• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DAN PEWARNA ALAMI KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) TERHADAP STABILITAS WARNA SARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L)

Oleh :

RISKA PRATAMA KUSUMAWATI F24103129

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DAN PEWARNA ALAMI KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) TERHADAP STABILITAS WARNA SARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

RISKA PRATAMA KUSUMAWATI F24103129

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DAN PEWARNA ALAMI KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) TERHADAP STABILITAS WARNA SARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

RISKA PRATAMA KUSUMAWATI F24103129

Dilahirkan pada tanggal 18 Mei 1985 di Bogor, Jawa Barat

Tanggal Lulus : 3 September 2008

Menyetujui,

Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

a/n Ketua Departemen ITP

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 18 Mei 1985. Penulis adalah anak ke-2 dari pasangan Edi Kuswara, SE dan Watty Sukmawati. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1990-1991 di TK Pertiwi II, Bogor. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1991-1997 di SDN Pengadilan I Bogor. Kemudian penulis melanjutkan Pendidikan Menengah Pertama di SLTPN 2 Lembang-Bandung pada tahun 1997-2000 dan selanjutnya ke SMUN I Lembang-Bandung pada tahun 2000-2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi IPB pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa ITP, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan acara di Departemen ITP antara lain BAUR Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB (2006), dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional XIII (2005).

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke Hadirat Illahi Robbi karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh penambahan Asam Sitrat dan Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia sappan

L) Terhadap Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola

L)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak memerlukan informasi, petunjuk, pengarahan maupun bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan tulus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang Tua tercinta Edi Kuswara,SE dan Watty Sukmawati, kakakku, serta keponakanku tersayang atas segala limpahan kasih sayang, doa, dukungan (material, spiritual), semangat, dan kehangatan keluarga yang selalu diberikan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. Selaku dosen pembimbing akademik untuk semua bimbingan dan dukungan selama ini.

3. Ibu Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi. Selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dengan sabar membimbing, mengoreksi dan memberi sara-saran selama penulis melaksanakan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dian Herawati, STP selaku dosen penguji atas kesediannya menguji penulis saat ujian akhir sarjana serta atas bimbingan, masukan, saran serta kritik yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi.

5. Ibu Syarifah Aminah, M.Si, Bapak Tesar Ramdhan, STP dan Mas Yosef di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Pasar Minggu, atas kerjasama dan bantuan selama pelaksanaan penelitian.

6. Para dosen, staf dan laboran di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah dan penelitian.

(6)

8. Keluarga besar di Lembang (Mamah, Bapa, Neng, Dede), makasih buat doa dan dukungannya selama ini.

9. Apa, Amih, Apih, dan semua keluarga besarku atas doa, dukungan, kasih

sayang, dan kebaikan yang diberikan kepada penulis.

10. Kardhita family (Aniz, Citra, Ocha, Bohay, Epen, Abdy, Dini, I2n, Wati, Indach, Dian) atas semua bantuan, dukungan, dan rasa “persahabatan” yang selalu diberikan kepada penulis.

11. Sahabat setiaku (Isti, Vita, Sarah, Nita, Ichan, dan Rama) yang telah setia menemani dan membantu penulis pada saat penelitian hingga selesainya skripsi ini.

12. Teman seperjuangan satu bimbingan Danang, Marto, terima kasih atas semua dukungan yang diberikan kepada penulis, dan untuk Ados terima kasih atas kerjasama dan bantuan selama penelitian.

13. Teman-teman ITP 40 khususnya golongan D, Eko, Arie, Oboth, Rina, Andal, Dian, Sarwo, Usman, Arga, Andreas, Agus, Santo, Ekus, Angel, Lasty, Gading, Maya, mae, bos Mardi, Intan, Nana, Pau2, Dhea, Andrea atas segala kegembiraan disaat praktikum dan kuliah.

14. Teman-teman ITP 41 atas segala kenangan dan keceriaan selama praktikum dan kuliah.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaannya dimasa yang akan datang. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu pangan, amin...

Bogor, Agustus 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... . vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SARI BUAH ... 3

B. BELIMBING MANIS ... 5

C. KAYU SECANG ... 8

D. ZAT WARNA... 10

E. ASAM SITRAT ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 14

B. METODE PENELITIAN ... 14

C. METODE ANALISIS ... 18

1. Warna ... 18

a. Intensitas warna... 18

b. Warna (Metode Lovibond Tintometer) ... 18

c. Warna dengan Chromameter ... 18

2. Nilai pH... 19

3. Total padatan terlarut ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN SARI BUAH BELIMBING MANIS ... 20

B. STABILITAS SARI BUAH BELIMBING MANIS... 26

1. Absorbansi dan persen retensi warna... 26

(8)

Halaman

3. Pengukuran warna dengan Chromameter ... 43

4. pH... 59

5. Total padatan terlarut ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 68

B. SARAN ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi buah belimbing manis per 100 gram bahan... 8

Tabel 2. Rata-rata nilai absorbansi dan persen retensi warna sari buah belimbing manis ... 27

Tabel 3. Nilai k dan r² pada ordo 0 dan ordo 1 ... 31

Tabel 4. Nilai waktu paruh sari buah belimbing manis ... 33

Tabel 5. Konstanta degradasi pigmen secang pada sari buah belimbing manis ... 34

Tabel 6. Nilai warna kuning sari buah belimbing manis ... 39

Tabel 7. Nilai warna merah sari buah belimbing manis... 43

Tabel 8. Nilai °Hue, dan Daerah Kisaran Warna Sari Buah Belimbing Manis ... 57

Tabel 9. Nilai ΔE Sari Buah Belimbing Manis ... 58

Tabel 10. Hasil pengukuran pH selama penyimpanan... 60

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir pembuatan sari buah secara umum ... 4

Gambar 2. Buah belimbing manis ... 6

Gambar 3. Pohon secang dan irisan kayu secang ... 9

Gambar 4. Diagram alir pembuatan sari buah belimbing manis ... 16

Gambar 5. Diagram alir penambahan asam sitrat pada sari buah belimbing... 17

Gambar 6. Buah belimbing manis yang digunakan dalam penelitian... 20

Gambar 7. Ekstrak kayu secang ... 24

Gambar 8. Sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat ... 25

Gambar 9. Pengaruh konsentrasi ekstrak secang dan asam sitrat terhadap stabilitas warna ... 29

Gambar 10. Grafik nilai warna kuning sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat.... ... 37

Gambar 11. Grafik nilai warna merah sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat... 41

Gambar 12. Hubungan nilai L sari buah belimbing manis dengan lama penyimpanan ... 45

Gambar 13. Hubungan nilai a sari buah belimbing manis dengan lama penyimpanan ... 48

Gambar 14. Hubungan nilai b sari buah belimbing manis dengan lama penyimpanan ... 51

Gambar 15. Hubungan nilai c sari buah belimbing manis dengan lama penyimpanan ... 54

Gambar 16. Grafik nilai pH sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat ... 62

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Pengukuran Warna dengan Lovibond Tintometer

Selama Penyimpanan ... 74 Lampiran 2. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing

Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 5°C ... 76 Lampiran 3. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing

Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 30°C ... 77 Lampiran 4. Nilai Absorbansi dan Persen Retensi Sari Buah Belimbing

Manis Selama Penyimpanan Pada Suhu 55°C ... 78 Lampiran 5. Grafik Nilai Warna Putih dengan Lovibond Selama

Penyimpanan ... 79 Lampiran 6. Nilai L, a, b, Chroma, ΔE, °Hue, dan Daerah Kisaran

(12)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini, kecenderungan makanan dan minuman kesehatan semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Hal ini mendorong konsumen untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang mendukung kesehatan, salah satunya dengan menerapkan prinsip back to nature. Prinsip back to nature

merupakan gaya hidup yang sedapat mungkin memanfaatkan bahan segar alami untuk kebutuhan sehari-hari. Industri minuman di Indonesia sendiri telah mengalami beberapa periode perkembangan mulai dari minuman ringan hingga minuman suplemen yang saat ini mulai diproduksi dan dipasarkan.

Pertumbuhan dan perkembangan agroindutsri skala rumah tangga mempunyai potensi yang cukup besar, hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah unit usaha skala kecil dan menengah yang menghasilkan berbagai produk olahan pangan. Cukup banyak kelompok olahan yang berskala rumah tangga yang bergerak dalam usaha pengolahan pangan. Produk olahan yang dihasilkan sangat beraneka ragam mulai dari aneka makanan ringan, minuman, dan makanan jajanan.

