• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA HAK SEWA TOKO DI PASAR KOTA PAYAKUMBUH MELALUI MEDIASI DAN NEGOSIASI DI LUAR PENGADILAN ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA HAK SEWA TOKO DI PASAR KOTA PAYAKUMBUH MELALUI MEDIASI DAN NEGOSIASI DI LUAR PENGADILAN ARTIKEL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA HAK SEWA

TOKO DI PASAR KOTA PAYAKUMBUH MELALUI

MEDIASI DAN NEGOSIASI DI LUAR PENGADILAN

ARTIKEL

Oleh :

R U S D I

NPM. 0910018412057

(2)

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA HAK SEWA TOKO DI PASAR KOTA PAYAKUMBUH MELALUI

MEDIASI DAN NEGOSIASI DI LUAR PENGADILAN

Rusdi,¹ Sofyan Mukhtar,² Dwi Astuti Palupi²

¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta ²Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta

Email : rusdi@gmail.com

ABSTRACT

The dispute resolution in tenant rights Payakumbuh store facilities carried through mediation and negotiation efforts with lease store holders , these efforts guided by the Law No. 30 Year 1999 Article 1 point 10 of Arbitration and Alternative Dispute Resolution (APS) that: "alternative dispute resolution is dispute resolution institutions or dissenting of opinion through the procedure agreed by the parties that the settlement out of court by way of consultation, negotiation, mediation, conciliation or expert judgment ". Besides, it is also guided by the Regional Regulation No. 10 Year 2010 Payakumbuh Municipality which states clearly that the dispute conflict of store facilities held by the Market Management Field. In 2010, there were 10 (ten) cases and in 2011 is 1 (one) leasehold disputes on Payakumbuh store facilities attempted settlement through mediation.The problems discussed in this study are: first, how to form the right lease agreement between leaseholders of Payakumbuh store facilities? Secondly, what causes disputes between the Government leases Payakumbuh store facilities with leaseholders through mediation or negotiation can resolve disputes store leases.This study uses empirical legal research with is a descriptive analysis. The data source consists of primary data and secondary data. The primary data obtained by observation and interview. Secondary data were obtained by reviewing the various documents on rights disputes lease rental store. Data was collected through library research, interviews, observation. While the data analysis is done through editing, clasiffiying and analyliting of data. The result of this research are: first, that the market shopping area Payakumbuh is an asset because it was built by the Government of Payakumbuh. In the other hand, leaseholders thereon as those who using the assets that are tied to the engagement of leaseholder agreement. These two very different perception between tenants or leaseholders with the government of Payakumbuh , according to their version of the store leaseholders has belonged to them based on their payment to the Government of Payakumbuh. Third, the process of dispute resolution through quickly and lowerdown the cost of maintaining a good relationship each of them, to avoid problems at a later date in order to make the City of Local Regulation on setting the lease rights to the use of financial penalties, and the city government formed a team Payakumbuh rental dispute resolution rights advocate whose elements consist of: Legal Department, Store Management, Department of Revenue Finance and Asset Management, and Satpol PP and other related elements.

(3)

A. Pendahuluan

Pembangunan merupakan perubahan yang direncanakan menuju kemajuan dan perbaikan sesuatu yang ingin dicapai, dimana kegiatan untuk kemajuan dan perbaikan itu sendiri dilakukan secara terencana, terarah dan sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya. Pembangunan yang sedang dilaksanakan Pemerintah Indonesia pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan cara mengadakan perubahan dalam bidang sosial budaya maupun ekonomi.

Pembangunan itu harus benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan kita. Sehubungan dengan itu pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap serta berlanjut dalam rangka perwujudan kehidupan yang sejajar dengan bangsa lain yang lebih maju.

Pembangunan sudah pasti membawa perubahan, dan kadang menimbulkan masalah baru akibat ekses dari perubahan tersebut. Kehidupan manusia sangat sarat dengan berbagai kepentingan dari setiap individu, kelompok ataupun masyarakat semua cendrung untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak pribadi dalam proses inilah sering terjadi konflik atau sengketa. Untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan pada masyarakat khususnya pedagang di kawasan pasar Kota Payakumbuh sangat perlu dilakukan revitalisasi baik menyangkut sistim atau sarana dan prasarana pasar dalam pengelolaan pasar Kota Payakumbuh.

Guna mengoptimalkan fungsi pelayanan pada masyarakat pedagang di

kawasan pasar Kota Payakumbuh sangat perlu dilakukan revitalisasi baik menyangkut sistem maupun sarana prasarana dalam pengelolaan pasar. Revitalisasi pasar Kota Payakumbuh bertujuan untuk menata dan memperbaharui kembali sarana prasarana dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat serta menyediakan tempat berdagang bagi pedagang. Pasar adalah area tempat jual beli dengan jumlah penjual lebih dari satu orang atau lebih. Keberdaan pasar sangat penting dalam rangka menunjang pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan sebagai penampung dari usaha swadaya ekonomi masyarakat. Dengan sendirinya dapat dipahami bahwa Pasar adalah merupakan urat nadi perekonomian dan merupakan sumber penghidupan sebagian masyarakat Kota Payakumbuh.

Dalam pelaksanaan perjanjian hak sewa tersebut sering terjadi sengketa, antara lain yang sangat menonjol adalah dalam status pengalihan hak sewa kepada pihak ketiga dari pihak pedagang sebagai pemegang hak sewa pertama dan pemerintah kota sebagai pemegang otoritas penguasaan asset daerah, dalam hal ini berupa bangunan pertokoan ataupun kios. Contoh kasus dalam hal pengalihan hak sewa toko ataupun kios tersebut, pedagang melakukan transaksi ke pihak lain di bawah tangan tanpa diketahui oleh Pemerintah Kota sebagai pemilik. Contoh kasus lainnya tentang pengalihan Hak Sewa secara Ex Officio (ahli waris lurus seperti dari suami kepada istri atau sebaliknya dari orang tua kepada anak kandung).

Menurut UU No. 30 Tahun 1999 Pasal 1 poin 10 dijelaskan bahwa

“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah

(4)

negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

pendapat ahli”. Dengan demikian maka

jelas bahwa yang dimaksud APS dalam UU ini adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengkesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan.

