• Tidak ada hasil yang ditemukan

Journal of Humanity & Social Justice

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Journal of Humanity & Social Justice"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of Humanity

& Social Justice

Volume 2 Issue 2, 2020 Journal Homepage:

http://ojs.isjn.or.id/index.php/journalhsj

POLICY AND PRACTICE

Peranan Kebijakan Fiskal dalam Meningkatkan Program Pengurangan Stunting Di Indonesia: Studi Kasus Kota Balikpapan

Mahpud Sujai

Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance Indonesia

Correspondence: msujai@kemenkeu.go.id; msujai@gmail,com; Tel.: +62-811-1118237

ARTICLE INFO ABSTRACT

Key words: Stunting; Fiscal Policy; Local Government; Health Kata kunci: Stunting, Kebijakan Fiskal, Pemerintah Daerah; Kesehatan How to cite: Sujai, M. (2020). Peranan Kebijakan Fiskal dalam Meningkatkan Program Pengurangan Stunting di Indonesia: Studi Kasus Kota Balikpapan. Journal of Humanity and Social Justice, 2(2), 99-112. .

Health problems remain a formidable challenge in all over the world. Currently, millions of young children do not reach their full potential because of inadequate nutrition. Another challenge is the problem of poverty, where more than 700 million people still live on less than $ 1.90 per day. The current health condition based on stunting indicator of Indonesia is still lagging behind compare to those countries similar to Indonesia at the upper middle income country level. This can be seen from the Human Capital Index (HCI) score issued by the World Bank. Of the 157 countries surveyed, Indonesia is ranked 87th with a value of 0.53. Related to the issue of stunting, Indonesia's score of 0.664 is still far below the average score of upper middle income countries with a score of 0.867. These conditions need to be analysed more depth on the factors that cause the high stunting rate in Indonesia. The problem is Government of Indonesia has took several actions and allocated plenty of budget in the health sector including reducing stunting program, but the results still have not been encouraging. However, there are many cities that have been successfully reduced the stunting rate and Balikpapan City is one of the examples. This study aims to analyse the role of fiscal policy to promote stunting reduction program in Indonesia, case study Balikpapan City. Methodology uses in this study is a qualitative approach with descriptive analytical methods. The study was conducted by analysing secondary data and conducting a literature review. This article will discuss about how the local government can achieve successful indicators of reducing stunting by promoting effective fiscal policy as well as others supporting policies.

Abstrak

Masalah kesehatan tetap menjadi tantangan berat di seluruh dunia. Saat ini, jutaan anak kecil tidak dapat mencapai potensi penuh mereka karena gizi yang tidak memadai. Tantangan lain adalah masalah kemiskinan, di mana lebih dari 700 juta orang masih hidup dengan kurang dari $ 1,90 per hari. Kondisi kesehatan berdasarkan indikator stunting di Indonesia, saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah ke atas yang setingkat dengan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari skor Indeks Modal Manusia (HCI) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Dari 157 negara yang disurvei, Indonesia berada di peringkat ke-87 dengan nilai

(2)

0,53. Terkait dengan masalah stunting, skor Indonesia sebesar 0,664 masih jauh di bawah skor rata-rata negara berpendapatan menengah ke atas dengan skor 0,867. Kondisi ini perlu dianalisis lebih mendalam pada faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka stunting di Indonesia. Masalahnya adalah Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa tindakan dan mengalokasikan banyak anggaran di sektor kesehatan termasuk program pengurangan stunting, tetapi hasilnya masih belum menggembirakan. Namun, ada banyak kota yang telah berhasil mengurangi tingkat stunting dan Kota Balikpapan adalah salah satu contohnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran kebijakan fiskal untuk mempromosikan program pengurangan stunting di Indonesia, studi kasus Kota Balikpapan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data sekunder dan melakukan tinjauan literatur. Artikel ini akan membahas tentang bagaimana pemerintah daerah dapat mencapai indikator keberhasilan pengurangan stunting dengan mempromosikan kebijakan fiskal yang efektif serta kebijakan pendukung lainnya.

1. PENDAHULUAN

Dalam kondisi perekonomian global yang penuh dengan persaingan, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Namun kondisi sumber daya manusia di dunia saat ini masih mengalami ketimpangan dan ketidak merataan. Terjadi gap yang sangat tinggi antara kualitas SDM di negara-negara maju dengan negara-negara berkembang dan miskin.

Kondisi SDM di berbagai belahan dunia saat ini sangat penuh dengan tantangan. Permasalahan pendidikan dan kesehatan masih menjadi tantangan yang berat. Sebagai contoh, saat ini jutaan anak kecil tidak mencapai potensi penuh mereka karena nutrisi yang tidak memadai, kurangnya stimulasi dan pembelajaran dini, dan paparan stres. Sekitar 60 persen anak sekolah dasar di negara berkembang gagal mencapai kemahiran minimum dalam membaca, menulis, dan matematika dasar. Di Afrika Selatan misalnya, 4 dari 100 anak meninggal sebelum usia lima tahun, dan rata-rata 32% anak berusia 15 tahun tidak akan bertahan hidup sampai usia 60 tahun (Bank Dunia, 2018). Tantangan lainnya antara lain adalah permasalahan wabah penyakit pandemik, tantangan yang muncul seperti penuaan dan dorongan penyakit kronis menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi. Tantangan yang tak kalah berat adalah permasalahan kemiskinan, dimana lebih dari 700 juta orang masih hidup dengan kurang dari $ 1,90 per hari (Bank Dunia, 2018).

