• Tidak ada hasil yang ditemukan

Therefore , optimization of existing available water including suppletion derived from Cacaban Rambut suppletion

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Therefore , optimization of existing available water including suppletion derived from Cacaban Rambut suppletion"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Model Optimasi Pola Tanam untuk Meningkatkan Keuntungan

Hasil Pertanian dengan Program Linier

(Studi Kasus Daerah Irigasi Rambut Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah)

Dina Septyana

Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, JL. Ganesa No. 10, Bandung 40132, E-mail: dina.septyana@gmail.com

Dhemi Harlan

Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, JL. Ganesa No. 10, Bandung 40132, E-mail: dhemi@si.itb.ac.id

Winskayati

Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknolgi Bandung, JL. Ganesa No. 10, Bandung 40132, E-mail: winskayati@yahoo.com

Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

Abstrak

Daerah irigasi Rambut merupakan jaringan irigasi teknis yang berada di Kabupaten Tegal melayani areal seluas 7.634 Ha. Pola tanam yang diterapkan pada peraturan bupati Tegal tahun 2014/2015 yaitu padi/tebu-padi/ palawija/tebu-tebu dengan awal tanam November I, namun karena kekurangan air realisasi tanam pada tahun 2014/2015 tidak sesuai dengan pola tanam yang direncanakan. Untuk memenuhi kebutuhan air di Daerah Irigasi Rambut, dilakukan optimasi dengan mengoptimalkan ketersediaan air yang ada termasuk suplesi yang berasal dari saluran suplesi Cacaban Rambut. Optimasi bertujuan agar dapat menyusun pola tanam yang tepat serta meningkat-kan keuntungan hasil pertanian yang maksimal. Metode optimasi yang digunameningkat-kan yaitu dengan menggunameningkat-kan program linier melalui model matematis yang diselesaikan dengan metode simpleks. Skenario optimasi pola tanam terdiri dari 3 (tiga) skenario yaitu : (1) luas tanaman tebu 1500 Ha, (2) luas tanaman tebu 888 Ha dan (3) tanpa batasan luas tanaman tebu. Pada setiap skenario disimulasikan dengan 4 (empat) alternatif pola tanam dengan mengubah jadwal tanam yaitu November I, November II, Desember I dan Desember II. Berdasarkan hasil optimasi, keuntungan tertinggi pada masing-masing skenario hasil optimasi diberikan pada alternatif 1, awal tanam November I. Pola tanam hasil optimasi untuk skenario I dan II yaitu padi/palawija/tebu-palawija/tebu-palawija/ tebu sedangkan untuk skenario III dengan pola tanam padi/palawija-palawija-palawija.

Kata-kata Kunci: Optimasi, Irigasi, Pola tanam, Metode simpleks.

Abstract

The 7634 Ha of Rambut irrigation scheme is technical irrigation network located in Tegal District. The cropping

pattern applied to theregulation of Tegal regency in 2014/2015 was rice plant/ sugar cane-rice plant/ crops/sugar

cane-sugar cane which beginning in November I, but due to water shortage, it wasn’t applied in 2014/2015.  

Therefore

, optimization of existing available water including suppletion derived from Cacaban Rambut suppletion channels is needed to prepare appropriate cropping patterns and to increase benefit of agriculture outcome to the maximum. Optimization was done by using linear programming through mathematical model solved by simplex method. Cropping pattern optimization consists of three scenarios, which are: (1) the sugar cane area 1500 Ha, (2) the sugar cane area 888 Ha and (3) without limitation of sugar cane area. Every scenario is simulated by four cropping patterns alternative by changing planting schedules existing from November I, November II, December I and December II. Based on the results, the highest profits for each scenario is the alternative 1, start planting on November I. The cropping pattern obtained from optimization is rice plant/crops/sugar cane - crops/sugar cane - crops/sugar cane for scenario I and II, while for scenario III is rice plant/crops- crops - crops.

(2)

146

Jurnal Teknik Sipil

1. Pendahuluan

Daerah irigasi Rambut merupakan jaringan irigasi teknis yang berada di Kabupaten Tegal melayani areal seluas 7.634 Ha, yang merupakan satu kesatuan sistem interkoneksi dengan Daerah Irigasi Cacaban (Waduk Cacaban), Bendung Mejagong di sungai Comal dan Bendung Kejene di sungai Waluh. Air yang dimanfaatkan di jaringan irigasi Rambut yang berasal dari sungai Rambut di bendung Cipero dengan suplesi air dari bendung Mejagong lewat bendung Kejene. Ketersediaan air pada musim hujan dapat mencukupi kebutuhan air irigasi, namun pada musim kemarau sering terjadi kekurangan air. Saat ini kondisi di Daerah Irigasi Rambut terdapat areal yang mengalami kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman khususnya pada waktu Musim Tanam II (MT II) dan Musim Tanam III (MT III). Kondisi kekurangan air ini menjadikan pola tanam yang direncanakan pada Daerah Irigasi Rambut tidak terlaksana seperti pada pola tanam tahun 2014/2015. Pada MT II terdapat penanaman tanaman padi yang mencapai 3686 Ha oleh petani, namun hasilnya hanya 2491 Ha yang sampai pada masa panen, sedangkan sisanya sebanyak 1195 Ha merupakan puso. (Laporan Realisasi Tanam Dinas PU Pengairan Kabupaten Tegal, 2015)