Upaya penyelesaian sengketa telah dilakukan sejak manusia itu ada. Kehidupan manusia selalu dilingkupi oleh sengketa dengan skala yang berbeda, karena sengketa itu sendiri merupakan bagian dari kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang mengarungi kehidupan dan luput dari sengketa.

Berdasarkan permasalahan di atas penyelesaian sengketa melalui negosiasi dan mediasi sudah sangat dikenal dalam masyarakat hukum adat, karena pada dasarnya setiap sengketa yang timbul diselesaikan melalui jalan musyawarah. Secara nasional azas musyawarah untuk mufakat ini dikenal melalui sila keempat Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah

kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan.

Melihat kebuntuan dunia peradilan formal dengan menumpuknya perkara yang belum terselesaikan serta memperhatikan perkembangan perilaku pelaku bisnis internasional dan di Indonesia khususnya, yang lebih menginginkan efisiensi dan efektivitas, maka perlu kiranya mempertimbangkan untuk lebih memberdayakan penggunaan penyelesaian sengketa melalui APS di Indonesia, sehubungan dengan semakin besarnya volume transaksi bisnis, baik domestik maupun regional dan internasional, dalam

rangka “pasar bebas” dan “persaingan bebas” dewasa ini, yang diperkirakan

juga akan menimbulkan berbagai sengketa-sengketa bisnis baru.

Bentuk APS lain yang sudah dikenal di negara maju adalah Mediasi. Mekanisme penyelesaian sengketa melalui mediasi ini adalah menggunakan pihak ketiga untuk membantu dua pihak yang bersengketa di dalam menyelesaikan sengketanya. Walaupun mediasi belum sepopuler arbitrase, tetapi akhir-akhir ini, penyelesaian sengketa melalui mediasi di Indonesia telah menjadi pembicaraan umum terutama di kalangan ilmu hukum dan praktisi hukum.

Namun dalam praktik penggunaan APS termasuk mediasi tidak diikuti dengan pengaturan jelas perihal pelaksanaannya. Seringkali penggunaan lembaga APS menjadi sia-sia karena salah satu pihak tidak mau melaksanakannya secara sukarela, sehingga banyak pihak mempertanyakan perihal kepastian hukum penggunaan lembaga mediasi; masalah atau akibat hukum yang mungkin timbul sebagai akibat dari penggunaan lembaga APS termasuk mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa.

B. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang ditujukan mencari alternatif penyelesaian sengketa hak sewa toko melalui mediasi dan negosiasi di luar pengadilan pada Pasar Kota Payakumbuh.

Jenis dan Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang objektif, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan :

a. Data Primer

(5)

orang dari unsur Kerapatan Adat Nagari. Dalam hal ini akan dilakukan dengan wawancara bebas terpimpin yaitu dengan mempersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaannya namun tidak menutup kemungkinan untuk memberikan pertanyaan tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, sebab menggunakan data primer.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang siap pakai yang dapat membantu menganalisa serta memahami data primer. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Data sekunder antara lain: 1) Undang-Undang 2) Peraturan Pemerintah

3) Perda No. 10 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar

4) Perjanjian Hak Sewa

5) Perwako Nomor 47 tahun 2010 tentang Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan Payakumbuh Data tentang kasus hak sewa.

6) Bahan-bahan kepustakaan yang membahas mengenai hukum.

1. Teknik dan Instrumen

Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan

Digunakan untuk memperoleh data sekunder tentang sengketa hak sewa dengan mempelajari kasus yang terjadi pada pasar Kota Payakumbuh.

b. Wawancara

Cara ini dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu data yang diperoleh dengan cara

wawancara terstruktur dengan para pemegang hak sewa serta pejabat pengelola pasar pemko Payakumbuh. c. Observasi

Observasi merupakan pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti secara sistematis terhadap fenomena yang diteliti baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi buatan.

2. Analisis Data.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu suatu metode penulisan yang menggunakan data atau fakta yang ada dengan menggambarkan setiap aspeknya sebagaimana adanya.

Analisis data dilakukan melalui prosedur dan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Proses pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dari berbagai sumber yaitu wawancara yang ditulis dalam catatan di lapangan, kemudian dipilah-pilah sesuai dengan fakta-fakta dan data yang sesuai dengan penelitian.

b. Editing

Memeriksa semua data yang dikumpulkan baik dari hasil wawancara, pengamatan, dan dari hasil pengumpulan dokumen, apakah ada kekurangan, kelemahan dan/atau kesalahan. Jika terdapat hal tersebut akan diperbaiki sehingga nantinya data yang akan dihasilkan merupakan data yang telah benar dan akurat sumbernya.

c. Pegolahan Data

(6)

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bentuk Perjanjian Hak Sewa

Berdasarkan Peraturan Walikota Payakumbuh No. 47 Tahun 2010 tentang Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan Payakumbuh pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 10 menerangkan bahwa hak sewa/hak izin sewa adalah hak yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada seseorang/badan/ pedagang untuk menempati pertokoan yang dapat dimutasikan kepada pihak lainnya dengan kewajiban pembayaran pengambilan hak sewa/izin sewa. Dalam hal ini sangat jelaslah bahwa Pemerintah daerah merupakan pemilik toko/kios dalam kawasan pasar Kota Payakumbuh, sedangkan para pemegang hak sewa adalah penyewa aset berupa toko tersebut diberi kewenangan untuk memanfaatkan sebagai tempat berusaha dalam jangka waktu tertentu dan pemegang hak sewa dibebani kewajiban pengambilan hak sewa atas petak toko yang dimanfaatkan tersebut. Besar jumlah hak sewa yang dibebankan pada pemegang hak sewa bervariasi tergantung ukuran dan letak ekonomis petak toko/kios tersebut.

Pada ketentuan umum Pasal 1 angka 11 menerangkan bahwa surat hak sewa/izin sewa adalah surat tanda bukti yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk, dengan adanya ketentuan ini yang berhak memanfaatkan aset toko/kios tersebut adalah para pedagang ataupun perseorangan yang telah memiliki Surat Bukti Pemegang Hak Sewa (SBPHS) yang dikeluarkan oleh Walikota Payakumbuh, yang mana di dalam SPBHS tersebut memuat ketentuan-ketentuan tentang kewajiban, larangan, dan masa berlaku jangka waktu penyewaan tersebut.