Berbagai permasalahan global tersebut, membuat berbagai negara dan lembaga multilateral terutama Bank Dunia mengambil inisiatif dan menyampaikan komitmen untuk mengatasi berbagai permasalahan sumber daya manusia tersebut. Komitmen yang diberikan dalam bentuk memberikan investasi yang kuat terhadap human capital investment yang merupakan prioritas pembangunan dunia saat ini.

Dalam mendukung hal tersebut, Pada IMF-WB Annual Meetings 2018 di Nusa Dua, Bali. Bank Dunia meluncurkan The Human Capital Index (HCI) untuk mengukur kontribusi kesehatan dan pendidikan untuk produktivitas generasi pekerja berikutnya. Negara-negara dapat menggunakannya untuk menilai berapa banyak pendapatan yang mereka miliki sebelumnya karena kesenjangan modal

(3)

manusia, dan seberapa cepat mereka dapat mengubah kerugian ini menjadi keuntungan jika mereka bertindak sekarang.

Komitmen terhadap human capital tersebut sejalan dengan visi misi dan program pemerintah Indonesia saat ini yang lebih menekankan prioritas pembangunan pada pengembangan sumber daya manusia. Presiden telah berkomitmen untuk membangun sumber daya manusia yang sehat, inovatif dan mampu bersaing dalam menghadapi persaingan perekonomian global di era digital. Dalam rangka mencapai prioritas pengembangan SDM tersebut, investasi dalam human capital menjadi sangat penting untuk terus di dorong. Hal ini yang menyebabkan Indonesia turut mengambil inisiatif untuk menjadi negara early adaptor country terhadap HCI.

The Human Capital Index merupakan suatu metode pengukuran yang mengukur modal manusia (human capital) yang dapat diperoleh seorang anak yang lahir hari ini pada usia 18 tahun mendatang, mengingat risiko terhadap kesehatan yang buruk dan pendidikan yang buruk yang berlaku di negara tempat dia tinggal. HCI mengikuti riwayat sejak lahir hingga dewasa dari anak yang lahir hari ini. HCI secara kuantitatif menggambarkan tahapan kunci dalam riwayat ini dan konsekuensi mereka terhadap produktivitas generasi pekerja berikutnya (World Bank, 2018).

Terdapat tiga komponen penting yang menjadi dasar pengukuran HCI, antara lain:

• Komponen 1: Survival. Komponen indeks ini mencerminkan kenyataan yang tidak menguntungkan bahwa tidak semua anak yang lahir hari ini akan bertahan hingga usia ketika proses akumulasi modal manusia melalui pendidikan formal dimulai.

• Komponen 2: School. Komponen indeks ini menggabungkan informasi pada kuantitas dan kualitas pendidikan.

• Komponen 3: Health. Dua proxy yang digunakan untuk kesehatan adalah (i) Adult survival rates dan (ii) Healthy growth among children under age 5

Secara keseluruhan, The Human Capital Index merangkum seberapa produktif anak-anak yang lahir hari ini akan menjadi anggota angkatan kerja masa depan, mengingat risiko terhadap akses pendidikan dan kesehatan di dalam komponen. HCI adalah diukur dalam satuan produktivitas relatif terhadap tolok ukur yang sesuai dengan pendidikan dan kesehatan (Bank Dunia, 2018).

Human Capital Index sangat erat kaitannya dengan modal sumber daya manusia di suatu negara. Salah satu yang menjadi komponen pembentuk HCI adalah kondisi kesehatan dan pendidikan. Tingkat dan kualitas pendidikan menjadi penting karena merupakan indikator keberhasilan modal sumber daya manusia di suatu negara. Miller et al., (2006) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara modal sosial dengan kesehatan di Indonesia terutama dalam kondisi kesehatan masyarakat. Semakin tinggi modal sosial seseorang, maka akan semakin memiliki kondisi kesehatan yang baik.

(4)

Modal sumber daya manusia di Indonesia pasca reformasi juga sangat ditentukan oleh keberhasilan pemerintah daerah dalam menangani sektor kesehatan dan pendidikan. Desentralisasi telah menyebabkan pelimpahan beberapa kewenangan dari pusat ke daerah salah satunya adalah sektor kesehatan dan pendidikan. Aritonang (2008) menyatakan bahwa kebijakan desentralisasi yang terjadi di Indonesia telah meningatkan disparitas dan kesenjangan antara wilayah termasuk dalam hal pelayanan pendidikan dan kesehatan. Disparitas tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap tingkat kemiskinan di suatu daerah.

Rustiadi dan Nasution (2017) menyatakan bahwa investasi modal sosial seperti dalam sector kesehatan dan kemiskinan secara langsung akan mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia terutama di wilayah-wilayah perkotaan. Hal ini terjadi karena lapangan pekerjaan di perkotaan akan semakin membutuhkan tenaga kerja dengan skills dan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan di wilayah pedesaan. Peranan sektor kesehatan dan pendidikan terhadap kualitas sumber daya manusia dimulai bahkan ketika seorang anak memulai pendidikannya di tingkat pendidikan usia dini (early childhood). Hariyani et al. (2019) menyatakan bahwa tingkat stunting di Indonesia masih cukup tinggi sehingga mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia. Sementara itu, pendidikan usia dini akan sangat mempengaruhi tingkat pendidikan dan modal sumber daya manusia Indonesia di masa depan (Formen dan Nutfall, 2014).

