• Tidak ada hasil yang ditemukan

anak usia dini pengenalan ajaran islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "anak usia dini pengenalan ajaran islam"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

“IMPLEMENTASI PENGENALAN PENDIDIKAN ISLAM PADA AUD”

Oleh: Fikri Masruri

Pembahasan

Pendidikan merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu, setiap warga negara wajib mengikuti jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Dalam mengawali proses masuk ke lembaga pendidikan sering kali warga Indonesia mengabaikan pendidikan usia dini, padahal untuk membiasakan diri dan mengembangkan pola pikir anak, pendidikan sejak usia dini mutlak diperlukan.

Seiring berjalannya waktu, saat ini para orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini dengan tujuan dan harapan agar cepat menjadi pandai.

Sementara itu, pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia Internasional. Dalam Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal telah menghasilkan 6 kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan dan salah satu butirnya adalah memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini.

Anak usia dini adalah saat yang paling baik bagi guru Pendidikan Anak Usia Dini untuk meletakkan dasar. Dasar pendidikan nilai, moral agama kepada anak usia dini walaupun peran orang tua sangatlah besar dalam membangun dasar keagamaan anak, peran guru Pendidikan Anak Usia Dini juga tidaklah kecil dalam meletakkan dasar agama bagi seorang anak.

(2)

Namun pada kenyataannya implementasi dari Pengenalan dasar Pendidikan Agama Islam itu sendiri tidak semudah dengan apa yang diharapkan karena juga diketahuinya aspek-aspek tertentu yang dapat menunjang kelancaran proses Pengenalan tersebut.

1. Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Anak Usia Dini

Menurut Ernest Harms, penerapan Pendidikan Agama Islam dalam perkembangan Anak Usia Dini dapat dilaksanakan melalui beberapa fase atau tingkatan, yaitu:

a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)

Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini, konsep agama mengenai Tuhan misalnya, lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga ia dapat menggapai agama tetapi masih menggunakan konsep fantastik yang diliputi oleh dongeng-dongeng.

b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)

Tingkatan ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga ke usia adolensen. Pada masa ini, ide Ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan realitas atau kenyataan. Konsep ini timbul dari lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini, ide keagamaan anak dapat didasarkan atas dorongan emosional hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu, maka pada masa ini mereka tertarik dan senang pada lembaga yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindakan keagamaan mereka ikuti dan pelajari dengan minat.

c. The Individual Stage (Tingkat Individu)

Pada tingkat ini, anak mempunyai kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka, konsep keagamaan yang individualis ini terbagi menjadi tiga golongan, yaitu:

1) Konsep Ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.

2) Konsep Ketuhanan yang lebih murni dan dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal. 3) Konsep Ketuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri

mereka dalam menghayati ajaran agama

(3)

penerapan Pendidikan Agama Islam dalam usia 3-6 tahun dapat dilakukan dengan cara memberikan dongeng-dongeng keagamaan, pada usia adolensen dengan cara mendirikan lembaga-lembaga bimbingan belajar agama dan di usia menuju dewasa, anak dapat menghayati agama dengan sendirinya berdasarkan ajaran-ajaran agama yang telah diterimanya.

2. Perilaku Pencerminan Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Anak Usia Dini

Religiositas anak adalah hasil dari suatu proses perkembangan yang berkesinambungan dari lahir sampai menjelang remaja. Dalam proses tersebut, berbagai faktor intern dan ekstern ikut berperan, diantaranya:

a. Peran Kognisi dalam Perkembangan Religiositas Anak

Konsep tentang nilai-nilai keagamaan yang digunakan sebagai dasar pembentukan religiositas masuk ke dalam diri anak melalui kemampuan kognisi. Pengetahuan dan pengalaman yang masuk pada diri individu anak akan terserap sesuai dengan tingkat kemampuan kognisinya,

demikian juga dengan kemampuan keagamaannya.

Menurut Piaget, perkembangan kognisi pada usia anak mengalami empat dari lima fase perkembangan berikut ini, yaitu:

1) Period of Sensorimotor Adaption pada usia kurang dari 2 tahun, 2) Development of Simbiolic and Preconceptual Thought 2-4 tahun, 3) Period of Intuitive Thought 4-7 tahun,

4) Period of Formal Operation 7-12 tahun, dan

5) Period of Concreate Operation 12- thought adulescence.

b. Peran Hubungan Orang Tua dengan Anak dalam Perkembangan Religiositas Anak

Hubungan orang tua dan anak memiliki peran yang sangat besar dalam proses peralihan nilai agama yang akan menjadi dasar-dasar nilai dari religiositas anak.

c. Peran Conscience, Guilt, dan Shame dalam Perkembangan Religiositas Anak Conscience, Guilt, dan Shame adalah tiga keadaan kejiwaan yang berkembang secara berurutan. Conscience adalah kemampuan yang muncul dari jiwa yang terdalam untuk mengerti tentang benar dan salah. Guilt adalah perasaan bersalah yang muncul bila ia berperilaku yang tidak sesuai dengan kata hatinya. Shame adalah reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan penilaian dari orang lain pada dirinya.

(4)

Interaksi sosial adalah kesempatan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan di luar rumah, peran ini merupakan aspek penting dalam perkembangan religiositas anak.