(13)

budidaya yang relatif mudah dan dapat diproduksi sesuai kebutuhan. Bagian utama dari tanaman secang yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber warna adalah bagian batang.

Kayu secang memiliki potensi yang cukup baik karena kayu secang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami maupun sebagai obat yang aman. Kayu secang menurut Heyne (1987) termasuk tanaman obat tradisional dan di beberapa tempat di Indonesia memanfaatkan kayu secang sebagai pewarna maupun sebagai obat. Uji toksisitas akut (LD50) kayu secang menunjukkan indikasi keamanan yang tinggi (Yulinah, 1982). Selain itu, penggunaan kayu secang sebagai pewarna alami dalam penelitian ini karena memiliki nilai yang ekonomis, dan juga mudah didapatkan atau ditemui di pasar tradisional.

Dampak yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani pengolah sari buah belimbing manis serta memberikan sumbangan pemikiran dan solusi bagi pemanfaatan potensi sumber daya pertanian lokal sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yang bersifat alami bagi produk olahan dan juga untuk mengetahui efektifitas pewarna alami terhadap produk olahan. Kedua hal tersebut akan dicapai melalui peningkatan nilai jual dan daya saing pasar dari produk olahan serta memberikan peluang usaha baru bagi petani pengolah dengan memanfaatkan sumber daya pertanian lokal sebagai bahan tambahan makanan alami yang dapat digunakan pada produk olahan.

B. TUJUAN

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SARI BUAH

Menurut SNI 01-3719-1995 produk minuman sari buah (fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Sari buah merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah yang sudah disaring. Buah yang digunakan sebagai sari buah harus dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang menyenangkan. Buah-buahan yang akan diproses menjadi sari buah hendaknya merupakan buah varietas tertentu dan berasal dari daerah penanaman yang sama. Sedangkan faktor yang mempengaruhi cita rasa sari buah adalah perbandingan antara gula dan asam, jenis dan jumlah komponen aroma, serta jenis vitamin (Pollard dan Timberlake, 1974).

Menurut Makfoeld (1982), tahap-tahap pengolahan sari buah secara umum adalah pemilihan dan penentuan kematangan buah, pencucian dan sortasi, ekstraksi, homogenisasi, penyaringan, deaerasi, pengawetan, dan pembotolan atau pengalengan. Untuk buah-buahan tertentu, dapat dilakukan modifikasi terhadap proses pengolahan tersebut, bergantung pada sifat buah dan sari buah yang diinginkan.

Dalam pembuatan sari buah biasanya ditambahkan gula, garam, dan asam. Penambahan gula dimaksudkan untuk menambah rasa manis dan daya awet. Garam selain dapat menambah efektivitas bahan pengawet juga dapat memperbaiki flavor (Tressler dan Joslyn, 1971).

(15)

Sari buah

extractor yang dapat memisahkan antara fraksi cairan dan ampasnya, tanpa menggunakan air yang menghasilkan puree belimbing manis. Air tidak digunakan karena kandungan air belimbing manis sudah cukup tinggi. Hasil dari proses ekstraksi adalah puree buah. Puree adalah hancuran dari buah dengan konsistensi seperti bubur yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah/nectar dan selai.

Pemilihan (sortasi) buah

Blansir

Ekstraksi

Klarifikasi

Deaerasi

Hot filling

Pengemasan

Pasteurisasi

Gambar 1. Diagram alir pembuatan sari buah secara umum (Ashurst, 1995)

Setelah ekstraksi, dilakukan proses klarifikasi. Menurut Potter (1973), klarifikasi bertujuan menghilangkan sisa padatan dari sari buah dengan cara

(16)

penyaringan, pengendapan, atau sentrifugasi. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan partikel-partikel setelah sari buah dikemas. Hal ini tidak diinginkan pada produk sari buah belimbing manis karena akan menurunkan penerimaan konsumen.

Setelah diperoleh sari buah, dilakukan hot filling yang merupakan metode pengisian sari buah dengan kondisi suhu 75°C ke dalam kemasan Pengisian dilakukan pada kemasan plastik yang terbuat dari bahan polypropylene. Pengemasan dalam cup plastik dapat menampilkan sari buah sehingga terlihat lebih menarik. Setelah pengisian dan penutupan cup

dilakukan proses pasteurisasi. Pasteurisasi terdiri dari beberapa metode, seperti flash pasteurisation yang menggunakan plate heat exchanger, batch pasteurisation, dan in pack pasteurisation (hot filling) (Ashurst, 1995).

Sari buah dalam kemasan selanjutnya disimpan dingin. Penyimpanan dingin (chilling storage) merupakan cara penyimpanan bahan atau produk pangan di bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan/produk. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu sari buah, disamping penambahan zat-zat pengawet kimia dan konsentrasi gula yang tinggi. Pendinginan akan menurunkan laju pertumbuhan mikroba pada bahan/produk yang disimpan. Penurunan ini disebabkan terjadinya denaturasi enzim dan penghambatan sintesa enzim yang dibutuhkan mikroba. Menurut Pollard dan Timberlake (1974), suhu penyimpanan yang ideal bagi sari buah adalah 35-40°F (1.67-4.44°C).

B. BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L)

(17)

demam, sakit tenggorokan, sakit kepala bahkan digunakan untuk mengobati kelumpuhan. Selain itu, belimbing juga berkhasiat sebagai antidisentri, dan antelmintik atau obat cacing.

Tanaman belimbing bisa tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah yang subur, ringan, kaya dengan bahan organik. Nilai pH optimal untuk pertumbuhan belimbing adalah 5.0 sampai 7.0. Iklim tanaman belimbing cocok ditanam di daerah tropika dengan curah hujan pada kisaran 1500 sampai 3000 mm setahun dan suhu 25-27°C. Belimbing (Averrhoa carambola

L) banyak terdapat di daerah tropis dan sangat popular di masyarakat. Tanaman buah belimbing manis mampu tumbuh di kebun dan di halaman depan atau samping rumah, mudah tumbuh dan mampu berbuah lebat jika dirawat dengan sungguh-sungguh sesuai dengan aturan budidaya (good farming practice).

Sumber genetik dari keanekaragaman belimbing diduga terdapat di Malaysia. Sampai sekarang, dikenal dua macam belimbing, yaitu belimbing yang buahnya manis disebut belimbing manis (Averrhoa carambola L) dan belimbing yang rasanya asam disebut belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Jenis belimbing yang banyak dibudidayakan di berbagai negara beriklim tropis adalah belimbing manis (Rukmana, 1996). Nilai ekonomis buah belimbing manis lebih tinggi dibandingkan belimbing wuluh. Jenis belimbing wuluh biasanya hanya digunakan sebagai bahan campuran dalam membuat sayur.

Gambar 2. Buah belimbing manis

(18)

kemampuan produktivitasnya tinggi, dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun.

Varietas belimbing unggul adalah varietas belimbing yang memiliki produktivitas tinggi, resisten terhadap hama dan penyakit, berkualitas tinggi, ukuran buah besar dengan warna yang menarik, mengandung banyak air, berserat halus, rasa buahnya manis, serta dapat ditanam di berbagai kondisi lingkungan baru (adaptasi luas).

Belimbing manis berasal dari pohon yang berkayu keras, tinggi mencapai 12 meter dengan batang yang tidak terlalu besar dan mempunyai garis tengah hanya 30 cm. Tanaman ini mempunyai daun yang rimbun dan mengeluarkan tunas air yang banyak.

Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman belimbing diklasifikasikan dalam: Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Oxalidales

Famili : Oxalidaceae

Genus : Avorrhoa dan Oxalis

Species : Averrhoa carambola L. (Belimbing manis)

Buah muda dari belimbing manis berwarna hijau dan setelah tua (matang) akan berubah menjadi hijau keputih-putihan, hijau kekuningan, atau hijau kemerahan. Buah yang masak sempurna berwarna kuning kemerahan dengan cita rasa manis sampai sedikit asam menyegarkan. Cita rasa buah ini ditentukan oleh tingkat kemasakannya.