2. KONDISI HUMAN CAPITAL INDONESIA SAAT INI

Kondisi SDM Indonesia saat ini masih tertinggal disbanding dengan negara-negara yang selevel dengan Indonesia di level upper middle income country. Bahkan Indonesia masih tertinggal di antara negara-negara se-kawasan ASEAN. Hal ini terlihat dari skor Human Capital Index (HCI) yang dikeluarkan Bank Dunia beberapa waktu lalu. Dari 157 negara yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat ke-87 dengan nilai 0.53. Hal ini memiliki arti bahwa seorang anak Indonesia hanya akan memiliki potensi produktivitas sebesar 53 persen sebagai pekerja di masa mendatang. Dengan kata lain, bagi anak yang dilahirkan hari ini ada potensi produktivitas yang hilang sebesar 47 persen.

Tujuan utama dikeluarkan indeks ini untuk memberikan informasi perihal kondisi kesehatan dan kualitas pendidikan saat ini dengan tingkat produktivitas mereka sebagai generasi masa depan. Semakin tinggi skor suatu Negara berarti tingkat produktivitas penduduknya dalam performa yang sangat baik. Dalam konteks ini, factor pendidikan dan kesehatan sangat berpengaruh terhadap kapabilitas dan kualitas penduduk untuk bersaing dalam kompetisi bursa kerja dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Trihono et al. (2015) menyatakan bahwa kondisi stunting yang merupakan kondisi terganggunya tumbuh kembang akibat kerdil sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat Indonesia kedepan.

Rata-rata capaian skor Indonesia jika dibandingkan dengan skor negara upper middle income masih tergolong rendah yakni 0,53 dibandingkan dengan 0,58. Skor tersebut terdiri dari penilaian empat indikator. Pertama,

(5)

kemungkinan bertahan hidup seiring bertambahnya usia 5 (0,974<0,980). Kedua, skor tes yang diharmonisasikan (403<430). Ketiga, Tingkat kelangsungan hidup orang dewasa (0,828<0,855). Keempat, angka stunting (0,664<0,867) dan kelima Learning adjusted (7,9) (Bank Dunia, 2018).

Kondisi tersebut perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam terhadap faktor-faktor yang menjadi penyebab masih rendahnya skor HCI Indonesia. Sementara itu, pemerintah telah memfokuskan dan mengalokasikan cukup banyak anggaran untuk berbagai program HCI terutama pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari alokasi anggaran pemerintah untuk kesejahteraan sosial yang mencapai 35 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang terdiri dari 20 persen untuk sektor pendidikan, 5 persen untuk sektor kesehatan dan 10 persen untuk anggaran sosial lainnya (Kemenkeu, 2019).

Permasalahan modal sumber daya manusia merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya pemerintah pusat saja namun berbagai stakeholders lain seperti pemerintah daerah, pihak swasta dan warga masyarakat perlu sinergi yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemerintah daerah memiliki peran sentral karena merupakan eksekutor berbagai program peningkatan human capital yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Dalam kasus Balikpapan, studi Langi dan Regina (2020) dan Nofiarsyah (2019) menyatakan bahwa Pemerintah Kota Balikpapan cukup berhasil dalam mengurangi angka stunting warganya.

Kondisi human capital di berbagai daerah di Indonesia masih belum merata dan terjadi kesenjangan yang cukup lebar. Terdapat gap yang sangat lebar antara indeks pembangunan manusia di wilayah barat khususnya Jawa dengan wilayah timur Indonesia, khususnya Papua. Skor HCI tertinggi di Indonesia saat ini berada di kota Yogyakarta dengan skor 0,672, sementara HCI terendah berada di Kabupaten Puncak Papua dengan skor 0,289. Demikian pula dengan 10 besar HCI tertinggi semua berada di Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dan Bali, sedangkan 10 besar HCI terendah semua berada di Kabupaten di Propinsi Papua.

Berdasarkan analisis sementara yang dilakukan, pengeluaran pemerintah (government spending) di tingkat kabupaten/kota sangat kecil korelasinya dengan nilai HCI. Ada banyak daerah yang APBD nya besar namun nilai HCI nya rendah, demikian pula sebaliknya. Sehingga perlu dielaborasi lebih lanjut melalui kajian yang lebih mendalam tingkat efektivitas alokasi anggaran atau ada faktor lain yang mempengaruhi. Karena berdasarkan temuan sementara, partisipasi masyarakat di lapangan sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan program HCI di daerah.

3. HASIL ANALISIS

Berdasarkan temuan dari kondisi di Kota Balikpapan yang memiliki angka stunting yang sangat rendah dapat diketahui berbagai kebijakan unggulan kota Balikpapan telah berhasil mengurangi level stunting ke tingkat yang lebih rendah. Temuan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan kedalam beberapa faktor utama. Faktor-faktor utama yang terbukti sangat berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan berbagai program HCI di daerah, antara lain faktor kepemimpinan di

(6)

daerah, koordinasi dan sinergi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), harmonisasi regulasi dan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, hubungan dengan stakeholders lain seperti organisasi masyarakat dan swasta serta faktor geografis dan kondisi alam. Beberapa faktor yang menjadi penentu keberhasilan kota Balikpapan dalam mengurangi angka stunting di wilayahnya antara lain adalah sebagai berikut.