A. Peranan Orang Tua Dalam Pengenalan Islam Pada Anak

Orang tua merupakan orang pertama yang mengajarkan banyak hal kepada anaknya tentang berbagai masalah kehidupan (terutama dalam konsep keislaman bagi muslim). Keluarga adalah agen primer yang menentukan kemajuan suatu masyarakat karena mulai dari keluarga pendidikan dasar itu diajarkan. Sehinga peradaban masyarakat ditentukan oleh peradaban sebuah keluarga. Ini berarti keluarga merupakan agen sosial primer yang memberikan sumbangan besar bagi kemajuan masyarakat.

Hal ini juga telah dijelaskan dalam ayat Alquran yang mempunyai makna “Allah tidak akan mengubah nasib satu kaum sebelum mereka mengubah diri mereka sendiri” (Q.S. Ibrahim:11).

Dari ayat ini kita dapat menyimpulkan peranan keluarga (bapak-ibu) terhadap kemajuan masyarakat karena mereka berperan sebagai agen perubahan sosial. Proses sosialisasi berlaku semenjak anak-anak. Di masa itu agen sosialisasi yang pertama adalah ibu dan bapak. Apa yang dibuat, dikatakan, atau dilarang orang tua akan dipatuhi oleh anak dengan senang hati. Tetapi apabila anak memperhatikan ada pertentangan antara tingkah laku orang tuanya, maka dia akan menjadi bingung sehingga dapat menjadikan anak membantah dan medurhakai orang tua. Misalnya, bapak mengajari anaknya untuk shalat tetapi bapaknya sendiri tidak mengerjakan. Contoh yang lain misalnya ibu mengajari anaknya supaya tidak berbohong dan berperilaku jujur tetapi ibunnya sendiri tidak menjalankan apa yang diperintahkan kepada anaknya. Perkataan yang bertentangan dengan perbuatan inilah yang menjadikan seoarng anak menjadi nakal karena orang tua merupakan tauladan bagi anak-anaknya. Apabila orang tua tidak dapat mencontohkan berbuatan baik maka anak akan meniru berbuatan yang dilakukan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan agama dan moral penting diterapkan bagi anak agar dalam menjalani kehidupannya kelak dia tidak tersesat dan terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan.

(5)
(6)

tetap berakhlak sehingga hidupnya akan seimbang antara kebutuhan ilmu pengetahuan dan kebutuhan spiritual.

Kesalahan Orang Tua dalam Mendidik Anak

Tanggung jawab dalam mendidik anak itu besar, namun banyak orang tua yang menyepelehkan tanggung jawab itu. Sehingga mereka menelantarkan mereka dan membiarkan masalah pendidikan mereka. Aoabila mereka melihat anak mereka ada yang membangkang atau menyeleweng, mreka baru mulai menggerutu dan mengeluh, tidak sadar bahwa mereka jugalah penyebab utama anak bisa menyeleweng dan membangkang. Kesalahan dalam mendidik anak itu bentuknnya bervariasi, yang menumbuhkan anak bertindak menyeleweng diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mendidik anak berbicara dengan tanpa dipikir masak-masak terlebih dahulu, kelancangan lidah yang menyebabkan mereka merasa lebih tinggi dari orang lain.

2. Mendidik anak dengan dimanja atau berfoya-foya.

3. Memberikan kepada mereka segala apa yang diinginkan, tanpa dapat ditolak sedikitpun. 4. Terlalu bersikap keras dan kasar dari sewajarnya.

5.Terlalu bersikap kikir kepada anaknya

6. Hanya memperhatikan aspek penampilan saja. Banyak di antara orang tua beranggapan bahwa pendidikan yang baik ialah yang hanya membatasi pada makanan bergizi, minuman yang segar, pakaian yang mewah, pelajaran yang berprestasi, dan penampilan yang baik di hadapan manusia. Tidak ada sedikitpun untuk menumbuhkan jiwa keagamaan yang benar dan akhlak yang mulia pada diri anak.

7. Terlalu berprasangka baik atau berprasangka buruk kepada anak.

(7)

Faktor Penghambat Berkembangnya Kreativitas Anak

Ada beberapa faktor yang bisa menghambat perkembangan kreativitas anak, antara lain:

1. Perasaan Takut Gagal.

Ketakutan ini menghambat perkembangan kreativitas karena biasanya hukuman yang diperoleh atas kegagalan dirasakan jauh lebih berat dibandingkan dengan hadiah untuk keberhasilan.

2. Anak terlalu terpaku pada tata tertib dan tradisi sehingga sering kali menghambat adanya inovasi baru.

3. Anak-anak enggan untuk bermain-main dan terlalu mengharapkan hadiah bila dihadapkan pada sebuah tugas tertentu.

Anak-anak dengan ide cemerlang sering kali tidak mau tampak menonjol dan ragu-ragu untuk berdiri berdasarkan keyakinan mereka. Kegagalan untuk melihat kekuatan yang ada pada diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya sering kali menghambat kreativitas. Mereka tidak lagi dapat menghargai sumber daya yang ada pada orang, barang maupun dari lingkungannya sendiri.

4. Orang-tua yang terlalu melindungi anak dan ini biasanya terjadi banyak pada anak pertama, sehingga kesempatan bagi dirinya untuk belajar justru berkurang.