(19)

serangan radikal bebas, sebagai antikanker, disamping sebagai pencegah sariawan dan meningkatkan ketahanan tubuh. Komposisi belimbing manis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi buah belimbing manis per 100 gram bahan

Komponen Jumlah Satuan

Energi 36 Kkal

Karbohidrat 8,8 Gram

Lemak 0,4 Gram

Protein 0,4 Gram

Vitamin A 170 SI

Vitamin B1 0,03 mg

Vitamin B2 0,07 mg

Vitamin C 35 mg

Kalsium 4 mg

Fosfor 12 mg

Besi 1,1 mg

Bagian yang dapat dimakan 86 Persen

Kadar air 90 Persen

Sumber : Departemen Pertanian, 2004

C. KAYU SECANG (Caesalpinia sappan Linn)

(20)

berwarna coklat kemerahan, berisi 2-5 butir biji yang berbentuk jorong, memipih, berwarna coklat (Heyne, 1987). Kayu secang ditanam sebagai tanaman pagar dan dapat tumbuh pada berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini diperbanyak dengan biji dan tersebar di India, Malaysia dan Indonesia (Departemen Kesehatan, 1977).

Gambar 3. Pohon secang dan irisan kayu secang

Kayu secang memiliki rasa sedikit manis dan hampir tidak berbau dan sering juga digunakan sebagai obat untuk berbagai macam penyakit seperti luka, batuk berdarah (muntah darah), berak darah, darah kotor, penawar racun, sipilis, penghenti pendarahan, pengobatan pasca bersalin, demam berdarah, dan katarak mata. Kayu secang mengandung komponen yang memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba (Sundari et al., 1998).

Menurut Heyne (1987), taksonomi tanaman secang adalah sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae Class : Dicotyledone

Sub class : Aympetalae Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae Genus : Caesalpinia

Spesies : Caesalpinia sappan Linn

(21)

menarik, dan diketahui bahwa brazilin yang dapat menimbulkan warna tersebut.

Secara tradisional, pemanfaatan tanaman secang oleh masyarakat sudah cukup luas. Bagian tanaman secang yang sering digunakan adalah kayu dalam potongan-potongan atau serutan kayu. Tetapi selain itu, bagian lain dari tanaman secang yang dimanfaatkan adalah kayu, daun, buah, dan biji. Sampai abad ke-19, di Kalimantan kayu secang digunakan sebagai pewarna merah coklat untuk makanan. Kayu pewarna tersebut dapat dipanen setelah berumur 6-8 tahun (Lemmens, 1992). Daun secang dimanfaatkan dalam pemeraman buah pisang dan mangga, untuk proses pematangan (Lemmens, 1992). Daun secang juga digunakan sebagai obat “Sapraemia”, infus dingin dari daun dapat mengobati kejang (Watt, 1962).

D. ZAT WARNA

Warna adalah sifat sensori pertama yang diamati pada saat konsumen menemui produk pangan. Konsumen biasanya tertarik akan makanan yang memiliki warna tertentu dan menolak jika terdapat penyimpangan pada warna makanan tersebut. Pewarna makanan memegang peranan penting untuk meningkatkan nilai estetika makanan. Pewarna merupakan ingredien yang penting pada beberapa jenis makanan tertentu seperti produk-produk

(22)

alami sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya dianggap lebih aman daripada pewarna sintesis (Enie, 1987). Perkembangan pewarna sintesis telah menarik perhatian industri pangan karena pewarna sintesis jauh melebihi pewarna alami dalam hal kekuatan, warna, stabilitas, dan tersedia dalam berbagai jenis warna.

(23)

dapat dilihat manusia mempunyai panjang gelombang 380-780 nm (Levine, 1978). Suhu proses pengolahan produk yang menggunakan zat warna alami dianjurkan tidak terlalu tinggi dan dalam waktu yang singkat, sehingga dapat mengurangi laju kerusakan pigmen tersebut selama proses pemasakan atau pemanasan (Markakis, 1957 yang disitasi oleh Hutchings, 1999).

Pada awal tahun 1900an pewarna merah dari kayu secang yang disebut brazilin sudah digunakan untuk mewarnai inti sel pada persiapan jaringan dan juga sebagai indikator pada titrasi asam basa. Brazilin akan membentuk warna kekuningan pada larutan asam dan berwarna merah tua pada larutan basa (Kellar, 1999). Brazilin akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari, dan terjadi perubahan secara lambat oleh pengaruh cahaya, oleh karena itu brazilin harus disimpan pada tempat yang gelap. Brazilin yang terdapat dalam kayu secang dapat digunakan sebagai sumber zat warna alami yang memberi warna merah dan bersifat mudah larut dalam air panas (Sanusi, 1993).

F. ASAM SITRAT

Asam sitrat (C6H8O7) adalah asam organik lemah yang banyak

(24)

asam sitrat bersifat sebagai chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Mn, Mg, dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis, dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat (Winarno dan Laksmi, 1974). Selain sebagai pemberi rasa asam, asam sitrat juga berfungsi sebagai pencegah kristalisasi gula, pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma, pengatur pH dan pemberi kesan dingin, katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan serta penjernih gel yang dihasilkan (Alikonis, 1979).

Keasaman dalam minuman ringan/sari buah selain akan meningkatkan citarasa juga bertindak sebagai pengawet karena penambahan asam akan menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk dapat terhambat. Menurut Adi et al. (1979), asam sitrat adalah asam yang dikenal sebagai rasa asam alamiah yang terdapat dalam buah-buahan bersama-sama dengan vitamin C. Dahulu asam sitrat ini diisolasi dari buah-buahan seperti jeruk, nenas, dan pir. Sekarang pembuatannya selain dengan cara ekstraksi juga dapat dengan cara sintesa kimia atau proses fermentasi dengan menggunakan mikroba tertentu.

(25)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan persiapan bahan yang dilakukan sebelum tahap pembuatan formulasi. Persiapan bahan tersebut meliputi pembuatan sari buah belimbing manis. Setelah tahap persiapan selesai, formulasi dibuat untuk kemudian diujikan dan dilihat pengaruh penambahan asam sitrat dan ekstrak kayu secang terhadap stabilitas warna sari buah belimbing manis selama penyimpanan.

A. BAHAN DAN ALAT

1. BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan untuk membuat produk dan bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan untuk membuat produk terdiri dari buah belimbing manis dan kayu secang yang diperoleh dari pasar minggu, gula pasir putih, asam sitrat, dan air PAM. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain buffer pH 4, alkohol 90%, dan aquades.

2. ALAT

Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat untuk membuat produk dan alat untuk analisis. Alat yang digunakan untuk membuat produk terdiri atas juice extractor, saringan, pisau, panci, kompor, timbangan analitik, wadah gelas, wadah plastik, sealer plastik, kain saring 80 mesh, baskom.

Alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain gelas piala, pH meter, refraktometer, termometer, neraca analitik, inkubator, refrigerator, dan lain sebagainya.

B. METODE PENELITIAN

(26)

Pencucian buah utuh dan blansir dengan perendaman pada air panas suhu 80oC selama 3 menit

Pemotongan dan penghalusan partikel dengan juice extractor

Kayu secang Penyaringan dengan kain saring

Diserut Sari buah belimbing manis

Diekstrak dengan air Penambahan air PAM matang mendidih selama 20 menit (air : puree belimbing = 2 : 1) kayu secang:air = 1:25 (b/v)

Penyaringan dengan kain saring Disaring

Dibagi menjadi 6 bagian (2 konsentrasi kayu secang

dan 3 konsentrasi asam sitrat)

Pemanasan awal 5 menit sampai suhu 75ºC

Pengisian hot filling ke dalam cup

Penutupan cup dengan sealer

Pasteurisasi pada air dengan suhu 80ºC, selama 20 menit

@

Buah Belimbing Manis

Gula 10%

(27)

@

Pendinginan dengan air mengalir selama 10 menit atau hingga suhu produk

mencapai suhu kamar

Gambar 4. Diagram alir pembuatan sari buah belimbing manis

Penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat dalam sari buah belimbing manis dilakukan pada tahap sebelum pemanasan awal sari buah dan sebelum dilakukan pengisian secara hot filling ke dalam cup. Dalam proses ekstraksi secang digunakan air sebagai pengekstrak. Cara pembuatan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Gambar 4. Pengukuran nilai absorbansi dilakukan pada panjang gelombang warna kuning berkisar 489 nm berdasarkan hasil panjang gelombang maksimum nilai warna kuning.

