132 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI PERKEBUNAN PALA
BANDA DI KECAMATAN BANDA NEIRA KABUPATEN
MALUKU TENGAH
STUDY OF THE DEVELOPMENT OF BANDA NUTMEG PLANTATION POTENCY IN BANDA NEIRA DISTRICT CENTRAL MALUKU REGENCY
Marfin Lawalata, Stephen. F. W. Thenu, Misco Tamaela Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, 97233 E – mail : marfin.lawalata@faperta.unpatti.ac.id stevethenu@gmail.com
misco_tamaela@yahoo.com Abstrak
Pala Banda (Myristica fragrans) merupakan komoditas unggulan perkebunan yang menjanjikan serta menjadi komoditas unggulan potensial permintaan pasar internasional saat ini. Tanaman pala merupakan rempah asli Kepulauan Maluku yang dikenal dengan aromanya dan merupakan komoditas unggulan ekspor yang banyak diincar sejak dahulu, sehingga potensi perkebunan pala Banda saat ini sangat layak untuk dikembangkan. Dasar dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan potensi perkebunan pala Banda bagi petani pala di Kecamatan Banda Neira Kabupaten Maluku Tengah. Penelitian ini selanjutnya dilakukan dengan mengenakan metode deskriptif, observasi lapangan, wawancara dan studi dokumentasi. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling (SRS) terhadap petani pala yang tersebar di Kecamatan Banda Neira. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan pala Banda di Kecamatan Banda Neira memiliki peluang untuk dikembangkan dengan potensi produksi berdasarkan data BPS sebanyak 646 ton pada tahun 2016, yang dalam pengembangannya dikaji berdasarkan aspek keragaman genetik pala Banda, aspek biofisik, aspek histori dan sosial, aspek pasar serta dukungan lembaga penunjang dari Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah.
Kata kunci: Pengembangan; potensi perkebunan; pala Banda Abstract
Banda Nutmeg (Myristica fragrans) is one of the promising plantation commodities as well as being a potential commodity of current internasional market demand. Nutmeg is the indigenous spice of Mollucas island (Purseglove in Bastaman, 2007) known for its smell and is a leading export commodity coveted since a long time ago, so that the potency of Banda nutmeg plantation is feasible to be developed. This research was aimed to find out the development of Banda nutmeg plantation potency for nutmeg farmers in Banda Neira district Central Maluku Regency. This research was conducted by using descriptive method, field observation, interview and documentation. Sampling technique used was simple random sampling to nutmeg farmers scattered in Banda Neira district. Data was analysed using descriptive qualitative analysis. The result of the research showed that the Banda nutmeg plantation in Banda Neira district has a great potency to be developed with production potency based on BPS data as many as 646 ton in 2016, which was studied based on Banda nutmeg genetic diversity aspects, biophysical aspects, historical and social aspects, economic aspects, and market aspects as well as the institutional support from the government of Central Maluku Regency.
133
Volume 5 No. 2 Juni 2017
Pendahuluan
Subsektor tanaman perkebunan adalah bagian integral dari sektor pertanian yang
banyak memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan perekonomian di Indonesia.
Berdasarkan data dari Ditjenbun (2017) berdasarkan total nilai ekspor komoditas
perkebunan, pada tahun 2015 mencapai US$ 23.933,- milyar atau setara dengan
Rp.311.138,- triliun (1 US$ = Rp.13.000,-), hal ini diharapkan membawa angin segar
terhadap kontribusi subsektor tanaman perkebunan yang imbasnya terhadap
perekonomian nasional yang tumbuh positif dan memperkokoh pembangunan
tanaman perkebunan dari berbagai aspek dan bermuara pada meningkatnya
kesejahteraan petani kecil.
Salah satu komoditas unggulan perkebunan yang menjadi primadona potensi
permintaan pasar internasional saat ini adalah pala Banda (Myristica fragrans) di Kecamatan Banda Neira Kabupaten Maluku Tengah yang merupakan komoditas
potensial yang sangat menjanjikan di pasaran dunia dengan jumlah produksi terbesar
pada tahun 2016 mencapai 646 ton/ha (BPS, 2016). Pala Banda merupakan tanaman
rempah endemik Maluku yang tersebar di Kepulauan Seram dan Lease (Purseglove
dalam Bastaman, 2007), yang dikenal dengan aromanya merupakan komoditas unggulan ekspor yang banyak diincar sejak dahulu. Bentuk komoditi primer pala dari
buah, fuli dan biji merupakan produk yang bernilai ekonomis tinggi dengan prospek
pengembangan bisnis di pasaran internasional sebagai komoditi ekspor unggulan.
Indonesia merupakan negara dengan gudangnya jumlah pemasok utama biji pala
dan fuli terbesar di dunia serta turut menyumbangkan produk turunannya untuk pasar
Amerika Serikat. Kekurangan kebutuhan di negara tersebut dipasok oleh Grenada dan
Sri Lanka (Kementerian Pertanian, 2016). Menurut data Direktorat Jenderal
Perkebunan ( 2017), diperkirakan produksi pala dunia mencapai 25.000 ton per tahun,
dimana Indonesia dan Grenada menduduki jumlah produksi dan ekspor (baik untuk
biji pala dan fuli), dengan pembagian persen pasar masing-masing 75 dan 20 persen.
