• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Pengelolaan Tanah Adat menu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hak Pengelolaan Tanah Adat menu"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG

Kebutuhan akan tanah dalam rangka meningkatkan kegiatan usaha semakin tinggi. Dalam rangka kegiatan tersebut, diperlukan suatu hak yang memberikan kewenangan besar kepada pemegang hak untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan guna keperluan usahanya. Hak guna usaha yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) dirasa tidak cukup untuk mengakomodasi kebutuhan kegiatan usaha yang semakin meningkat. Oleh karena itu pemerintah memberikan suatu hak yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam UUPA yang dinamakan Hak Pengelolaan.

Hak Pengelolaan merupakan Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya antara lain Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT.Persero, Badan Otorita serta badan-badan hukum pemerintah lainnya untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing. Pelimpahan kewenangan dari Negara kepada pemegang hak pengelolaan meliputi kewenangan untuk:

1. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

2. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usahanya;

3. menyerahkan bagian- bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga

(2)

B. RUMUSAN MASALAH

 Apa pengertian Hak Pengelolaan Tanah?

 Apa pengertian Hak Pengelolaaan Tanah menurut Undang undang?  Bagaimana ejarah Hak Pengelolaan Tanah?

 Apa dasar Hukum Hak Pengelolaan Tanah?  Apa subjek Hak Pengelolaan Tanah?

 Apa objek Hak Pengelolaan Tanah?

 Bagaimana terjadinya Hak Pengelolaan Tanah?  Apa kewenangan Hak Pengelolaan Tanah?

C. TUJUAN PENULISAN

 Untuk melengkapi tugas Hukum Agraria

 Untuk mengetahui pengertian Hak Pengelolaan Tanah

 Untuk mengetahui pengertian Hak Pengelolaaan Tanah menurut Undang undang  Untuk memahami Sejarah Hak Pengelolaan Tanah

 Untuk mengetahui landasan dasar Hukum Hak Pengelolaan Tanah  Untuk mengetahui subjek dan objek Hak Pengelolaan Tanah  Untuk mengetahui terjadinya Hak Pengelolaan Tanah di Indonesia  Untuk mengetahui kewenangan Hak Pengelolaan Tanah.

 Untuk memahami Tatacara Perolehan Hak Pengelolaan Tanah

BAB II

LANDASAN TEORI

Pengertian Hukum Agraria menurut Boedi Harsono adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai agraria. Agraria ini meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bahkan dalam batas-batas yang ditentukan, serta mengenai ruang angkasa.

(3)

suatu kesatuan untuk keperluan studi tertentu yang bertalian dengan pertanian dan pemilikan hak atas tanah.

Menurut A.P. Parlindungan, istilah hak pengelolaan berasal dari istilah Belanda, beheersrecht yang diterjemahkan menjadi hak penguasaan. Istilah hak penguasaan sebenarnya telah digunakan sebelum UUPA berlaku. Istilah hak penguasaan terdapat di Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara. Hak penguasaan kemudian dikonversi menjadi hak pengelolaan melalui pemberlakuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya (PerMen Agraria 9/1965).

Jadi, Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, peyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Hak Pengelolaan Menurut Undang-Undang

(4)

Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan-hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak-guna-usaha, hak guna-bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaankepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.

Menurut A.P. Parlindungan, istilah hak pengelolaan berasal dari istilah Belanda, beheersrecht yang diterjemahkan menjadi hak penguasaan. Istilah hak penguasaan sebenarnya telah digunakan sebelum UUPA berlaku. Istilah hak penguasaan terdapat di Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara. Hak penguasaan kemudian dikonversi menjadi hak pengelolaan melalui pemberlakuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya (PerMen Agraria 9/1965).

PerMen Agraria 9/1965 mengatur mengenai konversi hak penguasaan atas tanah negara sebagai berikut:

a. Hak penguasaan atas tanah negara yang diberikan kepada departemen-departemen, direktorat-direktorat dan daerah-daerah swatantra yang hanya dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai.

b. Apabila tanah negara yang diberikan kepada departemen-departemen, direktorat-direktorat dan daerah-daerah swatantra tersebut dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri juga dimaksudkan untuk dapat diberikan kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut dikonversi menjadi hak pengelolaan.