Pengaruh Penambahan Asam Sitrat dan Ekstrak Kayu Secang Terhadap

Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis Selama Penyimpanan

Dalam pembuatan minuman, formula dasar sari buah belimbing manis ditambahkan ekstrak kayu secang dan asam sitrat yang akan dilihat stabilitasnya selama penyimpanan. Penyimpanan sari buah belimbing manis dilakukan pada tiga tingkatan suhu, yaitu suhu 5°C, 30°C, dan suhu 55°C pada

cup plastik selama 27 hari penyimpanan dengan selang waktu pengamatan 3-4 hari. Pengamatan meliputi : pengukuran atribut warna menggunakan spektrofotometer dan lovibond tintometer, pengukuran pH, dan TPT (Total Padat Terlarut). Faktor lain yang dilakukan untuk menjaga mutu sari buah belimbing manis selama penyimpanan adalah meminimumkan kondisi kontak cahaya dan kontak oksigen. Bagan penambahan asam sitrat pada sari buah belimbing dapat dilihat pada Gambar 5.

(28)

Ditambahkan Ditambahkan Ditambahkan asam sitrat asam sitrat asam sitrat

0.1% 0.25% 0.5%

Gambar 5. Diagram alir penambahan asam sitrat pada sari buah belimbing

ekstrak kayu secang (9% dan 10%)

Sari buah belimbing, dan 10 % sukrosa

Pemanasan awal 75°C, 5 menit

Dilakukan hot filling ke dalam cup

Dilakukan sealing dengan sealer

Dilakukan pasteurisasi pada suhu 80ºC, 20 menit

Dilakukan pendinginan dengan air mengalir selama ±10 menit

Pengamatan meliputi : Intensitas warna Nilai pH dan Nilai TPT Sari buah belimbing manis

(29)

C. METODE ANALISIS

1. Warna

a. Intensitas warna (Nur, 1989)

Pengukuran absorbansi sampel diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang berkisar 489 nm berdasarkan hasil panjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi menunjukkan besarnya intensitas warna kuning.

Persen retensi warna = Absorbansi x 100% Absorbansi awal

b. Warna (Metode Lovibond Tintometer)

Skala warna Lovibond didesain untuk pengukuran warna secara manual. Metode ini menggunakan 84 filter gelas berwarna dengan kepekatan warna yang berbeda-beda pada warna merah, kuning, biru yang masing-masing memiliki tingkatan keburaman. Skala warna ini juga dilengkapi dengan filter netral yang dikombinasikan dengan filter warna untuk menghasilkan warna yang sesuai dengan sampel yang diukur. Dengan melakukan pencocokan warna sampel dengan kombinasi filter gelas, dapat diketahui secara pasti warna dari suatu sampel.

Tintometer Model F memiliki sebuah lemari yang berisi 2 buah lampu. Cahaya yang dihasilkan akan melalui gelas pembias menuju ruang pengamatan. Sistem optik pada alat ini memungkinkan warna sampel dapat ditentukan dengan menggeser filter warna standar hingga warna yang cocok diperoleh.

c. Pengukuran dengan Chromameter

(30)

(Hutchings, 1999)

Sebelum pengukuran dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan menggunakan plat berwarna putih atau calibration plate. Setelah proses kalibrasi, dilanjutkan dengan pengukuran atribut warna pada sampel. Sampel sari buah belimbing manis disiapkan sebanyak ±20 ml ke dalam cawan petri dengan ukuran diameter yang sama, kemudian diukur atribut warna dengan chromameter.

2. Nilai pH (AOAC, 1995)

Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH meter. Sebelum digunakan, alat distandardisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0. Formula minuman (sampel) diambil ± 100 ml dalam gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel setelah dicapai nilai yang konstan.

3. Total padatan terlarut (Metode Refraktometer)

Pengukuran total padatan terlarut sampel dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer (Brix 0-32%). Sebanyak dua tetes sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah distabilkan lalu dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah digunakan, prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol. Total padatan terlarut dinyatakan dalam °Brix sukrosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1990).

(31)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan sari buah belimbing manis

Buah yang digunakan dalam pembuatan sari buah adalah buah belimbing manis dengan tingkat kematangan yang cukup dengan warna kuning cerah, tidak terlalu muda (hijau) dan tidak terlalu tua (kuning tua dan oranye). Kandungan total padatan terlarut (TPT) dan total asam dalam buah akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya derajat kematangan buah, sedangkan kandungan total gulanya akan menurun (Sinclair, 1984 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Gambar buah belimbing manis yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Buah belimbing manis

(32)

bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada dalam sari buah belimbing manis. Setelah itu dilakukan pengisian sari buah belimbing manis secara hot filling ke dalam cup. Hot filling merupakan metode pengisian sari buah dengan kondisi suhu 75°C ke dalam kemasan dengan tujuan untuk tetap menjaga inaktivasi mikroorganisme yang terdapat pada sari buah belimbing manis. Hot filling penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kemasan setelah penutupan, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran karena tekanan dalam kemasan yang terlalu tinggi (saat pemanasan) sebagai akibat pengembangan produk dan mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi yang akan menurunkan mutu produk. Cara lain bila tidak dilakukan hot filling tetapi dengan tujuan yang sama adalah dengan memanaskan kemasan beserta isinya sampai pada suhu 80-95°C sebelum ditutup, atau secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum (Hariyadi, 2000). Setelah itu, dilakukan penutupan cup

dengan sealer, kemudian sari buah belimbing manis dipasteurisasi pada suhu 80°C selama 20 menit, dan yang terakhir dilakukan pendinginan dengan air mengalir selama 10 menit atau hingga suhu sari buah belimbing manis mencapai suhu kamar untuk mempertahankan daya awet sari buah belimbing manis.

Untuk memperpanjang umur simpan sari buah belimbing manis diberi perlakuan proses thermal. Proses thermal dilakukan pada bahan pangan untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen sehingga adanya proses ini mampu memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Jenis proses thermal yang dipilih dalam penelitian ini adalah pasteurisasi. Proses pasteurisasi dipilih sebagai metode pengawetan minuman mengingat proses pemanasan ini dilakukan pada suhu 60-80°C sehingga senyawa aktif yang terkandung dalam minuman tidak banyak hilang akibat pemanasan. Akan tetapi proses pasteurisasi hanya efektif membunuh mikroba patogen atau pembusuk, maka produk pangan yang sudah dipasteurisasi umumnya masih mengandung mikroba lain seperti bakteri tidak berspora dari genera

(33)

100°C ternyata memiliki resistensi panas yang rendah bila spora tersebut berada dalam suasana pH yang rendah. Sedangkan menurut Buckle et al. (1987) perlakuan panas untuk bahan pangan berasam rendah dirancang untuk menginaktifkan sejumlah besar spora organisme C. Botulinum. Pasteurisasi mengakibatkan kerusakan zat gizi dan perubahan karakteristik sensori yang kecil, selain itu tidak menginaktivasi bakteri spora (Hui, 1992). Proses pateurisasi hanya efektif untuk produk pangan berasam tinggi dengan nilai pH <4.5. Oleh karena itu, diperlukan adanya penambahan asidulan atau bahan pengasam ke dalam minuman yang dapat menurunkan nilai pH. Jenis asidulan yang digunakan dalam pembuatan sari buah belimbing manis ini adalah asam sitrat.

Tinggi rendahnya pH mempengaruhi hasil pasteurisasi suatu produk. Dengan pH yang rendah akan menghasilkan daya awet yang lebih lama dibandingkan dengan pH tinggi. Kondisi pH sari buah belimbing manis yang cukup rendah dalam penelitian ini dapat berfungsi untuk mempertahankan kestabilan warna. Selain itu, kondisi pH yang cukup rendah juga berfungsi mengurangi kandungan mikroorganisme, karena kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5), dan hanya beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0. Menurut Hariyadi (2000), pada pH <4.5 pasteurisasi mengakibatkan inaktivasi enzim (pektinesterase dan poli galakturonase) dan membunuh mikroorganisme pembusuk (kapang dan khamir).