3.1. Peran Leadership Daerah

Program pemberantasan stunting di Kota Balikpapan langsung dipimpin oleh Walikota Balikpapan dengan Organisasi Perangkat Daerah yang bertanggungjawab adalah Bappeda dan Dinas Kesehatan Kota. Walikota langsung memimpin berbagai upaya pemberantasan stunting sehingga lebih efektif dan sinergis. Kepemimpinan Ketua PKK Kota Balikpapan yaitu Ibu Walikota juga sangat penting dalam menggerakkan kader dan ibu-ibu warga masyarakat untuk mensukseskan program pemberantasan stunting.

3.2. Peraturan yang dikeluarkan

Pemerintah kotta Balikpapan sangat peduli dengan program stunting bahkan sebelum Pemerintah Pusat menjadikan ini sebagai prioritas. Pemerintah Kota Balikpapan telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 tahun 2015 tentang Kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak (Kibbla). Perda Kibbla Balikpapan tersebut juga menjadi juara kedua tingkat nasional nasional sebagai perda terbaik yang mendukung prioritas nasional (Bappeda Balikpapan, 2019). Selain Perda tersebut, kesehatan dan Gizi Ibu hamil juga ada di dalam prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang dijadikan sebagai dasar upaya penurunan stunting di Kota Balikpapan.

3.4. Sinergi Antar Institusi

Setiap institusi di Kota Balikpapan bersinergi sangat baik untuk menangani stunting, tidak hanya pemertintah namun juga sektor swasta dan masyarakat. Pemerintah dibawah koordinasi Bappeda dan Dinas Kesehatan terus mengkoordinasikan berbagai kebijakan dan implementasi program dengan melibatkan berbagai pihak termasuk swasta dan Masyarakat. Peran swasta juga sangat penting dalam berbagai bentuk, antara lain program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk poenanganan stunting baik penyediaan obat Tablet Tambah Darah, program sanitasi maupun pendampingan masyarakat. Selain itu organisasi masyarakat seperti persatuan istri dokter, Persatuan Istri Polri (Bhayangkari) dan Persatuan Istri Tentara (Persit) juga berperan penting dengan menjadi orang tua asuh anak stunting dan pendampingan para kader bagi orang tua dengan anak stunting.

3.5. Inovasi dan Capaian

Berbagai inovasi dilakukan oleh Pemerintah Kota melalui program Cerita Stunting. Cerita Stunting singkatan dari Cegah, Jaring dan Tangani. Kegiatan Cerita Stunting meliputi:

• Kegiatan CEGAH antara lain: Penguatan Regulasi, Pemberian Tablet Tambah Darah, Gizi Seimbang Remaja, Pemeriksaan HB, Penyuluhan

(7)

Kesehatan Reproduksi pada Remaja, Penyuhan dan KIE pada Calon Pengantin, Melaksanakan Germas pada Remaja dan Ibu Hamil, Program Air Susu Ibu berkualitas dan Program Pemberian Makanan Tambahan pada Ibu Hamil, Pembentukan Kader Ibu dan Anak Gizi, Promosi Kesehatan, Menjalin Kerjasama dengan CSR untuk PMT, Promosi Air Susu Ibu Eksklusif dan Pelatihan Kader Pemberian Makanan bagi Bayi dan Anak (PMBA).

• Kegiatan JARING antara lain adalah Melakukan Penjaringan di Posyandu dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan Pengukutan Tinggi badan berdasarkan Umur,

• Kegiatan TANGANI antara lain adalah Penanganan Status Stunting dengan penyuluhan dan Pemberian makanan yang tepat bagi bayi dan Anak (PMBA), Memberikan PMT Pemulihan (terutama jika disertai dengan gizi kurang), Merujuk kasus stunting ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dan Perawatan di rumah sakit bila ada penyakit penyerta

Jumlah penduduk di kota Balikpapan yang mencapai 645.727 jiwa menciptakan kompleksitas permasalahan terutama dalam menangani berbagai kasus stunting (BPS, 2019). Jumlah penduduk yang terus tumbuh setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan sekitar 9.000 jiwa menyebabkan penanganan stunting secara komprehensif menjadi penting (Bappeda Balikpapan, 2019). Kota Balikpapan terdiri dari 34 Kelurahan, dari total kelurahan tersebut terdapat 5 kelurahan yang mengalami tingkat stunting yang cukup tinggi (di atas 10 persen), yaitu diantaranya Kelurahan Manggar Baru, Kelurahan Lamaru, Kelurahan Teritip, Kelurahan Karang Rejo, dan Kelurahan Kariangau.

Beberapa program telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Balikpapan dalam rangka menurunkan stunting dan terangkum sebagai program intervensi percepatan penurunan stunting. Diantara program-program tersebut terdapat 3 komponen/program yang statusnya masih merah dan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kota Balikpapan, yaitu:

• Cakupan remaja puti yang mendapatkan TTD (tablet zat besi). Pemberian tablet zat besi kepada remaja putri sangat membantu penyiapan calon-calon Ibu dari sedini mungkin agar meiliki gizi yang baik. Karena salah satu penyebab terjadinya stunting di Indonesia adalah Ibu yang mengalami anemia. Pada saat ini, pendistribusian TTD dilakukan oleh puskesmas melalui sekolah-sekolah. Hal tersebut dilakukan karena pemkot berpandangan bahwa sekolah memiliki power yang lebih kuat untuk mendorong dan mewajibkan siswa untuk mengkonsumsi TTD tersebut.