Ketentuan tentang cara memperoleh hak sewa dapat dilakukan dengan pembayaran tunai dan dapat juga dilakukan dengan cicilan berdasarkan kemampuan pedagang

yang diprioritaskan kepada warga Payakumbuh yang berprofesi sebagai pedagang dan diprioritaskan pula kepada pedagang yang menempati petak toko sebelumnya apabila dilakukan pembangunan ulang terhadap toko yang bersangkutan sepanjang dapat dibuktikan ada alas hak atau Surat Bukti Pemegang Hak Sewa (SBPHS)

Pada dasarnya pemegang hak sewa menurut hukum perdata merupakan penyewa atau pengontrak. Kontrak menurut hukum perdata ada dua macam,

pertama kontrak nominat (bernama) dan kontrakinominat(tidak bernama). Kontrak

nominat adalah kontrak yang dikenal dalam hukum perdata. Hal-hal yang termasuk dalam kontrak ini adalah: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan, hibah, dan lain-lain. Dalam hal ini sangat jelas bahwa pemegang hak sewa terikat dalam suatu ikatan sewa menyewa antara pedagang dengan Pemerintah Kota Payakumbuh.

Dalam pasal 1338 KUH Perdata diatur tentang kebebasan berkontrak yang

berbunyi “semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi yang membuatnya” asas kebebasan

berkontrak merupakan asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak (1) membuat atau tidak membuat perjanjian (2) mengadakan perjanjian dengan siapapun (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya (4) menentukan bentuknya, yaitu tertulis ataupun lisan.

Jelaslah bahwa bentuk perjanjian hak sewa toko/kios/los antara pedagang dengan pemerintah kota Payakumbuh adalah perbuatan hukum yang mengacu kepada ketentuan hukum positif Indonesia yang terkandung dalam KUHPerdata pada buku II (kedua) tentang kebendaan dan buku III (ketiga) yang mengatur tentang perikatan tertera pada pasal 1338

KUHPerdata “semua perjanjian yang

(7)

ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan harus

dilaksanakan dengan itikad baik”

Bukti kepemilikan hak sewa toko oleh pedagang adalah berupa 1 (satu) lembar sertifikat hak sewa yang di dalamnya tercantum identitas pemegang hak sewa dan ditanda tangani oleh Walikota Payakumbuh atau pejabat yang berwenang. Sertifikat/Surat Bukti Pemegang Hak Sewa (SBPHS) ini dibuat rangkap 2 (dua), 1 (satu) lembar asli untuk si pemegang hak sewa, dan 1 (satu) lembar petikan untuk arsip pada pemerintah kota Payakumbuh dalam hal ini dikelola oleh bidang pengelolaan pasar kota Payakumbuh, di samping surat bukti pemegang hak sewa tersebut juga dibuat surat perjanjian antara pemerintah kota Payakumbuh dengan pemegang hak sewa yang mana surat itu dibuat 2 (dua) rangkap asli bermaterai enam ribu, ditanda tangani oleh kedua belah pihak, pihak pertama adalah Walikota Payakumbuh/pejabat yang ditunjuk, pihak kedua adalah pemegang hak sewa atau kuasanya.

Pada surat perjanjian hak sewa ini memuat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak, masing-masing pihak punya hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak serta memuat tentang konsekuensi terhadap wan prestasi isi perjanjian tersebut.

Dalam hal ini pihak yang menandatangani isi perjanjian tersebut dari pemegang hak sewa adalah ahli waris lurus, yaitu suami, istri atau anak dari si pemegang hak sewa tersebut. Ini harus dibuktikan dengan bukti autentik berupa surat keterangan ahli waris, surat keterangan lain seperti, kertu keluarga dilengkapi dengan foto kopi tanda pengenal / identitas ahli waris dan jika perlu daftar ahli waris si pemegang hak sewa dibuatkan akta notaris.

Surat bukti pemegang hak sewa ini bisa dipindah tangankan secara permanen kepada ahli waris secara ex-officio sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku, yaitu tentang peraturan walikota No. 47 tahun 2010 tentang retribusi pasar grosir dan / atau pertokoan Payakumbuh.

Prosedural pemindahan hak sewa tersebut kepada ahli waris harus didukung oleh bukti-bukti autentik tentang kedudukan ahli waris seperti yang telah diuraikan di atas tadi. Apabila seluruh dokumen tentang ahli waris telah lengkap dan terpenuhi sesuai dengan kewenangannya bidang pengelolaan pasar melanjutkan proses administrasi ini ke tingkat unsur pimpinan sesuai alur hirarki kepemerintahan kota Payakumbuh berdasarkan Perda No. 03 tahun 2008 tentang organisasi kepemerintahan kota Payakumbuh dan telah diubah untuk ketiga kalinya dengan Perda No. 11 tahun 2013 tentang organisasi kepemerintahan kota Payakumbuh.

Bagan 1

Alur Pengurusan Surat Bukti Pemegang Hak Sewa (SBPHS)

Sumber : Bidang pengelolaan Pasar Kota Payakumbuh Tahun 2011

Dari alur pengurusan surat bukti pemegang hak sewa (SBPHS) di atas pada pengelolaan pasar kota Payakumbuh sangat jelas sekali dan diproses secara seleksi dan teliti. Dari dua proses seleksi administrasi

WALIKOTA

SEKDA

KEPALA DINAS KOPERINDAG

KABID. PENGELOLA

PASAR KASI

PAD KASI SARANA

DAN PRASARANA PEDAGANG

(8)

yang berwenang dalam hal ini adalah 2 (dua) jabatan kepala seksi, yaitu Kasi. Sarana dan Prasarana, dan Kasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini guna menghindari jangan sampai terjadi penyalahgunaan wewenang ataupun dikhawatirkan hak sewa ini jatuh kepada tangan yang tidak berhak serta menghindari permasalahan hukum yang timbul dikemudian hari.

Pada tahap awal pemohon atau pedagang mengisi formulir permohonan untuk pengambilan hak sewa toko/kios/los. Untuk pemohon baru tidak perlu ada alas hak (kartu kuning), di sini ada perbedaan yang sangat jelas terlihat pada format permohoanan tersebut, yaitu untuk pedagang / pemohon baru bisa diberikan hak sewa toko/kios/los apabila ada penambahan sarana toko/kios/los tersebut. Hal ini pun sangat seleksi, diutamakan pedagang yang telah lama berjualan di lokasi pasar kota Payakumbuh, baik di pasar pusat maupun di pasar ibuh. Pada permohonan tersebut, pemohon harus membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan telah sekian tahun berjualan dan menyebutkan identitas lokasi dan jenis jualannya.