Kendala yang ditemui dalam pembuatan sari buah belimbing manis ini adalah tidak seragamnya kematangan buah belimbing manis yang akan digunakan dan mengakibatkan berbedanya kualitas sari buah belimbing manis yang dihasilkan pada setiap produksi, dan warna sari buah belimbing manis yang dihasilkan berwarna kuning agak pucat, maka dari itu ditambahkan ekstrak kayu secang dan asam sitrat untuk memberikan warna yang lebih seragam dan mempertahankan kestabilan warna sari buah belimbing tersebut.

(34)

belimbing manis ditambahkan ekstrak kayu secang dengan dua konsentrasi yaitu 9% dan 10% dari jumlah sari buah belimbing manis yang akan dibuat. Selain itu, sari buah belimbing manis juga ditambah dengan gula pasir, asam sitrat, dan air minum. Kandungan air di dalam minuman ringan bervariasi hingga ± 90% (Arshust, 1995). Air yang digunakan harus bersifat potable

yang artinya dapat diminum sehingga aman dikonsumsi dan bebas dari berbagai kontaminan (Varnam dan Sutherland, 1994). Penambahan asam sitrat digunakan sebagai pemacu rasa (flavor enhancer), pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma, menjaga karbonasi, menjaga turbiditas, pengatur pH dan pemberi kesan dingin (Kapoor et al., 1982). Penambahan asam sitrat ke dalam sari buah belimbing manis yang mengandung pigmen ekstrak secang merupakan aspek yang cukup penting terhadap stabilitas warna pigmen ekstrak secang, karena pigmen secang umumnya lebih stabil pada larutan asam dibandingkan pada larutan netral atau alkali. Gula pasir digunakan sebagai pemanis dan bahan pengisi minuman sehingga dapat meningkatkan mutu organoleptik minuman. Gula pasir yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis sebanyak 10% karena pada umumnya penambahan sukrosa ke dalam minuman ringan ± 10-13% (Phillips dan Woodroof, 1981).

Ekstrak pigmen kayu secang diperoleh melalui proses ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen yang terpisah berdasarkan perbedaan kelarutannya, dengan melarutkan bahan dalam pelarut tertentu. Pada pembuatan ekstrak kayu secang dalam penelitian ini digunakan air sebagai pengekstrak karena menurut Junita

(35)

memiliki karakter warna merah tajam. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Purba (2003) dan Herold (2007). Kayu secang yang digunakan dalam pembutan ekstrak kayu secang yaitu dalam bentuk serutan kayu yang tidak diberi perlakuan apapun. Proses ekstraksi juga dilakukan sesederhana mungkin dengan harapan agar pembuatan minuman sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang ini dapat dengan mudah diterapkan pada skala industri, terutama bagi skala industri rumah tangga. Pada pembuatan ekstrak kayu secang tidak dilakukan penyimpanan akan tetapi dilakukan pembuatan ekstrak kayu secang setiap kali akan digunakan, karena untuk mencegah terjadinya perubahan warna ekstrak kayu secang. Pigmen ekstrak kayu secang memiliki dua karakteristik yang berbeda. Pada suasana asam (pH 2-4) pigmen ekstrak kayu secang berwarna kuning, sedangkan dalam suasana basa (pH 6-7) pigmen ekstrak kayu secang berwarna merah. Setelah melakukan ekstraksi kayu secang, dilakukan formulasi awal minuman yang bertujuan mengetahui berapa banyak total ekstrak kayu secang yang dapat ditambahkan ke dalam sari buah belimbing manis tanpa menimbulkan kendala pada citarasa. Hasil ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Ekstrak kayu secang dengan perbandingan kayu secang dan air 1:25 (b/v)

(36)

membantu kestabilan warna ekstrak kayu secang pada sari buah belimbing manis. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Maharani (2003) yang menyatakan bahwa kestabilan pigmen brazilin dalam kayu secang dapat dicapai pada pH 2-4.

Secara visual, semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu secang yang ditambahkan, warna sari buah belimbing manis yang dihasilkan semakin tua. Sedangkan penambahan asam sitrat dengan konsentrasi yang semakin tinggi, maka warna sari buah belimbing itu sendiri semakin kuning cerah. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam suasana asam pigmen secang (brazilin) berwarna kuning. Intensitas warna merah yang berasal dari ekstrak kayu secang berpengaruh sangat kecil terlebih tidak muncul seperti warna kuning yang memiliki intensitas yang lebih tinggi terutama pada produk yang disimpan pada suhu 5°C dan suhu 30°C. Visualisasi gambar sari buah belimbing manis sebelum dan sesudah penambahan ekstrak secang dan asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 8.

Blanko (1.a) (1.b) (1.c)

(2.a) (2.b) (2.c)

(37)

B. Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis Dengan Penambahan

Ekstrak Kayu Secang dan Asam Sitrat

Pengamatan terhadap stabilitas warna sari buah belimbing manis yang ditambahkan ekstrak kayu secang dan asam sitrat dilakukan pada tiga tingkatan suhu penyimpanan, yaitu suhu 5°C, suhu 30°C, dan suhu 55°C. Setiap 3-4 hari sekali dilakukan pengamatan terhadap perubahan intensitas warna yang terjadi selama 27 hari penyimpanan. Ketiga suhu ini digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa suhu 5°C dipilih berdasarkan suhu yang umum digunakan untuk mengawetkan bahan pangan, karena dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan pada penelitian ini untuk melihat pengaruh penyimpanan sari buah belimbing manis pada suhu 5°C terhadap kestabilan ekstrak secang atau perubahan warna, suhu 30°C adalah suhu umum dalam penyimpanan bahan pangan, sedangkan Suhu 55°C dipilih sebagai suhu penyimpanan untuk mengasumsikan bahwa produk minuman yang dikemas dalam botol sering terpapar sinar matahari selama penyimpanan.

1. Absorbansi dan persen retensi warna

Pada sari buah belimbing manis dilakukan pengukuran absorbansi. Tingginya intensitas warna ditandai dengan semakin besar nilai absorbansinya. Pengukuran absorbansi sari buah belimbing manis diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 489 nm, panjang gelombang tersebut dipilih berdasarkan hasil panjang gelombang maksimum. Adapun nilai absorbansi sari buah belimbing manis setelah 27 hari penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2.

(38)

pigmen secang 10% dan asam sitrat 0.5% yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis pada penyimpanan suhu 5°C. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Dalam hal ini ditandai dengan perubahan warna yang semakin menurun. Nilai absorbansi sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat yang disimpan pada suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan pada penyimpanan suhu 30°C dan 55°C.

Tabel 2. Nilai absorbansi dan persen retensi warna sari buah belimbing manis setelah hari ke-27

Sampel

(39)

Penurunan intensitas warna dapat dilihat pada grafik persen retensi warna. Tingkat retensi warna tersebut menunjukkan derajat stabilitas zat pewarna ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada sari buah belimbing manis. Semakin tinggi nilai retensi warna sari buah belimbing manis setelah penyimpanan menunjukkan semakin tinggi derajat kestabilan warna sari buah tersebut. Hubungan antara retensi warna dengan lama penyimpanan dapat digunakan untuk mengetahui kinetika degradasi pigmen ekstrak kayu secang.

(40)

0

(41)

0

(42)

Persen retensi warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada tiga tingkatan suhu penyimpanan cenderung mengalami penurunan hingga akhir penyimpanan, hal ini menunjukkan bahwa pigmen pada ekstrak secang telah terdegradasi. Hubungan antara retensi warna dengan lama penyimpanan dapat digunakan untuk mengetahui kinetika degradasi pigmen ekstrak secang. Semua perlakuan suhu menghasilkan nilai absorbansi dan retensi warna yang menurun seiring dengan bertambahnya waktu dan suhu penyimpanan.