134 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
sebanyak 11.505.972 kg dengan total nilai ekspor sebesar US$ 50.138.286,-. Negara
yang menjadi tujuan ekspor utama produk perkebunan pala adalah negara-negara di
kawasan Asia seperti Jepang, Hongkong, Thailand, Malaysia, Singapura dan India,
diikuti dengan beberapa negara di Eropa seperti Belanda, Inggris, dan Jerman serta,
negara bagian Amerika seperti Kanada dan Argentina.
Sejarah mencatat bahwa tanaman rempah ini telah banyak menjadi pusat
perhatian karena dikenal dengan aromanya yang khas serta menjadi incaran bangsa
asing sejak dahulu. Selain Ternate, Tidore dan Ambon, Kepulauan Banda menjadi
salah satu jalur utama prioritas untuk masuknya kapal asing untuk mencari jalur dan
menguasai rempah-rempah di Maluku. Sejak abad ke-16 Banda sudah dikenal sebagai
penghasil pala berkualitas dunia sehingga tidak mengherankan jika beberapa bangsa
asing berlomba untuk menguasai daerah sumber penghasil rempah berkualitas dunia
ini. Salah satu bangsa asing yang berhasil menancapkan kakinya dipusat bumi
rempah-rempah, kemudian menduduki dan menguasai perdagangan rempah dunia
adalah Negara Belanda. Fakta membuktikan bahwa di ilayah Kepulauan banda Neir
terdapat bekas perkebunan kekuasaan Belanda (perk) sebagai hasil monopoli seluruh tanaman pala milik rakyat dan kemudian menjadikannya sebagai perkebunan pala
milik Kolonial Belanda (V.O.C) hingga berunjung konflik pada waktu itu.
Kayanya manfaat yang terkandung dalam buah pala yang memiliki rasa asam dan
sepat terutama bagian biji dan fuli pala yang mengandung minyak atsiri pada waktu
itu menjadi faktor utama pemicu pihak Belanda pada tahun 1621 melalui gubernur
kolonial Jan Pieterzoon Coen memanfaatkan alasan ini untuk mengeluarkan perintah
pembantaian terhadap penduduk Banda pada waktu itu. Hanya beralasan para rakyat
pribumi menolak bekerjasama dengan pihak penjajaha ini diperkuat dengan
kekuasaan yang tersentralisasi oleh rakyat di Banda Neira pada waktu itu, sehingga
menjadi faktor utama bangsa Portugis gagal menancapkan kekuatan militer di tanah
Banda dan mampu menghambat serikat perdagangan Belanda yang memonopoli
rempah. Tak sampai disitu, Belanda dengan segala cara akhirnya mampu merekayasa
ke-135
Volume 5 No. 2 Juni 2017
17 pembantaian terbesar di Kepualaun Banda terjadi terhadap penduduk pribumi
Banda. Dari awalnya sekitar 15.000 penduduk pribumi Banda Neira, hanya ada
kurang lebih ratusan penduduk memilih untuk melarikan diri ke kepulauan Tanimbar
Selatan (Ferdinandus, 2013).
Saat ini perkebunan pala yang tersebar di Kepulauan Banda masing-masing telah
dibudidayakan dari generasi ke generasi dengan pola perkebunan rakyat dan sebagian
dibawah pengelola pemerintah daerah setelah seluruh aset milik kolonial Belanda
dinasionalisasikan dan menjadi aset Pemda. Pembagian aset perkebunan pala bekas
nasionalisasi Belanda berupa blok-blok dibagikan berdasarkan jumlah pohon yang
tersebar di Kepulauan Banda dan dikelola oleh petani pemegang blok dengan sistem
pembagian sebesar 70: 30 persen antar pihak Pemda dan petani pengelola blok.
Pengembangan potensi perkebunan pala yang menjanjikan saat ini merupakan
sumber utama pendapatan petani di Kepulauan Banda. Biji dan fuli adalah bentuk
produk primer yang merupakan bagian penting dan memiliki nilai ekonomis terbesar
dan menjadi komoditi dengan permintaan terbanyak di pasaran dunia. Namun petani
seringkali diperhadapkan dengan kondisi dan masalah teknis budidaya umur tanaman
yang tidak lagi produktif, perkebunan pala yang sebagian besar merupakan
perkebunan rakyat (PR), yang dikelola dengan prinsip budidaya yang sederhana atau
terbatas oleh petani. Hal ini mengakibatkan perkebunan rakyat (PR) sangat rentan
terhadap serangan hama penyakit sehingga produksi yang diperoleh tidak optimal
(Marlinda, 2008). Hingga pemasaran yang kurang diperhitungkan oleh petani dari
segi harga yang berfluaktif yang dapat mempengaruhi produksi petani pala saat ini.
Dengan demikian, berdasarkan permasalahan dan potensi pala Banda sebagai
komoditas perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi serta menjanjikan di pasaran
internasional, maka pengembangan potensi perkebunan pala banda patut dikaji
berdasarkan tingkat penguasaan lahan baik oleh Pemda maupun perkebunan rakyat
yang dikelolah secara swadaya oleh petani pala tanpa kewenangan dari Pemda
sehingga berdampak terhadap produktifitas petani pala banda kedepan. Berdasarkan
136 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Bagaimana kajian pengembangan potensi perkebunan pala Banda bagi petani pala di
Kecamatan Banda Neira Kabupaten Maluku Tengah. Sehingga penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengembangan potensi perkebunan pala
Banda bagi petani pala di Kecamatan Banda Neira Kabupaten Maluku Tengah. Hasil
dari penelitian ini kedepannya diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti
lain dalam kajian tentang pengembangan potenis perkebunan pala Banda kedepannya.