Permasalahan kekurangan air di wilayah jaringan irigasi Rambut (Bendung Cipero) merupakan masalah yang dihadapi para petani setiap tahunnya di Kecama-tan Warureja dan Suradadi, Kabupaten Tegal. Untuk mengatasi ketersediaan air dari sungai Rambut di bendung Cipero yang terbatas, perlu difungsikan kembali saluran suplesi Cacaban Rambut yang menghantarkan suplesi dari Waduk Cacaban melalui bendung Dukuhjati sampai ke saluran induk Rambut. Optimasi dilakukan dengan mengoptimalkan keterse-diaan air pada sungai Rambut di bendung Cipero dan

suplesi yang berasal dari saluran suplesi Cacaban Rambut sehingga diharapkan dapat menyusun pola tanam yang tepat serta meningkatkan keuntungan hasil pertanian yang maksimal.

Maksud dari kajian ini adalah melakukan optimasi pola tanam di Daerah Irigasi Rambut sehingga diperoleh keuntungan hasil pertanian yang maksimal sedangkan tujuan dari kajian ini adalah menentukan pola tanam yang memberikan keuntungan yang maksimal serta mengetahui kondisi ketersediaan dan kebutuhan air di Daerah Irigasi Rambut.

2. Deskripsi Wilayah Studi

Daerah irigasi Rambut merupakan jaringan irigasi teknis yang berada di Kabupaten Tegal, dengan memanfaatkan sumber air dari sungai Rambut melalui bendung Cipero untuk melayani areal seluas 7.634 Ha. Daerah Irigasi Rambut mendapatkan air dari bendung Cipero di sungai Rambut dan merupakan satu kesatuan sistem interkoneksi dengan Daerah Irigasi Cacaban (Waduk Cacaban), Bendung Mejagong di sungai Comal dan Bendung Kejene di sungai Waluh. Sistem pengam-bilan air dilakukan melalui bendung Cipero dengan satu pengambilan lewat sisi kiri ke saluran induk Rambut dengan luas areal 7.634 Ha untuk mengairi 2 (dua) wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Warureja dengan luas areal 3.740 Ha dan Kecamatan Suradadi dengan luas areal 3.894 Ha. Untuk mencukupi kebutuhan air, jaringan irigasi Rambut mendapat suplesi air dari sungai Comal melalui bending Mejagong ke sungai Waluh di hulu bendung Kejene yang secara bersama-sama digunakan untuk bendung Kejene (DI Kejene) dan suplesi ke sungai Rambut untuk bendung Cipero (DI Rambut) dan sisanya akan dimanfaatkan oleh jaringan irigasi di hilir dari bendung Kejene termasuk bendung Sungapan (DI Sungapan).

Lokasi Daerah Irigasi Rambut

(3)

Pada awalnya Daerah Irigasi Rambut dibangun untuk melayani luas areal 8.250 Ha sedangkan pada tahun 2010 luasan telah berkurang menjadi 7.634 Ha. Kondisi luasan layanan daerah irigasi ini semakin berkurang dikarenakan adanya alih fungsi lahan dimana areal irigasi berubah fungsi menjadi permukiman, fasilitas umum, kantor dan tambak. Pada tahun 2013 berdasar-kan updating peta dan layout peta daerah irigasi, luas areal Daerah Irigasi Rambut adalah 7.621 Ha. (DED Rehab DI Cacaban (Cipero), BBWS Pemali Juana, 2013).

