• Tidak ada hasil yang ditemukan

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

U IVERSITAS I DO ESIA

LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BI A PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JE DERAL BI A KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA

KEME TERIA KESEHATA REPUBLIK I DO ESIA PERIODE 7 JA UARI – 18 JA UARI 2013

LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

APRILYA TRI SUSA TI, S.Farm. 1206312851

A GKATA LXXVI

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JU I 2013

(2)

U IVERSITAS I DO ESIA

LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BI A PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JE DERAL BI A KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA

KEME TERIA KESEHATA REPUBLIK I DO ESIA PERIODE 7 JA UARI – 18 JA UARI 2013

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

APRILYA TRI SUSA TI, S.Farm. 1206312851

A GKATA LXXVI

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JU I 2013

(3)
(4)

Bismillahirrahmannirrahim. Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Ta'ala karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 7 sampai 18 Januari 2013. Terselesaikannya laporan ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih setulus hati kepada: 1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan RI;

2. Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Biomed selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian;

3. Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si selaku Kasubdit Produksi Kosmetika dan Makanan dan Pembimbing beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis untuk mengenal direktorat ini;

4. Dra. Nadirah Rahim, Apt., M.Kes selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis;

5. Drs. Riza Sultoni, Apt., MM selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus berserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis;

6. Dita Novianti SA., S.Si, Apt., MM selaku Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis;

7. Dr. Hayun, Apt., M.Si. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 8. Dr. Harmita, Apt selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.;

9. Prof. Dr. Endang Hanani, MS., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini;

(5)

10. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Repulik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA;

11. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis;

12. Ibu dan Bapak tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian, kesabaran, semanga,doa, dan dukungan baik moral maupun materiil selama penulis menyelesaikan laporan PKPA ini;

13. Kakak, adik, dan seluruh keluarga yang amat saya sayangi atas semua segala kasih sayang, perhatian, dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya;

14. Teman-teman yang senantiasa memberikan semangat dan perhatian, Dewi Murni, Rahmi Ramdanis, Suci Trisnaeni, Elsa Utami Putri, dan Mamik Yuniarsih.

15. Seluruh teman-teman Apoteker Angkatan 76 atas dukungan dan kerja samanya;

16. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini.

Untuk kesempurnaan laporan ini dikemudian hari, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kepentingan dunia pendidikan, khususnya farmasi.

Penulis

Januari 2013

(6)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama

: Aprilya Tri Susanti

NPM

: 1206312851

Program Studi

: Apoteker

Fakultas

: Farmasi

Jenis karya

: Karya Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (

Non-exclusive Royalty Free Right

) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7

– 18 Januari 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif

ini

Universitas

Indonesia

berhak

menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 5 Juli 2013

Yang menyatakan

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1. PE DAHULUA ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB 2. TI JAUA UMUM ... 3

2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan ... 3

2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ... 8

BAB 3. TI JAUA KHUSUS DIREKTORAT BI A PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA ... ... 15

3.1 Tugas Pokok dan Fungsi ... 15

3.2 Visi, Misi, dan Strategi ... 15

3.3 Struktur Organisasi ... 16

3.4 Tinjauan Subdirektorat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ... 17

BAB 4. PELAKSA AA DA PE GAMATA ... ... 23

BAB 5. PEMBAHASA ... 29

5.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional ... 30

5.2 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan ... 32

5.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus ... 34

5.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ... 36

BAB 6. KESIMPULA DA SARA ... ... 38

6.1 Kesimpulan ... 38

6.2 Saran ... 38

(8)

Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 41 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan. ... 42 Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

(9)

1 Universitas Indonesia BAB I

PE DAHULUA

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Presiden RI, 2009a). Definisi kesehatan berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara.

Kementerian Kesehatan RI sebagai kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan memiliki peran penting dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Kementerian ini membawahi beberapa direktorat jenderal. Salah satu yang berkaitan erat dengan dunia farmasi adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat jenderal ini mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Menteri Kesehatan RI, 2010a).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki rencana strategis untuk peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan, 2011a). Oleh karena itu, Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kesehatan, Kementerian

(10)

Kesehatan RI perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai peranan apoteker dalam dunia kerja di lingkungan pemerintahan.

1.2 Tujuan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian bertujuan agar para calon apoteker :

a. Memahami kerja dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI;

b. Memahami peranan apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

(11)

3 Universitas Indonesia BAB 2

TI JAUA UMUM

2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan menyatakan “Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan”.

