• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN PADA MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN PADA MANUSIA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN PADA

MANUSIA

Disusun oleh:

Nama : Anggi Widyanza Vanessa

NIM : 1306103010097 Kelas : 01 Dosen Pembimbing: Dr. Safrida, S.Pd., M.Si

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

(2)
(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...ii

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN PADA MANUSIA...3

Indikator...3

A. Pengertian Sistem Imun...3

1. Antigen...5

2. Antibodi...6

B. Struktur Sistem Imun...7

C. Interaksi antara Antibodi dengan Antigen...10

1. Fiksasi komplemen...10

2. Netralisasi...11

3. Aglutinasi...11

4. Presipitasi...11

D. Sel-Sel yang Terlibat dalam Respon Sistem Imun...12

1. Sel B...12 2. Sel T...14 3. Makrofag...17 E. Jenis Imunitas...18 1. Imunitas aktif...18 2. Imunitas pasif...18

F. Gangguan dalam Fungsi Sistem Imun...19

1. Alergi...19

2. Penyakit Autoimun...20

3. Penyakit Imunodefisiensi...21

EVALUASI...23

DAFTAR PUSTAKA...26

(4)

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN PADA MANUSIA

Indikator :

 Menjelaskan definisi sistem imun  Menjelaskan struktur dari sistem imun

 Menjelaskan interaksi antara antibodi dengan antigen  Menjelaskan sel-sel yang terlibat dalam respon imun  Menjelaskan jenis imunitas

 Menjelaskan gangguan dalam fungsi sistem imun

A. Pengertian Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun (humoral dan seluler) untuk menghadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau zat lain yang oleh tubuh dianggap “bukan bagian diri”. Sistem imun dapat membedakan berbagai zat asing dan responnya terutama jika dibutuhkan. Respon imun memiliki kemampuan untuk mengingat kembali kontak sebelumnya dengan suatu agens tertentu, sehingga pajanan berikutnya akan menimbulkan respon yang lebih cepat dan lebih besar (Sloane, 2004 : 255).

Sistem imun meliputi organ-organ limfoid primer (sumsum tulang belakang dan kelenjar timus), jaringan limfoid sekunder (nodus limfe, limpa, adenoid, amandel, bercak peyer pada usus halus, dan apendiks), juga beberapa sel lain yang dan produksi sel (Sloane, 2004 : 252).

(5)

Respon imun itu dapat dinyatakan dengan salah satu dari dua mekanisme yang berlainan. Beberapa respon imun dilakukan oleh sel-sel hidup, populasi khusus kimfosit. Respon seperti itu dikatakan ditengahi sel. Respon imun yang lain dilakukan oleh molekul protein yang dinamai antibodi, yang tersimpan dalam limfadan plasma darah (Kimball, 2005 : 540). Walaupun demikian, respon imun terhadap “diri sendiri” dapat terjadi dan membentuk suatu kondisi yang disebut autoimunitas. Autoimunitas dapat menyebabkan efek patologis pada tubuh (Sloane, 2004 : 255).

(6)

Menurut Sloane 2004 : 255-257 menyatakan ada beberapa komponen dari sistem imun yaitu antigen dan antibodi.

1. Antigen

Antigen adalah suatu zat yang menyebabkan respons imun spesifik. Antigen biasanya biasanya berupa zat dengan berat molekul besar dan juga kompleks zat kimia seperti proteindan polisakarida.

- Determinan antigenic (epitop) adalah kelompok kimia terkecil dari suatu antigen yang dapat membangkitkan respons imun. Suatu antigen dapat memiliki dua atau lebih molekul determinan antigenik, satu molekul pun dalam keadaan yang sesuai dapat menstimulasi respons yang jelas.

- Hapten adalah senyawa kecil yang jika sendirian tidak dapat menginduksi respons imun, tetapi senyawa ini menjadi imunogenik jika bersatu dengan carrier yang berat molekulnya besar, seperti protein serum.

- Hapten dapat berupa obat, antibiotic, zat tambahan makanan, atau kosmetik. Ada banyak senyawa dengan berat molekul kecil yang jika berkonjugasi dengan carrier dalam tubuh dapat membentuk imunogenisitas. Misalnya, pada beberapa orang penisilin tidak bersifat antigenic sampai penisilin tersebut bergabung dengan protein serum dan mampu memicu respons imun.