Daerah Irigasi Rambut dibagi dalam 6 (enam) golongan dengan pola tanam padi/tebu (MT I), padi/palawija/ tebu (MT II) dan tebu (MT III), dimana pemberian air pertama MT I dilakukan pada tanggal 1 November pada golongan 1.(Peraturan Bupati Tegal Nomor 28 tentang Pedoman Pengaturan Pola Tanam dan Rencana Tata Tanam MT. 2014/2015 Kabupaten Tegal)

Luas tanam dari pola tnam tersebut yaitu luas tanam padi pada MT I 5616 Ha, pada MT II 415 Ha, palawija (jagung) pada MT II 5201 Ha dan tanaman tebu 1854 Ha sepanjang musim sedangkan hasil realiasi tanam tahun 2014/2015 yaitu MT I : padi 5833 Ha dan palawija (jagung) 749 Ha, MT II: padi 3686 Ha (panen 2491 Ha dan puso 1195 Ha) dan palawija (jagung) 1200 Ha dan tanaman tebu sepanjang musim 888 Ha. Hal ini disebabkan karena kondisi ketersediaan air yang tidak dapat mencukupi kebutuhan air pola tanam berdasarkan peraturan bupati.

3. Kajian Pustaka

3.1 Ketersediaan air

Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air irigasi berasal dari debit andalan di bangunan pengambilan.

Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum

sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi, dengan kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80% (kemungkinan bahwa debit sungai lebih rendah dari debit andalan adalah 20%). (Standar Perencanaan Irigasi KP-01, 1986)

3.2 Kebutuhan air irigasi

Kebutuhan air untuk irigasi di petak persawahan tergantung pada beberapa faktor, yaitu :

1. Persiapan Lahan (Land Preparation)

2. Perkolasi dan rembesan (Percolation & Infiltration)

3. Penggantian lapisan air di petak persawahan (Water

Layer Replacement / WLR)

4. Curah Hujan Efektif (Rainfall Effective / Re)

5. Penggunaan Konsumtif

Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi (NFR) diperhitungkan dengan ketentuan sebagai berikut:

NFR = ET c + P – Re + WLR (1)

keterangan:

ETc = Penggunaan konsumtif (mm/hari)

P = Kehilangan air akibat perkolasi (mm/hari)

Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari).

3.3 Rencana tata tanam

Rencana Tata Tanam secara garis besar merupakan pola dan jadwal tanam dalam satu tahun untuk setiap jenis tanaman dengan luas tanam masing-masing yang dibuat sebelum jadwal tanam dimulai (Modul Tentang Rencana Tata Tanam, 2006).

3.4 Optimasi

Optimasi merupakan suatu rancangan untuk memeca-hkan permasalahan model-model perencanaan dengan dasar fungsi matematis yang membatasi sehingga menjadi suatu proses sistem untuk menghasilkan kepu-tusan terbaik. (Montarcih, et al dalam Ekorini, 2013).

Dalam optimasi terdapat sebuah kondisi tertentu untuk mencapai tujuan yang optimum, atau yang paling menguntungkan. Optimasi memiliki dua komponen yaitu model matematika dan penyelesaian model matematika. Model matematika terdiri dari persamaan maupun pertidaksamaan yang terdiri dari fungsi tujuan

(objective function), fungsi kendala (constraints

condi-tion) dan fungsi non negativitas (non negativity

constrain). Untuk memperoleh hasil optimasi, maka

model matematika tersebut harus diselesaikan dengan operasi matematika tertentu.

3.5 Metode simpleks

Cara penyelesaian yang dapat digunakan untuk perma-salahan optimasi untuk mendapatkan solusi optimum yaitu dengan metode analitis dengan menggunakan metode simpleks. Metode Simpleks merupakan serangkaian prosedur matematik dengan metode iterasi untuk menemukan solusi optimum dari persamaan linier suatu model matematis (Ossenburgen, 1984).

Metode simpleks adalah suatu metode yang bersifat iterasi yang bergerak selangkah demi selangkah, dimulai dari sustu titik ekstrim pada wilayah fisibel menuju ke titik ekstrim yang optimum. (Joubert, 2011).

4. Metodologi Studi

Secara umum proses kegiatan dalam kajian ini yaitu pengumpulan data, pengolahan data dan keluaran hasil.

Alur pikir dalam kajian ini ditunjukkan pada Gambar

(4)

148

Jurnal Teknik Sipil

Dalam analisis optimasi, penyusunan model matematis merupakan tahapan penting. Model matematis dalam kajian ini terdiri dari fungsi tujuan dan fungsi kendala.

Fungsi tujuan yaitu memaksimalkan hasil keuntungan pertanian. Model matematis fungsi tujuan terdiri dari variabel luas lahan masing-masing jenis tanaman (Ha) dan keuntungan hasil pertanian masing-masing jenis tanaman (Rp/Ha).

Terdapat dua batasan yang menjadi fungsi kendala yaitu luas lahan dan volume ketersediaan air. Untuk model matematis fungsi kendala luas lahan, total luas lahan setiap jenis tanamanmasing-masing golongan tidak melebihi luas lahan total pada daerah irigasi.