Proses mendapatkan hak sewa toko/kios/los untuk pemohon baru ini bisa diakomodir apabila jumlah toko/kios/los cukup atau ada penambahan bangunan baru, akan tetapi pada kenyataannya di pasar kota Payakumbuh untuk permohonan pengambilan hak sewa toko sangatlah tinggi, tidak seimbang dengan jumlah toko/kios/los yang tersedia, hal ini disebabkan oleh pemerintah kota Payakumbuh dalam hal ini bidang pengelolaan pasar tidak melakukan penambahan sarana, baik berupa kios/los setiap tahunnya karena anggaran pembangunan sangat terbatas, di samping lahan dijadikan untuk sarana

pertokoan di dalam kawasan pasar sudah tidak ada lagi, dan yang tak kalah pentingnya jumlah toko/kios/los yang tak pernah cukup ini disebabkan oleh lebih dari satu pemegang hak sewa mempunyai tiga atau empat petak toko/kios/los.

Sedangkan untuk pemohon lama/pedagang yang telah memiliki alas hak / kartu kuning cukup melampirkan yang asli dan apabila hilang atau terbakar harus ada surat keterangan dari pihak kepolisian setempat, di samping itu diharuskan untuk melengkapi dokumen-dokumen ataupun surat menyurat tentang ahli waris. Setelah data-data pemohon lengkap diperiksa oleh bagian sarana prasarana kemudian dikoordinasikan dengan bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk diteliti, apakah pemohon lama masih belum melunasi kewajibannya, apa masih ada tunggakan pengambilan hak sewa ataupun tunggakan retribusi bulanan. Setelah diverifikasi oleh bagian perbendaharaan dikeluarkan berupa rekomendasi kepada bagian sarana prasarana, rekomendasi yang dikleuarkan ada 2 (dua) macam, yaitu: lunas, dan masih ada tunggakan. Jika rekomendasi yang pertama lunas, maka permohonan hak sewa bisa dilanjutkan prosesnya, dan apabila rekomendasi yang kedua masih ada tunggakan, permohonan dikembalikan atau ditangguhkan sampai si pemohon melunasi semua kewajibannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Jika sampai pada jangka waktu yang telah ditentukan tersebut si pemohon tidak dapat melunasi kewajibannya, maka hak sewa tersebut bisa diambil alih oleh pemerintah kota Payakumbuh dan kemudian dialihkan kepada pemohon lainnya.

(9)

hal ini sebagai penguasaan aset atas toko/kios/los dengan pedagang sebagai pihak penyewa, berhak atas toko/kios/los tersebut yang mana status yang diberikan adalah sebagai hak guna usaha.

Faktor Penyebab Sengketa

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mana daerah-daerah diupayakan untuk mandiri, mengatur, dan mengurus diri

sendiri termasuk dalam

mengembangkan segala potensi dan sumber daya yang ada di daerah dimaksud, dalam hal ini toko/kios merupakan sumber potensi pendapatan daerah dari Kota Payakumbuh.

Di Kota Payakumbuh terdapat lebih dari 1.000 petak toko/kios yang telah melebihi 20 tahun pemakaian hak sewa yang dipegang oleh pedagang, sedangkan Peraturan Daerah yang mengatur dengan tegas waktu pemakaian toko/kios dengan rentang waktu 30 tahun belum ada. Persoalannya adalah masyarakat menganggap setelah hak sewa diperoleh melalui SBPHS mereka menganggap toko/kios tersebut sudah menjadi miliknya.

Dalam pelaksanaan perjanjian hak sewa tersebut sering terjadi sengketa, antara lain yang sangat menonjol adalah dalam status pengalihan hak sewa kepada pihak ke III (tiga) dari pihak pedagang sebagai pemegang hak sewa pertama dan pemerintah kota sebagai pemegang otoritas penguasaan asset daerah, dalam hal ini berupa bangunan pertokoan ataupun kios.

Penyebab sengketa hak sewa toko/kios/los yang sering terjadi dan terus berulang pada pengelolaan pasar kota Payakumbuh adalah:

1. Faktor tuntutan dari internal ahli waris pemegang hak sewa itu sendiri, karena balik nama toko yang tidak diketahui serta tidak ditanda tangani oleh seluruh ahli waris, sedangkan sesuai dengan ketentuan yang dimuat dalam Perda No. 10 Tahun 2010 tentang Kawasan Pasar, balik nama toko / kios harus ditanda tangani oleh seluruh ahli waris.

Walaupun kasus ini tidak begitu banyak, hanya tiga kasus pada tahun 2010 dan dua kasus pada tahun 2011, akan tetapi hal ini bisa menjadi permasalahan yang sangat besar yang dapat merugikan pihak pengelola pasar sendiri maupun pihak ahli waris. Sering permasalahan ini menjurus kepada tindakan pidana, yaitu berupa pemalsuan tanda tangan salah satu ahli waris oleh keluarganya sendiri, karena unsur ketidakpuasan pihak ahli waris yang tanda tangannya dipalsukan dan mempertanyakan proses pengalihan hak sewa toko kepada pengelola pasar.

2. Masalah Wan Prestasi

Masalah wan prestasi pemegang hak sewa toko/kios/los pasar Payakumbuh kepada pemerintah kota Payakumbuh dalam hal ini bidang pengelolaan pasar selaku pengelola yang diberi otoritas penuh sesuai undang-undang untuk menata, mengelola segala fasilitas, sarana dan sumber daya yang ada dalam ruang lingkup kawasan pasar berdasarkan Perda No. 10 tahun 2010 tentang kawasan pasar. Wan prestasi dari pemegang hak sewa adalah memindahkan sewenang-wenang pemakaian hak sewa tersebut kepada pihak lain tanpa sepengetahuan atau persetujuan pengelola pasar, dalam hal ini pemegang hak sewa telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat.

(10)

kaum atau ninik mamak Kenagarian Koto Nan Gadang Payakumbuh Utara dan Kenagarian Koto nan Ampek Payakumbuh Barat. Pada kedua lokasi tanah tersebut pemerintah kota Payakumbuh membangun toko/kios/los pada tahun 1983 dengan Inpres dan sampai sekarang bangunan tersebut tetap berdiri dan nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal inilah yang mendorong kedua kaum atau ninik mamak tersebut meminta bagi hasil hak sewa kepada pemerintah kota Payakumbuh.