• Komponen Parenting. Komponen tersebut dilihat dari rendahnya partisipasi keluarga yang mengikuti program Bina Keluarga Balita dan rendahnya tingkat edukasi para Ibu terkait gizi dan kesehatan Ibu serta anak. Dalam rangka meningkatkan nilai atas komponen tersebut,

(8)

pemerintah kota melakukan program Bina Keluarga Balita yang terintegrasi di posyandu dan PAUD. PAUD dirasa menjadi media yang lebih efektif untuk melakukan edukasi kepada orang tua karena pada saat ini lebih banyak anak-anak yang pergi ke PAUD dibandingkan ke posyandu. Pada saat anak-anak datang ke PAUD, umumnya anak-anak juga diantarkan oleh orang tuanya. Sehingga sebulan sekali di PAUD dilakukan sosialisasi untuk menyampaikan program-progam intervensi dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya stunting.

• Penerapan rumah pangan lestari di setiap kelurahan. Pada saat ini dari total 34 kelurahan yang ada, baru ada 3 kelurahan yang menerapkan rumah pangan lestari. Adapun penyebab dari hal tersebut adalah karena sedikitnya ketersediaan lahan untuk dijadikan sebagai rumah pangan lestari terutama di daerah perkotaan.

4. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Dalam rangka menurunkan program stunting, Pemerintah Kota Balikpapan memiliki program dan kegiatan melalui upaya-upaya yang dilakukan yang dilakukan dalam dua intervensi, yaitu:

1. Intervensi gizi spesifik

Merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular dan kesehatan lingkungan. Intervensi gizi spesifik ini dilakuka oleh Dinas Kesehatan. Program intervensi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Intervensi Gizi Spesifik Kota Balikpapan

No Kelompok

Sasaran

Intervensi Prioritas Intervensi Pendukung

Kelompok Sasaran 1000 HPK

1 Ibu Hamil  Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin (KEK)  Suplementasi TTD  Suplementasi kalsium  Pemeriksaan kehamilan 2 Ibu Menyusui

 Promosi dan konseling menyusui

 Promosi dan konseling PMBA

 Tatalaksana Gizi Buruk  Pemberian Makanan

tambahan pemulihan bagi anak kurus

 Pemantauan dan promosi pertumbuhan  Suplementasi kapsul Vitamin A  Suplementasi Taburia  Imunisasi  Suplementasi zink untuk pengobatan diare  Manajemen terpadu balita sakit (MTBS)

(9)

No Kelompok Sasaran

Intervensi Prioritas Intervensi Pendukung

Kelompok Sasaran Usia lainnya

3 Remaja Putri dan Wanita Usia Subur  Suplementasi TTD 4 Anak 24-59 bulan

 Tatalaksana gizi buruk  Pemberian makanan

tambahan pemulihan bagi anak kurus

 Pemantauan dan promosi pertumbuhan  Suplementasi kapsul Vitamin A  Suplementasi Taburia  Imunisasi  Suplementasi zink untuk pengobatan diare  Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) Sumber: Pemerintah Kota Balikpapan, 2019

2. Intervensi Gizi Sensitif

Merupakan kegiatan yang sangat mendukung dalam pengentasan stunting di luar sektor kesehatan dan berkontribusi 70 % dalam penurunan Stunting. Dalam upaya penurunan stunting, Pemerintah Kota Balikpapan membuat satu program Inovasi yang diberi nama Cerita Stunting singkatan dari Cegah, Jaring dan Tangani. Kegiatan Cerita Stunting meliputi Penguatan Regulasi, Pemberian Tablet Tambah Darah, Gizi Seimbang Remaja, Pemeriksaan HB, Penyuluhan Kesehatan Reproduksi pada Remaja, Penyuhan dan KIE pada Calon Pengantin, Melaksanakan Germas pada Remaja dan Ibu Hamil, ANC berkualitas dan PMT pada Ibu Hamil, Pembentukan Kader KIA Gizi, Promosi Kesehatan, Menjalin Kerjasama dengan CSR untuk PMT, Promosi ASI Eksklusif dan Pelatihan Kader PMBA.

Sementara itu, kegiatan jaring meliputi penjaringan di Posyandu dan PAUD dengan Pengukutan Tinggi badan berdasarkan Umur. Sedangkan kegiatan tangani meliputi Penanganan Status Stunting dengan penyuluhan dan Pemberian makanan ang tepat bagi bayi dan Anak (PMBA), Memberikan PMT Pemulihan (terutama jika disertai dengan gizi kurang), Merujuk kasus stunting ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dan Perawatan di rumah sakit bila ada penyakit penyerta.