Metode Penelitian
Lokasi penelitian di Kecamatan Banda Neira Kabupaten Maluku Tengah. Lokasi
ini dipilih dengan pertimbangan, Banda Neira adalah sentra perkebunan pala terbesar
di Kabupaten Maluku Tengah.
Metode penelitian yang digunakan untuk menjelaskan hasil penelitian adalah
metode deskriptif eksploratif. Metode ini merupakan suatu prosedur atau tahapan
pemecahan masalah yang dikaji dan dilukiskan dengan menyajikan data subjektif
berdasarkan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
fakta yang nyata atau nampak (Nawawi, 2005). Hal ini dilakukan dengan mendatangi
langsung lokasi penelitian melalui wawancara mendalam (in depth interview) terhadap petani pala Banda.
Teknik pengambilan sampel/responden petani pala dengan menggunakan Simple Random Sampling yaitu teknik penarikan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata dalam populasi hingga diperoleh sampel representatif
(Sugiyono, 2016). Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara
menentukan sampel dari jumlah populasi petani pala banda yaitu sebanyak 60 petani
pala terdiri dari petani di Desa Pulau Rhun, Desa Pulau Ay, Pulau Banda Besar
(Negeri Lonthoir, Boeyauw, Waling-Spanciby) dan Dusun Mangkobatu di Pulau
Neira.
Sumber data dalam peneltian ini diperoleh langsung dari subyek yang akan diteliti
(responden petani pala). Data primer adalah merupakan hasil wawancara dengan
137
Volume 5 No. 2 Juni 2017
milik mereka sendiri. Sumber data sekunder, yaitu data bersumber dari lembaga atau
instansi tertentu yang terkait langsung dengan masalah penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Responden Petani Pala Banda
Karakteristik responden petani pala meliputi umur, tingkat pendidikan, luas lahan
berusaha, lamanya berusaha tani, jumlah beban tanggungan, dan banyaknya jumlah
anggota keluarga. Responden petani pala merupakan mereka yang memiliki areal
pertanaman pala baik yang diusahakan secara kemitraan maupun hasil swadaya
petani sendiri.
Perkembangan Organisasi Perkebunan Pala Banda
Perkebunan pala di Kecamatan Banda secara potensial tersebar pada lima pulau utama yaitu Pulau Rhun, Pulau Ay, Pulau Banda Besar, Pulau Neira, dan Pulau Hatta
dan telah dikembangkan sejak zaman penjajahan oleh Perusahaan Belanda (V.O.C).
Setelah adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Likuidasi Tanah-tanah
Partikulir dan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi
Perekebunan eks kolonial Belanda menjadi Perkebunan Negara, maka perkebunan
pala pada Pulau Banda Besar, Neira, dan Pulau Ay dikelola oleh PN Perkebunan
XXVIII sedangkan pada pulau Hatta dan pulau Rhun oleh PD Pradja Karya, sebuah
perusahaan daerah Kabupaten Maluku Tengah.
Pada tanggal 25 Agustus 1986 berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan
melalui surat Nomor 595/MK.011/1985 tanggal 29 Mei 1985 dan surat Menteri
Pertanian No KP.550/420/Mentan/XI/1985 tanggal 11 November 1985 telah
dilakukan serah terima pengelolaan areal perkebunan dari PN perkebunan XXVIII
kepada Pemerintah Daerah Provinsi Maluku sebagai asset daerah. Setelah
bergantinya manajemen perusahaan dari pemerintah Belanda (V.O.C) ke Pemerintah
138 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
dibentuk pada tahun 1985. Selanjutnya pada tahun 1986 Pemerintah Daerah
membentuk PT. Perkebunan Pala Banda. Dan dibawah kelola PT. Perkebunan Pala
Banda, berbagai upaya telah dilakukan melalui perusahaan perkebunan pala banda
dalam rangka pemberdayaanya, namun demikan hasil yang diperoleh belumlah
optimal. Kemudian pada tahun 1994 PT. Perkebunan Pala Banda sukses
membangkrutkan pala Banda karena tuntutan berbagai kebutuhan masyarakat sekitar
perkebunan pala di Banda dan desakan keinginan untuk mengembangkan tanaman
pala secara swadaya, kemudian termasuk faktor kecemburuan antara pihak pengelola
blok dengan pihak bukan pengelola blok yang bertentangan, karena seluruh areal
perkebunan pala di Banda mempunyai keterkaitan erat dengan masyarakat sekitarnya.
Petani pengelola blok adalah masyarakat sekitar perkebunan pala di Banda yang
adalah penduduk tetap yang dahulunya didatangkan langsung oleh Belanda sebagai
pekerja pada perusahaan pada masa kolonial dan telah diberi kewenangan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Maluku sejak manajemen PT. Perkebunan Pala Banda
sampai dengan PT. Banda Permai, dalam bentuk surat Perjanjian kerjasama untuk
mengelola tanaman termasuk pembagian hasilnya dari setiap blok. Blok sendiri
adalah sistem pengelolaan pembagian pohon pala kepada petani dengan perjanjian
bagi hasil antara pengelola blok dengan Pemda. Sedangkan petani bukan pengelola
blok adalah mereka yang telah melakukan pengembangan swadaya perkebunan pala
sendiri yang tidak terikat perjanjian dengan pemerintah daerah, serta merupakan
penduduk asli Banda maupun pendatang yang tidak memliki ikatan langsung dengan
perusahaan.