(5)

Atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB). Pengertian hak pengelolaan menurut penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf f UU BPHTB adalah sebagai berikut:

Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, peyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Pengaturan lebih lanjut mengenai hak pengelolaan dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (Perkaban 9/1999).

B. Sejarah Hak Pengelolaan Tanah

Hak Pengelolaan berasal dari Bahasa Belanda yaitu Beheersrecht yang diterjemahkan dengan Hak Penguasaan. Hak pengelolaan pertama kali diperkenalkan oleh PP No. 8/1953. PP ini mengatur penguasaan tanah-tanah negara oleh kementerian, jawatan, atau daerah swatantra, yang merupakan terjemahan dari beheersrecht. Istilah in beheer ini kemudian berkembang atau dikembangkan demikian luas pengertiannya sehingga menimbulkan adanya kerancuan di bidang tertib hukum antar instansi pemerintah dengan instansi pemegang hak dan pihak ketiga. Pokok permasalahan inilah yang menjadi fokus pengkajian dan perlu ada perhatian untuk menemukan jalan keluarnya. Pada PP 8/53 istilah yang semula adalah Hak Penguasaan yang berisikan:

a) Merencanakan, peruntukan, penggunaan tanah tersebut.

b) Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. c) Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan atau uang wajib tahunan.

(6)

Penguasaan tanah negara berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan lain yang ada pada kementerian, jawatan atau daerah swatantra pada saat berlakunya peraturan ini;

Penguasaan atas tanah negara selebihnya ada pada Menteri Dalam Negeri. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1953 yang perlu mendapatkan perhatian adalah ketentuan yang diatur dalam pasal 92 oleh karena materi hukumnya menjadi embrio lahirnya pengertian Hak Pengelolaan. Pasal 9 tersebut antara lain mengatur bahwa kementerian, jawatan atau daerah swatantra sebelum dapat menggunakan tanah- tanah Negara yang penguasanya diserahkan kepadanya, dapat memberi izin kepada pihak lain untuk memakai tanah itu dalam waktu yang pendek, yang sifatnya sementara serta setiap waktu harus dapat dicabut kembali;

Berawal dari hak penguasaan atas tanah negara itulah lahir hak pengelolaan melalui konversi yang diatur dalam pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan jo Peraturan Menteri Agraria No. 1/1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Hubungannya dengan PP No. 8/1953 yaitu dalam menegaskan pelaksanaan konversi hak-hak penguasaan atau “beheer” yang ada pada departemen dan daerah swatantra berdasarkan PP tersebut;

Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965 diubah dengan Permendagri No. 5/1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Hak untuk Keperluan Perusahaan jo Permendagri No. 1/1977 tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya; Eksistensi Hak Pengelolaan kemudian dikukuhkan dengan UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun.

C. Dasar Hukum Hak Pengelolaan Tanah

Dasar hukum yang mengatur sebagai regulasi dibidang pertanahan berlandaskan

pada UUD 1945 pasal 33 ayat (3) “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran

(7)

peraturan dasar pokok-pokok agraria (UUPA) yaitu pasal 2 “Atas dasar ketentuan

dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1,

bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan

rakyat“.

Atas dasar tersebut, pada pasal 4 UUPA mengatur adanya hak atas tanah yang

dapat diberikan oleh negara kepada subjek hukum, yaitu orang atau badan hukum.

Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada subjek hukum diatur dalam pasal 16

UUPA yang terdiri dari :

1) Hak milik

2) Hak guna usaha

3) Hak guna bangunan

4) Hak guna pakai

5) Hak sewa

6) Hak membuka tanah

7) Hak memungut hasil hutan

8) Hak-hak lain yang bersifat sementara

D. Subyek Hak Pengelolaan Tanah

Menurut Pasal 67 ayat (1) Perkaban 9/1999, hak pengelolaan dapat diberikan kepada:

1. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah; 2. Badan Usaha Milik Negara;

(8)

5. Badan Otorita;

6. Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.