(8)

5. Setiap anak unik, jangan dibanding-bandingkan.

Apabila orang tua membandingkan anak dengan adiknya justru menghasilkan perasaan inferior sehingga ia merasa diri bodoh. Seringkali bagi anak-anak semacam ini orang tua perlu untuk dapat menciptakan suasana yang kondusif agar anak berani mencoba sesuatu yang baru.

Peran orang tua dalam Mengembangkan Kreativitas Anak

Memiliki anak yang kreatif adalah dambaan setiap orang tua. Masalahnya, kreativitas bukan anugerah yang diberikan Tuhan dalam bentuk jadi, melainkan butuh proses untuk mendapatkannya. Proses ini tentu butuh campur tangan orang tua sebagai konseptor, yang berperan penting dalam menentukan hitam-putihnya masa depan anak.

Sebagai konseptor yang ingin membangun suatu kepribadian, orangtua perlu menyadari bahwa, pribadi yang kreatif adalah pribadi yang mendekati kesempurnaan. Dengan kata lain, pribadi yang kompleks, yang memahami keberadaan diri sendiri serta lingkungannya.

Karena itu, menciptakan anak yang kreatif tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh upaya keras, berkesinambungan, serta kesabaran esktra untuk melalui tahap demi tahap, sesuai perkembangan kemampuan berfikir anak. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membangun kreativitas anak, di antaranya adalah:

1. Membangun Kepribadian Islam.

(9)

memberi nutrisi yang halal dan bergizi yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak sejak dalam kandungan serta banyak menghadirkan fakta dan informasi yang dapat di cerap oleh anak. Menstimulasi informasi diarahkan untuk meyakini adanya Pencipta melalui fakta-fakta penciptaan alam. Orangtua juga bisa membacakan cerita, mengajari anak untuk selalu mengaitkan fakta baru dengan informasi yang sudah diberikan, serta menghindarkan anak dari fakta dan informasi yang merusak dengan cara menseleksi tayangan TV, buku dan majalah. Perlu dipahami oleh orangtua, bahwa anak memahami standar secara bertahap seiring dengan kesempurnaan akalnya. Anak usia dini belum sempurna akalnya. Namun, orangtua tetap perlu mengenalkan standar-standar kepada anak secara berulang-ulang tanpa memaksa anak untuk melakukannya. Biasakan pula mengenalkan dalil kepada anak. Orangtua juga hendaknya senantiasa menghadirkan keteladanan yang baik pada anak di mana saja mereka berada.

Orangtua yang paham tidak akan menuntut anaknya untuk sama dengan anak lainnya. Kita dapat membentuk kepribadian anak kita, tetapi bukan untuk menyamakan karakter mereka. Kita melihat, Sahabat Umar ra., Abu Bakar ra. dan sebagainya tidak memiliki karakter yang sama meskipun masing-masing mereka merupakan pribadi-pribadi yang islami. Keunikan mereka justru menjadikan mereka ibarat bintang-bintang yang gemerlapan di langit, terangnya bintang yang satu tidak memudarkan terangnya bintang yang lain. Begitu pula halnya dalam hal kreativitas mereka. Setiap Sahabat adalah insan kreatif. Masing-masing memiliki dimensi kreativitas sendiri-sendiri. Salman Farisi adalah penggagas Perang Parit; Umar bin al-Khaththab adalah penggagas ketertiban lalu-lintas; Abu Bakar ash-Shiddiq adalah penggagas tegaknya sistim ekonomi Islam; Khalid bin Walid adalah penggagas strategi perang moderen; dan banyak lagi.

Yang menjadi masalah sekarang, para orangtua sering kurang bersungguh-sungguh untuk mengembangkan kreativitas anak. Seolah-olah para orangtua lebih suka jika anak menjadi fotokopi orang lain ketimbang dia tumbuh sebagai suatu pribadi yang utuh.

Karena kepribadian menentukan kreativitas, seorang Muslim pada hakikatnya memiliki potensi kreatif lebih besar dibandingkan dengan umat-umat lainnya.

(10)

Pada dasarnya, anak memiliki energi yang berlebih. Bermain merupakan penyaluran terbaik untuk membuang surplus energi mereka itu. Dengan bermain, selain memperoleh kegembiraan, kenikmatan, dan kepuasan, anak juga akan mendapatkan manfaatnya, seperti bertumbuhnya segi fisik-motorik, mental-intelektual/kognitif, sosial, moral, emosional, dan tentunya kreativitas. Dengan bermain, anak sekaligus belajar tentang konsep bentuk, ukuran, warna, jumlah, dan kegunaan objek.

Begitu pentingnya arti bermain bagi anak, sehingga dalam buku-buku psikologi perkembangan, bermain dipandang sebagai unsur penting dalam perkembangan seluruh unsur kepribadian anak. Karena itu, orangtua sedapat mungkin menyediakan sarana dan alat bermain (toys) yang dapat merangsang kreativitas anak. Tentu saja, sarana dan alat bermain ini harus sesuai dengan kemampuan berpikir dan daya interaksi anak.

3. Kenalkan dengan Lingkungan Sosial

Pengenalan terhadap lingkungan sosial akan memberikan bekal empiris kepada anak yang kelak bermasyarakat dalam alam pergaulan dewasa. Anak dilatih mengerti fungsi berbagi diri, pada saat yang sama seorang anak, selain menjadi dirinya sendiri, juga merupakan bagian yang organis dari sebuah kelompok, komunitas. Dalam hal ini, anak berkembang menjadi dirinya sendiri, sekaligus berkenalan dengan aturan main, dengan norma, sehingga dia dapat bergaul dengan wajar.