2.1.1 Institusi Tempat PKPA

Praktik kerja profesi apoteker dilaksanakan di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang terletak di Jalan H.R. Rasuna Said Blok X 5 Kav. 4-9 Jakarta 12950.

2.1.2 Visi dan Misi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki visi yaitu “Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”. Sedangkan misi yang ditetapkan Kementerian Kesehatan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2012):

a. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani;

b. melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan;

c. menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; d. menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

2.1.3 Strategi

Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, maka Kementerian Kesehatan merumuskan strategi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2012):

(12)

a. meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global; b. meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan

berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif;

c. meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional;

d. meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu;

e. meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan;

f. meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab.

2.1.4 Nilai

Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi niali-nilai yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, bersih (Kementerian Kesehatan RI, 2011a):

a. Pro Rakyat

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi.

b. Inklusif

Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi

(13)

5

Universitas Indonesia profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput.

c. Responsif

Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.

d. Efektif

Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.

e. Bersih

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.

2.1.5 Tugas Pokok

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas “menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara”.

2.1.6 Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan RI, 2010a):

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kementerian Kesehatan;

c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan; d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Kesehatan di daerah; dan

(14)

2.1.7 Kewenangan

Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan (Kementerian Kesehatan RI, 2012):

a. penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro;

b. penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan;

c. penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan;

d. penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;

e. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan;

f. pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kesehatan;

g. penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan;

h. penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan;

i. penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan; j. penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan; k. penyelesaian perselisihan antar provinsi di bidang kesehatan;

l. penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak;

m. penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; n. penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; o. penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;

p. penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan;

q. penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi;

(15)

7

Universitas Indonesia s. surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan

wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa;

t. penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional);

u. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :

a) penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu;

b) pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.

2.1.8 Susunan Organisasi Kementerian Kesehatan

Kementerian Kesehatan terdiri atas (Menteri Kesehatan RI, 2010a): a. Sekretariat Jenderal;

b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan;

c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;

e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat Jenderal;

g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;

h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;

j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;

l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal;

n. Pusat Data dan Informasi; o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;

p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; r. Pusat Komunikasi Publik;

s. Pusat Promosi Kesehatan;

t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan u. Pusat Kesehatan Haji.

(16)

Adapun bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan terlampir pada Lampiran 1.

2.2 Tinjauan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 525, “Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal”.

2.2.1 Tugas

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas meningkatkan keamanan dan kemanfaatan penggunaan obat, meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan obat esensial, melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan sebagai penjabaran dari berbagai undang-undang di bidang kesehatan. Kemudian Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengalami perubahan nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Perubahan tersebut memperluas ruang lingkup kewenangan, tugas pokok dan fungsi, tidak hanya pelayanan kefarmasian namun lebih luas pada pembinaan seluruh aspek kefarmasian dalam upaya membuat rakyat sehat (Kementerian Kesehatan RI, 2011b).

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Menteri Kesehatan RI, 2010a).

(17)

9

Universitas Indonesia 2.2.2 Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Permenkes RI Nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 526, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan

kefarmasian dan alat kesehatan;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

2.2.3 Sasaran dan Kebijakan

Sasaran hasil dari Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan indikator programnya yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% di tahun 2014. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan yang meliputi peningkatan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar, peningkatan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peningkatan penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas, peningkatan produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian, peningkatan kualitas produksi dan distribusi kefarmasian dan peningkatan produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. Dalam upaya peningkatan program tersebut diperlukan dukungan manajemen dalam pelaksanaan tugas teknis pada program kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011a).

(18)

2.2.4 Susunan Organisasi

Bagan struktur Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas (Menteri Kesehatan RI, 2010a)

2.2.4.1 Sekretariat Direktorat Jenderal a. Tugas dan Fungsi

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:

a) koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran; b) pengelolaan data dan informasi;

c) penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat;

d) pengelolaan urusan keuangan;

e) pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan; dan

f) evaluasi dan penyusunan laporan b. Struktur Organisasi

Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a) Bagian Program dan Informasi;

b) Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c) Bagian Keuangan;

d) Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e) Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.4.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Tugas dan Fungsi

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam

(19)

11

Universitas Indonesia melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

b) pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

d) penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

e) evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan

f) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat b. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a) Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;

b) Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c) Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

d) Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

e) Subbagian Tata Usaha; dan f) Kelompok Jabatan Fungsional.