2. Antibodi

Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan sistem imun sebagai respons terhadap keberadaan antigen dan akan bereaksi khususnya dengan antigen tersebut. Sebuah molekul antibodi terdiri dari empat rantai polipeptida: dua rantai berat identik

(7)

dan dua rantai ringan identik. Istilah berat dan ringan mengacu pada berat molekul relatifnya. Rantai-rantai dihubungkan dengan ikatan disulfida (-S-S-) dan ikatan lain untuk membentuk molekul berbentuk Y yang memiliki area hinge (engsel) fleksibel. Ini untuk memungkinkan terjadinya perubahan bentuk saat bereaksi dengan jumlah antigen maksimum. regia variable pada rantai berat dan ringan terletak di bagian ujung lengan Y. regia ini membentuk dua sisi pengikat yang disebut bivalen.

- Regia variable pada antibodi yang berbeda memiliki rangkaian asam amino yang berbeda.

- Spesifitas suatu antibodi terhadap antigen tertentu bergantung pada struktur regia variabelnya.

Regia konstan terdiri dari lengan Y dan batang molekul, selalu identik pada semua antibodi dari kelas yang sama.

Kelas antibodi adalah sekelompok protein plasma yang disebut immunoglobulin (Ig). Berikut lima kelas (isotope) immunoglobulin yaitu;

(8)

B. Struktur Sistem Imun

Jaringan dan organ yang merupakan sistem imun berserakan di seluruh tubuh. Pada manusia (dan mamalia lain), organ-organ pusat sistem tersebut ialah sumsum tulang belakang dan timus. Sumsum tulang mengandung sel-sel batang yang

(9)

memainkan sedikit peranan dalam imunitas. Tetapi peranan utama diambil oleh monosit (yang berkembang dalam jaringan menjadi makrofag) dan khususnya limfosit (Kimball, 2005 : 542).

Walaupun semua limfosit tampak sama di bawah mikroskop cahaya, sekali-kali tidak dalam fungsinya. Sebenarnya, limfosit merupakan kumpulan sel yang amat beragam. Meskipun demikian, kebanyakan dari limfosit kita terdiri atas satu diantara dua kategori utama: T limfosit dan B limfosit. Sel-sel yang akan dipastikan menjadi T limfosit memulai hidupnya di dalam sumsum tulang. Akan tetapi, segera meninggalkannya dan masuk ke dalam aliran darah ke timus. Disini menjalani diferensiasi lebih lanjut dan bilamana hal ini selesai barulah siap melakukan kerjanya. B limfosit juga diproduksi di dalam sumsum tulang, tetapi berlainan dengan T limfosit, yang pertama tadi menjadi matang sepenuhnya di sana. Meski demikian, B limfosit juga meninggalkan sumsum tulang sebelum menjadi aktif dalam imunitas (Kimball, 2005 : 543).

(10)

Salah satu tugas utama sistem imun tersebut ialah membentuk pertahanan terhadap bahan-bahan asing, yang dinamai antigen, yang memasuki tubuh. Baik sumsum tulang maupun timus secara patut tidak untuk pertahanan ini. Maka diketahui bahwa sebelum memulai kerjanya, baik B limfosit maupun T limfosit tersebarkan dari sumsum tulang dan timus menjadi kelompok jaringan limfosit yang dibagikan ke seluruh tubuh. Sistem ini terdiri atas limpa, sejumlah besar simpul limpa, tonsil, apendiks, dan sarang sel-sel yang tersebar dimana-mana (Kimball, 2005 : 543).

Produksi antibodi merupakan tanggung jawab B limfosit. Akan tetapi, respon humoral terhadap banyak antigen juga memerlukan bantuan T limfosit. Dengan suatu

(11)

cara, yang masih belum jelas, T limfosit memungkinkan B limfosit yang spesifik bagi antigen untuk berbiak dan berkembang menjadi sel-sel plasma. Sel-sel plasma adalah sel-sel yang sebenarnya mensekresi anti bodi (Kimball, 2005 : 543).

C. Interaksi antara Antibodi dengan Antigen

Menurut Sloane 2004 : 257 menyatakan sisi pengikat antigen pada region variable antibodi akan berikatan dengan sisi penghubung determinan antigenic pada antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau presipitasi.