4. Ajak Berhubungan dengan Alam

Mengajak anak berhubungan dengan alam tidak sebatas mengenalkan mereka dengan nama-nama benda yang ada di sekitarnya, melainkan juga merangsang imajinasi anak untuk dapat memanfaatkan benda-benda tersebut, walaupun pemanfaatannya untuk hal-hal yang sederhana. Misalnya, memanfaatkan benda yang ada di sekitarnya untuk dibuat mainan. Pemanfaatan bahan mentah sehingga menjadi bentuk jadi ini akan membuka kesadaran anak akan perlunya berkreasi dengan alam.

(11)

mengenakan sandal atau sepatu. Agar mereka dapat merasakan sakitnya menginjak kerikil, atau merasakan lembutnya rerumputan yang menggesek kulit kaki. Ini akan membuat anak dapat merasakan berbagai hal, serta menjadikan mereka tidak manja dan mudah mengeluh.

5. Jangan Asal Melarang

Seringkali, cara pandang terhadap suatu masalah antara orang dewasa dengan anak-anak berbeda. Sesuatu yang menurut anak-anak baik untuk dikerjakan, bisa jadi sebaliknya di mata orang dewasa. Untuk itu, selami pikiran anak-anak, pahami maksud dari apa yang dia kerjakan, dan jangan asal melarang.

Bila kita terpaksa melarang apa yang sedang dikerjakan anak-anak, seperti mencoret-coret dinding, atau merusakkan barang-barang, usahakan tidak melarang secara tegas. Beri dia pengertian dengan kalimat yang mendidik dan dapat dipahami oleh anak. Usahakan untuk memberi pengertian kepada anak bahwa Anda sebenarnya cukup menghargai proses kreatif yang dia kerjakan. Selama ini yang sering terjadi, anak dilarang mengerjakan segala sesuatu tanpa penjelasan yang memadai, padahal penjelasan sangat perlu untuk tidak memastikan kreativitas anak.

6. Memfasilitasi Anak untuk Menilai Dunia Sebagai Hal yang Penting

Orang yang kreatif adalah orang yang menilai dunia sebagai hal yang berharga. Kreativitasnya digugah oleh daya tarik lingkungannya, punya kepedulian terhadap orang lain, dan menilai hidup sebagai sesuatu yang penting. Pendeknya, orang kreatif menilai hidupnya sangat berharga.

(12)

merupakan model pertama bagi anak. Lewat interaksi dengan orang tuanya, seorang anak memasuki lingkungan yang lebih luas.

Jika orang tua dapat membina hubungan yang hangat dan nyaman, maka anak punya bekal untuk menampilkan sikat hangat terhadap lingkungannya dan merasa nyaman untuk menampilkan dirinya di sana. Dengan bekal itu, anak akan merasa leluasa untuk mengenali dunia dan beraktivitas di dalamnya. Lalu, dengan dukungan dari orang tua, anak belajar mengekplorasi lingkungan dan memberi makna kepada obyek-obyek yang ditemuinya. Kepedulian anak terhadap lingkungannya terbina dari aktivitas eksplorasi itu. Dari waktu ke waktu, lingkungannya semakin mengenali lingkungannya dan mengharga apa yang ada di sana.

7. Memfasilitasi Anak untuk Tetap Memiliki Penilaian dan Pemahaman yang Unik

Kepedulian dan penghargaan terhadap lingkungan serta dunia pada umumnya menjadi motif anak untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan bersama orang lain. Anak jadi memiliki kehendak untuk ikut memberikan sumbangan dan pengaruh kepada lingkungannya. Cara pandang terhadap dunia yang unik pada anak merupakan dasar dari kontribusi kreatifnya. Untuk menjaga keunikan guna memperoleh sumbangan kreatif anak, orang tua perlu meleluasakan anak untuk memiliki penilaian yang berbeda dari orang lain, mempertanyakan obyek-obyek yang ditemui anak, dan menampilkan tindakan-tindakan yang tidak biasa. Protes, bantahan, inisiatif, kemauan, dan tindakan yang tak umum anak perlu difasilitasi. Orang tua perlu menanggapi secara bijak apa yang ditampilkan anak. Mereka harus menghindari tanggapan yang sekedar melarang atau membolehkan. Caranya, bisa dengan mengajak anak berdialog, bertanya mengapa anak mengapa anak melakukan apa yang dia lakukan, memberikan contoh-contoh yang menggugah rasa ingin tahu anak, mengarahkan dengan cara yang dimengerti oleh anak. Pendeknya, orang tua perlu menjaga agar kepedulian dan rasa ingin tahu anak tidak hilang. Orang tua perlu terus memupuk kedua hal itu pada diri anak.

(13)

mengembangkan penilaian dan pemahaman yang lebih memadai. Di sisi lain, orang tua perlu menjaga agar anak tetap mempertahankan penilaian dan pemahaman yang unik pada anak sambil memfasilitasinya untuk tidak mengabaikan realitas yang terpapar di lingkungan.