(20)

2.2.4.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; a. Tugas dan Fungsi

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:

a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;

b) pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;

c) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;

d) pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;

e) pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; dan

f) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. b. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a) Subdirektorat Standardisasi;

b) Subdirektorat Farmasi Komunitas; c) Subdirektorat Farmasi Klinik;

d) Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e) Subbagian Tata Usaha; dan

(21)

13

Universitas Indonesia 2.2.4.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

a. Tugas dan Fungsi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

b) pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

c) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

d) penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

e) evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan

f) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. b. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a) Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;

b) Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

c) Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

d) Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e) Subbagian Tata Usaha; dan

(22)

f) Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.4.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. a. Tugas dan Fungsi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian menyelenggarakan fungsi :

a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

b) pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

produksi dan distribusi kefarmasian;

d) penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

e) pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

f) pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

b. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas : a) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;

c) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus;

d) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e) Subbagian Tata Usaha; dan

(23)

15 Universitas Indonesia BAB 3

TI JAUA KHUSUS DIREKTORAT BI A PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA

3.1 Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 608, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Berdasarkan Pasal 609, dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

d. penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

e. pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

f. pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

3.2 Visi, Misi, dan Strategi

Visi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ialah “Industri Farmasi dan Makanan yang Memenuhi Syarat dan Mampu Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri serta Bersaing di Era Globalisasi”. Misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ialah (Kementerian Kesehatan RI, 2011b):

a. menciptakan iklim industri yang kondusif melalui penyusunan regulasi, standar, dan pedoman yang dapat mengakomodir pengembangan di bidang farmasi dan makanan;

(24)

b. melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan;

c. melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan makanan; d. menciptakan kemandirian di bidang kefarmasian.

Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ialah (Kementerian Kesehatan RI, 2011a):

a. menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan;

b. melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu; c. meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional; d. membentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya.

3.3 Struktur Organisasi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dipimpin oleh seorang direktur yang membawahi (Menteri Kesehatan RI, 2010a):

1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, yang terdiri atas:

a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi.

2. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan, yang terdiri atas : a. Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika dan Makanan.

b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika.

3. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus, yang terdiri atas:

a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus.

4. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat, yang terdiri atas: a. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat.

b. Seksi Kerjasama. 5. Subbagian Tata Usaha.

(25)

17

Universitas Indonesia Bagan struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.4 Tinjauan Subdirektorat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

3.4.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional (Menteri Kesehatan RI, 2010a)

3.4.1.1 Tugas Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 611, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

3.4.1.2 Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 611, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional menyelenggarakan fungsi:

a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional;

b. penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional;

c. pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional;

d. penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional; dan

e. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

(26)

3.4.1.3 Tugas setiap Seksi dalam Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional

a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi

Tugas Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi

Tugas Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi adalah melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

3.4.2 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Menteri Kesehatan RI, 2010a)

3.4.2.1 Tugas Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 615, Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan.

3.4.2.2 Fungsi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615, Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi

kosmetika dan makanan;

b. penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kosmetika dan makanan;

(27)

19

Universitas Indonesia d. penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi

kosmetika dan makanan; dan

e. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidnag produksi kosmetika dan makanan.

3.4.2.3 Tugas setiap Seksi dalam Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas:

a. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan

Tugas Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan. b. Seksi Peizinan Sarana Produksi Kosmetika

Tugas Seksi Peizinan Sarana Produksi Kosmetika adalah melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi kosmetika.

3.4.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (Menteri Kesehatan RI, 2010a)

3.4.3.1 Tugas Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 619, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus.

(28)

3.4.3.2 Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 619, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus menyelenggarakan fungsi:

a. penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan; b. penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan

pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan;

c. pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan;

d. penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan; dan

e. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan.

3.4.3.3 Tugas setiap Seksi dalam Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus

a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

Tugas Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.

b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus

Tugas Seksi Sediaan Farmasi Khusus adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus dan makanan.

(29)

21

Universitas Indonesia 3.4.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Menteri Kesehatan

RI, 2010a)

3.4.4.1 Tugas Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 623, Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.

3.4.4.2 Fungsi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 623, Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemandirian

obat dan bahan baku obat;

b. penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat;

c. penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat;

d. penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat; dan

e. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang kemandirian obat dan bahan baku obat.

3.4.4.3 Tugas setiap Seksi dalam Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat

a. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat

Tugas Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan,

(30)

evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.

b. Seksi Kerjasama

Tugas Seksi Kerjasama adalah melakukan penyiapan bahan koordinasi, pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.