Pada Gambar 9 dapat dilihat plot hubungan antara nilai persen retensi warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat terhadap waktu penyimpanan. Dengan menggunakan teknik regresi linear dapat diperoleh nilai koefisien determinasi ( r ). Perbandingan nilai r pada ordo nol dan ordo satu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai k dan r² pada ordo 0 dan ordo 1

5 0.2860 0.2557 0.0031 0.2607 30 1.1189 0.8133 0.0135 0.8226 0.1

55 2.6272 0.9381 0.0484 0.9639 5 0.8135 0.8583 0.0090 0.8609 30 0.9082 0.9525 0.0103 0.9580 0.25

55 2.7842 0.9380 0.0482 0.9714 5 0.3348 0.2748 0.0037 0.2764 30 0.7722 0.8766 0.0085 0.8820 9

0.5

55 2.3127 0.8478 0.0378 0.9416 5 0.2667 0.1586 0.0065 0.1687 30 0.6296 0.6610 0.0069 0.6734 0.1

55 2.2786 0.8063 0.0450 0.8837 5 0.5617 0.8963 0.0061 0.8977 30 0.7111 0.8524 0.0080 0.8571 0.25

55 2.8564 0.9572 0.0563 0.9845 5 0.6068 0.8256 0.0029 0.8256 30 0.8873 0.7473 0.0100 0.7612 10

0.5

(43)

Berdasarkan nilai-nilai r yang telah diperoleh di atas, plot antara nilai retensi warna serta ln retensi warna terhadap waktu penyimpanan menghasilkan nilai yang lebih tinggi pada ordo 1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada umumnya degradasi pigmen akibat perlakuan suhu yang diberikan, mengikuti kinetika reaksi ordo satu. Kondisi ini juga ditemui pada pigmen antosianin dalam plum puree dimana akibat perlakuan suhu yang diberikan, degradasi perubahan warna mengikuti kinetika reaksi ordo satu (Ahmed et al. 2004).

Plot antara ln (% retensi warna) dengan waktu penyimpanan memberikan garis lurus dengan kemiringan (slope) = -k sehingga reaksi termasuk ke dalam ordo satu (Arpah, 2001). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai korelasi pada ordo satu lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi pada ordo nol. Oleh karena itu, perhitungan dilakukan dengan menggunakan ordo satu. Dengan demikian konstanta laju reaksi (k) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan reaksi ordo satu sebagai berikut :

Ln (% retensi warna) = -kt + C Dimana –k adalah slope dari grafik yang diperoleh.

Dari persamaan linier pada Tabel 3 dapat ditentukan waktu paruh degradasi pigmen ekstrak secang dalam sari buah belimbing manis dengan menggunakan rumus waktu paruh dari ordo pertama, yaitu :

T1/2 =

(Palamidis dan Markakis, 1975)

Istilah waktu paruh (half life atau T1/2) sering digunakan sebagai

indeks atau parameter yang menunjukkan stabilitas suatu senyawa. Semakin tinggi umur paruh berarti bahwa komponen tersebut mempunyai stabilitas yang lebih tinggi pula. Pada dasarnya diketahui bahwa laju suatu reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya, semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai T1/2 maka akan semakin rendah nilai k.

(44)

Dapat dilihat pada Tabel 4, nilai waktu paruh yang paling tinggi yaitu sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5%, dan pada penyimpanan suhu 5°C yaitu sebesar 239 hari. Hal tersebut berarti berdasarkan nilai waktu paruh, sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10%, asam sitrat 0.5%, dan pada penyimpanan suhu 5°C lebih stabil dibandingkan sari buah belimbing manis lainnya. Secara umum, semakin tinggi suhu penyimpanan, semakin kecil nilai waktu paruhnya. Berdasarkan hasil perhitungan, semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu secang yang ditambahkan maka nilai waktu paruh cenderung meningkat meskipun pada data yang dihasilkan ditemukan penurunan waktu paruh.

Tabel 4. Nilai waktu paruh sari buah belimbing manis

Suhu

(45)

Tabel 5. Konstanta degradasi pigmen secang dalam sari buah 30 0.0033 -4.3051 0.1

55 0.003 -3.0283

2796.8 0.8099 23.25 5 0.0036 -4.7105

30 0.0033 -4.5756 0.25

55 0.003 -3.0324

3873.3 0.9738 32.20 5 0.0036 -5.5994

30 0.0033 -4.7677 9

0.5

55 0.003 -3.2754

4580.2 0.9935 38.08 5 0.0036 -5.0360

30 0.0033 -4.9762 0.1

55 0.003 -3.1011

3224.8 0.7732 26.81 5 0.0036 -5.0995

30 0.0033 -4.8283 0.25

55 0.003 -2.8771

3704 0.8400 30.80 5 0.0036 -5.8430

30 0.0033 -4.6052 10

0.5

55 0.003 -2.9642

4798 0.9983 39.89

(46)

Semakin rendah energi aktivasi menunjukkan parameter mutu tersebut semakin sensitif terhadap perubahan suhu. Sensitivitas parameter terhadap perubahan suhu juga dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya. Semakin besar koefisien korelasi menunjukkan semakin besar hubungan antara perubahan nilai k terhadap suhu.

Dari Tabel 5 dapat dilihat sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10% dan asam sitrat 0.5% memiliki nilai energi aktivasi paling tinggi yaitu sebesar 39.89 kkal/mol, hal itu menunjukkan bahwa sari buah belimbing tersebut tidak sensitif terhadap perubahan warna (paling stabil). Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi konsentrasi penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat, semakin tinggi pula nilai energi aktivasinya. Sari buah belimbing manis yang paling sensitif (tidak stabil) terhadap perubahan suhu yaitu sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 9% dan asam sitrat 0.1% dengan energi aktivasi paling rendah yaitu 23.25 kkal/mol. Secara keseluruhan, berdasarkan nilai energi aktivasi dapat disimpulkan sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10% dan asam sitrat 0.5% paling stabil dibandingkan dengan sari buah yang lainnya.

Secara keseluruhan, perubahan warna yang cukup besar terjadi pada sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 55°C yang disebabkan degradasi pigmen brazilein menjadi senyawa sappankhalkon yang tidak berwarna. Viguera et al. (1999) mengemukakan bahwa degradasi pigmen antosianin akan berlangsung lebih cepat pada suhu yang tinggi.

2. Pengukuran warna menggunakan lovibond tintometer

(47)

gelas, dapat diketahui secara pasti warna dari suatu sampel. Metode ini menggunakan 84 filter gelas berwarna dengan kepekatan warna yang berbeda-beda pada warna merah, kuning, biru yang masing-masing memiliki tingkatan keburaman. Skala warna ini juga dilengkapi dengan filter netral yang dikombinasikan dengan filter warna untuk menghasilkan warna yang sesuai dengan sampel yang diukur.

Tintometer Model F memiliki sebuah lemari yang berisi 2 buah lampu. Cahaya yang dihasilkan akan melalui gelas pembias menuju ruang pengamatan. Sistem optik pada alat ini memungkinkan warna sampel dapat ditentukan dengan menggeser filter warna standar hingga warna yang cocok diperoleh.

(48)

0

(49)

0

(50)

Pada Gambar 10 terlihat bahwa nilai warna kuning sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang dan asam sitrat secara keseluruhan mengalami penurunan nilai warna kuning dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Dari Gambar dapat dilihat, penurunan nilai warna kuning yang paling tinggi yaitu pada sari buah belimbing manis dengan penyimpanan suhu 55°C yang mencapai 5.1 pada 27 hari penyimpanan. Hal tersebut berarti sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada suhu 5°C nilai warna kuning berdasarkan pengukuran dengan lovibond tintometer lebih stabil (penurunan nilai warna kuning yang cukup rendah) dengan nilai yang cukup tinggi yaitu 9.7 pada 27 hari penyimpanan. Sedangkan nilai warna kuning sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 30°C setelah 27 hari penyimpanan yaitu 9.0.

Tabel 6. Nilai warna kuning dengan Lovibond Tintometer pada sari buah belimbing manis

Sampel Hari ke-

(51)

manis, maka semakin kuning warna sari buah belimbing manis yang dihasilkan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Firmansyah (2003) diketahui bahwa warna minuman secang semakin kuning setelah dilakukan penambahan asam, semakin tinggi konsentrasi asam yang ditambahkan pada minuman secang, semakin kuning warna minuman yang dihasilkan.

(52)

0

(53)

0

(54)

Nilai warna merah sari buah belimbing manis secara keseluruhan dengan penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat yang disimpan pada tiga tingkatan suhu melalui pengukuran dengan lovibond tintometer relatif mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan dan konsentrasi ekstrak kayu secang yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis, maka nilai warna merah semakin tinggi. Sedangkan penambahan asam sitrat yang semakin tinggi, nilai warna merah pada sari buah belimbing manis semakin rendah. Nilai warna putih cenderung mengalami naik-turun dari awal hingga akhir penyimpanan (Lampiran 5).

