i Implementasi Murabahah Ditinjau Dari Perspektif Fikih
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Kontemporer
Perbankkan
Dosen:
Imam Mustofa, SHI,MSI
Disusun Oleh:
Nama: Eti Dwi Lestari
NPM: 141262710
Kelas: B
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JURAI SIWO METRO
ii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
PEMBAHASAN 2
A. Ketentuan Umum Murabahah Di LKS 2
B. Ketentuan Murabahah yang Ditetapkan Dewan Syariah Nasional
2
C. Jenis- Jenis Pembiayaan Murabahah 7
D. Murabahah Dengan Permintaan Pembeli 9
PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini lembaga keuangan berlabel syariah berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan
istilah-istilah berbahasa Arab. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka
dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam
konsep perbankan syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah Murabahah.
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberitahu harga
pokok yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan yang disepakati.
Murabahah merpakan salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam perbankan syariah yang memiliki prospek keuntungan yang cukup
menjanjikan. Karena keuntungan yang menjanjikan itulah Sehingga semua atau
hampir semua lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai produk
financing dalam pengembangan modal mereka.1
1
2 PEMBAHASAN
Ketentuan Murabahah Di Lembaga Keuangan Syariah
A. Ketentuan Umum Murabahah Di Lembaga Keuangan Syariah
Ketentuan umum murabahah adalah sebagai berikut:
a. Jual murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak
kepemilikan telah berada ditangan penjual.
b. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembelian)
dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
c. Ada informasi yang jelas tentang pengambilan keuntungan baik nominal
maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu
syarat sah murabahah.
d. Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi
lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
e. Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika
tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah. 2
B. Ketentuan Murabahah yang Ditetapkan Dewan Syariah Nasional
Sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor
04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000 sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan umum murabahah dalam Bank syariah
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
2
3
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas dari riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan
ini bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
waktu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 3 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan murabahah kepada nasabah
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang
atau asset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu asset yang dipesannya secara sah kepada pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah
harus menerima membelinya sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jaul beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar
uang muka saat menandatangani kesepakatan asal pemesanan.
3
4
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank
harus dibayar dari uang muka tersebut. 4
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh
bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. (Jika
nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar
sisa harga dan jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank.
Ketiga : Jaminan dalam murabahah
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat
dipegang.
Keempat : Hutang dalam murabahah 5
1. Secara prinsip,penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah
tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan
pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang
tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk
menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia
tidak wajib segera melunasi seluruhnya.
4
Youdhi Praogo, Mura ahah Produk U ggula Ba k “yariah Ko sep, Prosedur, Penetapan margin dan penerapat pada perbankan syariah, Jurnal Kajian Ekonomi Islam dan masyarakat, Nalar Fiqih, Vol 4, No 2 (Desember 2011), 67.
5
Akh ad Faoza , Mura ahah Dala Huku Isla da Praktik Per a ka “yariah serta
5
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus
menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. ia tidak boleh
memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.
Kelima : Penundaan pembayaran dalam murabahah
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesai
an hutangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah
satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui badan Arbitrase syariah setelah kesepakatan.
Keenam : Bankrut dalam murabahah;
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank
harus menunda tagihan hutangnya sampai ia sanggup kembali atau
berdasarkan kesepakatan. 6
Ketujuh : Berkenaan dengan uang muka
1. Dalam akad pembiayaan murabahah, lembaga keuangan syariah (LKS)
diperbolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak
sepakat.
2. Besarnya uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan
ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tam
bahan kepada nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian LKS harus mengembalik
an kelebihannya kepada nasabah. 7
6
6
Kedelapan : Tentang diskon dalam murabahah
1. Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati
oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang
menjadi objek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
2. Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah keuntuangan sesuai dengan kesepakatan.
3. Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier,
harga sebenarnya adalah harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah
hak nasabah.
4. Jika pemberian iskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilak
ukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.
5. Dalam akad, pembagian diskon setelahakad hendaklah diperjanjikan dan
ditandatangani.