1. Fiksasi komplemen, terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat komplemen. Ikatan molekulkomplemen diaktivasi melalui jalu “jalur klasik” yang memicu efek cascade untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat organisme atau toksin penyusup. Efek yang paling penting meliputi:

- Opsonisasi. Partikel antigen diselubungi antibodi atau komponen komplemen yang memfasilitasi proses fagositosis partikel. Selain itu, suatu produk protein berlekuk dari cascade komplemen, C3b, juga berinteraksi dengan reseptor khusus pada neutrofil dan makrofag, dan meningkatkan fagositosis.

- Sitolisis. Kombinasi dari faktor-faktor komplemen multiple mengakibatkan rupturnya membran plasma bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan isi selular keluar.

(12)

- Inflamasi. Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui aktivasi sel mast, basofil, dan trombosit darah.

2. Netralisasi terjadi saat antibodi menutup sisi toksik antigen dan menjadikannya tidak berbahaya.

3. Aglutinasi (pengumpalan) terjadi jika antigen adalah materi partikulat, seperti bakteri atau sel-sel merah.

4. Presipitasi terjadi jika antigen dapat larut. Kompleks imun menjadi besar akibat hubungan silang molekul antigen sehingga tidak dapat larut dan berpresipitasi. Reaksi presipitasi antara antigen dan antibodi dapat dipakai secara klinis untuk mendeteksi dan mengukur salah satu komponen berikut; - Imunoelektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis campuran

antigen (protein) dan antibodinya. Protein digerakkan pada bidang listrik (elektroforesis) untuk dipisahkan dan kemudian dibiarkan berdifusi dalam jeli agar tempat setiap protein membentuk garis presipitin dengan antibodinya.

- Radioimunoassai (RIA) didasarkan pada pengikatan kompetitif secara radioaktif antara antigen berlabel dan antigen tanpa label untuk sejumlah kecil antibodi. Metode ini memungkinkan dilakukannya analisi terhadap antigen, antibodi, atau kompleks dalam jumlah yang sangat kecil melalui pengukuran radioaktivasinya bukan melalui cara kimia.

(13)

D. Sel-Sel yang Terlibat dalam Respon Sistem Imun

1. Sel B

Fungsi sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen tertentu. Sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma non-ploriferasi yang menyintesis dan mensekresi antibodi (Sloane, 2004 : 259). Setiap reseptor sel B (B cell receptor) untuk suatu antigen adalah suatu molekul berbentuk Y yang terdiri dari empat rantai polipeptida: dua rantai berat (heavy chain) yang identik dan dua rantai ringan (light chain) yang identik, dengan jembatan disulfide yang menautkan rantai-rantai itu. Rantai ringan dan berat masing-masing memiliki wilayah konstan (constant region, C), tempan sekuens asam amino sedikit bervariasi diantara reseptor-reseptor yang terdapat pada sel-sel B yang berbeda (Campbell, 2008 : 98).

(14)

Sekresi antibodi oleh sel B terseleksi secara klonal merupakan cirri utama respons humoral. Aktivasi dari respons ini biasanya melibatkan sel B dan sel T penolong, serta protein pada permukaan bakteri. Seperti yang ditunjukkan pada gambar, aktivasi sel B oleh antigen dibantu oleh sitokin yang disekresikan dari sel T penolong yang telah menjumpai antigen yang sama. Dirangsang oleh antigen sekaligus sitokin, sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi klona sel plasma penyekresi antibodi dan klona sel B ingatan (Campbell, 2008 : 105).

Jalur untuk pemprosesan antigen pada sel B berbeda dengan jalur pada sel-sel penyaji antigen yang lain. Aktivasi sel B menyebabkan respons humoral yang kuat: sebuah sel B yang teraktivasi memunculkan klona dari ribuan sel plasma, masing-masing menyekresi kira-kira 2.000 molekul-molekul antibodi setiap detik selama rentang hidup sel 4 hingga 5 hari. Lebih lanjut, sebagian besar antigen yang dikenali oleh sel B mengandung epitop-epitop ganda. Dengan demikian pemaparan terhadap suatu antigen tunggal normalnya mengaktivasi berbagai sel B, dengan klona-klona sel plasma berbeda yang melawan langsung epitop-epitop berbeda pada antigen yang sama (Campbell, 2008 : 105-106).

a. Respon imun primer, berlangsung dengan lambat karena pada awalnya, hanya ada sedikit sel yang memiliki molekul antibodi permukaan atau resptor sel T untuk merespons antigen;

b. Respons sekunder, pada pajanan terhadap antigen yang berikutnya berlangsung lebih cepat dan lebih kuat karena tiruan tambahan dari sel B memori berkembang dan sel T dapat meresponsnya (Sloane, 2004 : 261).