Melihat tiga pengelompokkan permasalahan tersebut di atas, penulis menganalisa menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Permasalahan yang timbul akibat sengketa internal antar ahli waris pemegang hak sewa tersebut, para ahli waris lainnya merasa dirugikan, ditipu atau tidak dihargai oleh pemegang hak sewa yang namanya tertera dalam sertifikat hak sewa yang mana pemegang hak sewa semena-mena memindahkan hak atau toko tersebut kepada pihak lain tanpa adan perstujuan ahli waris lainnya, permasalahan ini hanya bisa diselesaikan secara negosiasi (musyawarah) antar ahli waris. 2. Tuntutan bagi hasil hak sewa pasar

serikat oleh kaum / niniak mamak Kenagarian Koto Nan Ampek dan Koto Nan Gadang pada hakikatnya menuntut kebijakan pemerintahan kota dalam bagi hasil hak sewa, dan permasalahan ini hanya bisa diselesaikan melalui mediasi dengan pihak-pihak terkait.

Tabel 1. Sengketa Hak Sewa Toko di Pasar Payakumbuh

(Data Tahun 2010)

No Kasus Jumlah Penyelesaian Waktu 1 Sengketa

Sumber : Bidang Pengelolaan Pasar Tahun 2010

Tabel 2. Data Kasus Sengketa Hak Sewa Toko di Pasar Payakumbuh

(Data Tahun 2010)

No Bulan Kasus Jum

lah Ket

1 Januari Sengketa Internal Ahli waris

4 April Sengketa Internal Ahli waris

2 Selesai melalui mediasi

5 Juni Sengketa Internal Ahli waris

1 Ditangg uhkan

6 Agustus Sengketa Pemin-dahan Hak Sewa

Sumber : Bidang Pengelolaan Pasar Tahun 2010

Bentuk Upaya Penyelesaian Sengketa Dalam menyelesaikan berbagai persoalan sengketa hak sewa terhadap pemegang hak sewa toko/kios/los, pemerintah kota berpedoman kepada: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2. Undang-undang Nomor 30 tahun 1999

(11)

3. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Perda Nomor 10 tahun 2010 tentang

Kawasan Pasar.

5. Perwako Nomor 47 tahun 2010 tentang Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan Payakumbuh

6. Peraturan Walikota Lainnya.

Untuk menyelesaikan

permasalahan dan sengketa hak sewa toko/kios/los, pemerintah kota Payakumbuh melakukan upaya-upaya sesuai dengan tingkatan kasus sengketa yang muncul, pada dasarnya pemerintah kota Payakumbuh membantu menyelesaikan sengketa melalui jalur non ligitasi, yaitu dalam bentuk penyelesaian sengketa alternatif metode negosiasi dan mediasi.

Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang praktik negosiasi yang pernah dilaksanakan oleh pemerintah kota Payakumbuh, dalam hal ini bidang pengelolaan pasar, kewenangan pengelola pasar sudah melekat secara Tupoksi dalam permasalahan ini, yaitu tentang pengelolaan dan penataan pasar secara keseluruhan, yang mana untuk kasus melalui negosiasi, bidang pasar hanya sebagai fasilitator untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa, memberi tahu pihak yang bersengketa dan membantu tempat untuk mengadakan musyawarah.

Dilihat dari alur penyelesaian sengketa hak sewa melalui negosiasi di atas dapat dipahami bahwa masing-masing pihak yang bersengketa bertemu secara langsung membeicarakan masalah yang dipersengketakan, masing-masing pihak bebas mengeluarkan pendapat sesuai dengan kehendak mereka, perlu ditekankan di sini bahwa fungsi pengelola pasar hanya sebagai pendamping ataupun fasilitator, tidak mencampuri kepentingan masing-masing pihak yang

bersengketa, malah menjembatani pihak-pihak yang bersengketa tersebut. Seringkali pihak-pihak yang bersengketa tersebut minta bantuan kepada pengelola pasar untuk menyelesaikan mereka yang bersengketa. Karena alasan tersebut, sebagai perpanjangan tangan pemerintah kota dalam mengelola pasar tentu bidang pengelolaan pasar tidak bisa menolak sesuai dengan kewajiban sebagai pemerintah yang harus melayani masyarakatnya.

Pihak-pihak yang bersengketa atau kuasanya bermusyawarah untuk mencari solusi permasalahan yang timbul diantara mereka. Dari sepuluh kasus sengketa hak sewa yang diteliti di pasar kota Payakumbuh pada tahun 2010, rata-rata dapat diselesaikan secara musyawarah, 9 (sembilan) kasus sengketa disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk dibuatkan akta perdamaian yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak, 1 (satu) kasus sengketa hak sewa sampai saat ini belum dapat dicarikan solusinya oleh pihak-pihak yang bersengketa dan ditangguhkan.

Melihat gambaran dan data-data yang ada, dari sepuluh kasus sengketa hak sewa di atas, penulis menyimpulkan ke dalam 2 (dua) kelompok sengketa, yaitu: 1) kelompok kasus sengketa internal antara pemegang hak sewa dengan ahli warisnya (ada empat kasus), dan 2) kelompok kasus sengketa eksternal antara pemegang hak sewa dengan penyewa lainnya, dalam hal ini penyewa kedua di bawah tangan (ada enam kasus).

(12)

seperti biaya yang melekat kepada toko/kios/los tersebut (rekening listrik, PDAM, dan sebagainya), sehingga pihak pemegang hak sewa mengancam akan mengambil alih tokoh tersebut, di lain pihak penyewa kedua tidak mau mengosongkan toko/kios/los tersebut, akhirnya terjadilah sengketa yang tidak bisa dihindarkan.

Salah satu dari pihak yang bersengketa mendatangi kantor pengelolaan pasar untuk mengadukan permasalahannya dan minta bantuan pengelola pasar. Dalam hal ini sesuai dengan kewenangannya sebagai otoritas penguasaan aset pasar, pengelola pasar tentu bersedia dan meminta kepada pihak yang bersengketa untuk memaparkan permasalahannya dalam bentuk laporan tertulis yang berisikan identitas masing-masing pihak dan kronolgis permasalahan serta bukti-bukti yang diperlukan terkait permasalahan tersebut.