 

Gambar 2. Alur pikir dalam kajian

Persamaan untuk fungsi kendala volume ketersediaan air terdapat untuk setiap periode sepanjang musim tanam. Variabel yang terdapat pada persamaan ini yaitu volume kebutuhan air untuk setiap jenis tanaman

masing-masing golongan untuk setiap periode (m3/Ha)

(5)

5. Hasil Studi dan Pembahasan

5.1 Ketersediaan air

Permasalahan ketersediaan air di Daerah Irigasi Rambut yang mengandalkan debit sungai Rambut dari

Bendung Cipero yaitu seringkali mengalami

kekurangan air. Selain mendapat suplesi dari sungai Comal, Daerah Irigasi Rambut juga mendapat suplesi dari Waduk Cacaban melalui saluran suplesi Cacaban Rambut yang menghantarkan suplesi air dari Waduk Cacaban melalui bendung Dukuhjati sampai ke bangunan bagi sadap B.Rt.4 di saluran induk Rambut,

dengan kapasitas debit 1,500 m3/det. Analisis

keterse-diaan air yang digunakan dalam kajian ini merupakan debit andalan Q80 dari sungai Rambut melalui Bendung Cipero dengan debit suplesi melalui saluran suplesi Cacaban Rambut. Dalam kajian optimasi ini menganggap saluran suplesi Cacaban Rambut dapat berfungsi dengan baik sehinngga dapat mengurangi permasalahan kekurangan air di Daerah Irigasi Rambut.

5.2 Neraca air eksisting

Dengan membandingkan antara ketersediaan air sungai Rambut di Bendung Cipero dan kebutuhan air berdasar-kan pola tanam tahun 2014/2015, terjadi permasalahan

kekurangan air seperti pada Gambar 3.

Pada periode September I sampai dengan Oktober II terjadi permasalahan kekeurangan air disebabkan oleh kebutuhan tanaman tebu seluas 1854 Ha, dimana pada periode tersebut, hanya terdapat tanaman tebu di Daerah Irigasi Rambut. Oleh karena itu, penetapan tanaman tebu seluas 1854 Ha perlu ditinjau kembali agar ketersediaan air yang ada dapat memenuhi kebu-tuhan irigasi di Daerah Rambut.

5.3 Skenario optimasi

Dalam analisis optimasi dalam kajian ini terdiri dari 3 (tiga) skenario dengan 4 (empat) perubahan alternatif jadwal tanam mulai dari November I, November II, Desember I dan Desember II untuk masing-masing skenario. Skenario yang digunakan yaitu sebagai berikut:

1. Skenario I

Skenario I memberikan batasan bahwa luas tana-man tebu yang ditanam di DI Rambut seluas 1500 Ha. Pada pola tanam eksisting tahun 2014/2015, luas tanaman tebu yang ditetapkan yaitu 1854 Ha, namun kondisi ini tidak tercapai karena kondisi ketersediaan air di Daerah Irigasi Rambut tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tebu seluas 1854 Ha. Oleh karena itu, pada skenario I ini dilakukan pengurangan luas tanaman tebu menjadi 1500 Ha agar kebutuhan tanaman dapat terpenuhi oleh ketersediaan air di Daerah Irigasi Rambut. Penanaman tanaman tebu di Daerah Irigasi dilakukan ntuk memenuhi kebutuhan bahan baku tebu pada pabrik gula di sekitar lokasi

2. Skenario II

Berdasarkan realisasi tanam pada musim tanam tahun 2014/2015, dimana tanaman tebu yang ditanam oleh petani Daerah Irigasi Rambut yaitu 888 Ha. Skenario II memberikan batasan luas tanaman tebu yang ditanam di DI Rambut seluas 888 Ha dengan 4 (empat) alternatif simulasi perubahan jadwal tanam.

3. Skenario III

Optimasi yang dilakukan pada skenario III ini tidak membatasi luas tanam dari padi, palawija maupun tebu yang ditanam di DI Rambut atau jenis tanaman tersebut dapat ditanam secara bebas dengan 4 (empat) alternatif dengan simulasi perubahan jadwal tanam.

5.4 Model matematis

Model matematis untuk menyelesaikan optimasi dengan program linier ini terdiri dari fungsi tujuan dan fungsi kendala. Dalam optimasi ini yang menjadi variabel keputusan dalam optimasi ini adalah luas lahan untuk masing-masing golongan tiap jenis tanaman dalam satu Musim Tanam.

Fungsi Tujuan

(6)

150

Jurnal Teknik Sipil

Z : Nilai yang akan dioptimumkan, yaitu

memaksimumkan keuntungan pada suatu luasan lahan tertentu (daerah irigasi) dalam Rupiah (Rp)

Xpjk : luas areal tanaman untuk jenis tanaman padi,

golongan j, musim tanam k (ha).