(15)

2. Sel T

Fungsi sel T juga menunjukkan spesifitas antigen dan akan berpoliferasi jika ada antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibodi.

a. Sel T mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui reseptor sel T, yaitu protein permukaan sel yang terikat membran dan analog dengan antibodi;

b. Sel T memproduksi zat aktif secara imunologis yang disebut limkofin. Sebtipe limfosit T berfungsi untuk membantu limfosit mengatur respon imun (Sloane, 2004 : 259).

Setiap reseptor sel T (T cell receptor) untuk suatu antigen terdiri dari dua rantai polipeptida yang berbeda, rantai α (α chain) dan rantai β (β chain), terikat oleh sebuah jembatan disulfida (Campbell, 2008 : 98).

Sel sel T, seperti sel B berasal dari sel batang precursor dalam sumsum tulang. Pada periode akhir perkembangan janin atau segera setelah lahir, sel precursor bermigrasi menuju kelenjar timus, tempatnya berproliferasi, berdiferensiasi, dan mendapatkan kemampuan untuk mengenal diri. Setiap individu memiliki suatu susunan khas tanda protein permukaan sel (antigen) yang dikodekan oleh gen yang disebut sebagai kompleks histokompatibilitas mayor (major histocompatibility complex (MHC)). Protein yang dikodekan oleh MHC kelas I dan kelas II penting dalam aktivasi sel T.

- Antigen dikodekan MHC kelas I diproduksi pada permukaan semua sel bernukleus dalam tubuh;

(16)

- Antigen dikodekan MHC kelas II hanya ditemukan pada permukaan sel B dan makrofag.

Selama masa kehidupan awal, antigen yang dikodekan MHC sudah tertanam dalam sel T pada kelenjar timus. Dengan demikian, sel T akan mengenali setiap MHC pengkode antigen lain sebagai benda asing. Ini merupakan dasar untuk rejeksi imun terhadap organ yang dicangkok atau ditransplantasi. Setelah mengalami diferensiasi dan maturasi. Sel T berimigrasi menuju organ limfoid seperti limpa atau nodus limfe. Sel ini dikhususkan untuk melawan sel yang mengandung organism intraseluler (Sloane, 2004 : 261).

Sel T penolong, diaktivasi melalui perjumpaan dengan sel-sel penyaji antigen, sel-sel T penolong memainkan peran sentral dalam meningkatkan respons humoral dan respons diperantarai sel. Sel T penolong berproliferasi setelah berinteraksi dengan fragmen-fragmen antigen yang ditampilkan oleh sel-sel penyaji antigen (biasanya sel-sel dendritik). Klona sel yang dihasilkan berdiferensiasi menjadi sel-sel T penolong yang teraktivasi dan sel-sel T penolong ingatan. Sel-sel T penolong teraktivasi menyekresikan sitokin yang merangsang aktivasi sel-sel B dan sel-sel T sitotoksik di dekatnya. (Campbell, 2008 : 103-104).

Sel T penolong dan sel penyaji antigen yang menampilkan epitop spesifiknya memiliki interaksi yang kompleks. Reseptor sel T pada permukaan sel T penolong berikatan ke fragmen antigen yang dipegang oleh molekul MHC

(17)

disebut CD4, ditemukan pada permukaan sebagian besar sel T penolong, berikatan ke molekul MHC kelas II tersebut. CD4 membantu menjaga agar sel T penolong dan sel penyaji antigen tetap bergabung. Saat kedua sel berinteraksi, sinyal-sinyal dalam bentuk sitokin dipertukarkan di kedua arah (Campbell, 2008 : 104).