Perkembangan organisasi perkebunan selanjutnya masih bergulir Setelah PT.
Perkebunan Pala Banda resmi ditutup pada tahun 1994 yang pada saat itu hanya
tersisa 31.000 batang pohon pala sebagai asset Pemda maka wewenang pengelolalaan
kembali diambil ahli Pemda Maluku. Pada tahun 1996 bersama Pemerintah Pusat,
Pemda Maluku dan Yayasan Warisan dan Budaya Banda Neira yang bertujuan untuk
melestarikan dan mengembangkan budidaya pala kembali, dengan membentuk
139
Volume 5 No. 2 Juni 2017
itu adalah Des Alwi ,dan kali ini pemerintah melibatkan masyarakat secara langsung
didalamnya. Dasar pembentukan melalui Akte Notaris Tuasikal Abua, SH Nomor 30
tanggal 17 September 1977 dan telah disahkan operasionalnya melalui Keputusan
Menteri Kehakiman Nomor C2-15.390.HT.M.01 Tahun 1998 tanggal 25 September
1998. Pemda mempercayakan pemasaran hasil pala di bawah kelola PT Banda
Permai untuk menghimpun hasil produksi pala petani, namun berdasarkan informasi
yang didapat bahwa di tahun 2012 PT. Banda Permai resmi ditutup dikarenakan
sistem manajemen yang buruk sehingga PT. Banda Permai mengalami kerugian
besar, hal ini ditunjukan dengan bukti fisik kantor PT. Banda Permai yang terletak di
Pulau Neira hanya tinggal papan nama saja yang ironisnya, gedung yang sebagiannya
telah hancur dan dibiarkan terbengkalai tanpa pengolah. Hingga sekarang petani
pengelola blok hanya memfokuskan diri terhadap lahan dan pertanaman pala hasil
milik pribadi karena tidak ada kejelasan terhadap status pengelolaan yang dari pemda
termasuk sertifikasi lahan blok, pembinaan komoditi, pemberdayaan masyarakat
pengelola blok pemda maupun kelembagaan pengelola aset tersebut.
Kondisi Areal Perkebunan Pala Banda
Pada tahun 1940 sampai dengan 1942 jumlah aset pohon pala milik kolonial
Belanda terdapat sekitar 480.000 pohon pala yang terdapat disemua wilayah di
Kecamatan Banda pada saat itu. Setelah penyerahan PNP XVIII kepada Pemerintah
Daerah Provinsi Maluku pada tahun 1985, luas areal yang diahlikelolakan adalah
3.739,10 ha dengan jumlah tanaman pala tercatat sebanyak 150.907 pohon pala.
Sampai dengan tahun 1991 terdapat penurunan jumlah pohon pala menjadi 114.818
pohon pala. Pada tahun 1995 jumlah pohon pala tersebut telah menurun menjadi
108.036 pohon. Kemudian berdasarkan laporan Tim Pemerintah Daerah Provinsi
Maluku atas inventarisasi tanaman pala yang dilaksanakan pada tahun 1996 dalam
rangka persiapan pembentukan PT. Banda Permai, jumlah pohon pala tersebut tinggal
140 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
adanya pemanfaatan lahan perkebunan oleh masyarakat untuk permukiman dan
kegiatan usahatani lainnya seperti penanaman tanaman umur panjang dan tanaman
bahan makanan.
Disamping itu pula terdapat pengaruh beberapa faktor dominan seperti harga
pasar yang relatif rendah sehingga tanaman pala menjadi tidak terawat disamping
umur tanaman yang telah tua serta kerusakan akibat serangan hama, penyakit, gulma
dan gejala lainnya. Jumlah tanaman pala beserta seluruh areal seluas 3.739,10 ha
telah tercatatat sebagai saham Pemerintah Daerah Provinsi Maluku pada PT. Banda
Permai. Pada tahun 2012 PT. Banda Permai secara resmi menghentikan kegiatan
operasionalnya karena mengalami kerugian yang disebabkan oleh biaya
operasionalnya jauh lebih besar dibandingkan hasil produksinya serta meninggalkan
aset bibit pala yang telah ditanam oleh teknisi lapangan perusahaan sebanyak 4000
anakan dan sebagian diserahkan kepada petani untuk ditanam sendiri sebanyak 1300
anakan.
Sampai saat ini, berdasarkan data hasil tim inventarisisr aset Pemda tahun 2015
total jumlah pohon pala yang tersisa adalah sebanyak 367.159 pohon terdiri dari
tanaman bekas manajemen PT. Banda Permai 36.980 pohon, tanaman swadaya atau
tanaman rakyat sebanyak 326.179 pohon dan tanaman pengembangan baru oleh PT.
Banda Permai (sebelum resmi ditutup) sebanyak 4000 pohon di blok spanciby dan
sekitarnya. Berikut ini adalah data jumlah blok Pemda dan jumlah pohon yang tersisa
tahun 2015.
Tabel 1. Jumlah blok dan jumlah pohon pala areal blok pemda di Kecamatan Banda.