Xjjk : luas areal tanaman untuk jenis tanaman

jagung, golongan j, musim tanam k (ha).

Nilai nett benefit untuk masing-masing tanaman yang dibudidayakan di Daerah Irigasi Rambut diperoleh berdasarkan analisis usaha tani dengan harga yang berlaku di daerah setempat.

Dari nilai laba penerimaan untuk masing-masing tanaman yaitu padi, jagung dan tebu maka persamaan matematis untuk fungsi tujuan menjadi:

Fungsi Kendala

Pada optimasi irigasi ini terdapat 2 (dua) fungsi kendala yaitu volume ketersediaan air dan luas tanam daerah irigasi.

1. Volume Ketersediaan Air

Keterangan :

Vpjk(t) : volume kebutuhan air untuk jenis tanaman

padi, golongan j, musim tanam k pada

periode t (m3/ha).

Vjjk(t) : volume kebutuhan air untuk jenis tanaman

jagung, golongan j, musim tanam k pada

periode t (m3/ha).

Vtjk(t) : volume kebutuhan air untuk jenis tanaman

tebu, golongan j, musim tanam k pada

periode t (m3/ha).

Xpjk : luas areal tanaman untuk jenis tanaman

padi, golongan j, musim tanam k pada

periode t (ha).

Xjjk : luas areal tanaman untuk jenis tanaman

jagung, golongan j, musim tanam k pada

periode t (ha).

Xtjk : luas areal tanaman untuk jenis tanaman

tebu, golongan j, musim tanam k pada

periode t (ha).

Vk : Volume ketersediaan air pada musim

tanam ke- k pada periode t (m3)

Volume ketersediaan air dihitung dari debit andalan (Q80) bendung Cipero dengan debit suplesi dari saluran suplesi Cacaban Rambut untuk masing-masing periode waktu (setengah bulanan) sedangkan volume kebutuhan air tanaman berubah setiap periodenya selama pertumbuhan tanaman.Pada seknario I dan II dimana terdapat batasan tanaman tebu, maka ketersedi-aan air yang dapat digunakan untuk tanaman padi dan palawija merupakan volume air yang tersedia di bendung dan saluran suplesi dikurangi volume kebutuhan tanaman tebu.

Periode  Jml Hari  Debit Tersedia  Volume  Tabel 1. Volume ketersediaan air

Sumber: Hasil perhitungan

2. Luas lahan daerah irigasi

Bentuk persamaan linier untuk luas lahan irigasi untuk setiap Musim Tanam yaitu:

Keterangan :

Berdasarkan hasil data updating data dan peta layout

(7)

a. Penyelesaian optimasi dengan metode simpleks

Dalam penyelesaian optimasi dengan metode simpleks, langkah awal yaitu mengubah permasalahan ke dalam bentuk model matematis.

Skenario I

Pada skenario I alternatif 1 dengan batasan luas tanam tebu 1500 Ha dan awal tanam November I, model matematis untuk MT I yaitu:

Fungsi Tujuan

Dalam penyelesaian program simpleks, model

matematis disusun sesuai dengan kaidah simpleks. Tahap dalam penyusunan sesuai dengan kaidah standar metode simpleks sebagai berikut:

1. Merubah fungsi maximize menjadi minimize pada

fungsi tujuan dengan cara mengalikan ruas kanan dengan -1.

2. Penambahan variabel slack pada fungsi kendala

untuk merubah pertidaksamaan menjadi persamaan.

11 21 31 41 51 61 15.363.700

11. 2833,77 11. 95,66 2892106,41

7) (Periode November I)

11. 2689,19 21. 2689,19 11. 343,41 21. 286,72

4013066,04

8)

(Periode November II)

11. 2510,76 21. 2510,76 31. 2510,76 11. 347,45

21. 80,17 31. 27,88 3807358,91

9)

(Periode Desember I)

5) 51 51 742 (Luas Lahan Golongan V)

10)

(Periode Desember II)

11. 631,11 21. 1892,53 31. 1892,53 41. 1892,53

Sehingga bentuk model matematisnya menjadi seperti berikut:

Penambahan slack variable

Penyelesaian persamaan optimasi dengan metode simpleks, menggunakan tabel simpleks seperti pada tabel 2 kemudian dilakukan langkah penyelesaian sebagai berikut:

1) Nilai optimum diperoleh jika semua nilai pada baris Z bernilai positif. Apabila ada yang benilai negatif pada baris Z maka dilakukan iterasi.

2) Variabel yang memiliki nilai paling kecil pada baris Z dipilih sebagai kolom kunci.

3) Variabel yang memeiliki nilai terkecil dari vektor b/a dipilih sebagai baris kunci. Nilai b/a merupakan perbandingan antara nilai solusi dengan kolom kunci.