Kesembilan : Sanksi atas nasabah mampu yang menunda‐nunda
pembayaran
1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS
kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda‐nunda pembayar
an dengan sengaja
2. Nasabah yang tidak atau belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
3. Nasabah mampu yang menunda‐nunda pembayaran dan atau tidak
mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutang boleh
dikenakan sanksi
4. Sanksi didasarkan atas ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin
dalam melaksanakan kewajibannya,
7
7
5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah yang yang besarnya ditentukan
atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditanda tangani
6. Dana yang berasal dari denda diperuntukan sebagai dana sosial. 8
C. Jenis- Jenis Pembiayaan Murabahah
Dalam konsep di perbankan syariah maupun di Lembaga Keuangan
Syariah, jual beli murabahah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu 9 1. Murabahah tanpa pesanan
Murabahah tanpa pesanan adalah jenis jual beli murabahah dilakukan dengan tidak melihat adanya nasabah yang memesan atau tidak, sehingga
penyediaan barang dilakukan oleh bank atau lembaga keuangan syariah
sendiri dan dilakukan tidak terkait dengan jual beli murabahah sendiri. Dengan kata lain, dalam murabahah tanpa pesanan, bank syariah atau lembaga keuangan syariah menyediakan barang atau persediaan barang
yang akan diperjualbelikan dilakukan tanpa memperhatikan ada nasabah
yang membeli atau tidak. Sehingga proses pengadaan barang dilakukan
sebelum transaksi atau akad jual beli murabahah dilakukan. Pengadaan barang yang dilakukan bank syariah atau lembaga keuangan syariah ini
dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain :
1) Membeli barang jadi kepada produsen (prinsip murabahah).
2) Memesan kepada pembuat barang / produsen dengan pembayaran
dilakukan secara keseluruhan setelah akad (Prinsip salam).
3) Memesan kepada pembuat barang / produsen dengan pembayaran yang
dilakukan di depan, selama dalam masa pembuatan, atau setelah
penyerahan barang (prinsip isthisna).
4) Merupakan barang-barang dari persediaan mudharabah.10
8
Rah at Ilyas, Ko trak Pe iayaa Mura ahah da Musyarakah , Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Bisnis, Vol 3, No 2 (Desember 2015), 297.
9
8
2. Murabahah berdasarkan pesanan
murabahah berdasarkan pesanan adalah jual beli murabahah yang dilakukan setelah ada pesanan dari pemesan atau nasabah yang
mengajukan pembiayaan murabahah. Jadi dalam murabahah berdasarkan pesanan,bank syariah atau lembaga keuangan syariah melakukan
pengadaan barang dan melakukan transaksi jual beli setelah ada nasabah
yang memesan untuk dibelikan barang atau asset sesuai dengan apa yang diinginkan nasabah tersebut.
Menurut Adiwarman Karim, murabahah dalam praktek perbankan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:11
1. Murabahah dengan pesanan
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah dan dapat bersifat mengikat
atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya
(bank dapat meminta uang muka pembelian kepada nasabah)
2. Murabahah tunai atau cicilan
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Dalam
murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda.Murabahah muajjal dicirikan dengan adanya penyerahan barang diawal akad dan pembayarannya
kemudian (setelah awal akad), baik dalam bentuk angsuran maupun dalam
bentuk sekaligus.
10
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), h.138 11
9 D. Murabahah Dengan Permintaan Pembeli
Murabahah dengan permintaan pembeli maksudnya adalah bila dua belah pihak di mana pihak pertama mengajukan permohonan atau permintaan kepada
pihak kedua untuk membelikan suatu barang, kemudian pihak pertama akan
memberikan keuntungan. 12
Jual beli murabahah dengan tanpa permintaan untuk membelikan sudah disepakati ulama bahwa hukumnya boleh. Secara garis besar, jual beli murabahah
dengan adanya permintaan untuk membelikan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan janji yang mengikat dengan kesepakatan antara dua pihak
sebelum lembaga keuangan menerima barang dan menjadi miliknya dengan
menyebutkan nilai keuntungannya di muka. Dengan datangnya nasabah kepada
lembaga keuangan memohon darinya untuk membeli barang tertentu dengan sifat
tertentu.
Keduanya bersepakat dengan ketentuan lembaga keuangan terikat untuk
membelikan barang dan nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga
keuangan tersebut. Lembaga keuangan terikat harus menjualnya kepada nasabah
dengan nilai harga yang telah disepakati keduanya baik nilai ukuran, tempo, dan
keuntungannya.
2. Pelaksanaan janji tidak mengikat pada kedua belah pihak. Hal itu
dengan ketentuan nasabah yang ingin membeli barang tertentu, lalu pergi ke
lembaga keuangan dan terjadi antara keduanya perjanjian dari nasabah untuk
membeli dan dari lembaga keuangan untuk membelinya. Janji ini tidak dianggap
kesepakatan sebagaimana juga janji tersebut tidak mengikat pada kedua belah
pihak. Bentuk kedua dari murabahah dengan pelaksanaan janji yang tidak mengikat ada dua:13
12 Imam Mustofa, Fi ih Mu’a alah Ko te po e , (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
2016) h. 74 13
10
1) Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan nilai
keuntungan dimuka. Hal ini yang rojih adalah boleh dalam
pendapat madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah. Hal ini
disebabkan karena tidak ada dalam bentuk ini ikatan kewajiban
menyempurnakan janji untuk bertransaksi atau penggantian
kerugian. Seandainya barang tersebut hilang atau rusak maka
nasabah tidak menanggungnya. Sehingga lembaga keuangan
tersebut bersepekulasi dalam pembelian barang dan tidak yakin
nasabah akan membelinya dengan memberikan keuntungan
kepadanya.