(31)

23 Universitas Indonesia BAB 4

PELAKSA AA DA PE GAMATA

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) mahasiswa Apoteker UI angkatan LXXVI yang dilaksanakan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dibagi menjadi dua periode. PKPA periode pertama dilaksanakan pada tanggal 7-18 Januari 2013. Pada hari pertama, kegiatan PKPA dimulai dari pukul 10.00 hingga pukul 16.00 WIB dan pada hari-hari selanjutnya, jam dimulainya kegiatan disesuaikan dengan jam kerja di masing-masing direktorat yang ditempati. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian berlangsung dari pukul 07.30 hingga pukul 16.00 WIB. Paparan mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

Tanggal Kegiatan

Senin, 7 Januari 2013 1. Penerimaan mahasiswa PKPA UI di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia oleh Bapak Kamit Waluyo, SH, MM. Kegiatan dilakukan di Ruang 805, yaitu Ruang Rapat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

2. Perkenalan antara pihak peserta PKPA Apoteker UI dengan pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

3. Pengenalan mengenai Kementerian Kesehatan, meliputi dasar hukum, visi dan misi, nilai-nilai, fungsi, dan struktur organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

(32)

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kemudian, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai struktur organisasi serta tugas dan fungsi dari sekretariat dan keempat Direktorat di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

5. Perkenalan kepada perwakilan dari keempat direktorat yang ada di bawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

6. Pembagian peserta PKPA ke dalam empat kelompok sesuai penempatannya di masing-masing Direktorat. Kelompok yang ditempatkan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian diarahkan dan dibimbing oleh Kepala Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan, yaitu Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. 7. Penjelasan mengenai peraturan pelaksanaan PKPA

di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, dilanjutkan dengan penjelasan umum mengenai keempat Subdirektorat dan Subbagian Tata Usaha yang ada di bawah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian oleh Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si.

8. Penjelasan mengenai Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan, meliputi peraturan yang terkait dengan produksi kosmetika dan makanan dan diskusi mengenai informasi di bidang kosmetika dan makanan, kesehatan, dan

(33)

25

Universitas Indonesia kefarmasian bersama Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si.

9. Pemberian tugas harian oleh Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. untuk mencari bahan mengenai topik-topik kefarmasian.

10. Pemberian tugas umum.

11. Perkenalan dan penjelasan mengenai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus, meliputi pembagian seksi di dalam Subdirektorat tersebut, kebijakan mengenai perizinan produksi dan distribusi, dan tugas dari Subdirektorat Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus oleh Bapak Drs. Riza Sultoni, Apt., MM selaku Kepala Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus.

12. Perkenalan dengan Kepala Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, yaitu Ibu Dra. Nadira Rahim, Apt., M.Kes. dan Kepala Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, yaitu Ibu Ikka Tjahyaningrum, S.Si., Apt.

Selasa, 8 Januari 2013 1. Penjelasan mengenai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional oleh Ibu Ikka Tjahyaningrum, S.Si., Apt. Penjelasan yang diberikan meliputi kebijakan mengenai perizinan produksi dan distribusi obat dan obat tradisional, serta tugas dari masing-masing seksi yang ada di bawah Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.

(34)

Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si dan pemberian tugas untuk mencari bahan mengenai topik-topik kefarmasian lainnya.

3. Penjelasan mengenai Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat oleh Ibu Dra. Rostilawati R, Apt. selaku Kepala Seksi Kerjasama Produksi dan Distribusi. Penjelasan yang diberikan meliputi pembagian seksi di dalam Subdirektorat tersebut, serta tugas umum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan kendala-kendala yang masih dihadapi dalam hal kemandirian obat dan bahan baku obat.

4. Pencarian bahan untuk pembuatan tugas umum. 5. Pembagian tugas khusus dari masing-masing

subdirektorat, yaitu sebagai berikut:

a. Dari Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional (dikerjakan oleh 2 orang):

1) Membuat leaflet tentang pengenalan obat tradisional, yang terdiri dari jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

2) Membuat booklet tentang bahan kimia obat dalam jamu.

b.

Dari Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (dikerjakan oleh 2 orang), yaitu membuat komik mengenai makanan sehat yang ditujukan untuk anak-anak Sekolah Dasar. c. Dari Subdirektorat Produksi dan Distribusi

Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (dikerjakan oleh 2 orang): 1) Membuat laporan mengenai implementasi

Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) di tingkat provinsi dan

(35)

27

Universitas Indonesia kabupaten/kota.

