Karakteristik Siswa_2
Dalam handout ini, akan dipelajari dua hal yaitu:
Sebenarnya begitu banyak karakteristik yang bisa diidentifikasi dalam diri siswa yang dapat membawa
pengaruh pada proses dan hasil pembelajaran secara keseluruhan. Aspek-aspek kejiwaan sebagai karakteristik
siswa yang sangat berpengaruh pada proses dan hasil belajar selain kecerdasan seperti telah diuraikan, adalah
kemampuan awal, yaitu kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa (prior knowledge).
Pengetahuan bermakna tak terorganisasi (arbittarily meaningful knowledge)
Pengetahuan analogis (analogic knowledge)
Pengetahuan tingkat yang lebih tinggi (superordinate knowledge
Pengetahuan setingkat (coordinate knowledge)
Pengetahuan tingkat yang lebih rendah ( subordinate knowledge)
Pengetahuan pengalaman (experiential knowledge)
Strategi kognitif (cognitive strategy)
Pengetahuan bermakna tak terorganisasi sebagai tempat mengaitkan pengetahuan hapalan (yang tak
bermakna) untuk memudahkan retensi.
Pengetahuan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Sebagai
kemampuan awal, pengetahuan ini akan sangat berguna untuk mengingat pengetahuan-pengetahuan hafalan
dan pengetahuan yang tak bermakna.
Penggunaan pengetahuan ini dalam bentuk mnemonic atau jembatan keledai, seperti “ADEK” untuk mengingat
jenis-jenis vitamin yang larut dalam lemak, “MEJIKUHIBININGU” untuk menghafalkan warna pelangi, dan
sebagainya.
Pengetahuan ini akan memudahkan belajar jika telah dikuasai benar atau telah
siap pakai. Jika tidak, maka proses perolehan, pengorganisasian, dan
pengungkapan kembali pengetahuan baru justru akan terganggu.
Pengetahuan Bermakna Tak Terorganisasi
Pengetahuan analogis yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lain yang serupa, yang berada
di luar isi yang sedang dipelajari. Antara pengetahuan analogis dan pengetahuan baru yang sedang dipelajari
terdapat kaitan seperti:
a) berada pada tingkat keumuman yang sama
b) memiliki keserupaan dalam hal-hal pokok
c) contoh-contoh pengetahuan analogis saling tidak termasuk dalam contoh-contoh pengetahuan baru.
Jika pengetahuan yang dipelajari adalah konsep, maka konsep analogisnya adalah konsep serupa yang berada di
luar konsep yang dipelajari. Demikian juga jika yang dipelajari adalah prinsip atau prosedur, maka prinsip ataupun
prosedur analogisnya adalah yang serupa dan berada di luar dari yang dipelajari.
Mengaitkan atau membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan analogisnya yang telah dimiliki siswa
akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru. Agar benar-benar bermanfaat, pengetahuan analogis
yang digunakan hendaknya dipilih yang semirip mungkin dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. Jika tidak,
maka penggunaan analogi justru akan membingungkan siswa.
Sebagai contoh, untuk menggambarkan suatu persaudaraan yang erat dapat digambarkan sebagai sapu lidi.
Seseorang akan dapat lebih berfungsi dengan baik jika dalam suatu ikatan yang kokoh, dari pada
individu-perindividu.
Pengetahuan tingkat yang lebih tinggi yang dapat
berfungsi sebagai kerangka untuk mengaitkan
sengetahuan baru. Ausabel mengatakan bahwa
pengetahuan superordinate yang telah dimiliki siswa dapat menjadi “kerangka cantolan” bagi pengetahuan baru yang dipelajari, sehingga pengetahuan baru
tersebut bermakna.
Gagne mengaitkan pengetahuan superordinate
dengan hubungan prasyarat belajar antara jenis-jenis
ketrampilan intelektual. Ketrampilan sebagai kapabilitas belajar oleh Gagne dibedakan menjadi 5, yaitu;
a) diskriminasi
b) konsep konkrit
c) konsep abstrak
d) kaidah (rule)
e) kaidah tingkat lebih tinggi (higher order rule)
Dalam pengertian ini, kaidah tingakat lebih tinggi
menjadi pengetahuan superordinate dari kaidah.