Tabel 7. Nilai warna merah dengan Lovibond Tintometer pada sari buah belimbing manis

Sampel Hari ke-

3. Pengukuran Warna Dengan Chromameter

(55)
(56)

0

(57)

0

(58)
(59)

0

(60)

0

(61)

Nilai a yang diperoleh setelah hari ke-27 penyimpanan untuk sari buah dengan ekstrak kayu secang 9%, asam sitrat 0.1% pada suhu 5°C yaitu 1.98, pada suhu 30°C yaitu 4.75 dan pada suhu 55°C yaitu 22.62. Nilai a sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C lebih rendah dibandingkan sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 30°C dan 55°C. Derajat kemerahan sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.1% pada penyimpanan suhu 55°C lebih tinggi dibandingkan dengan sari buah belimbing manis lainnya.

Nilai b merupakan atribut nilai yang menunjukkan derajat kekuningan atau kebiruan suatu sampel. Semakin positif nilai b (+b) menunjukkan sampel memiliki derajat kekuningan yang tinggi. Sedangkan semakin negatif nilai b (-b) menunjukkan sampel memiliki derajat kebiruan yang tinggi.

(62)

0

(63)

0

(64)

Peningkatan taraf konsentrasi penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat cenderung menyebabkan penurunan nilai +b (derajat kekuningan) sari buah belimbing manis. Peningkatan asam sitrat pada sari buah belimbing manis menyebabkan senyawa hasil degradasi pigmen ekstrak secang yang tidak berwarna seperti kalkon dan turunannya cenderung meningkat. Senyawa kalkon yang tervisualisasi tidak berwarna dapat menyebabkan penurunan nilai +b (derajat kekuningan). Secara umum, nilai b sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan nilai b sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 30°C dan 55°C. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pada penyimpanan suhu 5°C warna sari buah belimbing manis yang dominan kuning lebih dapat dipertahankan. Nilai b sari buah belimbing manis setelah penyimpanan lebih rendah dibandingkan sebelum penyimpanan.

Nilai C menunjukkan tingkat intensitas warna pada sampel yang berupa minuman ringan. Nilai C merupakan nilai yang diperoleh dari koordinat nilai a dan nilai b. Semakin tinggi nilai chroma menunjukkan semakin kuat intensitas warna yang dihasilkan. Penurunan nilai b yang lebih signifikan dibandingkan peningkatan nilai a mengakibatkan nilai C sari buah belimbing manis mengalami penurunan selama penyimpanan.

(65)

0

(66)

0

(67)

Peningkatan taraf konsentrasi penambahan ekstrak kayu secang dan asam sitrat memberi efek terjadinya penurunan nilai C. Suhu penyimpanan berpengaruh terhadap efek degradasi pigmen. Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi memberikan kesempatan terhadap peningkatan proses degradasi pigmen yang berdampak langsung terhadap penurunan nilai C. Dengan semakin meningkatnya suhu penyimpanan, nilai C pada sari buah belimbing manis semakin kecil. Secara keseluruhan, nilai C pada sari buah belimbing manis setelah penyimpanan lebih rendah dibandingkan sebelum penyimpanan. Nilai C pada penyimpanan suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan penyimpanan suhu 30°C dan 55°C.

Nilai °HUE atau nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang terlihat. Nilai °H diperoleh melalui perhitungan invers tangen perbandingan nilai b dengan nilai a.

(68)

Tabel 8. Nilai °H sari buah belimbing manis

0.10 89.79 89.74 89.68 89.63 89.42 89.34 88.70 88.32 87.76

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.25 89.83 89.81 89.77 89.71 89.55 89.50 88.83 88.63 88.24

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.5 89.86 89.84 89.76 89.72 89.63 89.58 88.93 88.68 88.28 9

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.10 89.72 89.69 89.68 89.63 89.59 89.53 89.50 89.22 89.43

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.25 89.11 89.75 89.72 89.68 89.66 89.58 89.55 89.36 87.24

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.5 89.81 89.79 89.81 89.73 89.72 89.63 89.61 89.50 89.10 5

10

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.10 89.79 89.18 88.97 88.68 87.47 86.96 85.81 85.33 83.63

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.25 89.83 89.36 89.17 88.70 87.63 87.27 85.93 85.42 84.34

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.5 89.86 89.56 89.28 88.74 87.58 87.16 86.43 85.36 84.87 9

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.10 89.72 89.14 88.83 88.65 88.23 86.40 85.49 84.11 82.40

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.25 89.11 89.32 88.93 88.66 88.40 86.36 85.66 84.51 83.05

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.5 89.81 89.45 88.99 88.67 88.44 86.39 85.69 84.65 82.46 30

10

warna YR YR YR YR YR YR YR YR YR

0.10 89.79 84.58 79.36 56.63 53.29 52.52 47.11 48.78 45.77

warna YR YR YR YR R R R R R

0.25 89.83 85.10 79.36 55.62 53.72 51.46 44.50 46.71 44.25

warna YR YR YR YR R R R R R

0.5 89.86 85.38 79.27 54.61 52.99 49.31 43.44 46.01 44.28 9

warna YR YR YR YR R R R R R

0.10 89.72 86.17 79.30 54.62 52.58 51.24 45.25 49.40 46.37

warna YR YR YR YR R R R R R

0.25 89.11 86.42 79.22 53.86 53.57 50.43 43.84 46.40 38.44

warna YR YR YR R R R R R R

0.5 89.81 86.75 78.98 54.80 53.14 48.84 43.05 45.16 36.51 55

10

(69)

Penurunan nilai °H setelah 27 hari penyimpanan sangat terlihat jelas pada sari buah yang disimpan pada suhu 55°C. Pada kondisi awal penyimpanan, sari buah belimbing manis memiliki nilai °H pada kisaran warna yellow-red dengan dominan warna kuning dengan kisaran nilai 84.58-86.75 dan pada akhir penyimpanan mengalami penurunan nilai yang cukup tinggi berkisar 36.51-46.37 dengan daerah kisaran warna merah.

Peningkatan taraf konsentrasi penambahan asam sitrat memberi efek terjadinya peningkatan nilai °H. Peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan nilai °H sari buah belimbing manis mengalami penurunan. Nilai °H sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C lebih tinggi dibandingkan sari buah yang disimpan pada suhu 30°C dan 55°C. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai °H sari buah belimbing manis sebelum penyimpanan lebih tinggi dibandingkan setelah penyimpanan.

Total perubahan warna sari buah belimbing manis selama penyimpanan dapat dideteksi melalui nilai ΔE. Nilai ΔE merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ΔE menunjukkan lebih besarnya total perubahan warna sampel selama penyimpanan, sedangkan semakin kecil nilai ΔE menunjukkan perubahan warna sampel selama penyimpanan relatif kecil (Hutchings, 1999).

(70)

Peningkatan taraf konsentrasi penambahan asam sitrat, ekstrak kayu secang, suhu dan lama penyimpanan memberi efek terjadinya kecenderungan peningkatan nilai ΔE. Nilai ΔE sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 55°C lebih tinggi dibandingkan sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C dan 30°C.

Nilai ΔE sari buah belimbing manis secara keseluruhan cenderung meningkat dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Peningkatan nilai ΔE tertinggi diperoleh pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10%, asam sitrat 0.25% pada penyimpanan suhu 55°C pada hari ke-27 mencapai nilai 52.34. Hal tersebut menunjukkan menurunnya intensitas warna yang jauh berbeda terhadap warna semula. Pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5% pada penyimpanan suhu 5°C pada hari ke-27 mencapai nilai 9.49, hal tersebut menunjukkan penurunan warna yang cukup kecil terhadap warna semula, dan stabilnya warna sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10%, asam sitrat 0.5%, pada penyimpanan suhu 5°C.

Semakin tinggi suhu menyebabkan terdegradasinya pigmen ekstrak kayu secang yang berpengaruh terhadap warna sari buah belimbing manis yang dihasilkan. Dalam hal ini sari buah belimbing manis yang diberi perlakuan suhu penyimpanan yang lebih rendah menghasilkan nilai warna kuning yang lebih tinggi, begitu juga sebaliknya suhu penyimpanan yang lebih tinggi menghasilkan nilai warna kuning yang lebih rendah dan nilai warna merah yang lebih tinggi.