Setelah aktivasi oleh makrofag pembawa antigen, sel T pembantu memiliki beberapa fungsi yaitu;

- Sel ini diperlukan untuk sintesis antibodi normal;

- Saat pengenalan antigen asing, sel T dan sel T pembantu melepas interleukin-2 yang menginduksi proliferasi sel T sitotoksik;

- Beberapa sel T pembantu akan menolong sel T lain untuk merespons antigen (Sloane, 2004 : 261-262).

Sel-sel T sitoksik adalah sel-sel efektor dalam respons kekebalan diperantarai sel. Agar menjadi aktif, mereka membutuhkan molekul persinyalan

(18)

dari sel T penolong serta interaksi dengan sel penyaji antigen. Begitu teraktivasi, sel T sitotoksik dapat menghilangkan sel sel tubh yang terkena kanker dan sel tubuh yang terinveksi oleh virus atau patogen intraseluler lainnya. Fragmen protein nondiri yang disintesis dalam sel target semacam itu diasosiasikan dengan molekul MHC kelas I dan ditampilkan di permukaan sel, tempat mereka dapat dikenali oleh sel T sitotoksik (Campbell, 2008 : 104). Sel T sitotoksik (sel T pembunuh) mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada permukaannya (Sloane, 2004 : 261).

3. Makrofag

Secara fagositik menelan zat asing dan melalui kerja enzimatik menguraikan materi yang tertelan untuk diekskresi dan untuk pemakaian ulang. a. Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau

mencerna sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang mengandung determinan antigenik;

b. Makrofag akan meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya sehingga terpapar untuk limfosit T tertentu. Ini merupakan langkah penting dalam aktivasi sel T (Sloane, 2004 : 259).

E. Jenis Imunitas

1. Imunitas aktif, didapat akibat kontak langsung dengan mikroorganisme atau toksin sehingga tubuh memproduksi antibodinya sendiri.

a. Imunitas aktif dapatan secara alami, terjadi jika seseorang terpapar suatu penyakit dan sistem imun memproduksi antibodi serta limfosit khusus.

(19)

Imunitas dapat bersifat seumur hidup (campak, cacar) atau sementara (pneumonia pneumokokal, gonore);

b. Imunitas aktif dapatan secara buatan (terinduksi) merupakan hasil vaksinasi. Vaksin dibuat dari patigen yang mati atau dilemahkan atau toksin yang telah diubah. Vaksin ini dapat merangsang respons imun, tetapi tidakmenyebabkan penyakit (Sloane, 2004 : 257).

2. Imunitas pasif, terjadi jika antibodi dipindah dari satu individu ke individu lain. a. Imunitas pasif alami, terjadi pada janin saat antibodi lgG inu masuk menembus plasenta. Antibodi lgG member perlindungan sementara (mingguan sampai bulanan) pada sistem imun yang imatur;

b. Imunitas pasif buatan adalah imunitas yang diberikan melalui injeksi antibodi yang diproduksi oleh orang atau hewan yang kebal karena pernah terpapar suatu antigen (Sloane, 2004 : 259).

F. Gangguan dalam Fungsi Sistem Imun

Dalam bukunya Campbell 2008 : 109-111 menyatakan, walaupun kekebalan yang diperoleh menawarkan perlindungan terhadap berbagai macam patogen, bukan berarti tipe kekebalan tersebut selalu berhasil. Hubungan timbale balik yang sangat teregulasi di antara limfosit-limfosit, sel-sel tubuh, dan zat-zat asing membangkitkan respon kekebalan yang member perlindungan luar biasa terhadap banyak patogen. Ketika kelainan alergi, autoimun, atau imunodefisiensi mengganggu keseimbangan yang rapuh ini, efek-efek yang timbul seringkali parah dan mengancam jiwa.

(20)

1. Alergi

Alergi adalah respon-respon yang berlebihan (hipersensitif) terhadap antigen-antigen tertentu yang disebut alergen (allergen). Allergen yang paling umum melibatkan antibodi dari kelas IgE. Hay fever, misalnya, terjadi ketika sel-sel plasma menyekresi antibodi IgE yang spesifik terhadap antigen dipermukaan serbuk polen. Beberapa dari antibodi ini melekat dengan menggunakan bagian dasarnya ke sel tiang dalam jaringan ikat. Belakangan, ketika serbuk polen kembali memasuki tubuh, serbuk polen tersebut melekat ke situs pengikat antigen IgE di permukaan sel tiang. Interaksi dengan serbuk polen yang besar akan menaut-silangkan molekul-moleku IgE yang bersebelahan, sehingga menginduksi sel tiang untuk melepaskan histamine dan agen-agen peradangan yang lain dari granula (vesikel), suatu proses yang disebut degranulasi (degranulation).