8. Menggugah Anak Dengan Rangsangan yang Beragam

Untuk memperkaya penilaian dan pemahaman anak terhadap lingkungannya, orang tua perlu menggugah anak dengan rangsangan-rangsangan yang beragam. Orang tua perlu memperkenalkan anak dengan berbagai ranah kehidupan, seperti kehidupan sosial dan ekonomi, seni, olah raga, ilmu pengetahuan, dan kehidupan religius. Rangsangan yang beragam ini memberikan perspektif yang beragam pada anak dan memperkaya wawasan anak. Ketertarikan anak kepada beragam ranah kehidupan meningkatkan ketertarikannya terhadap kehidupan dan dunia yang lebih luas. Orang yang kreatif punya imajinasi yang sangat kaya karena ia juga punya pengalaman berhubungan dengan beragam hal dalam beragam ranah kehidupan.

Anak perlu dilibatkan secara aktif anak dalam ranah-ranah kehidupan. Selain imajinasinya diperkaya, ia juga perlu menjalani secara kongkret aktivitas-aktivitas dalam ranah kehidupan itu.

9. Melakukan Aktivitas-aktivitas Kreatif

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk melibatkan anak dalam beragam ranah kehidupan sejak dini. Berikut ini contoh-contohnya.

1. Membayangkan apa yang akan dilakukan ketika dewasa.

Anak di sini diajak untuk bermain dengan cara menggambarkan apa yang akan dilakukannya pada saat ia sudah dewasa. Apa pekerjaan mereka? Apa saja aktivitas yang dilakukan? Kalau mereka punya rumah, seperti apa rumah mereka? Ini adalah contoh pertanyaan yang dapat diajukan dalam permainan ini.

(14)

Di sini orang tua membuat cerita yang menarik untuk anak. Cerita itu dibuat bersambung dari malam ke malam. Setiap malam, cerita dihentikan pada adegan yang menggugah rasa ingin tahu dan diteruskan pada malam berikutnya.

3. Mengajak anak untuk bermain peran yang ia ciptakan sendiri.

Ajak anak untuk memilih peran tertentu yang ia tentukan sendiri. Minta ia tampilkan peran itu selengkap mungkin. Ornag tua juga ikut terlibat sebagai peserta permainan dan ikut memilih peran yang juga mereka mainkan. Buat seolah-olah ada panggung tempat mementaskan peran itu. Bisa juga peran-peran itu dimainkan bersama oleh orang tua dan anak sehingga ada dialoh di situ.

4. Biarkan anak menjadi penunjuk jalan.

Ketika sedang berjalan-jalan, seringkali anak berjalan terlalu cepat, berlari, dan tak sabar. Ini dapat dimanfaatkan untuk memberi kesempatan dan memfasilitasi anak menjadi pelopor. Minta anak menjadi penunjuk jalan. Gugah ia untuk membayangkan bahwa ia adalah pemimpin atau pemandu perjalanan yang bertugas membawa rombongannya sampai ke tujuan.

5. Menari bersama.

Menari mengikuti musik tertentu adalah kegiatan yang menggugah ungkapan kreatif anak. Ajak anak untuk menari, menampilkan gerakan yang sesuai dengan irama musik. Orang tua ikut menari dengan anak.

6. Berkebun bersama.

Ajak anak berkebun bersama orang tua. Gugah mereka untuk menentukan tanaman apa yang hendak ditanam atau dirawat. Ceritakan kepada anak karakteristik tanaman-tanaman yang ada dan ajak ia untuk memikirkan nasib dari tanaman-tanaman itu. Biarkan anak bermain dengan tanah, menggali, dan menanami tanah dengan tanaman. Minta ia memberi nama khusus untuk tanaman dan tanya alasannya mengapa ia menamai tanaman dengan nama itu.

(15)

Daripada membelikan anak layangan, lebih baik ajak anak untuk membuat layangan. Beri contoh bagaimana cara membuatnya dan libatkan ia dalam pembuatan. Beri keleluasaan untuk memilih warna dan motif layangan.

8. Memasak bersama.

Ajak anak terlibat dalam kegiatan dapur. Rencanakan bersama apa yang akan dimasak dan diskusikan dengan anak bagaimana kira-kira memasaknya. Biarkan anak mencoba-coba dan tanggapi dengan pertanyaan-pertanyaan, serta ajukan kemungkinan-kemungkinan rasa makanan yang akan diperoleh jika bahan atau bumbu tertentu diikut sertakan dalam masakan.

9. Membuat kelompok band musik.

Ajak anak membuat kelompok band untuk memainkan musik dengan peralatan yang ada di rumah. Biarkan anak mengeksplor kemungkinan bunyi yang dapat dihasilkan alat-alat itu. Lalu, beri peran pada anak dalam band dan mainkan musik bersama sesuai selera dan ketertarikan anak.

Ada banyak lagi aktivitas yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas anak. Aktivitas-aktivitas itu tidak perlu memakan biaya besar dan dapat dilakukan kapan saja. Orang tua perlu mencari aktivitas-aktivitas apa saja yang menarik untuk anak. Usahakan aktivitasnya seberagam mungkin agar anak memiliki wawasan luas sehingga imajinasinya pun jadi sangat kaya.