Nama Desa Jumlah Blok Jumlah Pohon
Rajawali 31 756
Merdeka, Tanah Rata 14 307
Pulau Ay 210 6.003
Lonthoir 274 6.161
Biauw 77 4.550
141
Volume 5 No. 2 Juni 2017
Tabel 1. Lanjutan
Nama Desa Jumlah Blok Jumlah Pohon
Kumber 48 2.092
Selamon 149 3.335
Dender 79 4.675
Waer 144 4.421
Lautang 46 613
Uring-Tutra 70 637
Pagar Butung 31 1.672
Total 1.286 36.980
Sumber : Data Sekunder (Tim Inventarisir Perkebunan Pala Banda), 2015
Berdasarkan tabel 1, bahwa saat ini jumlah tanaman pala dan blok yang
terdapat di Kecamatan Banda tercacat sebagai aset Pemda adalah sebanyak 36.980
pohon yang tersisa tersebar pada beberapa areal yaitu desa Lonthoir (274 blok)
sebanyak 6.161 pohon, Desa Pulau Ay (210 blok) sebanyak 6.003 pohon pala, Desa
Biauw (77 blok) dengan jumlah pohon pala sebanyak 4.550 pohon pala, Desa Waer
(144 blok) sebanyak 4.421 tanaman, sedangkan Waling-Spanciby dengan 113 blok
tediri dari 1.758 tanaman pala, Desa Rajawali (Dusun Mangkobatu) sebanyak 756
pohon pala dan Desa Merdeka (14 blok) sebanyak 307 pohon pala. Total keseluruhan
petani pengelola tanaman pala yang ada di Kecamatan Banda Neira adalah 1.799
kepala keluarga (kk) yang terdiri dari petani pengelola pohon pala yang memiliki
blok sebanyak 578 kepala keluarga (kk). Sistem pengelolaan dengan membagi pohon
pala kepada petani sebagai pengelola blok tanpa disertai batas lahan yang jelas, hanya didasarkan atas “blok jumlah pohon pala”.
Berdasarkan hasil wawancara pembagian pohon pala pada waktu itupun bervariasi
tergantung dari banyaknya jumlah pohon pala yang tersebar disetiap wilayah di
Kecamatan Banda, di Pulau Ay bahkan seluruh wilayah bagian Kecamatan Banda
sendiri pembagian dprioritaskan kepada pekerja perusahaan dengan masing-masing
kepala keluarga memperoleh 90 hingga 100 lebih pohon pala yang dibagikan. Dengan
pembagian hasil yang berlaku namun, hingga saat ini setelah PT Banda Permai resmi
142 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
maka ketentuan perjanjian pembagian hasil tidak lagi menjadi perhitungan sebesar 70
: 30 yang tertera diatas perjanjian namun berdasarkan hasil penawaran oleh petani
pengelola blok pada saat musim panen.
Potensi Perkebunan Pala Banda
Perkebunan pala di Kecamatan Banda pada awalnya berada pada pulau Banda
Besar, Neira dan Pulau Ay merupakan aset daerah yang mempunyai potensi yang
dapat dijadikan sumber pendapatan daerah. Jumlah seluruh tanaman pala sampai
dengan data inventarisir terakhir tahun 2015 tersisa adalah sebanyak 367.159 pohon
terdiri dari tanaman eks PNP XXVIII (36.980 pohon), tanaman swadaya atau
tanaman rakyat sebanyak 326.179 pohon dan tanaman pengembangan baru bekas PT.
Banda Permai sebanyak 4000 pohon di blok spanciby dan sekitarnya. Dari populasi
tersebut, tanaman yang menghasilkan sebanyak 70.870 pohon (18 %). Pada tahun
2000 tercatat lebih dari 100 ton produksinya diantar pulaukan oleh pedagang ke
Surabaya dengan nilai penjualan sebesar Rp 4 milyar. Pada tahun 2016 produksinya
mencapai sekitar 646 ton/ha. Jika sistem dari pihak Pemda maupun perangkat
kelembagaan dengan rutin melakukan kajian tata kelola sistem terhadap
pengembangan perkebunan pala sebagai aset Pemda, maka pada tahun selanjutnya
diperkirakan target produksi diharapakan dapat mencapai lebih dari angka tersebut.
Prospek Pengembangan Perkebunan Pala Banda
Pengembangan pala Banda saat ini telah banyak merupakan hasil swadaya petani
sendiri, terlepas dari hasil usaha dari pengolahan areal perkebunan pala blok milik
pemerintah daerah. Dengan alasan prospek harga pala dari segi produk primer
menjanjikan dan produktifitas pala yang mendukung sebagai hasil peremajaan petani
pala. Beberapa aspek pendukung potensi pengembangan perkebunan pala banda
143
Volume 5 No. 2 Juni 2017
1. Aspek Keragaaman Genetik
Diperkirakan tanaman pala Banda merupakan rempah asli Kepulauan Maluku
yang telah ada sebelum awal kedatangan bangsa Portugis di Maluku pada tahun 1271
sampai 1295 yang dibawah oleh para pedagang Arab. Pala Banda (Myristica fragrans
Houtt) adalah jenis pala berkualitas terbaik di dunia, dan merupakan spesies genetik
yang berasal dari genus Myristicaceae yang banyak tersebar luas pada wilayah Kepulauan Banda dan termasuk tanaman yang mempunyai keunggulan komparatif alamiah karena berumur panjang (Sahata, 2016). Bahkan, menurut Ditjenbun standar internasional (ISO) untuk memperoleh pohon induk yang baik, berdasarkan surat
keputusan Direktur Jendral Perkebunan Nomor : KB.010/42/SK/DJ. BUN/9/1984,
telah ditetapkan dan dipilih pohon induk yang dapat dipergunakan sebagai sumber
benih berkualitas baik dengan tingkat kandungan minyak atsiri tertinggi salah satunya
terdapat di Kepulauan Banda (Mamukin, 2012). Sehingga prospek permintaan pala
ini termasuk yang tertinggi di pasaran internasional. Kualitas terbaik pala Banda saat
ini banyak ditandai oleh petani pala di Kecamatan Banda Neira yang terletak pada biji
pala hasil kotoran burung yang oleh masyarakat lokal disebut sebagai burung
walor/pombu (bahasa Indonesia) yang disebutkan sebagai biji pala kualitas super yang dihargai tinggi di pasaran.
