p value diperoleh sebesar 0,000 (p < 0,05) hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan antara sirkulasi darah pada kaki responden kelompok intervensi. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Endriyanto Eko, dkk (2012), juga menunjukkan hasil yang sama dimana tingkat sensitivitas kaki pada pasien DM antara sebelum dan setelah melakukan senam kaki dengan menggunakan koran menunjukkan peningkatan.

(9)

Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan antara sirkulasi darah kaki pada pasien DM antara sebelum dan sesudah melakukan senam kaki yang dilaksanakan selama 5 kali dalam waktu 1 minggu dengan durasi selama 10 menit. Hasil ini didukung oleh Soegondo (2013) dan Anggriyana dkk (2010), yang menyatakan bahwa senam kaki dapat dilakukan sebanyak 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 10-20 menit untuk memperbanyak/memperbaiki sirkulasi darah.

2. Perbedaan sirkulasi darah pada kaki pasien DM kelompok kontrol

Hasil pengukuran rata-rata sirkulasi darah kaki responden saat pretest adalah 0,775 dan pada tahap postest sedikit meningkat menjadi 0,830 sedangkan t test hitung diperoleh sebesar 2,773 dan t tabel yang ditetapkan sebesar 1,729 (t hitung > t tabel), hasil p value diperoleh sebesar 0,012 (p < 0,05) hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan antara sirkulasi darah pada kaki responden kelompok kontrol. Peningkatan sirkulasi darah pada kaki pada pasien DM tersebut dipengaruhi oleh banyak hal.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kelancaran sirkulasi darah pada kaki pada responden dikarenakan pola hidupnya yaitu dengan berhenti merokok, berusaha menghindari stress dan banyak istirahat. Marganda (2010), menjelaskan bahwa untuk menjaga sirkulasi darah supaya tetap lancar yaitu dengan pola hidup sehat, seperti rutin berolahraga, mengurang makanan berlemak, berhenti merokok, mengatasi stress dan cukup istirahat.

3. Pengaruh Senam Kaki terhadap Sirkulasi Darah Pada Kaki Pasien Diabetes Melitus Tipe II Hasil penelitian diperoleh bahwa perbedaan rata-rata sirkulasi darah kaki pada responden yang diberi intervensi senam kaki adalah 0,205 sedangkan pada responden kelompok kontrol yang tidak diberi intervensi senam kaki perbedaan rata-rata sirkulasi darah responden lebih rendah yaitu sebesar 0,055. Hasil analisis bivariat diketahui nilai t hitung sebesar 4,807 dan t tabel sebesar 1,729 sehingga t hitung > t tabel sedangkan nilai p yang diperoleh adalah 0,000 berarti p < 0,05 sehingga menunjukkan adanya perbedaan sirkulasi darah kaki pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dan berarti bahwa Senam kaki efektif terhadap perbaikan sirkulasi darah pada kaki pasien diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Ngawen Kabupaten Klaten.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Endriyanto Eko, dkk (2012), tentang “Efektifitas Senam Kaki Diabetes Mellitus Dengan Koran Terhadap Tingkat Sensivitas Kaki Pada Pasien DM di wilayah kerja RSUD Arifin Ahmad”. Pada penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ada pengaruh latihan fisik senam aerobik terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di Wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga (p=0,001) dengan penurunan rata-rata sebesar 30,14 mg%.

Senam kaki diabetes merupakan salah satu jenis olah raga yang dianjurkan terutama untuk pasien ataupun penderita diabetes. Pengaruh tersebut didukung oleh penelitian Agustianingsih (2013), dengan hasil bahwa sirkulasi darah kaki pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan senam kaki diabetes rata-rata sirkulasi darah kaki meningkat dari 0,5-0,8 menjadi 0,8-1,2. Hasil

(10)

tersebut terlihat peningkatan sirkulasi darah kaki dari terjadi insufisiensi arteri ringan menjadi sirkulasi arteri normal. Penelitian Julian (2010), juga menunjukkan hasil rata-rata sirkulasi darah kaki sebelum dilakukan senam kaki 0,94 detik dan sesudah dilakukan senam kaki terjadi peningkatan sirkulasi darah kaki menjadi 1,90 detik.

Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Pelaksanaan senam kaki pada pasien diabetes mellitus akan terjadi pergerakan tungkai yang mengakibatkan menegangnya otot-otot tungkai dan menekan vena disekitar otot tersebut sehingga akan mendorong darah kearah jantung dan tekanan vena akan menurun. Mekanisme ini akan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki dan memperbaiki sirkulasi darah (Anggriyana dkk, 2010).

Senam kaki terbukti dapat mempengaruhi sirkulasi darah pada pasien diabetes mellitus. Adanya pengaruh tersebut didukung pula oleh teori Baradero (2009), yang menjelaskan bahwa cara untuk mempertahankan sirkulasi yang baik bagi pasien diabetes melitus dapat dilakukan dengan olahraga karena olahraga adalah sensitizer yang luar biasa untuk insulin dan dapat meningkatkan ambilan glukosa kedalam sel otot skeletal.