Dilihat dari kasus kelompok kedua ini yaitu kasus eksternal pemegang hak sewa disebabkan oleh kesalahan dari pemegang hak sewa itu sendiri, karena bertindak sewenang-wenang memindahkan hak sewa kepada pihak lain tanpa sepengetahuan atau izin pemerintah kota Payakumbuh, meskipun permasalahan ini dapat diselesaikan secara negosiasi, akan tetapi hal ini sebenarnya bisa menjadi masalah atau sengketa segitiga antara pemegang hak sewa, penyewa kedua, dan pemerintah kota Payakumbuh sebagai pengelola aset pasar.

Dari 4 (empat) kasus sengketa internal ahli waris pada tahun 2010, 3 (tiga) kasus dapat diselesaikan dengan musyawarah meskipun memakan waktu yang cukup lama (lebih kurang delapan bulan), dan 1 (satu) kasus internal hak sewa antar ahli waris sampai saat ini

masih belum bisa terselesaikan dan ditangguhkan.

Dalam kasus sengketa internal ahli waris yang terjadi di pasar Payakumbuh, permasalahannya diselesaikan dengan waktu yang lama yang disebabkan oleh 1) kasus balik nama toko/kios/los tersebut telah dilakukan sejak lama, 2) adanya ahli waris yang berlokasi jauh di luar kota, 3) adanya ahli waris yang telah wafat, 4) tidak semuanya ahli waris mempersengketakan hak sewa tersebut, 5) tidak adanya atau tidak lengkap bukti-bukti pendukung hak sewa toko maupun identitas ahli waris, dan 6) tidak tercatatnya dokumen atau arsip yang rapi pada bidang pengelolaan pasar. Hal ini disebabkan sering terjadinya penggantian pengelola pasar, dan perubahan struktur organisasi kepemrintahan kota Payakumbuh.

1. Negosiasi

Negosiasi merupakan hal yang biasa dilakukan dalam suatu persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Negosiasi merupakan proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka. Dalam proses negosiasi ini pihak-pihak yang bersengketa melakukan musyawarah, berunding untuk mencapai mufakat dalam melakukan proses tawar menawar yang melakukan negosiasi oleh seorang negosiator dengan tetap berpedoman kepada prinsip-prinsip ADR (Alternatif Dispute Resolution) yang dikemukakan oleh F.D Holleman, yaitu :

a. Prinsip perdamaian : “… orang

pribumi dalam menghadapi pertentangan kepentingan berusaha sedapat-dapatnya untuk mencapai perdamaian …”

b. Prinsip pencegahan masalah : “…. di

(13)

perselisihan dengan sesama manusia, tidak memberi alasan dirinya menjadi buah tutur orang dan untuk menghormati moral yang berlaku umum, karena kepentingan yang berlawanan, suatu pertikaian mengancam di depan mata, maka dengan segala daya upaya akan mencoba mencegahnya.

c. Prinsip musyawarah untuk mencapai perdamaian.

d. Prinsip memecahkan masalah,

bukan memutus masalah : “…

orang pribumi dalam menghadapi pertentangan kepentingan lebih dipentingkannya melihat suatu soal terpecahkan, daripada

diputus”

e. Prinsip menghindari sengketa terbuka :

f. Prinsip memecahkan sengketa oleh para pihak

g. Prinsip memecahkan masalah melalui pihak ketiga.

Prosedur Negosiasi Penyelesaian Sengketa Hak Sewa Toko di Pasar Kota Payakumbuh

Dalam melaksanakan proses negosiasi antara pemegang hak sewa toko (pedagang/badan usaha) dengan pemerintah kota Payakumbuh dalam hal ini Bidang Pengelolaan Pasar mempunyai prosedur sebagai berikut. 1. Pertemuan Langsung antara

pemegang hak sewa dengan pengelola pasar.

2. Pengelola pasar mempertemukan antara para pemegang hak sewa yang bersengketa.

3. Pengelola pasar memberikan advise kepada para pemegang hak sewa yang bersengketa tentang status toko/kios yang mereka sengketakan.

Pelaksanaan negosisasi.

1. Sebagai pengelola pasar menerima keluhan dari para pemilik hak sewa tentang sengketa yang mereka hadapi, baik secara lisan ataupun tertulis.

2. Pengelola pasar mencatat dan kemudian mempelajari permasalahan tersebut untuk dilakukan tindak lanjut.

3. Pengelola pasar memanggil pihak-pihak yang bersengketa.

4. Pengelola pasar memutuskan permasalahan ini adalah tanggung jawab pemerintah kota sebagai penguasaan toko/kios yang dipersengketakan dan permasalahan ini tidak dibuka celah hukum oleh pihak di luar yang bersengketa.

Dalam menyelesaikan kasus secara negosiasi masih ada ketidakpuasan dari masing-masing pihak, hal ini disebabkan oleh pemegang hak sewa menganggap toko/kios tersebut hak milik, padahal pemegang hak sewa hanya sebagai penyewa bukan pemilik.

2. Mediasi

Pasar Payakumbuh semenjak tahun 1971 dikelola oleh badan swasta, yakni pasar serikat yang lebih dikenal dengan nama Pasar PON, karena pasar serikat secara historis adalah milik nagari dan atau tanah ulayat. Pada awalnya 7 (tujuh) nagari di Kota Payakumbuh dan 6 (enam) nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota, yang berbatasan langsung dengan Kota Payakumbuh. Pada waktu itu pemerintah Kota hanya sebagai pembina dari pada Pasar Serikat.

(14)

memperoleh bantuan, dan upaya tersebut sekitar tahun 1982 berhasil didapatkan dalam bentuk dana bantuan Inpres pertokoan yang dikenal dengan nama antara lain:

a. Inpres Pertokoan Nomor 8 Tahun 1979

b. Inpres Pasar Nomor 8 Tahun 1981 Melalui kedua dana bantuan Inpres ini dibangunlah pasar baru yang berlokasi di kebakaran tersebut dan pembangunannya selesai pada tahun 1984.