Seandainya salah satu dari keduanya berpaling dari keinginannya,
maka tidak ada ikatan kewajiban dan tidak ada satupun akibat yang
ditanggungnya.
2) Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya penentuan nilai
keuntungan yang akan diberikannya, maka ini dilarang karena
masuk dalam kategori al-’inah sebagaimana disampaikan Ibnu
Rusyd dalam kitabnya al-Muqaddimah dan inilah yang dirojihkan
Syeikh Bakr Abu Zaid.
Hukum ba’i murabahah dengan pelaksanaan janji yang mengikat. Untuk
mengetahui hukum ini maka kami sampaikan beberapa hal yang berhubungan
langsung dengannya. Yang rojih dalam masalah ini adalah tidak boleh dengan
beberapa argumen di antaranya:14
14
11
1) Kewajiban mengikat dalam janji pembelian sebelum kepemilikan
penjual barang tersebut masuk dalam larangan Rasulullah menjual
barang yang belum dimiliki. Kesepakatan tersebut pada
hakikatnya adalah akad dan bila kesepakatan tersebut
diberlakukan maka ini adalah akad batil yang dilarang, karena
lembaga keuangan ketika itu menjual kepada nasabah sesuatu
yang belum dimilikinya.
2) Muamalah seperti ini termasuk al-hielah (rekayasa) atas hutang dengan bunga, karena hakekat transaksi adalah jual uang dengan
uang lebih besar darinya secara tempo dengan adanya barang
penghalal diantara keduanya.
Syeikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid menjelaskan ketentuan di
perbolehkannya jual beli murabahah ini dengan menyatakan bahwa perjanjian jual beli diperbolehkan dengan tiga hal:15
1) Tidak terdapat kewajiban mengikat untuk menyempurnakan
transaksi baik secara tulisan ataupun lisan sebelum mendapatkan
barang dengan kepemilikan dan serah terima
2) Tidak ada kewajiban menanggung kehilangan dan kerusakan
barang salah satu dari dua belah pihak baik nasabah atau lembaga
keuangan, namun tetap kembali menjadi tanggung jawab lembaga
keuangan
3) Tidak terjadi transaksi jual beli kecuali setelah terjadi serah terima
barang kepada lembaga keuangan dan sudah menjadi miliknya.
15
Ika Trisnawati Alawiyah, Ko sep Produk Mura ahah dala Perspektif Eko o i
12 PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketentuan umum murabahah di LKS adalah sebagai berikut:
1. Jual murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.
2. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembelian)
dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
Ketentuan murabahah yang di tetapkan dewan syariah nasional adalah
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
Jual beli murabahah dengan adanya permintaan untuk membelikan sebagai
berikut:
1. Jual beli murabahah dengan perjanjian mengikat.
13 DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Faozan, “Murabahah Dalam Hukum Islam dan Praktik Perbankan Syariah serta Permasalahannya”, Jurnal Asy-Syir’ah, Vol, 43, No 1, 2009.
Ika Trisnawati Alawiyah, “Konsep Produk Murabahah dalam Perspektif Ekonomi
Islam”, Mahkamah, Vol. 1, No. 1, Juni 2016.
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO
PERSADA, 2016.
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta : Kencana, 2011.
Muhammad Ismail, “Pembiayaan Murabahah Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam, Syaikhuna Vol 8, edisi 10, No 2, Maret 2015.
Rahmat Ilyas, “Kontrak Pembiayaan Murabahah dan Musyarakah”, Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Bisnis, Vol 3, No 2, Desember 2015.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori Ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001
Siti Zulaikha, “Aplikasi konsep akad murabahah pada BPRS Metro Madani cabang Kalirejo Lampung Tengah”, Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah,
Adzkiya, Vol 2, No 1, Mei 2014
Trisadini Prasastinah Usanti, “Akad Buku Pembiayaan Di Bank Syariah”,
Perspektif Vol. XVIII No. 1, Januari 2013.
Yadi Janwari, Lembaga Keuangan Syariah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.