2. Aspek Biofisik
Tanaman pala dalam pertumbuhannya membutuhkan iklim panas dengan curah
hujan yang tinggi dan merata dengan suhu udara lingkungan sekitar 20-30 0C. Pala
juga merupakan tanaman yang termasuk dalam jenis tanamanrentan terhadap musim
kering selama beberapa bulan, tanah gembur dan subur sangat diperlukan tanaman
pala serta cocok dan berproduktif pada tanah vulkanis memiliki drainase yang baik
(Hatta, 1993). Kepulauan Banda termasuk dalam iklim tropis dengan curah hujan
merata sepanjang tahun sehinggga tanaman pala dapat tumbuh subur pada daratan ini.
Walaupun kesuburan tanah yang dimiliki tidak diimbangi dengan pemupukan pada
144 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
produktif sepanjang tahun dengan rata-rata produksi pemanenan sebanyak 3 kali
dalam setahun. Hal ini disebabkan oleh kandungan tanah vulkanis yang notabennnya
terdapat pada jalur gunung berapi serta memiliki gunung api vulkanik yang masih
aktif sehingga material tanah vulkanis sangat cocok dengan pertumbuhan tanaman
pala walaupun tanpa pemupukan intens oleh petani.
Pemeliharaan tanaman berupa pemberian pohon pelindung sangat penting
diperlukan petani dalam hal pemberi penaung atau pelindung terhadap angin kencang,
jenis pohon penaung pada umumnya yang banyak tersebar pada hamparan
perkebunan pala Banda adalah pohon kenari yang diperkirakan telah berumur ratusan
tahun sejak zaman kolonial Belanda.
3. Aspek Sosial History
Selain potensi pala Banda yang dikenal karena kualitas terbaik dunia yang dilihat
dari sumbangan permintaan ekspor terbesar dunia dengan pangsa pasar sebesar 70
persen saat ini, tidak terlepas dari aspek sosial sebagai potensi pengembangan pala
Banda yang merupakan identitas asli dan melekat pada petani pala di Kepulauan
Banda yang telah banyak memberikan kontribusi nyata bagi petani pala pada
umumnya. Sehingga petani pala akan sangat membuka diri terhadap berbagai
peluang inovasi pengembangan perkebunan pala milik mereka. Teknik budidaya/on
farm yang diterapkan petani pala banda merupakan pengetahuan yang didapatkan
secara turun-temurun sehingga tidak memerlukan ketrampilan khusus dalam sistem
budidaya yang dimulai dari teknik pembibitan hingga proses pasca panen,
menjadikan petani pala mudah dalam perolehan tambahan penghidupan.
Selain itu nilai sosial berupa histori sangat melekat jelas pada petani berawal dari
sejarah perebutan rempah hingga dijuluki rempah berdarah yang sangat melekat oleh
petani sehingga asset penting ini akan tetap dipertahankan. Sejalan dengan yang
diungkapkan oleh seorang petani pala di Desa Lonthoir bahwa, isu mengenai
pembangunan sarana transportasi udara berupa bandara akan memerlukan perluasan
145
Volume 5 No. 2 Juni 2017
akan ditebang dan areal lahan perkebunan pala akan dijadikan bandara walaupun nilai
sebuah lahan akan dihargai cukup mahal, namun beliau bersikukuh untuk tetap
mempertahankan asset peninggalan orangtuanya yang telah menghidupi keluarganya
sejak turun-temurun walau kondisi komoditas pala saat ini kalah jika diperhadapkan
dengan sektor pariwisata dan perikanan yang unggul di Kepulauan Banda.