Peubahan-perubahan vaskular semacam itu muncul memunculkan gejala-gejala alergi yang khas: bersin-bersin, mata berair, dan kontraksi otot polos yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas. Obat-obatan yang disebut antihistamin mengurangi gejala-gejala alergi (dan inflamasi) dengan memblokir reseptor untuk histamine.

(21)

Respon alergi yang akut terkadang menyebabkan syok anafilatik (anaphylactic shock), reaksi seluruh tubuh yang mengancam jiwa dan dapat terjadi dalam beberapa detik setelah paparan terhadap suatu alergen.

2. Penyakit Autoimun

Pada beberapa orang, sistem kekebalan menyerang molekul-molekul tertentu dalam tubuh, menyebabkan penyakit autoimun (autoimmune disease). Hilangnya toleransi diri ini dapat hadir dalam berbagai bentuk. Dalam eritematosus lupus sistemik (systemic lupus erythematosus), sering disebut lupus, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang histon dan DNA yang dilepaskan melalui pemecahan normal sel-sel tubuh. Anibodi-antibodi yang reaktif terhadap diri sendiri ini menyebabkan ruam-ruam kulit, demam, arthritis, dan gangguan ginjal.

Penyakit autoimun yang diperantarai antibodi lainnya, arthritis rematoid (rheumatoid arthritis), menyebabkan kerusakan dan inflamasi yang menyakitkan di kartilago dan tulang-tulang persendian. Pada diabetes melitus Tipe 1, sel-sel beta penghasil insulis di pankreas merupakan target dari sel T sitoksik autoimun. Pada penyakit ini, sel-sel T menembus sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan penghancuran selubung myelin yang mengelilingi bagian-bagian dari banyak neuron.

Jenis kelamin, genetika, dan lingkungan semuanya mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap gangguan autoimun. Misalnya, anggota keluarga tertentu menunjukkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap gangguan autoimun tertentu. Selain

(22)

itu, banyak penyakit autoimun yang lebih sering mempengaruhi perempuan dari pada laki-laki.

3. Penyakit Imunodefisiensi

Gangguan kelainan atau ketiadaan kemampuan sistem kekebalan untuk melindungi tubuh terhadap patogen disebut imunodefisiensi (imonodeficiency). Imunodefisiensi bawaan (inborn imonodeficiency) meupakan akibat dari cacat genetis atau perkembangan di dalam sistem kekebalan. Imunodefisiensi yang diperoleh berkembang belakangan setelah paparan terhadap agen kimiawi atau biologis. Apapun penyebab dan asal-usulnya, imunodefisiensi dapat menyebabkan infeksi yang sering terjadi dan berulang-ulang serta peningkatan kerentanan terhadap kanker tertentu.

Paparan terhadap agen-agen tertentu bias menyebabkan imunodefisiensi yang berkembang belakangan dalam kehidupan. Obat-obatan yang digunakan untuk memerangi penyakit autoimun atau mencegah penolakan cangkokan menekan sistem kekebalan, sehingga menyebabkan kondisi imunodefisiensi. Sistem kekebalan juga ditekan oleh kanker tertentu, terutama penyakit Hodgkin, yang merusak sistem limfatik. Imunodefisiensi yang diperoleh berkisar dari kondisi sementara yang bias timbul dari stress fisiologis hingga acquired immunodeficiency syndrome, atau AIDS, yang tragis yang disebabkan oleh virus.