10. Menumbuhkembangkan Motivasi.

(16)

serius pada aktivitas yang tengah dilakukan oleh anak kita, misalnya dengan melakukan aktivitas bersama-sama mereka. Kalau kita biasa melakukan puasa dan shalat bersama anak-anak kita, mengapa untuk aktivitas yang lain kita tidak dapat melakukannya? Bukankah lebih mudah untuk mentransfer suatu kebiasaan yang sama ketimbang harus memulai suatu kebiasaan yang sama sekali baru? Dengan demikian, sesungguhnya seorang Muslim memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak mereka kreatif. Tinggallah sekarang bagaimana kita sebagai orangtua Muslim senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak-anak kita dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Tujuannya adalah agar mereka lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif. Perlu dicatat, dalam memotivasi anak agar kreatif, lakukanlah dengan cara menyenangkan dan tidak di bawah tekanan/paksaan.

11. Mengendalikan Proses Pembentukan Anak Kreatif.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua dalam pembentukan anak kreatif adalah:

Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai. Waktu dapat berkisar antara 10-30 menit setiap hari; bergantung pada bentuk kreativitas apa yang hendak dikembangkan. Begitu pula dengan tempat; ada yang memerlukan tempat yang khusus dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu canggih; bergantung pada sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus selalu baru; lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.

Mengatur kegiatan. Kegiatan diatur sedemikian rupa agar anak-anak dapat melakukan aktivitasnya secara individual maupun berkelompok. Kadang-kadang anak-anak melakukan aktivitas secara kompetitif; kadang-kadang juga secara kooperatif.

Menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktivitas.

Memelihara iklim kreatif agar tetap terpelihara. Caranya dengan mengoptimal-kan poin-poin tersebut di atas.

12. Mengevaluasi Hasil Kreativitas.

(17)

penilaian kita terhadap proses kreativitas bukan berarti kita tidak boleh menilai hasil kreativitas itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan. Hanya saja, ada satu hal yang harus kita perhatikan dalam menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreativitas tersebut dengan menggunakan perspektif anak, bukan perspektif kita sebagai orangtua. Kalau kita mendapati seorang anak berusia 3 tahun dan kemudian dia dapat menyebutkan huruf hijaiyah dari alif sampai ya, apakah kita akan mengatakan, “Ah, kalau cuma bisanya baru menyebutkan begitu, saya juga bisa.” Tentu saja, dalam mengevaluasi proses dan hasil kreativitas harus “open mind” atau dengan “pikiran terbuka”. Setiap kali kita mengevaluasi hasil tersebut, kita harus selalu memberikan dukungan, penguatan sekaligus pengarahan. Begitu juga sebaliknya; jauhi celaan dan hukuman agar anak kita tetap kreatif.

B. Peranan Guru Dalam Pengenalan Islam Pada AUD (Tahap Sekolah)

Secara khusus proses pembelajaran pada anak usia dini haruslah didasarkan prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini. Proses kegiatan belajar pada anak usia dini harus dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar melalui bermain.

Bagi anak-anak usia dini, bermain masih merupakan kebutuhan. Kegiatan ini akan membuat setiap anak menjadi aktif dan merasa senang. Itu sebabnya sangat disarankan untuk menggunakan berbagai macam metode permainan seperti games, bermain peran (role play) atau simulasi untuk bisa menarik minat dan memudahkan anak-anak memahami tujuan pengajaran.

Montessori mengatakan, bahwa ketika anak bermain, ia akan mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Untuk itu, perencanaan dan persiapan lingkungan belajar anak harus dirancang dengan seksama sehingga segala sesuatu dapat merupakan kesempatan belajar yang sangat menyenangkan bagi anak itu sendiri.

(18)

aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir.

Berdasarkan teori konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan itu merupakan bentukan siswa, peran guru lebih ditekankan sebagai fasilitator yang membantu atau memfasilitasi anak didik agar belajar sendiri membangun pengetahuan mereka. Sebagai fasilitator diharapkan bersikap dialogis, mendengarkan, memberi kebebasan, dan kesempatan kepada siswa untuk aktif belajar dan mengungkapkan gagasan dan ide mereka (Drs. H. Isjoni. M.Si: 2005: 127)

Penerapan pengajaran sebaya (peer teaching) dalam proses belajar mengajar di sekolah merupakan salah satu contoh dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator atau pemberi sumber-sumber, ketimbang sebagai pemberi layanan secara langsung. Dalam pengajaran sebaya, siswa bekerja sama di antara mereka untuk saling membantu dalam belajar di bawah bimbingan guru.

Guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Dalam hal ini guru memegang peran penting sebagai penyambung antara siswa dengan segala kebutuhannya dengan berbagai pihak dan sumber-sumber lain yang terkait, konsep CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dalam hal ini perlu di kembangkan secara lebih profesional untuk menunjang gagasan ini (Prof. Dr. H. Mohamad Surya: 2004: 46-47)

Contohnya ketika bermain jual-jualan, si anak bertindak sebagai penjual, kita sebagai pembeli. Kita dapat melontarkan beberapa pertanyaan seperti berpakah harga per satuannya?, apakah disini jua susu Bendera?, atau apakah bisa harganya dikurangi?, dan contoh lainnya. Dalam suasana santai, pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat memacu anak untuk membeerikan jawaban secara spontan (Hughes dalan Anggani Sudono:2000: 6)

(19)

tetap mendampingi mereka karena justru pada saat bermain itulah akan terlihat perkembangan dan polah laku setiap anak. Misalnya ada anak yang segera menguasai dan menyenangi alat bermainnya tetapi ada juga yang tidak tertarik sama sekali atau yang pada waktu tertentu mulai jenuh. Selain mengamati perkembangan anak, guru pun dapat mengamati perubahan kebutuhan akan sesuatu alat permainan misalnya sudut rumah tangga yang menjadi favorit oleh sebagian besar anak.