4) Membuat baris kunci baru, dengan cara membagi baris kunci lama dengan pivot element.

5) Membuat baris Z baru dan baris variabel baru dengan cara = Baris lama – (Nilai kolom kunci baris yang sesuai * Baris kunci baru)

6) Iterasi dilakukan berulang hingga dicapai nilai optimum, seluruh nilai pada baris Z bernilai positif

seperti pada Tabel 3.

11. 2833,77 11. 95,66 7 2892106,41

11. 2689,19 21. 2689,19 11. 343,41 21. 286,72 8

Tabel 2. Bentuk awal tabel simpleks untuk skenario I alternatif 1

(8)

152

Jurnal Teknik Sipil

Tabel 3. Hasil Akhir tabel simpleks untuk skenario I alternatif 1

Dari hasil tabel simpleks diatas diperoleh solusi untuk skenario I alternatif 1 pada MT I yaitu:

Hasil luas tanam yang diperoleh berdasarkan optimasi sampai dengan periode IV (Desember II) kemudian dianalisis ketersediaan air untuk periode berikutnya sampai akhir MT I. Pada periode selanjutnya tidak terjadi permasalahan kekurangan air. Dari kondisi ketersediaan air pada periode MT II dan MT III, ketersediaan air semakin menurun shingga untuk mengantisipasi masalah kekurangan air optimasi dilakukan untuk MT II dan MT III secara bersamaan.

Pada MT II luas tanam yang dicari yaitu luas tanam padi dan palawija untuk golongan I, II, III, IV, V dan VI. Sedangkan pada MT III, dilihat dari ketersediaan air yang memungkinkan ditanam yaitu tanaman palawija. Penanaman pada MT III mulai dilakukan pada periode Juli II. Menggat ketersediaan air yang terbatas. Model matematika skenario I alternatif 1 untuk MT II dan MT III sebagai berikut.

Model Matematika Skenario I Alternatif 1 untuk MT II dan MT III

(Luas Lahan Golongan II MT II)

(Luas Lahan Golongan VI MT II)

(Luas Lahan Golongan I MT III) (Luas Lahan Golongan III MT II) (Luas Lahan Golongan IV MT II)

(Luas Lahan Golongan V MT II)

22 22 769

12. 2546,41 12. 0 14757387,18

Peneyelesaian optimasi dengan tabel simpleks

dilakukan untuk setiap alternatif skenario sehingga diperoleh hasil yang optimum.

Hasil optimasi untuk Skenario I dengan tabel simpleks sebagai berikut.

22. 237,80 32. 181,07 7606414,39

11) 12. 1546,42 22. 2700,14 32. 2700,14 42 52

62 2700,14 12. 610,63

22. 325,98 32. 41,34 42 52

62.0 8416483,88

12. 2023,27 22. 1646,01 32. 2876,43 42 52

62 2876,43 12. 927,78

22. 888,18 32. 584,56 42 52

62 2842,17 12. 967,27

22. 1027,23 32. 991,25 42 52

62.715,40 3832163,75

12. 1980,71 22. 2040,68 32. 2070,66

42 52 62 2194,25

22. 396,73 32. 1036,29 42 52

62.1098,99 1999615,28

12. 492,31 22. 1537,95 32. 2240,21

42 52 62 2307,09

32. 559,58

42 52 62 . 1241,78

13. 593,02 1290115,24

12. 461,54 22. 461,54 32. 1468,56

42 52 62 2156,48

42 52 62 . 622,41 13. 714,13

592597,64

22. 492,31 32. 492,31 42 52 62 1566,46

13. 1083,21 535796,95

32. 461,54 42 52 62 461,54 13. 1482,59

259298,49

42 52 62 461,54 13. 1526,84 409416,85

13. 1424,23 723688,82

(9)

Alternatif Uraian

Luas Tanam Optimum (Ha)

Padi Palawija

MT I 4496.16 1624.84 1500 7621 MT II 0 3696.52 1500 5196.52 MT III 0 174.9 1500 1674.9

Alternatif 2 (Awal Tanam November

II)

MT I 5412.38 708.62 1500 7621 MT II 0 2804.78 1500 4304.78

MT III 0 165.51 1500 1665.51

Alternatif 3 (Awal Tanam Desember I)

MT I 6110.57 10.43 1500 7621 MT II 0 1842.66 1500 3342.66 MT III 0 214.56 1500 1714.56

Alternatif 4 (Awal Tanam Desember I)

MT I 5694.1 426.9 1500 7621 MT II 0 952.11 1500 2452.11 MT III 0 256.54 1500 1756.54 Tabel 4. Hasil optimasi untuk Skenario I

Skenario II

Skenario II dengan batasan tanaman tebu 888 Ha,

menghasilkan solusi optimasi seperti pada Tabel 5.