Adapun yang menjadi sasaran dari program inovasi Cerita Stunting beserta rangkaian program yang dilaksanakan antara lain adalah: Remaja dan calon pengantin (calon pengantin). Kegiatan tersebut meliputi Pendataan Remaja Putri (tidak bersekolah), Distribusi Tablet Tambah Darah pada karang taruna dan Catin, Sosialisasi ASI Eksklusif dan buku KIA pada catin (Konselor) dan Konseling KB oleh kader DP3AKB. Sementara itu kelompok lain yang menjadi sasaran penanganan adalah kelompok Ibu hamil dan ibu menyusui. Program yang dilaksanakan antara lain adalah Pendataan Ibu Hamil melalui Dasawisma, Distribusi PMT (Biskuit)

(10)

bersama tenaga Kesehatan (Puskesmas), Pendampingan ibu hamil (Resti), Membentuk KP Ibu Menyusui, Distribusi Vitamin A pada ibu Nifas, Penyuluhan PMBA dan Membentuk Kelompok Kader KIA Gizi, tiap kader menggendong 1 balita stunting. khusus. Setiap kader wajib bertanggung jawab memantau satu anak stunting (memantau, menimbang, dan menjaga pada saat sakit).

Kelompok lain yang menjadi sasaran kebijakan pemerintah adalah kelompok bayi dua tahun. Kegiatan yang dilakukan untuk kelompok ini antara lain adalah Pendataan Baduta, Distribusi PMT (Biskuit) bersama tenaga Kesehatan (Puskesmas), Pemantauan tumbuh kembang dan imunisasi, Melaksanakan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak) di Posyandu, Distribusi Vitamin A pada balita dan Penyuluhan tentang balita stunting.

Pemerintah Kota Balikpapan dapat melakukan segala upaya dalam rangka menurunkan stunting karena sudah ada Peraturan daerah Kota Balikpapan yang telah dibuat pada tahun 2015 mengenai kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak (Kibbla), yaitu perda nomor 9 tahun 2015. Sehingga pada saat kasus stunting menjadi fokus pemerintah pusat dan masuk ke dalam program prioritas pemerintah, Kota Balikpapan sudah memiliki dasar hukum yang dapat digunakan untuk mendukung prioritas pemerintah dalam menanggulangi stunting. Perda Kibbla Balikpapan tersebut juga menjadi juara kedua tingkat nasional nasional sebagai perda terbaik yang mendukung prioritas nasional. Selain perda tersebut, kesehatan dan Gizi Ibu hamil juga ada di dalam prioritas RPJMD yang dijadikan sebagai dasar upaya penurunan stunting di Kota Balikpapan.

Dukungan dalam penurunan angka stunting tersebut selain dilakukan oleh Pemerintah Kota juga dilakukan dalam bentuk kerja sama dengan beberapa mitra kerja Dinas Kesehatan, seperti:

• MoU antara Ikatan Istri Dokter Indonesia dengan Dinas Kesehatan Kota Balikpapan dan TP PKK Kota Balikpapan tentang Bantuan Dana Untuk PMBA tahun 2016

• MoU antara BPJS Kesehatan dengan Dinas Kesehatan Kota Balikpapan dan TP PKK Kota Balikpapan tentang Promosi Prevebtif Spesifik Daerah dengan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) Tahun 2017

• MoU antara PT Kimia Farma Apotek dengan Dinas Kesehatan Kota Balikpapan dan TP PKK Kota Balikpapan tentang Bantuan Dana untuk Pemberian Makan Bayi dan Anak Tahun 2017

• MoU antara Ikatan Istri Dokter Indonesia dengan Dinas Kesehatan Kota Balikpapan dan TP PKK Kota Balikpapan tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting 1000 HPK tahun 2018

• MoU antara Gabungan Organisasi Wanita dengan Dinas Kesehatan Kota Balikpapan dan TP PKK Kota Balikpapan tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting di Posyandu Tahun 2018

• MoU antara Ikatan Dokter Indonesia dengan Dinas Kesehatan Kota Balikpapan dan Tim Penggerak Peningkatan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kota Balikpapan tentang Penanganan Baduta Stunting di Kota

(11)

Balikpapan Tahun 2019. Pada saat ini terdapat 115 anak stunting di Balikpapan yang merupakan anak asuh dari Dokter. Tugas dari dokter sebagai orang tua asuh adalah melakukan donasi pemberian PMT. Dari puskesmas akan memantau tumbuh kembang dan penyembuhan infeksinya.

Dalam memantau jumlah anak stunting yang ada di Kota Balikpapan, pemerintah menggunakan aplikasi berbasis online yang bernama e-PPGBM atau Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat secara elektronik. Melalui aplikasi tersebut dapat dilihat data anak-anak yang mengalami stunting per wilayah. Data pada aplikasi tersebut di input oleh puskesmas berdasarkan data yang diperoleh dari posyandu setiap bulannya. Apabila anak sudah di atas 5 tahun atau sudah tidak mengalami stunting, secara otomatis akan keluar dari daftar lonceng stunting tersebut. Data anak stunting akan lebih valid apabla menggunakan data bulan Februari dan Bulan Agustus. Hal tersebut dikarenakan pada kedua bulan dimaksud dilaksanakan program pemberian vitamin A di posyandu. Sehingga lebih banyak bayi/baduta/balita yang hadir di posyandu yang berimplikasi kepada ketersediaaan data yang lebih lengkap.

Hal lain yang dilakukan pemerintah Balikpapan dalam rangka menurunkan angka stunting antara lain adalah:

• Selain melalui beberapa program yang telah disampaikan di atas, Pemerintah Kota Balikpapan juga melakukan promosi melalui beberapa media seperti tali name tag, banner, poster, media cetak lokal, dan radio. • Penyediaan konseling dengan psikolog untuk para Ibu.