KESIMPULAN

Senam kaki pada penderita DM dapat meningkatkan Ancle Brachial Index , yang dapat diartian juga bahwa

senam kaki efektif terhadap perbaikan sirkulasi darah pada kaki pasien diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Ngawen Kabupaten Klaten.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, WN. 2012. Konseling Pencegahan dan Penatalaksanaan Penderita Diabetes Mellitus. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2831/Winarsih%20Nur%20A.pdf? sequence=1. Diakses pada tanggal 22 Maret 2015.

Depkes RI. (2012). Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes mellitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. 2014 Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.

Klaten: Dinkes Klaten

Dinkes Jateng. 2013.Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Jawa Tengah. Dinkes Jateng

DKKDS.2015 Laporan tahunan tahun 2013 Data Dinas kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (DKKDS). Kabupaten Klaten

(11)

Hasana, N U. 2009. Expressed Emutiuii Keluarga Dan Kdntrdl Glukdsa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus. Fakultas Psikologi UGM: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Hidayat, A A. 2009. Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta

Karawaji,R. B. S (2013). Hubungan Peran Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah kerja Purwokerto Utara II.skripsi. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman

Machfoed, Ircham. 2010. Metodelogi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Fitramaya Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mangajar

dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Murwani dan Afifin (2007). Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan Peran Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan DM di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal Kesehatan

Noerhayati, T (2014. Hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran. Jurnal Kesehatan

Notoatmodjo, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatana. Jakarta: Rieneka Cipta Notoatmodjo, (2007). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo,Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan, Teori Dan Aplikasi. Jakarta Riena Cipta. Notoatmodjo,Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan, Teori Dan Aplikasi. Jakarta Riena Cipta.

Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keparawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2011. Konsep Dan Penarapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

PERKENI. (2006). Pengelola Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni.

Perkumpulan Endokrin Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.

Rahmat WP (2010). pengaruh konseling terhadap penurunan kecemasan dan peningkatan kualitas hidup pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan

Saryono, 2008. Metodelogi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika

Semesta. 2013. Dunia Keperawatan.http://semestaperawat.com/2010_06_01_archive.html. Diakses tanggal 12 Februari 2015.

(12)

Setiadi, 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu

Smeltzer & Bare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth vol. 1. Jakarta: EGC

Soegondo, Sidartawan. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI

Sugiyono, 2012. Statistika Untuk Penelitian (Edisi Revisi). Bandung: CV Alfa Beta Suprajitno, 2007. Keperawatan Keluarga. Jakarta, EGC.

Sutandi, A.,2012, DSME sebagai metode Alternatif Dalam Perawatan Mandiri Pasien Diabetes Melitus di Dalam Keluarga, Volume29, Jakarta

Syah, S. 2011. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Vita Y. 2006. Diabetes: Informasi lengkap Untuk Penderita dan Keluarganya. Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama.

WHO. (2013). Global Strategy on Diet, Phsical Aktivity and Helath.Available from http://www.who.int

World Health Organitation. 2008. Noncommunicable Disease Country Profiles.

http://apps.who.int/medicinedocs/documents/s2158en/s2158en.pdf [Diakses tanggal 21 maret 2015 Jam 21.31]

Gambar

Tabel 1 Umur Responden
Tabel di atas diketahui bahwa sirkulasi darah pada kaki sebelum senam kaki pada kelompok eksperimen memiliki rata-rata sebesar 0,800 dan pada kelompok kontrol lebih rendah yaitu sebesar 0,775 sedangkan t test hitung diperoleh sebesar 0,705 dengan t tabel s
Tabel 4.  Ankle Brachial Index (ABI) responden kelompok intervensi dan kontrol

Referensi

Dokumen terkait

peningkatan output melalui penambahan input yang akan menghasilkan penambahan output lebih besar dari pada penambahan inputnya, maka strategi untuk mencapai

Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah enerangan jalan umum konvensional merupakan langkah yang kurang tepat untuk diterapkan di Universitas Pakuan Bogor,

mahasiswa dan bahkan pelajar. Dalam kaitan dengan semakin banyaknya kelompok muda yang terlibat dalam jejaring terorisme, terlihat semakin jelas bahwa perguruan tinggi dan

Misalnya dalam perkara “Tancho” yang terkenal, kita saksikan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia, karena dianggap sebagai telah bertindak tidak dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengujian skrining fitokimia infusa daun belimbing wuluh dengan suhu 55 0 C, 60 0 C, 65 0 C, senyawa yang terkandung

Pengertian belajar secara umum adalah perubahan pada diri orang yang belajar karena pengalaman dengan serangkai kegiatan. Misalkan dengan membaca, mengamati, mendengarkan,

Warga desa Medali identik dengan warga pertanian yang me miliki pendidikan rendah hingga sedang dan juga skill yang rendah, warga desa Medali hanya mela kukan konflik yang

Pada kegiatan keagamaan tersebut peran remaja masjid sangat di himbau oleh para takmir masjid dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan yang berbasis pluralisme.