Alter-natif Uraian

Luas Tanam Optimum (Ha)

Padi Palawija Tabel 5. Hasil Optimasi untuk Skenario II

Skenario III

Pada skenario III dimana tidak terdapat batasan luasan tanaman tebu menghasilkan keputusan tidak terdapat tanaman tebu. Hal ini dikarenakan nilai benefit tanaman tebu yang paling minimum sehingga diperoleh keputusan dengan mengoptimalkan luas tanaman padi dan palawija untuk menghasilkan keuntungan pertanian

yang maksimum seperti pada Tabel 6.

Alternatif Uraian

Luas Tanam Optimum (Ha)

Padi Palawija Tabel 6. Hasil Optimasi untuk Skenario III

Dari hasil optimasi untuk masing-masing skenario menunjukkan nilai keuntungan hasil pertanian tertinggi terdapat pada Alternatif 1, awal tanam November I. Pola tanam pada alternatif 1 untuk skenario I dan II dimana terdapat tanaman tebu yaitu padi/palawija/tebu-palawija/tebu-palawija/tebu sedangkan untuk pola tanam skenario III alternatif 1 yaitu padi/palawija - palawija - palawija.

Dengan pola tanam yang dihasilkan dari analisis optimasi tersebut, kemudian dilakukan analisis neraca air untuk membandingkan ketersediaan dan kebutuhan air tanaman.

(10)

154

Jurnal Teknik Sipil

Hasil optimasi untuk setiap skenario dan alternatif kemudian dibandingkan dengan kondisi eksiting.

Perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui

perubahan yang terjadi setelah dilakukan optimasi.

Dari grafik pada Gambar 7, terlihat bahwa luas tanam

padi terbesar pada kondisi eksisting realisasi tanam tahun 2014/2015 sebesar 8.324 Ha. Untuk hasil optimasi, luas tanam padi terbesar pada skenario III alternatif 3, awal tanam Desember I, dengan luas tanam sebesar 7575,74 Ha. Untuk luas palawija yang terbesar terdapat pada skenario III alternatif 1 yaitu 9.028,44 Ha.

Berdasarkan pola tanam Peraturan Bupati Kabupaten Tegal tahun 2014/2015, keuntungan usaha tani yaitu sebesar Rp 178.490.449.900,00 sedangkan yang tercapai berdasarkan realisasi tanam adalah Rp161.882.745.200,00. Pada skenario I dengan luas tanam tebu 1500 Ha, menghasilkan keuntungan opti-mum terbesar alternatif 1 yaitu Rp 155.573.350.752,00 sedangkan skenario II dengan luas tanam tebu 888 Ha menunjukkan keuntungan usaha tani terbesar mencapai Rp 174.212.375.680,00 pada alternatif 1. Skenario III dimana tidak terdapat tanaman tebu, menghasilkan keuntungan optimum terbesar alternatif 1 yaitu Rp. 202.027.160.938,00.

Jika dibandingkan dengan kondisi eksisting berdasar-kan realisasi tanam pada tahun 2014/2015 dengan hasil optimasi pada skenario II, dimana terdapat tanaman tebu seluas 888 Ha, keuntungan hasil pertanian hasil optimasi meningkat sebesar Rp 12.329.630480,00/tahun.

6. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Keuntungan hasil pertanian yang direncanakan berdasarkan pola tanam peraturan bupati Tegal

yaitu Rp 178.490.449.900,00/tahun namun

berdasarkan realisasi tanam tahun 2014/2015 keuntungan hasi pertanian yang tercapai yaitu Rp 161.882.745.200,00/tahun. Hal ini disebabkan ketersediaan air sungai Rambut di Bendung Cipero tidak mampu memenuhi kebutuhan air irigasi sepanjang tahun di Daerah Irigasi Rambut sehing-ga terdapat periode-periode yang mensehing-galami keku-rangan air yaitu pada periode November I sampai dengan Desember I dan Mei II sampai dengan Oktober II.

2) Hasil optimasi dengan menggunakan debit sublesi dari saluran suplesi Cacaban Rambut sebesar 1,500

m3/det memberikan keuntungan maksimal sebesar

Gambar 5. Grafik neraca air pola tanam skenario II alternatif 1

Gambar 6. Grafik neraca air pola tanam skenario III alternatif 1

Gambar 7. Grafik perbandingan luas tanaman dalam satu tahun

(11)

Rp 155.573.350.752,00/tahun pada alternatif 1, awal tanam November I dengan pola tanam padi/ palawija/tebu – palawija/tebu – palawija/tebu. Luas tanam yang diterapkan yaitu MT I: padi 4496,16 Ha dan palawija (jagung) 1624,84 Ha, MT II : palawija (jagung) 3696,52 Ha dan MT III : palawija (jagung) 174,90 Ha serta tanaman tebu 1500 Ha sepanjang musim.