• Kerja sama dengan dokter spesialis kandungan dalam membuat voucher periksa kandungan gratis bagi para ibu hamli untuk memeriksakan kandungan di tempat-tempat praktek dokter kandungan dimaksud.

• Mewajibkan setiap rumah sakit untuk melakukan atau menyediakan program inisiasi menyusu setelah proses persalinan yang dijadikan sebagai syarat dalam pemberian akreditasi kepada Rumah Sakit.

Dalam pelaksanaan kerja sama dengan beberapa mitra dalam bentuk CSR, Bappeda berperan sebagai sekretariat yang membantu mengelola pelaksanaan program CSR di kota Balikpapan. Bappeda menyediakan data base mengenai program di Balikpapan yang bisa terbiayai oleh APBD dan yg belum ada pembiayaannya. Yang belum terbiayai APBD, oleh Bappeda disampaikan kepada perusahaan yang ingin membantu lewat CSR dan mereka akan memilih program pada sektor mana yang akan dibantu.

Di Balikpapan walaupun terdapat beragam suku (terdapat 110 paguyuban), namun hal tersebut tidak menjadi hambatan. Pemerintah juga melakukan pendekatan secara budaya. Salah satu contohnya seperti melakukan program mitra dukun pada saat proses persalinan. Karena di Balikpapan telah ditemui beberapa kasus bahwa ada para ibu hamil yang telah melakukan kontrol kandungan di Rumah Sakit, namun pada saat proses bersalin, mereka masih memilih untuk melahirkan di dukun beranak. Maka dari itu dilakukan pendekatan mitra dukun

(12)

dimana dukun beranak dapat masuk ke dalam ruang bersalin namun hanya sebatas mendampingi.

Akses internet dipandang dapat memberikan kemudahan akses kepada pendidikan, namun di sisi lain akses internet juga dapat membawa pengaruh negatif bagi anak apabila tidak ada pembatasan konten (dua sisi mata pisau). Fakta lapangan yang terjadi di Balikpapan, banyak terjadi kasus Berat Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) yang disebabkan oleh kelahiran bayi dari orang tua usia muda yang merupakan salah satu akibat dari kebebasan mengakses konten diinternet (yang sifatnya negatif). Terkait dengan hal tersebut, perwakilan dari dinas pendidikan menyampaikan bahawa telah dilakukan pembatasan konten-konten dan waktu akses internet di sekolah. Yang menjadi tantangan adalah pemantauan pada saat anak mengakses internet di rumah. Harus diberikan edukasi kepada org tua untuk dapat memantau dan juga dilakukan penyuluhan-penyuluhan kepada remaja putri.

Pemerintah Kota Balikpapan telah memberikan sekolah gratis untuk para siswa di tingkat sekolah dasar. Selain menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat, para siswa juga menerima BOS dari pemerintah kota. BOS pemerintah kota diberikan untuk seluruh siswa di jenjang SD sampai dengan SMP baik sekolah negeri maupun swasta. Apabila melihat tren preferensi sekolah dari para siswa, tahun 2020 terlihat bahwa kecenderungan para siswa akan lebih banyak memilih untuk bersekolah di sekolah negeri, karena ada kekhawatiran apabila sekolah di sekolah swata akan ada biaya tambahan yang mereka keluarkan (biaya gedung). Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, Di tahun 2020, berapapun jumlah siswa yang diterima di sekolah swasta, pemerintah kota akan memberikan subsidi sarana dan prasarana sehinga subsidi tersebut akan menutupi kebutuhan untuk uang gedung.

Tantangan yang dihadapi pemerintah kota terkait dengan pemberian bantuan atau beasiswa untuk siswa sekolah adalah tidak adanya database siswa yang memperoleh bantuan pemerintah melalui porgram Kartu Indonesia Pintar (KIP), sehingga khawatir dapat terjadi duplikasi. Pemerintah Kota sudah menyurati Kemendikbud, namun sampai saat ini data tersebut belum juga dierima. Pesan yang disampaikan oleh Pemerintah Kota adalah agar Pemerintah pusat dapat menembuskan data penerima program banuan kepada level daerah agar kebijakan yang dilakukan daerah dapat tepat sasaran dan tidak menduplikasi program pemerintah pusat.

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Program-program inovatif dari berbagai daerah yang berhasil, bisa menjadi percontohan bagi daerah lain yang memiliki capaian HCI yang cukup rendah.

BPS dan K/L terkait perlu mempertimbangkan pendekatan lain untuk perhitungan indikator kemiskinan yang selama ini sangat general. Karakteristik wilayah dan budaya di beberapa daerah bisa dijadikan sebuah contoh perlunya pertimbangan tersebut. Indikator pengeluaran yang selama ini dijadikan acuan menjadi perdebatan bertahun tahun untuk menilai fakta kemiskinan di daerah.

(13)

Program-program pusat seperti PKH selayaknya mendapat dukungan yang optimal mengingat fakta di lapangan menunjukkan efektivitas dari sisi target pencapaiannya. Dukungan mekanisme transfer ke daerah terutama melalui DAK yang lebih fleksibel sangat membantu daerah unttuk memenuhi ruang kebutuhan yang menjadi prioritas termasuk pemenuhan tenaga lapangan.