4. Nilai pH

(71)

berfungsi membunuh mikroba pembusuk yang tidak tahan kondisi asam sehingga produk dapat lebih tahan lama dan dalam penelitian ini diharapkan juga untuk mempertahankan kestabilan warna. Dari hasil pengamatan selama 27 hari penyimpanan terlihat bahwa produk sari buah belimbing manis dapat dikategorikan sebagai pangan berasam rendah yang diharapkan memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap kerusakan mikrobiologis.

Tabel 10. Hasil pengukuran pH selama penyimpanan

Sampel Hari ke-

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum penurunan nilai pH sari buah belimbing manis secara tajam tampaknya terjadi pada sari buah yang disimpan pada suhu 55°C. Penurunan nilai pH pada minuman mungkin disebabkan karena adanya aktivitas respirasi mikroba yang menghasilkan CO2 dengan cara melepaskan atom hidrogen

secara bertahap sehingga dapat menurunkan pH minuman (Fardiaz, 1992). Dengan demikian untuk memperkecil kerusakan produk karena penurunan pH, produk sari buah belimbing manis ini dapat disimpan pada suhu 5°C.

(72)

yang disimpan pada suhu 30°C dan suhu 55°C, sehingga pada sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C warna sari buah relatif lebih stabil. Pada penelitian ini digunakan asam sitrat karena asam sitrat merupakan asam yang baik dalam menjaga kestabilan pH. Hal tersebut dapat disebabkan karena asam yang cukup rendah membantu penghambatan pertumbuhan mikroorganisme selama penyimpanan dan untuk mempertahankan kestabilan warna. Semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada sari buah belimbing manis, nilai pH semakin rendah, akan tetapi penambahan ekstrak kayu secang itu sendiri tidak mempengaruhi nilai pH. Nilai pH sari buah belimbing manis selama 27 hari penyimpanan mengalami penurunan dibandingkan nilai pH sari buah belimbing manis yang dibuat pada hari ke-0 hingga mencapai 3.09 (suhu 5°C), 3.08 (suhu 30°C), dan 2.87 (suhu 55°C).

Penurunan nilai pH juga disebabkan oleh terbentuknya asam pada produk yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba. Mikroba yang sering dikaitkan dengan kerusakan minuman sari buah adalah khamir, bakteri asam laktat, beberapa bakteri tidak tahan asam, dan beberapa jenis kapang. Namun penyebab kerusakan utama biasanya adalah khamir (Davenport, 1998). Selain itu juga dapat disebabkan oleh adanya kandungan pati atau gula dalam bahan.

(73)

55°C

(74)

30°C

(75)

5. Total padatan terlarut (Metode refraktometer)

Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan. Menurut Susanto (1986) yang dikutip oleh Yusuf (2002), sebagian besar perubahan total padatan pada minuman ringan adalah gula, sehingga adanya perubahan total gula menyebabkan perubahan total padatan terlarut. Perhitungan nilai total padatan terlarut (TPT) dinyatakan dalam °Brix, yaitu skala berdasarkan persentase (berat) sukrosa dalam (larutan) minuman. Pada percobaan ini pengukuran total padatan terlarut menggunakan hand refraktometer (Brix 0-32%).

Tabel 11. Hasil pengukuran TPT selama penyimpanan

Sampel Hari ke-

(76)

55°C

(77)

5°C

(78)

Perhitungan nilai total padatan terlarut (TPT) ini dinyatakan dalam °Brix, yaitu skala berdasarkan persentase (berat) sukrosa dalam (larutan) sari buah belimbing manis. Penurunan nilai TPT minuman menandakan terjadinya penurunan kadar sukrosa dalam minuman. Kadar sukrosa yang semakin menurun (nilai TPT yang semakin menurun mungkin disebabkan karena adanya proses fermentasi oleh mikroba kontaminan). Karbohidrat (dalam hal ini sukrosa) menjadi substrat utama yang dipecah oleh mikroba dalam proses fermentasi menjadi unit-unit gula yang lebih sederhana (misalnya glukosa) (Fardiaz, 1992).

(79)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Stabilitas pewarna alami ekstrak kayu secang dan asam sitrat pada sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 5°C lebih stabil dibandingkan dengan sari buah belimbing manis yang disimpan pada suhu 30°C dan 55°C. Sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5%, pada penyimpanan suhu 5°C lebih stabil dibandingkan sari buah belimbing manis yang lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari total perubahan warnanya yang tidak terlalu besar setelah 27 hari penyimpanan dengan nilai 9.49. Pada penyimpanan suhu 30°C nilai perubahan warna tertinggi yaitu pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.25% dengan nilai 37.58, sedangkan pada suhu 55°C nilai perubahan warna tertinggi yaitu pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 9%, asam sitrat 0.25% dengan nilai 49.43.

(80)

kayu secang 9%, asam sitrat 0.25% yaitu 39.64. Intensitas warna pada penyimpanan suhu 55°C nilai tertinggi yaitu dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.1% yaitu 33.38.

Waktu paruh sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5% pada suhu 5°C mencapai nilai tertinggi yaitu 239 hari dan nilai k sebesar 0.0029 persen retensi warna/hari, sedangkan sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.25% pada suhu 55°C memiliki nilai waktu paruh terendah yaitu 12 hari dan nilai k 0.0563 persen retensi warna/hari. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang 10%, asam sitrat 0.5% pada suhu 5°C lebih stabil dibandingkan dengan sari buah belimbing manis lainnya.

Dari hasil pengolahan data, diperoleh nilai k yang semakin kecil seiring dengan semakin tinggi suhu penyimpanan, hal tersebut berarti sari buah belimbing manis lebih stabil disimpan pada suhu 5°C. Selain itu, nilai energi aktivasi yang cukup tinggi pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 10% dan asam sitrat 0.5% yaitu 39.89 kkal/mol, yang berarti mutu sari buah belimbing tersebut tidak sensitif terhadap perubahan suhu, berbeda dengan nilai energi aktivasi yang paling rendah pada sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak secang 9% dan asam sitrat 0.1% yaitu 23.25 kkal/mol, yang berarti mutu dari sari buah tersebut sensitif terhadap perubahan suhu.

Berdasarkan pengukuran dengan lovibond tintometer, nilai warna kuning sari buah belimbing manis mengalami penurunan dan nilai warna merah mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Grafik total perubahan warna meningkat selama penyimpanan.

B. Saran

Gambar

Tabel 1. Komposisi buah belimbing manis per 100 gram bahan
Gambar 4. Diagram alir pembuatan sari buah belimbing manis
Gambar 8. Sari buah belimbing manis dengan penambahan ekstrak kayu secang (1) 9% (2) 10% dan asam sitrat (a) 0.1% (b) 0.25% (c) 0.5%
Gambar 9. Pengaruh konsentrasi ekstrak secang dan asam sitrat terhadap stabilitas warna (1) ekstrak secang 9%  (2) ekstrak secang 10% dan asam sitrat (a) 0.1%, (b) 0.25%, (c) 0.5%
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan sari belimbing wuluh ke dalam sirup dapat meningkatkan nilai gizi sirup karena belimbing wuluh merupakan bahan pangan bergizi yang banyak mengandung asam-asam

Pada penelitian sebelumnya tentang Pengaruh Penambahan Asam Sitrat dan Pewarna Alami Kayu Secang ( Caesalpinia sappan L.) terhadap Stabilitas Warna Sari Buah

Oleh karena itu dengan penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur, tekstur angel food cake yang dihasilkan

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa penambahan asam sitrat dengan konsentrasi 3,5 gram / liter pada pembuatan tepung pisang tidak berpengaruh atau tidak berbeda nyata

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa perlakuan variasi penambahan asam sitrat pada sirup yang dihasilkan yang terbaik adalah sirup jeruk nipis dengan penambahan

Penambahan natrium bikarbonat (NaHCO 3 ) (Tabel 2) dan asam sitrat (Tabel 3) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap nilai skor efek karbonasi

Sehingga dalam penelitian yang dilakukan penambahan konsetrasi ekstrak kayu manis kedalam minuman probiotik sari jagung manis dilakukan dengan penambahan konsentrasi ekstrak

METODE Metode yang digunakan dalam penelitian pembuatan jelly markisa dengan penambahan terong belanda Bahan yang digunakan yaitu buah markisa, terong Belanda, asam sitrat dan