Guru pun dapat berperan sebagai instruktur dalam memperkenalkan cara kerja dan fungsi suatu alat permainan, misal papan pasak. Tindakan dan sikap guru yang tepat adalah mencontohkan bagaimana caranya mengeluarkan pasak dari papannya, sambil mengatakan bahwa alat ini namanya papan pasak. Guru menanyakan apakah anak mengetahui nama warna yang ada pada papan pasak itu. Guru memberikan pujian pada waktu anak menjawab dengan benar. Selanjutnya ia mengundang anak untuk memasukkan kembali pasak-pasak itu ke papannya (Anggani Sudono: 2000: 65)

Sejalan dengan perkembangan usianya, anak usia dini dapat menilai situasi di lingkungan sekeliling terutama lingkungan keluarganya. Perubahan yang terjadi di bulan Ramadhan yang dirasakan anak, terutama perubahan pada waktu makan dan aturan tidak boleh makan dan minum di siang hari sampai menunggu adzan maghrib, tentu akan membingungkan mereka. Apalagi bila tidak ada penjelasan dan bimbingan dari orang tua sebelumnya mengenai situasi tersebut. Disinilah pentingnya kesadaran para orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengoptimalkan keberkahan di bulan suci Ramadhan. Yaitu selain untuk melipat gandakan amal ibadahnya, namun juga memanfaatkannya sebagai momen berharga untuk menanamkan keimanan, mengenalkan dan mengajari nilai-nilai agama pada anak, salah satunya melalui aktivitas berpuasa.

(20)

Pendidikan agama sejak dini juga menciptakan anak memahami segala bentuk perbedaan dari setiap agama yang ada. Juga menjadikan anak memahami bahwa setiap agama tidak mengajarkan sesuatu yang negatif. Jangankan berlainan agama terkadang satu agamapun banyak kita temui tentang pemahaman agama dan cara pandang yang berbeda. Mengapa pula kita tidak melihat semua perbedaan itu menjadi keragaman yang indah, dan menjelaskan kepada para penerus atau anak anak kita bahwa perbedaan itu adalah indah.

Memperkenalkan Agama pada Anak Melalui Sebuah Metode

Orangtua manapun pasti akan berusaha melindungi keluarga dan anak-anaknya dari pengaruh negatif informasi atau budaya luar. Satu-satunya cara untuk melindungi memang hanya dengan pemahaman agama dan iman yang kuat. Apalagi kalau benteng iman dibangun dengan pondasi yang kuat sejak dini. Karena sekuat apapun usaha orangtua mengawasi anak tetap tidak bisa 24 jam penuh, Apalagi orang tua juga bekerja.

Metode khusus untuk mengenalkan agama pada anak sejak usia dini yang paling tepat adalah dengan cara bermain bersama ketika hendak menperkenalkan hal-hal yang lain. Perlu disadari, belajar untuk anak usia dini cara yang paling tepat adalah dengan bermain, karena dalam bermain sebenarnya terkandung proses belajar. Untuk pengenalan agama sebaiknya lebih banyak ditekankan pada masalah akhlak dan etika didahulukan. Mulai dari nilai-nilai dasar dalam kehidupan sehari-hari, seperti kejujuran, sayang sesama, sabar, memaafkan, bersyukur, dan sebagainya. Untuk syariah dan tauhid, kelak seiring dengan pertambahan usia dan perkembangan pengetahuannya bisa secara bertahap dikenalkan.

Cara Mengenalkan Agama:

 Kenalkan Tuhan YME pada si kecil lewat ciptaan-Nya, seperti burung yang cantik, bunga yang bewarn-warni, kupu-kupu, termasuk tubuh kita. Niscaya anak akan lebih mudah memahaminya.

 Katakan pada anak, kalau ia harus bersyukur memiliki hidung, jadi kita bisa mencium bau-bauan. Memiliki mata untuk melihat.

(21)

 Selain hal di atas, anak juga harus dilatih untuk memiliki budi pekerti yang baik, hormat pada orang tua, sayang terhadap sesama dan bersyukur.

 Ajarkan pada anak bersikap baik terhadap dirinya sendiri, seperti menjaga kebersihan. Kalau selesai buang air kecil, ajarkan untuk slalu disiram dan dibersihkan.. Katakan kalau Tuhan mencintai kebersihan.

 Ajak anak ke rumah ibadah sesuai dengan agama yang dianut.

· Itulah sebabnya pendidikan toleransi menjadi agenda mendesak saat ini. Para siswa atau anak didik harus dijarkan tentang pentingnya keberagaman dan perbedaan. Ini karena menjaga dan melestarikan keberagaman dalam (hidup) kebersamaan sangat efektif dimulai sejak dini, yakni dari sekolah.

Sekolah menjadi lembaga publik yang (sangat) tepat untuk menjelaskan apa makna dan pentingnya kemajemukan dan tenggang rasa antarsesama. Ini karena di sekolahlah pola pikir sekaligus pola interaksi anak yang tidak seragam (heterogen) itu mulai hadir dan terbentuk. · Sekolah dengan demikian menjadi “ruang strategis” untuk membentuk mental atau bagi

tumbuhnya watak keberagaman yang kuat.