3) Skenario II dengan luas tanaman tebu 888 Ha menghasilkan keuntungan maksimal sebesar Rp 174.212.375.680,00/tahun pada alternatif 1, awal tanam November I dengan pola tanam padi/ palawija/tebu – palawija/tebu – palawija/tebu. Nilai keuntungan meningkat dari kondisi eksisting pada

realisasi tanam tahun 2014/2015 sebesar

Rp 12.329.630480,00/tahun. Luas tanam yang diterapkan untuk skenario II alternatif 1 yaitu MT I : padi 4853,20 Ha dan palawija (jagung) 1879,80 Ha, pada MT II: palawija (jagung) 4239,09 Ha dan MT III : palawija (jagung) 794,90 Ha serta tanaman tebu 888 Ha sepanjang musim.

4) Pada skenario III tidak terdapat luasan tanaman tebu sehingga menghasilkan keputusan berupa luasan tanaman padi dan palawija untuk menghasilkan keuntungan maksimal. Keuntungan hasil pertanian yang terbesar diperoleh pada alternatif 1, awal tanam November I sebesar Rp. 202.027.160.938,00/ tahun, dengan pola tanam padi/palawija - palawija - palawija. Luas tanam yang diterapkan pada skenario III alternatif 1 yaitu MT I: padi 5371,54 Ha dan palawija (jagung) 2249,46 Ha, MT II: palawija (jagung) 5125,98 Ha dan MT III: palawija (jagung) 1653,00 Ha.

Daftar Pustaka

BBWS Pemali Juana, 2013, DED Rehab DI Cacaban

Cipero (7.634 Ha), Semarang: BBWS Pemali

Juana.

Departemen Pekerjaan Umum, 1986, Standar

Perencanaan Irigasi KP 01. Bandung:

CV. Galang Persada.

Departemen Pekerjaan Umum, 2006, Modul Rencana

Tata Tanam. Jakarta: Departemen Pekerjaan

Umum.

Dinas PU Pengairan Kabupaten Tegal, 2015, Laporan

Realisasi Tanam Kabupaten Tegal, Tegal: Dinas

PU Pengairan Kabupaten Tegal.

Ekorini, L/D,, Montarcih, L.L., Suhartanto, E., 2013, Studi Optimasi Distribusi Air Irigasi di Daerah

Irigasi Lodoyo. Malang: Jurnal Pengairan

Vol 4, No.2 (2013), Universitas Brawijaya.

Joubert, M.D, 2011, Kajian Optimasi Penggunaan Air

Irigasi di Daerah Irigasi Ciramajaya Kabupaten

Tasikmalaya Jawa Barat. Bandung: Tesis

Program Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, ITB.

Ossenburgen, P.J., 1984, System Analysis for Civil

Engineers, Canada: John Wiley & Sons.

Pemerintah Kabupaten Tegal, 2014, Peraturan Bupati

Tegal Nomor 28 tentang Pedoman Pengaturan Pola Tanam dan Rencana Tata Tanam MT.

2014/2015 Kabupaten Tegal. Pemerintah

(12)

Gambar

Gambar 1. Lokasi daerah irigasi rambut
Gambar 2. Alur pikir dalam kajian
Gambar 3. Neraca air eksisting pola tanam
Tabel  1. Volume ketersediaan air
+4

Referensi

Dokumen terkait

Demikian proposal penyelenggaraan Latsar CPNS Kabupaten Boyolali Pola Kerjasama Formasi Tahun 2019 dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah Provinsi

mengetahui potensi penerimaan retribusi suatu daerah antara lain. a.) Kondisi awal suatu daerah. b.) Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi

Ketua Majelis setelah menerima berkas perkara tersebut, bersamasama hakim anggotanya mempelajari berkas perkara. Ketua kemudian menetapkan hari dan tanggal serta jam

Hal ini terjadi tidak hanya di Amerika Serikat akan tetapi hingga di Eropa dan Asia, misalnya di Prancis, umat Islam diekploitasi dengan sebuah stigma dimana wanita muslim

Circuit Breaker atau Saklar Pemutus Tenaga (PMT) adalah suatu peralatan pemutus rangkaian listrik pada suatu sistem tenaga listrik, yang mampu untuk membuka dan

Sifat fisik tanah yang meliputi kedalaman solum tanah yang dalam, porositas tanah yang tinggi dan berat volume tanah yang rendah akan memberikan ruang persebaran

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Senam Mata