4. Aspek Ekonomi
Sebagai sumber penghidupan utama petani, aspek ekonomi tidak dapat
dilepaspisahkan dari sisi petani pala di Kepulauan Banda. Sejak dahulu Pala
merupakan komoditas andalan petani di Kepulauan Banda sebagai sumber mata
pencaharian utama dan merupakan sumber pendapatan terbesar bagi rumahtangga
petani. Berdasarkan hasil penelitian bahwa, rata-rata jumlah pendapatan terbesar
petani pala berasal dari biji pala sebesar Rp 5.713.679,-/musim panen dari
pengolahan biji pala kering. Sedangkan pendapatan per kapita dari sektor perikanan
yang merupakan sektor potensi terbesar kedua setelah sektor pariwisata di Kecamatan
Banda yang mencapai Rp. 701.385,-/bulan, itu berarti komoditi di sektor perkebunan
pala masih memegang kendali dalam penghidupan masyarakat di Kepulaun Banda
dalam waktu-waktu tertentu, walaupun petani memiliki pencaharian ganda. Hal ini
disebabkan jika kondisi cuaca yang tak menentu akan dimanfaatkan petani untuk ke
dusung dan melaut. Dengan pembagian sistem kerjanya adalah jika musim barat tiba
sebagian dari petani akan memilih untuk pergi ke dusung atau ke kebun untuk
mengolah hasil dusung atau sekedar memanen sebagian hasil-hasil kebun, karena
kondisi tersebut biasanya ditandai dengan kondisi musim angin barat ditandai dengan
angin/badai dan tingginya gelombang laut sehingga tidak memungkinkan nelayan
untuk melaut. Sebaliknya, apabila musim timur tiba, aktifitas ganda akan dilakukan
dimana pada waktu malam hari akan dimanfaatkan nelayan untuk kegiatan melaut,
dan akan kembali pada waktu subuhnya, dan setelah itu akan ke dusung atau kebun
146 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Pendapatan dari sektor perkebunan terutama komoditi pala juga banyak
ditunjang dari segi permintaan terbanyak luar negeri yang berasal dari biji, fuli, dan
minyak pala, namun perlu diingat bahwa kebutuhan di dalam negeri akan daging
buah dan produk olahan pala juga menjadi kegiatan bernilai ekonomi tinggi yang
dapat memberikan benefit dan berimbas terhadap kesejahteraan masyarakat (Sanudin,
et al 2015). Selain produk primer biji dan fuli pala yang bernilai ekonomis dipasaran,
ternyata kulit ( daging) buah pala yang dianggap sebagai limbah jarang dimanfaatkan
petani karena rasanya yang asam, dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh pelaku
agroindustri pengolahan di Banda menjadi aneka produk turunan berbahan dasar buah
pala yang memiliki nilai tambah yang diminati oleh masyarakat lokal maupun
wisatawan mancanegara yang datang di Banda Neira.
Jenis produk turunan pala yang saat ini telah banyak diolah antara lain manisan
pala, sirup pala, jus, selai dan dodol pala yang merupakan jajanan khas Banda Neira,
sehingga hal ini dapat berdampak terhadap tingkat pendapatan rumahtangga petani
maupun pengolah di sektor industri pala Banda. Basis pengembagan industri
pengolahan hasil perkebunan pala di pedesaan, ditujukan dengan harapan selain akan
memacu pertumbuhan ekonomi daerah terutama Kepulauan Banda juga diarahkan
untuk meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan dan kesejahteraan petani serta
pelaku agroindustri pala Banda serta masyarakat perdesaan pada umumnya sebagai
produk yang layak dikembangkan, memiliki nilai tambah dan daya saing tinggi di
pasaran (Arief, 2015).
5. Aspek Pasar
Pasar terhadap komodoti biji dan fuli pala di Kecamatan Banda tersedia dalam
bentuk sistem perdagangan antar petani dengan pedagang pengumpul desa maupun
petani dengan pedagang pengumpul kecamatan. Dalam pemasaran pala di Kecamatan
Banda Neira, petani akan menjual hasilnya tergantung dengan kebutuhan dan hasil
panennya. Petani biasanya akan menjualnya langsung ke pedagang pengumpul
147
Volume 5 No. 2 Juni 2017
dijemur/kering atau selama musim panen besar berlangsung. Sementara untuk
kebutuhan yang mendadak seperti untuk membeli kebutuhan sehari-hari (beras, gula
atau rokok) atau jumlah panen dalam musim panen kecil, petani akan lebih memilih
menjual ke pedagang pengumpul desa (PPD) dengan kapasitas penjualan biasanya
kurang dari 10 kg.
Selain dijual dalam kualitas kering, biji pala sekaligus fuli dijual petani dalam
keadaan basah/belum dijemur. Hal ini juga dilakukan petani namun tidak dalam
jumlah banyak. Sistem ijon akan terjadi jika kondisi cuaca yang menjadi faktor
kegagalan panen terbesar yaitu oleh masyarakat sekitar disebut sebagai ombong mei. Ombong mei oleh petani pala di Banda disebutkan sebagai keadaan iklim yang
disertai dengan angin kencang, biasanya terjadi pada bulan Mei, hingga bulan
Agustus, keadaan iklim ini merupakan hal yang ditakutkan oleh petani, karena pada
musim ini angin kencang disertai uap udara yang dingin menyebabkan buah pala
berguguran bahkan buah pala yang masih sangat muda. Akibat hal ini, petani harus
menanggung kerugian yang tidak sedikit, karena pada umumnya bulan Mei
merupakan bulan disaat buah pala siap dipanen dan matang sempurna, hal ini disiasati
petani dengan pemanenan diawal bulan sehingga sistem ijon terpaksa dilakukan
petani dan dapat berpengaruh terhadap hasil produksi dan kualitas pala di pasaran.
Dalam menjual biji pala, petani bebas memilih saluran pemasaran yang dianggap
paling menguntungkan. Pembayaran atas produk biji dan fuli yang diterima oleh
petani pada umumnya secara tunai (nota) dari pedagang. Saat ini harga komoditi pala
dari segi produk primer biji dan fuli pala kering dihargai berbeda dari segi
kualitasnya, kualitas super/AB berkisar saat ini Rp. 75.000,-/kg, kualitas kedua
keriput/kremo diharga dengan kisaran harga Rp. 55.000,-/kg, dan kualitas biji pala
pecah berkisar antara Rp. 36.000,-/kg.
6. Lembaga Penunjang Pengembangan Perkebunan Pala Banda
Sebagian besar areal perkebunan pala di Kecamatan Banda merupakan aset
148 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
sejak tahun 1958. Saat ini perkebunan pala Banda dibawah kelola oleh Pemerintah
daerah sebagai pemilik aset perkebunan pala yang tersebar di beberapa pulau di
Kecamatan Banda dan memegang peran kendali penting dalam pengembangan
potensi pala Banda kedepannya.