Kaidah menjadi pengetahuan superordinate konsep
abstrak, konsep abstrak menjadi pengetahuan
superordinate konsep konkrit, dan konsep konkrit
menjadi pengetahuan superordinate diskriminasi.
Dengan pengertian demikian maka suatu kapabilitas
belajar akan menjadi prasyarat bagi belajar kapabilitas
lainnya. Ini berarti, kapabilitas prasyarat harus dikuasai
lebih dahulu sebelum mempelajari kapabilitas lainnya.
Misalnya, konsep konkrit sebagai superordinat dari
diskriminasi, hanya dapat
dipelajari jika diskriminasi
sebagai kapabilitas prasyarat
telah dikuasai lebih dahulu.
Begitu seterusnya, dengan
kapabilitas-kapabilitas lainnya.
Pengetahuan Tingkat yang Lebih Tinggi
Pengetahuan setingkat yang dapat memenuhi fungsinya sebagai pengetahuan asosiatif dan/
atau komparatif. Pengetahuan ini memiliki tingkat keumuman atau tingkat kekhususan yang
sama dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. Contoh-contoh pengetahuan koordinate
harus berbeda atau tidak saling termasuk pada contoh-contoh pengetahuan yang baru
dipelajari. Namun, pengetahuan superordinate bagi pengetahuan coordinate dengan
pengetahuan superordinate bagi pengetahuan yang sedang dipelajari harus sama. Jika pengetahuan yang sedang
dipelajari adalah konsep, maka konsep yang menjadi coordinatenya adalah konsep lain yang memiliki konsep
superordinate yang sama.
Misalnya, konsep tentang “hewan berkaki ruas” pengetahuan koordinatenya dapat “hewan bertulang belakang” keduanya memiliki konsep superordinate yaitu “hewan”. Contoh lain, konsep tentang “kalimat induktif” pengetahuan coordinatenya adalah konsep tentang “kalimat induktif”. Keduanya memiliki kedudukan yang sejajar, dan keduanya memiliki konsep pengetahuan superordinate yang sama yaitu “kalimat”.
Mengaitkan dan membandingkan pengetahuan yang sedang dipelajari dengan pengetahuan coordinatenya yang
telah dikuasai siswa, akan mempermudah pemahaman pengetahuan baru tersebut dan memudahkan siswa
mengorganisasi struktur ingatannya. Pengetahuan coordinate juga memudahkan pengungkapan kembali apa yang telah diorganisasi dalam ingatan.
Pengetahuan tingkat yang lebih rendah yang berfungsi untuk mengkonkritkan pengetahuan baru atau juga
penyediaan contoh-contoh. Ada dua jenis pengetahuan subordinate, yaitu:
1) pengetahuan subordinate yang merupakan “jenis” dari pengetahuan yang sedang dipelajari 2) pengetahuan subordinate yang merupakan “bagian” dari pengetahuan yang sedang dipelajari.
Artinya, pengetahuan yang sedang dipelajari adalah superordinate,
sedangkan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa adalah sebagai pengetahuan subordinate. Misalnya, konsep “hewan bertulang belakang” dan konsep “hewan berkaki ruas” merupakan subordinate dari konsep “hewan”. Contoh lain, konsep “mata” dan “telinga”, merupakan pengetahuan subordinate bagian dari konsep “organ manusia”.
Pengetahuan subordinate mempunyai fungsi yang sama dengan pengetahuan yang diperoleh dari pengetahuan pengalaman (experiential knowledge).
Pengetahuan pengalaman yang memiliki fungsi sama dengan pengetahuan tingkat yang lebih rendah, yaitu untuk
mengkonkritkan dan menyediakan contoh-contoh bagi pengetahuan baru. Pengetahuan pengalaman mengacu
kepada ingatan seseorang pada peristiwa-peristiwa atau obyek-obyek khusus atau contoh-contoh, yang disimpan di
dalam experiential data base.Pengetahuan seseorang tentang berbagai jenis burung, membuat “burung” menjadi
konsep yang bermakna baginya.