2) Membuat laporan tentang monitoring penggunaan prekursor di provinsi, kabupaten/kota, apotek, dan PBF.

d. Dari Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (dikerjakan oleh 2 orang):

1) Mencari data tentang besar pasar obat di Indonesia.

2) Mencari data 10 penggunaan obat tertinggi di Indonesia dan daftar recognized supplier di Indonesia.

3) Mencari data seluruh industri obat dan bahan baku obat di Indonesia.

6. Mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengerjakan tugas khusus.

Rabu, 9 Januari 2013 1. Diskusi mengenai topik-topik kefarmasian bersama Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si.

2. Sharing bersama hasil pencarian dari peserta PKPA mengenai topik-topik kefarmasian yang ditugaskan. 3. Mengerjakan tugas umum.

4. Mencari data dan informasi untuk mengerjakan tugas umum.

5. Mengerjakan tugas khusus. Kamis, 10 Januari

2013

1. Mengerjakan tugas umum. 2. Mengerjakan tugas khusus.

3. Mencari data dan informasi untuk mengerjakan tugas umum.

Jumat, 11 Januari 2013

1. Mengerjakan tugas umum. 2. Mengerjakan tugas khusus.

3. Mencari data dan informasi untuk mengerjakan tugas khusus.

(36)

5. Diskusi dan pre-test mengenai antibiotik dan obat generik bersama Bapak Drs. Suhata.

Senin, 14 Januari 2013

1. Mengerjakan tugas khusus.

2. Mencari data untuk mengerjakan tugas khusus. 3. Diskusi dengan pembimbing tugas khusus

mengenai tugas yang sedang dikerjakan.

4. Membantu mengerjakan tugas dari bagian Tata Usaha.

Selasa, 15 Januari 2013

1. Diskusi bersama Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si.

2. Mengerjakan tugas khusus.

3. Diskusi terkait pengerjaan tugas khusus bersama pembimbing tugas khusus.

4. Merevisi tugas umum. Rabu, 16 Januari 2013 1. Mengerjakan tugas khusus.

2. Merevisi tugas umum. Kamis, 17 Januari

2013

1. Mengerjakan tugas khusus dan berkonsultasi dengan pembimbing tugas khusus.

2. Merevisi tugas umum. Jumat, 18 Januari

2013

1. Mengerjakan tugas khusus dan berkonsultasi dengan pembimbing tugas khusus.

2. Merevisi tugas umum.

3. Membantu mengerjakan tugas dari bagian Tata Usaha.

4. Post-test dengan topik mengenai Penggunaan Obat Rasional (POR).

(37)

29 Universitas Indonesia BAB 5

PEMBAHASA

Dasar hukum berdirinya Kementerian Kesehatan RI ada tiga, yaitu:

1. Perpres RI No. 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Dan Organisasi Kementerian Negara

2. Perpres RI No. 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara

3. Permenkes RI No.1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan

Dasar hukum ini sangat penting karena merupakan peraturan baku yang digunakan sebagai titik tolak dalam melaksanakan segala kegiatan berkaitan dengan kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI dipimpin seorang menteri. Berdasarkan strukur organisasi, menteri membawahi eselon I, yaitu inspektur jenderal, sekretaris jenderal, dan direktur jenderal. Eselon II, selevel dengan direktur dan kepala biro membawahi eselon III yang terdiri dari kepala bagian dan kepala subdirektorat. Selanjutnya, eselon III membawahi eselon IV yang terdiri dari kepala subbagian dan kepala seksi.

Berdasarkan Permenkes RI No.1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI memiliki empat direktorat jenderal, yaitu: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dan . Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selanjutnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes) terdiri dari empat direktorat yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda, yaitu:

(38)

5.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional 5.1.1 Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi

Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) bidang produksi dan distribusi kefarmasian ini dilaksanakan bersama-sama dan dengan melibatkan secara aktif asosiasi terkait seperti Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi), para praktisi yang merupakan perwakilan dunia usaha dan industri farmasi, para pakar dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi farmasi ternama di Jawa dan di luar Jawa sehingga diharapkan dokumen NSPK tersebut objektif dan sesuai dengan kebutuhan dunia farmasi di Indonesia serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dokumen NSPK yang dimaksud adalah buku-buku pedoman seperti Farmakope Indonesia, Farmakope Herbal Indonesia, termasuk suplemen Farmakope Indonesia edisi I-III dan suplemen Farmakope Herbal Indonesia edisi I-II, Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi, Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Obat Tradisional, Pedoman Pelayanan Perizinan Pedagang Besar Farmasi, Pedoman Pembinaan Pedagang Besar Farmasi. Dokumen NSPK yang telah diterbitkan oleh direktorat ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman dan panduan bagi tenaga kesehatan dan pelaku usaha di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dokumen NSPK yang telah diterbitkan oleh Ditjen Binfar Alkes harus disosialisasikan kepada para pejabat Dinas Kesehatan Provinsi yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian.