Bahwa dana bantuan tersebut harus dikembalikan, karena diberikan dalam bentuk kredit, yakni:

ad.1. Untuk Inpres Pertokoan dengan masa grace periode selama 7 (tujuh) tahun dengan nilai kredit sebesar

Rp.1.350.000.000,-ad.2. Untuk Inpres Pasar dengan masa grace periode selama 5 (lima) tahun dengan nilai kredit sebesar

Rp.1.100.000.000,-Pada tahun 1984 untuk pengembalian kredit Inpres tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyerahkan pengelolaan pasar kepada Pemerintah Kota Payakumbuh melalui Keputusan Gubernur Nomor 82/GSB/1984. Dalam dictum Surat Keputusan (SK) tersebut yang perlu diperhatikan dan menimbulkan persoalan hukum sampai saat ini adalah masalah bagi hasil yang menyatakan sebagai berikut:

a. Untuk Pemerintah Kotamadya selaku pengelola Pasar sebesar 70 %

b. Untuk Nagari sebesar 30 %

Pembagian tersebut didasarkan hasil bersih pasar. Bagi hasil tersebut dibayarkan kepada Nagari setelah hutang kredit Inpres lunas dibayarkan. Hutang kredit Inpres baru lunas dibayar pada tahun 2004 dikarenakan cicilan Inpres dari pedagang dalam bentuk sewa toko banyak menunggak dalam

pembayaran dan baru dapat dilunasi pada tahun 2004 melewati batas waktu yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat.

Selanjutnya karena Pengelolaan Pasar telah beralih ke Pemerintah Kota Payakumbuh, maka Pemerintah Kota mengambil kebijakan dengan pemberian toko untuk masing-masing Nagari/ KAN dalam bentuk pemberian hak sewa tunai. Terhadap toko tersebut pihak KAN diberi kebebasan, boleh diusahakan sendiri dan boleh dikontrakkan kepada pihak ketiga.

Pada Tahun 2006, datang menghadap Pemerintah Kota bersama dengan kuasa hukumnya yang menamakan diri tim 9 (Sembilan) menuntut bagi hasil pasar. Untuk itu beberapa kali pertemuan diadakan oleh Pemerintah Kota bersama dengan pengurus KAN 7 (tujuh) Nagari lainnya, diambil kesepakatan agar bagi hasil perlu dimusyawarahkan, dan terakhir Pemerintah Kota Payakumbuh menyurati Gubernur perihal bagi hasil. Balasan dari Gubernur bahwa bagi hasil ini diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kota dengan alasan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak berlaku lagi dan telah diganti dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir dirubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, karena Otonomi Daerah telah beralih kepada Pemerintah Kota.

Berkenaan dengan SK Gubernur Nomor 82/GSB/1984, juga telah dicabut dengan Perda Nomor 9 Tahun 2000, maka bagi hasil berdasarkan keputusan Gubernur tersebut tidak berlaku lagi, dan bagi hasil selanjutnya harus dimusyawarahkan dengan KAN, setelah itu Pemerintah Kota menetapkan bersama-sama dengan DPRD. Untuk itu sebagai bahan kebijakan, Pemerintah Kota telah merumuskan bahan-bahan kebijakan.

(15)

Serikat yang bertugas mempelajari, menelaah, dan mengkaji alternatif solusi dan kemudian merekomendasikan solusi terbaik untuk menyelesaikan bagi hasil pasar tersebut. Solusi yang terbaik untuk penyelesaian sengketa bagi hasil Pasar Serikat Kota Payakumbuh adalah

solusi “Memberikan kompensasi kepada KAN 8 nagari berupa pemberian 1 (satu) petak toko lantai I di Pasar Ibuh Barat tanpa pembebanan (Hak sewa tunai dengan status bebas sewa atau tanpa

kewajiban sewa bulanan)”.

Adapun 8 (delapan) petak toko yang akan diberikan kepada KAN 8 Nagari adalah sebagai berikut:

1. Blok C Pasar Ibuh Barat

a. Petak Toko No 31 untuk KAN Koto Nan IV

b. Petak Toko No 33 untuk KAN Limbukan

c. Petak Toko No 35 untuk KAN Aur Kuning

d. Petak Toko No 37 untuk KAN Air Tabit.

2. Blok D Pasar Ibuh Barat

a. Petak Toko No 31 untuk KAN Tiakar

b. Petak Toko No 33 untuk KAN Payobasung

c. Petak Toko No 35 untuk KAN Koto Nan Gadang

d. Petak Toko No 37 Untuk KAN Lampasi

Bahwa meskipun KAN 8 Nagari mendapat kompensasi berupa masing-masing 1 (satu) petak toko, akan tetapi bantuan keuangan akan tetap diberikan, sesuai dengan kondisi keuangan daerah. Dengan pemberian kompensasi diharapkan menjadi solusi terbaik untuk penyelesaian sengketa bagi hasil Pasar Serikat Kota Payakumbuh.

Tabel. 3 Sengketa Hak Sewa Toko di Pasar Payakumbuh

(Data Tahun 2011)

No Kasus Jumlah Penyeles

aian Ket

1 Sengketa Hak Sewa Bagi Hasil Pasar Serikat Pusat Pertokoan

1 Kasus Dalam proses mediasi

Mediasi terakhir tanggal 18 Februari 2011

Sumber : Kabag Hukum Setdako Payakumbuh Tahun 2011

Opsi yang ditawarkan oleh pemerintah kota Payakumbuh dengan pemberian kompensasi 1 (satu) petak toko untuk masing-masing KAN pada Pasar Ibuh barat lantai 1 yang ditanggapi oleh KAN sebagai berikut: Sebagian pengurus KAN setuju berupa kompensasi 1 (satu) petak toko, dan sebagian yang lain menginginkan tetap dengan opsi bagi hasil. Berdasarkan keadaan tersebut, maka ditarik kesimpulan: berupa pemberian kompensasi 1 (satu) petak toko per masing-masing KAN tetap dilakukan, di samping itu pihak KAN menginginkan bagi hasil pasar tetap dilakukan bila pasar telah beruntung.

Sesuai arahan walikota ditanggapi oleh KAN secara positif, dalam hal ini untuk pengelolaan pasar ke depannya harus dikelola secara profesional karena banyak ditemui di lapangan pemegang hak sewa menyewakan kepada pihak ketiga dengan sistem kontrak pertahun jauh lebih besar daripada sewa bulanan yang dibayarkan sebagai retribusi kepada pihak pemerintah kota Payakumbuh, untuk itu pengelolaan pasar lebih dioptimalkan dengan tujuan

(16)

Dan untuk pembicaraan lebih lanjut mengenai hasil mediasi ini akan dibicarakan pada KAN tingkat nagari masing-masing dan akan dibuatkan kesepakatan dengan pemerintah Kota Payakumbuh.