(23)

EVALUASI

1. Sel-sel memori pada sistem imun. . .

a. Menetap dalam sirkulasi dalam kurun waktu singkat sebelum dihancurkan b. Bertanggung jawab atas respons yang lebih cepat dan lebih besar selama

pajanan kedua terhadap antigen

c. Tidak spesifik dan merespons terhadap setiap determinan antigenik d. Hanya berfungsi pada respons yang diperantai sel

2. Pertanyaan berikut manakah yang benar mengenai antibodi?

a. Antibodi dapat berupa protein berupa protein, polisakarida, atau molekul lipid besar yang bersirkulasi

b. Setiap antibodi terbentuk dari dua rantai polipeptida yang disatukan oleh ikatan disulfida

c. Regia konstan antibodi adalah bagian terpenting dalam spesifitas antigen d. Regia variable antibodi membentuk sisi pengikat-antigen

3. Sel B dan sel T sama dalam hal berikut, kecuali. . . a. Sel B dan sel T mensekresi antibodi

b. Sel B dan sel T berasal dari sel batang dalam sumsum tulang c. Sel B dan sel T adalah sel limfosit

d. Keduanya merupakan bagian dari integral sistem imun 4. Epitop berasosiasi dengan bagian antibodi yang mana?

a. Situs pengikat antibodi

b. Hanya wilayah konstan rantai berat

c. Wilayah variable dari kombinasi rantai berat dan rantai ringan d. Hanya wilayah konstan rantai ingat

5. Molekul IgG adalah. . .

a. Dapat diwariskan dari ibu ke janin melalui plasenta untuk memberikan imunitas pada bayi baru lahir

b. Merupakan antibodi yang bersirkulasi paling sedikit c. Menginduksi pembentukan sel darah putih

d. Ditemukan pada sekresi seperti saliva dan air mata

6. Kemampuan sistem imun untuk membedakan antara “bagian diri” dan “bukan bagian diri” adalah. . .

a. Bukan merupakan subjek kegagalan di sepanjang hidup seseorang b. Didapat saat pubertas akibat perubahan hormonal

(24)

c. Sebagian besar disebabkan karena adanya antigen MHC pada sel T d. Meningkat seiring pertambahan usia seseorang

Soal 7-10. Pasangkan di bawah ini dengan istilah yang tepat.

a. Syok anafilaksis b. Autoimunitas

c. Reaksi hipersensitivitas penghambat d. Imunitas pasif

7. Gamma globulin yang diperoleh dari orang yang terjangkit suatu penyakit seperti gondong akan dipindahkan pada orang yang belum pernah mengalami penyakit tersebut.

8. Reaksi alergi akut yang mengancam kehidupan diperantarai oleh antibodi IgE. 9. Suatu respons imun terhadap jaringan atau komponen tubuh orang itu sendiri yang

memiliki konsekuensi terhadap terjadinya penyakit.

10. Reaksi terhadap antigen, yang diperantarai oleh sel T dan makrofag, bukan oleh antibodi yang dicontohkan rejeksi terhadap tandur jaringan.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kimball, J.W. 2005. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sloane, E. 2004. Anatomi Fisiologi Manusia untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku

(26)

LAMPIRAN: Kunci Jawaban Evaluasi 1. B 2. D 3. A 4. C 5. A 6. C 7. D 8. A 9. B 10. C

(27)

LAMPIRAN: Power Point Slide 1

(28)

Slide 3

(29)

Slide 5

(30)

Slide 7

(31)

Slide 9

(32)

Slide 11

(33)

Slide 13

(34)

Slide 15

(35)

Slide 17

(36)

Slide 19

(37)

Slide 21

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan dan berkat yang telah diberikan-Nya, penulis dapat menyusun Tugas Akhir ini guna memenuhi

Lebih-lebih lagi kemahiran mendengar telah muncul sebagai suatu komponen yang penting dalam proses pembelajaran bahasa kedua (Feyten, 1991). Sehingga kini, kajian

Pada bagian terakhir dari alur cerita dalam karya komposisi musik ini terdapat pada birama 41 sampai 50.. Bagian ini menceritakan sebuah harapan

Penggunaan lebar sempadan sungai sebagai zona riparia dapat diterapkan berdasarkan definisi dari beberapa peneliti yang menyebutkan riparian sebagai zona peralihan yang

Ketua Rayon 13, Ketua

Mesin granulator beras jagung ini dirancang bangun guna memenuhi kriteria desain, sebagai berikut: mesin ini dirancang agar mampu bekerja secara kontinyu, memiliki

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar penyerapan logam timbal (Pb) di udara melalui pemanfaatan tumbuhan, dalam penelitian ini menggunakan tumbuhan

Jumlah Jumlah penetrasi penetrasi pada pada 300 300 mm mm terakhir terakhir dicatat dicatat sebagai sebagai nilai nilai N N (N- (N- value value) yang ) yang