5.1.2 Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi

Seksi ini menangani perizinan mengenai persetujuan prinsip dan izin industri obat dan obat tradisional, izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBF-BO). Izin mengenai industri farmasi diatur dalam Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi (Menteri Kesehatan RI, 2010b). Izin mengenai obat tradisional diatur dalam Permenkes No. 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional (Menteri Kesehatan RI, 2012). Izin mengenai PBF diatur dalam Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Menteri Kesehatan RI, 2011).

(39)

31

Universitas Indonesia Semua pemohon mengajukan permohonan izin satu pintu pada loket satu di unit pelayanan terpadu. Permohonan izin dikenakan biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang besarnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kesehatan (Presiden RI, 2009b). Semua izin yang diberikan oleh Ditjen Binfar Alkes atas dasar rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Badan POM. Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi administrasi (lokasi, penanggung jawab, dan sebagainya), sedangkan Badan POM lebih ke arah teknis (CPOB, CPDB, CPOTB, dan sebagainya).

Pemasukan berkas perizinan dapat dilakukan secara paralel ke Ditjen Binfar Alkes, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Badan POM. Izin industri obat dan obat tradisional berlaku seterusnya selama industri tersebut masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Akan tetapi, khusus untuk PBF, izinnya hanya berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang.

Pengajuan permohonan izin sebaiknya dilakukan oleh pemilik atau penanggung jawab industri langsung sebagai orang yang paling memahami industri yang ingin dijalankan meskipun boleh diwakilkan. Berkas yang masuk akan diperiksa terlebih dahulu di loket satu oleh petugas loket untuk melihat kelengkapan berkas tersebut. Jika berkas dinyatakan lengkap, pemohon akan dipersilahkan untuk membayar biaya pendaftaran melalui bank. Jika berkas belum lengkap, berkas akan dikembalikan dan pemohon diminta untuk melengkapi berkas tersebut terlebih dahulu.

Berkas permohonan izin diselesaikan sesuai dengan urutan berkas masuk. Selama proses permohonan izin, Subdirektorat Obat Dan Obat Tradisional akan memberikan contact person agar pemohon dapat menanyakan sejauh mana proses telah berlangsung dan pemohon memperoleh penjelasan dari petugas apablia terjadi keterlambatan dalam penerbitan izin.

Selain menangani perizinan, seksi ini juga melakukan bimbingan teknis. Bimbingan teknis dilakukan secara langsung di lapangan ke sarana PBF (pusat dan cabang) dan obat tradisional, sedangkan pada sarana industri farmasi belum dapat dilakukan. Bimbingan teknis yang diberikan berkaitan dengan administrasi

(40)

perizinan. Bimbingan teknis ini dilakukan menggunakan anggaran yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Program kerja pada tahun 2013 yang rencananya akan dilaksanakan antara lain:

a. pelaksanaan survei kapasitas produksi industri farmasi

Pelaksanaan survei kapasitas produksi industri farmasi dilakukan agar industri farmasi dapat memaksimalkan kapasitas produksi industri farmasi sebagai persiapan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

b. pengadaan konsultasi bidang produksi distribusi kefarmasian

Pengadaan konsultasi bidang produksi distribusi kefarmasian dilakukan agar pihak Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengetahui mengenai CPOB, CPOTB, CPDB, dan sebagainya. Konsultan berasal dari pihak ketiga yang independen.

c. pembuatan modul kurikulum

Program pembuatan modul kurikulum dilakukan untuk unit kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang akan melakukan pelatihan.

Kendala yang dihadapi dalam subdirektorat ini adalah kurangnya jumlah sumber daya manusia (SDM). SDM yang ada tidak sebanding dengan jumlah berkas yang masuk sehingga terkadang mengakibatkan keterlambatan dalam persetujuan perizinan yang diajukan pemohon. Dalam satu hari berkas yang masuk sekitar 5-10 berkas. Sistem pendaftaran yang dilakukan masih manual, namun rencananya tahun depan akan diterapkan online system yaitu melalui program E-Licensing.