Menyajikan contoh-contoh baru akan membantu memperluas experiential data base. Misalnya ketika mempelajari konsep “oksigen”, siswa belajar merasakan dan memperhatikan bagaimana jalannya oksigen dalam tubuhnya melalui menghirup dan mengeluarkan udara melalui pernapasan.
Mengkaitkan pengetahuan baru pada experiential data base penting sekali dilakukan untuk meningkatkan perolehan,
pengorganisasian, dan pengungkapan kembali pengetahuan baru tersebut. Pengetahuan experiential juga penting untuk mengorganisasi ingatan dan mengintegrasikan lebih lanjut ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Strategi kognitif yang menyediakan cara-cara
memperoleh pengetahuan baru, mulai dari
penyandian, penyimpanan, sampai pada
pengungkapan kembali pengetahuan yang telah
tersimpan dalam ingatan. Di antara semua kemampuan
awal di atas, strategi kognitif memiliki mekanisme kerja
yang paling tinggi.
Strategi kognitif berfungsi membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang telah dimiliki murid. Gagne dan
Rigney mengatakan bahwa strategi kognitif adalah ketrampilan lepas isi (content-free skill) yang dapat digunakan oleh seorang untuk memudahkan perolehan
pengetahuan (ketrampilan belajar), memudahkan
pengorganisasian dan pengungkapan kembali
pengetahuan yang telah dipelajari (ketrampilan
mengingat). Alat-alat Bantu belajar sangat diperlukan
untuk mengembangkan strategi kognitif siswa, misalnya
media, kamus, rumus, bagan, contoh-contoh, dan
sebagainya.
Strategi Kognitif
Ketujuh kemampuan awal di atas dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
a. Pengetahuan yang akan diajarkan. Yang termasuk di dalamnya adalah: pengetahuan
tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan setingkat, pengetahuan tingkat yang lebih rendah,
dan pengetahuan pengalaman.
b. Pengetahuan yang berada di luar pengetahuan yang akan dipelajari. Yang termasuk
di dalamnya adalah pengetahuan bermakna tak terorganisasi, dan pengetahuan analogis.
c. Pengetahuan mengenai ketrampilan genetik. Yang termasuk di dalamnya strategi
kognitif.
Dari tingkat penguasaannya, kemampuan awal diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a. Kemampuan awal siap pakai. Yaitu kemampuan yang benar-benar telah dikuasai
atau telah menjadi milik seseorang, yang dapat dipakai kapan saja dan dalam situasi kapanpun.
b. Kemampuan awal siap ulang. Yaitu kemampuan yang pernah dipelajari, namun
belum dikuasai sepenuhnya, belum siap pakai, belum menjadi miliknya. Seseorang masih tergantung pada sumber-sumber yang sesuai untuk dapat menggunakan kemampuan tersebut.
c. Kemampuan awal pengenalan. Yaitu kemampuan yang baru dikenal, perlu
Tiap-tiap siswa akan memiliki variasi tingkat penguasaannya terhadap ketujuh kemampuan awal di atas. Maka
dalam merancang pembelajaran perlu diketahui kemampuan awal mana yang termasuk siap pakai, siap ulang,
pengenalan, dan bagi siswa-siswa yang mana.Kemampuan awal siap pakai paling penting peranannya, khususnya
dalam pemilihan strategi pembelajaran.Kemampuan awal jenis ini adalah konsep-konsep, prosedur, prinsip-prinsip,
yang mendasari disiplin ilmu yang sedang dipelajari.