Dalam mencari solusi bagi hasil pasar serikat dibentuk Tim Mediasi oleh pemerintah kota Payakumbuh yang unsurnya terdiri dari pejabat pemerintah kota Payakumbuh dan unsur LKAAM Kota Payakumbuh serta sebagai peninjau dari pihak Kejari Pengadilan Negeri Payakumbuh, DPRD, dan Kapolres.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis memberikan beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Bahwa pada dasarnya pemakaian hak sewa toko antara pedagang dengan Pemerintah Kota Payakumbuh diatur dalam Peraturan Walikota Payakumbuh No. 47 Tahun 2010 tentang Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan Payakumbuh, di ini jelaslah bahwa antara pemegang hak sewa toko hanya diikat dengan sebuah Surat Bukti Sertifikat Perjanjian Hak Sewa (SBPHS), setelah penulis teliti secara mendalam bahwa terdapat banyak kelemahan yang mana dalam sertifikat tersebut tidak mencantumkan batas waktu pemakaian hak sewa toko dan mengenai status hukum penguasaan toko tersebut.

2. Masalah legalitas tentang status kepemilikan toko di kawasan pasar kota payakumbuh, hal ini disebabkan belum adanya regulasi yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh yang mengatur secara tegas tentang status pemegang hak sewa, baik dalam proses status sewa menyewa ataupun status toko hak pakai.

Di samping itu, karena faktor sejarah dan sosiologis pasar Kota Payakumbuh yang pada awalnya adalah pasar serikat, dan pemerintah Kota Payakumbuh membangun pusat pertokoan di atas tanah ulayat atau nagari, hal inilah yang menyebabkan sebagian besar pemegang hak sewa merasa toko tersebut secara turun temurun adalah milik nagari atau kaum mereka.

3. Penyelesaian sengketa hak sewa toko dipasar Payakumbuh dilaksanakan melalui upaya mediasi dan negosiasi dengan pemegang hak sewa toko, upaya ini berpedoman kepada Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 pasal 1 poin 10 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) bahwa:

“alternatif penyelesaian sengketa adalah

lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi

atau penilaian ahli”.

Secara umum penyelesaian sengketa hak sewa toko antara pemegang hak sewa, internal pemegang hak sewa (ahli waris) dengan Pemerintah Kota Payakumbuh terselesaikan denga metode yang diatur dalam alternatif penyelesaian sengketa dengan cara damai (negosiasi) dan mediasi.

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku

Agustinus Edy Kristianto. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia.

(17)

Gatot Supramono. Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2008

Goodpaster, Garry. Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa melalui Negosiasi. Elips Project. Jakarta. 1993 Hadari Nawawi dan Mimi Martini,

Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994

Hendarmin, Djarab. Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001

Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan dan di luar Pengadilan, Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004

Kanowitz, Leo, Alternative Dispute Resolution, St. Paul, Minnesota, USA, West Publising Co.1985

Lucy V. Kazt, “Enforcing an ADR

Clause-Are Good Intention All

You Have?,”American Bussiness Law Journal575. (1988)

Mariam, Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni. Bandung. 1994

Muhammad Syaifullah. Mediasi: Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia.

Wali Songo Press. 2009

Munir, Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Adithya Bakti. Bandung. 2000

Paulus J. Soepratignja. Teknik Akta Kontrak. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. 2006. Priyatna, Abdurrasyid,Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu Pengantar. Fikahati

Aneska. Jakarta. 2002

Rahmadi, Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Citra Adhitya Bakti, Bandung, 2003 Sopar Maru Hutagalung.Praktik Peradilan

Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.Jakarta: Sinar Grafika. 2012

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1988.

Victor, M. Situmorang, Perdamaian dan Perwasitan, dalam Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta. Jakarta. 1993 Yahya, M. Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Ekskusi Bidang Perdata,Gramedia. Jakarta. 1991

Makalah, Tesis, Journal

Juwana, Hikmahanto, Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional oleh Pengadilan Nasional, Majalah Jurnal Hukum Bisnis,Volume 21, Oktober-November 2002. Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2002.

Tim Penyusun. Sejarah Pasar Serikat Payakumbuh. 1985. Dinas Pasar Kota Payakumbuh

Hasil kesepakatan Tim Penyelesaian Sengketa Hak Sewa Pasar Serikat Pemko Payakumbuh. Tahun 2008

Undang-Undang

UUD 1945 berserta amandemen

Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup

(18)

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesian sengketa, dan lain-lainnya

Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004, tentang Pemerintahan Daerah

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), Herzien Inlandsch Reglement (HIR)

GBHN 1999-2004.

Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Gambar

Tabel 1. Sengketa Hak Sewa Toko di
Tabel. 3 Sengketa Hak Sewa Toko di

Referensi

Dokumen terkait

dengan metode yang penulis terapkan. Se- lanjutnya, penulis melakukan penjelasan me- ngenai konsep tari yang berjudul Nyamurjuang yang diungkapkan baik mengenai cerita

Meskipun sudah ada penelitian di SDIT Nur Hidayah Surakarta, bahkan penelitiannya juga bersinggungan dengan proses pembelajaran al- Qur‟an, namun penelitian yang

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Peng aruh Likuiditas, Leverage , Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan Terhadap

Rancangan isi dari media pembelajaran interaktif sejarah Indonesia memuat menu- menu yang akan ditampilkan dan sesuai dengan rancangan yang sudah di buat.Adapun

Oleh karena itu dalam pelaksanaan akhlak anak banyak hal yang dilakukan oleh orang tua agar pembinaan akhlak anak lebih baik, melihat realita dilapangan bahwa masih adanya

Tingkat kelayakan media pembelajaran trainer kit pengendali motor 3 fasa pada mata pelajaran instalasi motor listrik ditinjau dari aspek teknis, pengoperasian, dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Sekawan Sumber Sejahtera mengenai kolaborasi dalam meningkatkan kinerja karyawan melalui peran penempatan kerja dan

Berdasarkan validasi instrumen ases- men KPS pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang telah dilakukan valida- tor terhadap aspek kesesuaian isi materi