5.2 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan 5.2.1 Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika Dan Makanan

Penyusunan NSPK yang telah dilaksanakan lintas sektor, lintas program, dan asosiasi terkait kosmetika dan makanan. Dokumen NSPK yang dimaksud antara lain: penyusunan buku Kodeks Kosmetika Indonesia edisi II vol 3, Pedoman Pembinaan Terpadu Makanan Jajanan Anak Sekolah, Modul Pelatihan Penyuluh Keamanan Pangan,dan Modul Pelatihan Pengawas Keamanan Pangan.

(41)

33

Universitas Indonesia Setelah menyusun dokumen NSPK tersebut, maka dilakukan sosialisasi kepada para pejabat Dinas Kesehatan Provinsi yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian. Pentingnya dibuat NSPK tentang makanan adalah menjaga kesehatan dan menjaga perdagangan yang fair. Sifat NSPK ini adalah voluntary (sukarela), artinya boleh dianut boleh juga tidak.

5.2.2 Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika

Penerbitan izin di bidang produksi kosmetika dilaksanakan sesuai dengan Permenkes No. 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika. Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Izin produksi kosmetika dibedakan atas dua golongan, yaitu:

a. Golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika.

b. Golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana.

Izin produksi industri kosmetika Golongan A diberikan dengan persyaratan:

1. memiliki apoteker sebagai penanggung jawab;

2. memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat; 3. memiliki fasilitas laboratorium;

4. wajib menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).

Izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan persyaratan:

1. memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab;

2. memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat;

3. mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB (Menteri Kesehatan RI, 2010c).

(42)

Sistem pendaftaran yang dilakukan masih manual, namun rencananya tahun depan akan diterapkan online system. Selain itu, seksi ini juga melakukan bimibingan teknis. Bimbingan teknis ini langsung diberikan kepada industri kosmetika dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).

5.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi arkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus

5.3.1 Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus diatur secara jelas dalam penggunaanya. Hal ini dikarenakan selain berfungsi sebagai obat, bahan-bahan tersebut rentan penyalahgunaan dan mengakibatkan dampak negatif yang tinggi. Seksi ini memiliki kewajiban untuk melaporkan laporan triwulan, semester, dan tahunan serta rencana kebutuhan total secara nasional ke badan narkotika dunia atau The International arcotics Control Board (INCB) yang ada di bawah WHO.

Data untuk rencana kebutuhan didapat dari hasil rekap data Litbang, BNN, BPOM, perusahaan, dan perguruan tinggi. Pelaporan kepada INCB dilakukan sebagai langkah monitoring bukan mempersulit. Hal ini dikarenakan, tugas Kementerian Kesehatan RI untuk menjaga penggunaan narkotika, psikotropika, dan prekursor tetap pada jalur yang legal.

Program yang dijalankan oleh Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi pada tahun 2012 antara lain:

a. regulasi untuk perizinan Importir Terdaftar (IT), Importir Produsen (IP), Surat Persetujuan Import (SPI) narkotika, psikotropika, dan prekursor. Hingga saat ini, narkotika hanya boleh diimpor oleh PT. Kimia Farma, begitu pula dengan distribusinya yang harus mendapatkan izin importir narkotika. Importir terdaftar adalah importir atau PBF yang menyediakan produk untuk end user (industri) yang dapat berjumlah lebih dari satu industri. IT hanya boleh mengimpor atas permintaan industri dan tidak boleh menyimpan produk psikotropika untuk importir tersebut. Importir Produsen (IP) merupakan importir yang menggunakan produk yang diimpor untuk kebutuhan produksi industri tersebut dan tidak boleh menjual produk tersebut. Seluruh perizinan

(43)

35

Universitas Indonesia saat ini sudah menggunakan sistem online yang terintegrasi secara nasional (national single window). Jika ingin melakukan pemesanan, PBF membuat permohonan ke Kementerian Kesehatan kemudian setelah disetujui akan didapatkan surat persetujuan impor. SPI hanya berlaku untuk satu kali impor, satu produk, dan satu industri. PBF dapat memiliki dua ijin untuk psikotropika dan prekursor sekaligus. Kimia Farma juga dapat memiliki tiga ijin sekaligus, yaitu narkotika, psikotropika, dan prekursor;

b. regulasi untuk perizinan Eksportir Terdaftar (ET), Eksportir Produsen (EP), Surat Persetujuan Eksport (SPE) narkotika, psikotropika, dan prekursor; c. koordinasi dengan badan terkait, yaitu Badan Pengawasan Obat Dan Makanan

(BPOM) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam regulasi dan penanganan narkotika, psikotropika, dan prekursor;

d. pembinaan industri terkait penggunaan prekursor. Sebelum pembinaan dibutuhkan penyusunan kebijakan sebagai alat untuk melakukan pembinaan; e. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) yang berupa sistem

secara online dengan menginput username dan password. Sistem yang telah disosialisasikan adalah sistem 2008.