Perlu diketahui, tidak semua badan hukum yang disebutkan di atas dapat memperoleh hak pengelolaan. Hak pengelolaan hanya dapat diberikan kepada badan hukum tersebut apabila tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan permenag/KBPN no.9/1999. Secara garis besar proses pemberian hak pengelolaan diawali dengan permohonan tertulis yang berisi tentang keterangan mengenai permohonan, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data fisik dan data yuridis dan keterangan lain yang dianggap perlu.

Permohonan diajukan kepada menteri (dalam hal ini kepada BPN) melalui kepala kantor pertanahan setempat yang akan memeriksa kelengkapan data yuridis dan data fisik untuk dapat diproses lebih lanjut. Bila tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya, dilakukan pengukuran dan selanjutnya kelengkapan berkas permohonan disampaikan oleh kepala kantor pertanahan kepada kepala kantor wilayah. Setelah permohonan memenuhi syarat, kepala kantor wilayah menyampaikan berkas permohonan kepada menteri (kepala BPN).

Dalam SK pemberian hak pengelolaan dicantumkan pemberian hak pengelolaan dicantumkan persyaratan yang harus dipenuhi antara lain tentang kewajiban untuk mendaftarkan tanah. Sertifikat hak pengelolaan ditandatangani oleh kepala kantor pertanahan.

G. Wewenang Hak Pengelolaan Tanah

Menurut ketentuan Pasal 6 ayat 1 PerMen Agraria 9/1965, wewenang yang diberikan kepada pemegang hak pengelolaan adalah sebagai berikut:

1. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;

2. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;

(9)

4. menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan.

Wewenang untuk menyerahkan tanah negara kepada pihak ketiga dibatasi, yaitu sebagai berikut:

a. Tanah yang luasnya maksimum 1000m2

b. Hanya kepada warga negara Indonesia dan badan-badan hukum dibentuk menurut hukum Indonesia dan kedudukannya di Indonesia.

c. Pemberian hak untuk pertama kali saja, dengan ketentuan bahwa perubahan, perpanjangan dan penggantian hak tersebut akan dilakukan oleh instansi agraria, dengan pada asasnya tidak mengurangi penghasilan yang diterima sebelumnya oleh pemegang hak.

H. Terjadinya Hak Pengelolaan Tanah a. Konversi

Dengan ketentuan Per Men Agraria No. 9/1965, Hak Pengelolaan adalah konversi dari Hak Penguasaan (Hak beheer), yaitu yang tanahnya digunakan untuk kepentingan instansi yang bersangkutan. HPL yang berasal dari konversi tersebut berlangsung selama tanahnya digunakan untuk keperluan itu.

b. Pemberian Hak Dasar : Permendagri 5/1973 yang diubah dengan Permen Agraria/Kepala BPN 9/1999

Langkah Permohonan HPL :

a) Permohonan kepada Kepala BPN melalui Kakan setempat dilanjutkan dengan pemeriksaan data fisik dan yuridis oleh Kakan

b) Jika permohonan memenuhi syarat maka Kakan akan menyampaikan pada KaKanwil untuk diminta pertimbangan dan pendapat

c) Kakanwil menyampaikan pada Kep BPN untuk dilakukan pemeriksaan data fisik dan data yuridis berikut memperhatikan pertimbangan dan pendapat Kakanwil untuk dipertimbangkan diterima atau tidaknya permohonan tersebut.

(10)

e) Jika diterima maka pemohon wajib mendaftarkan keputusan tersebut untuk diterbitkan sertifikat dengan terlebih dahulu membayar BPHTB.

f) Sertifikat HPL diserahkan kepada pemohon.