Adapun peran lembaga penunjang dalam pengembangan perkebunan pala Banda
saat ini bersumber dari Pemerintah daerah Maluku Kabupaten Maluku Tengah,
dimana intervensi Pemda dari segi pengelolaan aset yang dipercayakan bagi petani
blok, dengan demikian petani pala diberi wewenang penguasaan areal blok Pemda
dengan pembagian yang ditentukan (70:30), hasil pembagian produksi sebesar 70
persen, oleh petani kemudian dimanfaatkan petani pengelola blok sebagai alternatif
lain pengembangan lanjutan terhadap areal hasil swadaya petani hingga sekarang ini.
Besar harapan petani yaitu dari aset yang dipercayakan akan adanya
pengembangan dari segi pemberdayaan petani pala baik pengelola blok maupun
bukan pengelola blok. Namun semenjak PT. Banda Permai resmi ditutup, sampai
sejauh ini, dukungan pemerintah belum sepenuhnya menjamin keberlangsungan blok
dari segi status kepemilikan lahan yang masih belum jelas, kurang adanya intervensi
pemerintah baik dari segi pemberdayaan terhadap kelembagaan blok, pendampingan
tenaga ahli dari sistem pembudidayaan, pemeliharaan (peremajaan), hingga teknologi
penanganan pasca panen yang canggih. Sehingga memungkinkan petani pemegang
blok lebih banyak teralih terhadap lahan hasil swadaya yang sampai saat ini
produksinya jauh melebihi produksi pala blok pemerintah. Padahal jika Pemda lebih
tegas dalam intervensi antara petani pengelola blok maupun petani bukan pengelola
blok, baik dari segi pemberdayaan aset, petani, maupun kelembagaan maka tentu saja
pengembangan perkebunan pala Banda dalam skala besar akan mendatangkan profit
yang berdampak terhadap income bagi petani yang ditunjang dengan aspek pasar yang berkesinambungan.
Lembaga penunjang lainnya yaitu Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan
(Distanhutbun) Kabupaten Maluku Tengah yang memberikan dukungan dalam
149
Volume 5 No. 2 Juni 2017
(Disperindag) melaksanakan kegiatan pelatihan diversifikasi produk berbahan dasar
buah pala dengan tujuan untuk menambah nilai tambah dari buah pala dan menjadi
sumber penghasilan tambahan rumahtangga petani.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa perkebunan pala Banda
merupakan aset Pemerintah Daerah Propinsi Maluku dan Kabupaten Maluku
Tengah, sebagai hasil dari nasionalisasi perkebunan pala bekas kolonial Belanda
tahun 1958 yang saat ini dikeloal oleh petani pemegang blok dengan pembagian hasil
70 : 30 persen. Saat ini perkebunan pala Banda sangat layak untuk dikembangkan hal
ini dikaji berdasarkan beberapa aspek yaitu aspek keragaman genetik, aspek history
dan sosial, aspek ekonomi, aspek pasar serta perlu adanya dukungan dari
kelembagaan seperti Pemda untuk mendukung pengembangan potensi pala Banda
kedepan. Namun disatu sisi pemerintah belum mampu mengoptimalkan
pengembangan perkebunan pala Banda baik dari segi hasil swadaya maupun
blok-blok milik Pemda, hal ini diindikasikan dengan kepemilikan lahan yang tidak jelas
oleh petani, padahal potensi pala Banda sangat menjanjikan dari segi kualitas dan
pasaran internasional.
Daftar Pustaka
Arief, R. F. et al. 2015. Potensi Pengolahan Daging Buah Pala Menjadi Aneka Produk Olahan Bernilai Ekonomi Tinggi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, Jurnal Bul. Littro. 26.(2).
Bastaman, S. 2007. Prospek dan strategi pengembangan pala di Maluku. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
DEPTAN. DITJENBUN, Direktorat Jenderal Perkebunan Pala. 2015-2017. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017. Jakarta (ID): DITJENBUN.
150 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Ferdinandus, S. 2013. “Analisa Produksi Pala Di Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah”. Jurnal Ekonomika, Cita Ekonomika. VII(2): 196 – 303. Ferdinandus, S. 2013. “Analisa Produksi Pala Di Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah”. Jurnal Ekonomika, Cita Ekonomika. VII(2): 196 – 303.
Kementerian Pertanian, 2016. Pala dan Pengolahannya. Bagian Proyek Informasi Pertanian Maluku. <http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/agritek pdf.> Diakses tanggal 25 Januari 2018. Pukul 11.00 WIT.
Mamukin, 2012. “Karakteristik Minyak dan Isolasi Trimiristin Biji Pala Papua (Myristica argentea)”. Jurnal Litri. 19(2):72-77.
Marlinda, B. 2008. “Analisis Daya Saing Pala Indonesia di Pasar Internasional”. Skripsi. Bogor: Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Hatta, S. 1993. “Budidaya Pala Komoditas Ekspor”. Yogyakarta.
Sahata, M. 2016. “Strategi Pengembangan Pala Di Desa Paisubatu Kecamatan Buko Kabupaten Banggai Kepulauan”. Jurnal Agroland. 23(2) : 118-130.
Sanudin, Kuswantoro. D.P.et al,. 2015. “Prospek Pengembangan Pala (Myristica
fragransHoutt) di Hutan Rakyat” Jurnal Ilmu Kehutanan. 9(1):32-39.
Nawawi, H. 2005. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.