Sedangkan program yang akan dilaksanakan di tahun 2013 antara lain:

a. sosialisasi Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dengan perangkat lunak yang diperbaharui di tahun 2012. Sosialisasi awal telah dilakukan ke 15 provinsi di Indonesia;

b. revisi permenkes tentang prekursor farmasi;

c. pembuatan permenkes-permenkes sebagai tindak lanjut dari pasal-pasal dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Kendala yang dialami seksi ini adalah kekurangan sumber daya manusia sehingga kurang seimbang dengan deskripsi tugas yang ada, serta kurangnya pemahaman petugas SIPNAP yang pelaporannya membutuhkan ketepatan dan kesesuaian isi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

(44)

5.3.2 Seksi Sediaan Farmasi Khusus

Sediaan farmasi khusus merupakan sediaan farmasi yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, tetapi tidak tersedia di pasar Indonesia dan tidak memiliki izin edar produk. Kriteria obat khusus, yaitu obat piatu yang merupakan obat yang sangat dibutuhkan untuk pengobatan penyakit langka (diderita oleh kurang dari 200.000 penderita di seluruh Indonesia) dan telah dibuktikan keamanan dan efektivitasnya; dan obat yang sangat dibutuhkan, namun tidak mempunyai nilai komersial, meskipun diderita oleh lebih dari 200.000 penderita di seluruh Indonesia (Menteri Kesehatan RI, 2002). Seksi Sediaan Farmasi Khusus membantu masuknya obat-obatan tersebut dengan mekanisme Special Access Scheme (SAS). Jika SAS ini tidak dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, obat-obatan tersebut akan tertahan di Bea Cukai.

Latar belakang regulasi sediaan farmasi khusus tersebut adalah pasar Indonesia bukan merupakan pasar perdagangan bebas, melindungi masyarakat dari uji coba negara asing, persyaratan minimal terdapat nomor registrasi produk di negaranya, serta untuk melindungi produk dan dunia usaha dalam negeri Indonesia. Selain obat-obatan, mekanisme SAS dapat diberlakukan pada reagen atau bahan-bahan yang dibutuhkan untuk penelitian yang memang tidak tersedia di Indonesia.

5.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat

Kemandirian obat dan bahan baku obat serta ketersediaan obat menjadi salah satu indikator pembangunan negara. Kemandirian obat dan bahan baku obat berarti negara dapat memproduksi obat dan bahan baku obat sendiri secara mandiri. Akan tetapi, hingga saat ini, bahan baku obat di Indonesia 95% masih import dari Cina, India, dan sebagainya.

5.4.1 Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat

Program Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan antara lain:

a. pengembangan bahan obat dan obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri;

Gambar

Gambar 2.1.  Logo jamu ...............................................................................
Gambar 2.1.  Logo jamu
Gambar 1. Halaman depan dan halaman pertama booklet
Gambar 3. Halaman empat dan lima booklet
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

menggambarkan proses asuhan gizi pasien di ruangan rawat inap meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, menggambarkan output pelayanan

Tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa upaya yang dilakukan untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi tidak hanya didanai dari pendapatan dalam negeri saja tetapi salah satunya

SPO keluhan dan umpan balik dari masyarakat pengguna pelayanan media komunikasi yg disediakan untuk menyampaikan umpan balik Hasil analisis dan rencana tindak lanjut keluhan dan

i- Perkataan bahasa Inggeris yang digunakan itu tidak i- Perkataan bahasa Inggeris yang digunakan itu tidak pernah dipinjam/diserap ke dalam bahasa Melayu.. pernah dipinjam/diserap

 Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon → kolon pengabsorpsi  Kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat

Setelah melaksanakan kegiatan PPL 1, praktikan praktikan memperoleh nilai tambah yang positif setelah melaksanakan kegiatan PPL 1 di SDN Purwoyoso 03, yaitu praktikan

Perancangan animasi interaktif yang dibuat merupakan jenis media edukasi dengan mengedepankan tema pendidikan dan memiliki tujuan sebagai sarana media perancangan

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai Insertion Loss pada marker 1 atau berada pada frekuensi. tengah 1.27 GHz adalah sebesar -11.053