· Dalam praktiknya, pendidikan toleransi ini tidak hanya dapat digerakkan oleh guru, tapi juga pengelola sekolah dengan cara memanfaatkan segala fasilitas dan media yang ada—seperti dinding sekolah—untuk ditempel gambar berbagai tempat ibadah semua agama di Indonesia, pakaian adat, rumah adat, kesenian daerah, serta simbol-simbol keberagaman lain yang merupakan kekayaan negeri.

· Hal ini amat penting karena mengenalkan beragam perbedaan dengan mengembangkan sikap toleransi “melalui gambar” bisa lebih cepat ditangkap (mengena) oleh seorang anak.

· Ini karena nilai-nilai menghargai dan menghormati perbedaan itu pada gilirannya akan teresap dalam jiwa dan batin anak ketika nanti mereka tumbuh dewasa. Mereka pun akan tumbuh menjadi insan-insan yang memiliki pola pikir inklusif dan toleran.

(22)

· Setiap orang tua harus sebisa mungkin mengenalkan anak kesayangannya pada perbedaan-perbedaan sekitar dan mengajak mereka untuk terbiasa menghormati kepada sesama meskipun berbeda agama, ras, suku, dan golongan.

· Sementara dalam konteks lingkungan masyarakat, para tokoh masyarakat dan ulama sekitar harus mengajak dan terus berupaya menciptakan sistem kehidupan yang rukun. Caranya adalah mereka—tokoh masyarakat dan ulama setempat—harus memberikan teladan tentang perilaku toleran.

Dengan cara bermain dilingkungan sekolah

Memperkenalkan Allah, memperkenalkan agama Islam pada anak usia dini untuk tahap pertama, sebaiknya dilakukan dengan cara bermain, dengan cara yang menyenangkan. Game, film, buku cerita, lagu atau media lain yang di era sekarang cukup banyak tersedia bisa digunakan sebagai alat bantu. Memperkenalkan Allah pada balita harus disesuaikan dengan umurnya. Cara menyenangkan lebih mudah diterima dan dipahami oleh anak. Buat se-fun mungkin, biar anak semangat untuk mempelajarinya Misalkan mengenalkan nilai-nilai moral agama lewat permainan ular tangga dll, yang suka bukan cuma anaknya, orangtuanya juga.

Gunakan bahasa yang sederhana dalam mendidik

Sebaiknya ketika mengenalkan agama pada anak gunakan bahasa atau kalimat yang mudah dipahami. Mulai dari contoh sederhana menggunakan contoh dari hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan bisa dilihat anak akan semakin memudahkan anak belajar tentang agama. Kita bisa mengenalkan keberadaan Allah lewat benda-benda yang ada disekitar kita seperti air, pohon, binatang, mama dan papa, tanah, hujan, matahari, pelangi, sayur, buah, beras dsb. Jelaskan pada anak bahwa semua yang ada disekitar kita ada yang menciptakan dan kita wajib berdoa, mengucapkan syukur dan berterimakasih pada Allah. “Coba kalau Allah gak menciptakan sayur, buah, beras, hewan ternak, kita makan apa?” ya dari contoh sederhana dulu biar anak mudah memahami. Lewat contoh tadi sifat-sifat Allah juga bisa dikenalkan, seperti Allah itu Maha Pemurah, Maha Penyayang, Maha Pemberi, karena Allah sayang sama adik makanya Allah menciptakan air, tanaman yang indah, binatang yang lucu-lucu, pelangi, awan, hujan dsb.

(23)

Cara yang paling efektif sebenarnya adalah dengan memberi contoh lewat perilaku kita. Anak usia dini senang mencontoh apapun yang dia lihat. Belajarnya dengan mengamati. Ketika anak mengamati orangtuanya kemasjid untuk sholat, membaca Al-Qur’an, puasa, berdoa sebelum makan, berdoa sebelum keluar rumah, berdoa sebelum tidur, mengucap salam, bertoleransi dan menghargai sesama maka anak pun akan mengikuti. Bagaimana kita mau mengajarkan ibadah pada anak kalau orangtuanya sendiri tidak beribadah. Orangtua seharusnya memang tidak hanya mengajarkan dengan bicara atau nyuruh tapi yang paling penting adalah melakukan.

Libatkan anak

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian: Hasil uji korelasi Spearman pada variabel aktivitas fisik dan kadar hemoglobin menunjukkan secara statistik tidak terdapat hubungan

Selain itu upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan mengurangi pasangan seksual, monogami, menghindari hubungan seksual dengan WTS, tidak melakukan hubungan seksual

Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis haturkan kehadapan Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian

Judul Skripsi : Pengelolaan Usaha Pertambangan Pasir Besi di Desa Welahan Wetan Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap (Tinjauan Yuridis Terhadap Peraturan Daerah

 Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp9,2 triliun yang mana mengalami peningkatan sebesar Rp2,2 triliun dari periode yang sama tahun 2016.. Peningkatan pendapatan

Kawasan Penelitian Terpadu Adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan penelitian yang

Pada penelitian ini kelompok ayam yang mendapat vaksinasi AI subtipe H5N1 ketika terinfeksi dengan virus tantang HPAI A/chicken/West Java/Smi-Pat/2006

Resiko terhadap bahaya longsor bagi pembangunan diatas tanah lereng sangatlah tinggi dan untuk menghindari bahaya tersebut, tanah lereng harus memiliki kekuatan yang cukup