I. Tatacara Hak Pengelolaan Tanah

Pihak yang ingin memperoleh hak pengelolaan harus mengajukan permohonan hak pengelolaan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor wilayah Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Permohonan Hak Pengelolaan tersebut harus memuat:

1. Keterangan mengenai pemohon;

2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik; 3. Lain-lain: Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah- tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon; Keterangan lain yang dianggap perlu.

Setelah berkas permohonan diterima oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka Kepala Kantor Pertanahan melakukan:

1. Pemeriksaan dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik;

2. Jika permohonan memenuhi syarat maka Kepala Kantor Pertanahan akan menyampaikan pada KaKanwil untuk diminta pertimbangan dan pendapat 3. Kakanwil menyampaikan pada Kepala BPN untuk dilakukan pemeriksaan data

fisik dan data yuridis berikut memperhatikan pertimbangan dan pendapat Kakanwil untuk dipertimbangkan diterima atau tidaknya permohonan tersebut. 4. Penyampaian keputusan diterima atau tidak permohonan hak tersebut kepada

pemohon.

5. Jika diterima maka pemohon wajib mendaftarkan keputusan tersebut untuk diterbitkan sertifikat dengan terlebih dahulu membayar BPHTB.

6. Sertifikat HPL diserahkan kepada pemohon.

BAB IV

PENUTUP

(11)

Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, peyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Dasar hukum Hak Pengelolaan Tanah ialah : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (“UU BPHTB”) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. (“PP No.40/1996”), Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak enguasaan Atas tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya. (“Permenag No.9/1965”) dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No.9/1999”).

Subjek Hak Pengelolaan Tanah Menurut Pasal 67 ayat (1) Perkaban 9/1999, hak pengelolaan dapat diberikan kepada:

• Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah;

• Badan Usaha Milik Negara;

• Badan Usaha Milik Daerah;

• PT Persero;

• Badan Otorita;

• Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.

Objek pada Hak Pengelolaan Tanah ialah Tanah Pertanian dan Tanah non pertanian. Terjadinya Hak Pengelolaan Tanah karena 2 (dua) hal, yaitu: Konversi hak penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Permenag No.9/1965 dan Pemberian hak atas tanah berasal dari tanah negara yang diberikan melalui permohonan, sebagaimana diatur dalam Permenag No.9/1999.

B. Saran

(12)

Seharusnya UUPA diperbaruhi/diamademen dan didalamnya dibuatkan peraturan tertulis mengenai hak pengelolaan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.bukupertanahan.blogspot.co.id/2012/07/hak-pengelolaan-hpl_11.html (Diakses pada Hari Senin, 11 April 2016 pukul 11.00)

http://armyenlodika.blogspot.co.id/2014/06/hak-pengelolaan.html (Diakses pada Hari Senin, 11 April 2016 pukul 11.00)

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Ratna Setyaningsih, M.Si, selaku Kepala Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin

Penelitian ini sendiri bertujuan untuk menjelaskan pengaruh IC (yang diukur dengan VAIC) terhadap kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan sektor keuangan yang terdaftar dalam

Tujuan penelitian ini adalah mengem- bangkan  model  matematik  laju  pelindian kafein  dalam  biji  kopi  dengan  metode pelindian.  Proses  pelindian  kafein 

Kurang lebih 10% pasien dengan trauma tulang servikal mengalami fraktur kolumna vertebralis kedua yang tidak berhubungan.. Menyingkirkan adanya trauma spinal pada pasien

lain: (a) aspek Emotive-Attitudeinal Readinesatau kesiapan sikap dan emosi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah guru bertanggung jawab dalam proses

Dengan dasar pemikiran tersebut diatas, penulis ingin meneliti pengaruh suplementasi seng 20 mg yang diberikan dua kali setiap minggu selama 12 minggu

Menurut Collett (2004), regresi Cox Proportional Hazards atau lebih dikenal sebagai model regresi Cox digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen

Sebuah dokumen yang telah ditandatangani dapat diverifikasi dengan valid dengan menggunakan skema Pratical Forward Secure Sequential Aggregate Signature , dan dengan adanya