Dukungan pemerintah pusat terutama anggaran sangat dibutuhkan bagi Pemerintah daerah dalam mengimplementasikan berbagai program intervensi penanganan stunting

Inovasi pemerintah daerah untuk terus mengawal program stunting sangat menentukan kerberhasilan program pemerintah dalam pemberantasan stunting. Inovasi tersebut perlu diberikan apresiasi oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk penghargaan dan rewards

Sinergi antar institusi pemerintah dan pihak swasta serta masyarakat harus terus ditingkatkan, karena program penanganan stunting tidak akan pernah berhasil jika tidak ada sinergi antar pihak

Aspek regulasi dan peraturan akan membuat langkah pemerintah dan para pihak menjadi lebih cepat. Koordinasi data dan informasi dengan pemerintah pusat terutama Kementerian Kesehatan menjadi sangat poenting dan perlu ditingkatkan.

Acknowledgments: Terimakasih saya sampaikan kepada Kepala Pusat Kebijakan

Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, terutama teman-teman di Bidang Multilateral dan Anggota Tim Human Capital Index serta rekan-rekan peneliti. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Pemerintahan Kota Balikpapan dan jajarannya terutama dari bappeda, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan atas dukungan dan asistensinya.

REFERENSI

Aritonang, Adiwan, 2008. "A study on Indonesia regions disparity: post decentralization." Available at SSRN 1737977.

Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan, 2019. Kota Balikpapan Dalam Angka, Balikpapan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Balikpapan, 2019. Laporan Tahunan Pencapaian Pembangunan Kota Balikpapan.

Bank Dunia, 2018. Laporan Perkembangan Human Capital Index di Indonesia, World Bank, Jakarta.

Formen, Ali, and Joce Nuttall, 2014. "Tensions between discourses of development, religion, and human capital in early childhood education policy texts: The case of Indonesia." International Journal of Early Childhood 46.1 (2014): 15-31.

(14)

Hariyani, Faridah, Nino Adib Chifdillah, Ridha Wahyuni, Nurhayati Nurhayati, Siti Nuryanti, Sonya Yulia, Frana Andrianur et al. 2019. "Prosiding Seminar Nasional & Call For Papers Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim “Cegah Stunting, Mempersiapkan Generasi Berkualitas”." “Cegah Stunting, Mempersiapkan Generasi Berkualitas”.

Kementerian Keuangan Republika Indonesia, 2019. Nota Keuangan dan RAPBN Republik Indonesia Tahun 2019.

Kompas Online, 2018. https://sains.kompas.com/read/2019/10/18/180700523/6-tahun-terakhir-angka-stunting-di-indonesia-turun-10-persen

Langi, Louisa A., dan Regina, Agape C. Toding, 2020. "Hubungan Pemberian Asi Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Usia 2-5 Tahun Di Puskesmas Manggar Baru, Balikpapan Periode Juli-Agustus 2019." Pro-Life 7, no. 1: 71-86. Miller, Douglas L., et al. 2006. "Social capital and health in Indonesia." World

Development 34.6: 1084-1098.

Nofiarsyah, Nofiarsyah. 2019. "Pemetaan Sumberdaya Aparatur Desa Di Provinsi Kalimantan Timur." Jurnal Riset Pembangunan 2, no. 1: 47-66.

Rustiadi, Ernan, and Ahmadriswan Nasution, 2017. "Can Social Capital Investment Reduce Poverty in Rural Indonesia?." International Journal of Economics and Financial Issues 7.2: 109-117.

Trihono, Trihono, Atmarita Atmarita, Dwi Hapsari Tjandrarini, Anies Irawati, Iin Nurlinawati, Nur Handayani Utami, and Teti Tejayanti, 2015. "Pendek (stunting) di Indonesia, masalah dan solusinya." Badan Litbang Kementerian Kesehatan, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Intervensi Gizi Spesifik Kota Balikpapan  No  Kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Adapun mengenai persyaratan sah dan tidaknya di dalam sewa menyewa tanah tegalan yang di kelola kelompok tani tidak ada ketentuan peraturan secara pasti yang tertulis namun dari

dan Implikasinya Dalam Perspektif dan Masyarakat , Refika Aditama, Bandung, hlm. 10 Barda Nawaw Aref,2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana

Kesabaran sangat baik menjadi obat dari penyakit yang diderita karena dengan sabar maka apa yang Allah berikan akan terasa nyaman, karena bimbingan rohani islam adalah

Analisis Hasil Isomerisasi dengan HPLC Analisis HPLC dilakukan pada larutan hasil isomerisasi yang menghasilkan konversi glukosa terbesar berdasarkan. analisis dengan

Nilai ini lebih besar apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh dogan, dkk, hal ini mungkin disebabkan karena tidak adanya perendaman serat dalam

Oleh karena itu terdapat kecenderungan bahwa ekstrak etanol daun jambu air memiliki aktivitas antioksidan.Sehubungan dengan nilai aktivitas antioksidan ekstrak etanol

Sedangkan pada kasus komunitas petani pesisir, pola adaptasi yang dikembangkan guna mengatasi masalah kerawanan pangan cenderung bersifat jangka pendek (coping mechanism) terutama

Memahami berbagai sistem dalam kehidupan tumbuhan Siswa dapat menyebutkan organ atau bagian-bagian tanaman monokotil 1 C1 Siswa dapat menyebutkan fungsi rambut akar