Siswa datang ke sekolah untuk belajar dengan membawa berbagai pengetahuan dan pengalamannya. Pengetahuan dan pengalaman siswa dapat dipengaruhi ketika proses pembelajaran berlangsung. Kondisi demikian akan terjadi transformasi pengetahuan dan akan membentuk makna yang baru. Namun, transformasi pengetahuan baru akan terjadi jika ada asimilasi atau akomodasi pengetahua baru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki siswa (struktur kognitif siswa). Yang terjadi, sering kali pengetahuan dan pengalaman siswa sama sekali tidak berpengaruh oleh proses pembelajaran. Informasi atau pengetahuan baru yang dipelajari tidak berhubungan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa, melainkan berdiri sendiri.Akibatnya, pengetahuan menjadi tidak bermakna, terlepas-lepas, dan mudah dilupakan.
Keterkaitan pengetahuan baru dengan kemampuan awal siswa merupakan faktor amat penting dalam pembelajaran yang bertujuan untuk penciptaan makna.Kebermaknaan bersifat individual, karena siswa sendirilah yang menciptakan makna. Siswalah yang akan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Guru dapat membantu siswa untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan awal siswa dengan cara mendesain pembelajaran yang dapat memfasilitasinya.
Untuk dapat menciptakan makna dalam pembelajaran selain diperlukan ada keterkaitan antara informasi baru dengan kemmapuan
awal siswa, juga diperlukan adanya isi antara siswa satu dengan lainnya serta siswa dengan guru atau orang lain yang kompeten. Interaksi
tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi dapat terjadi di mana saja di luar kelas seperti di lapangan, di perpustakaan, di kebun, di rumah,
dan di tempat-tempat lain. Interaksi ini merupakan tahapan penting dalam penciptaan makna siswa.
Namun, interaksi tidak akan pernah terjadi jika guru tidak memperhitungkan kemampuan awal
siswa sebagai pijakannya.
Pada dasarnya proses pembelajaran merupakan proses penciptaan makna dari berbagai
konsep, prinsip dan teori-teori serta berbagai fenomena kehidupan. Berdasarkan pandangan
tersebut, maka muncullah upaya penerapan pendekatan ketrampilan proses, belajar siswa aktif,
dan sebagainya. Siswa belajar untuk mengidentifikasi masalah, menarik hipotesis, melakukan percobaan, pengamatan, dan menarik
kesimpulan. Jika proses demikian dilakukan hanya untuk proses semata yaitu hanya dilihat dari kebenaran prosesnya terlepas dari substansi
Pembelajaran juga menjadi tidak bermakna jika siswa hanya mengikuti saja langkah-langkah atau aturan yang sudah disusun oleh guru dimana perhatian siswa tidak pada kaitannya melainkan lebih pada pemenuhan langlah-langkahnya. Proses interaksi dan penciptaan makna tidak akan terjadi hanya dengan mengaktifkan siswa dengan kegiatan-kegiatan di atas. Interaksi dan kebermaknaan informasi hanya akan terjadi jika guru mendasarkan pembelajarannya pada kemampuan awal siswa. Belajar harus dimulai dari sejak awal pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa. Jika proses pembelajaran hanya terfokus pada aspek materi pelajaran sebagaimana yang tertera dalam kurikulum dan pada langkah-langkah kegiatan yang telah disusun oleh guru, maka belajar todak akan bermakna, membosankan, tidak menarik, dan tidak menyenangkan.
Tujuh macam kemampuan awal yang dikemukakan di atas penting dijadikan pijakan dalam pembelajaran.
Pembelajaran dirancang berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa.
Dengan memberikan contoh-contoh, menggunakan pengetahuan analogi, mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman siswa,
menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa baik berupa
pengetahuan coordinate, ordinate, maupun subordinate, akan menjadikan pembelajaran lebih
bermakna, menarik, siswa termotivasi untuk ingin lebih mengetahui, bereksplorasi, menemukan
Referensi
C. Asri Budiningsih. 2004. Karakteristik Siswa, sebagai Pijakan Pembelajaran, Diktat Kuliah. Yogyakarta: FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
Gagne, ED. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston: Little Brown and Company. Hamzah B. Uno. 2004. Landasan Pembelajaran, Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara.