• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM ORGANIS PSIKOLOGIS DAN SOSIAL DAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISTEM ORGANIS PSIKOLOGIS DAN SOSIAL DAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM ORGANIS, PSIKOLOGIS DAN

SOSIAL DALAM SUATU RUANGAN

Dosen Pengampu : Ramos P. Pasaribu, M.T S.T Nama Mahasiswa : Jeremiah Hansel

NIM : 615130008

Jurusan Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain

Universitas Tarumanagara Jakarta

(2)

Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa sudah memberi kesehatan jasmani maupun rohani sehingga kita semua masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya termasuk juga dengan penulis, hingga penulis bisa menyelesaikan pembuatan makalah Pengantar Arsitektur dengan tema “Sistem Organis, Psikologis dan Organis dalam Suatu Ruangan”.

Makalah ini berisi tentang sistem organis, psikologis dan organis dalam suatu ruangan yang disusun dengan tujuan agar para pembaca bisa menambah wawasan serta memperluas ilmu pengetahuan yang ada yang saya sajikan dalam sebuah susunan makalah yang ringkas, mudah untuk dibaca serta mudah untuk dipahami. Saya sebagai penulis juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen utama mata kuliah pengantar arsitektur yang sudah membatu saya dalam pembuatan makalah ini hingga menjadi sebuah karya ilmiah yang baik dan benar.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk para pembaca serta memperluas wawasan mengenai sistem-sistem dalam sebuah ruangan interior. Mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Terima kasih

Jakarta, 4 September 2014

(3)

Bab 1 : Pendahuluan

1.1Sistem Desain Secara Psikologis

Pendekatan desain dengan berorientasi pada psikologi dan perilaku manusia adalah suatu pendekatan yang menjadikan psikologi dan perilaku sebagai faktor terpenting untuk dipertimbangkan dalam mengawali proses perancangan interior (secara spesifik berkait dengan subjek rancangan). Pendekatan tersebut diperlukan untuk mencapai kesesuaian antara produk desain dengan subjek pengguna, karena derajat kesesuaian antara produk desain dengan pengguna adalah indikator keberhasilan desain (dalam konteks design as a problem solving).

Friedmann (1979:144) mengemukakan:

“Design is above all the solution to a problem. It is not just a matter of combining beautiful forms, textures, colors, and materials. Every interior has some function and purpose, and it is the designer’s obligation above all to deal with the required function”.

Dari apa yang telah dikemukakan, jelaslah bahwa kegiatan mendesain bukan semata “art“, karena di dalam desain bukan sekedar indah, aneh dilihat, lain dari yang lain. Di dalam desain ada muatan manfaat dan aktivitas yang harus diakomodasi. Oleh karena itu desainer harus mengenal pengguna dengan baik, utamanya dari aspek psikologi dan perilakunya. Hal tersebut diperlukan untuk memperoleh alasan fungsional yang tepat pada setiap keputusan desain yang dirancang.

Arifin (2002:69) mengemukakan sebuah studi kasus mengenai pendekatan psikologi dalam desain sebuah toko kosmetik. Desainer dihadapkan pada problem ‘siapa’

pengunjung yang menjadi target market dan ‘bagaimana’ pengunjung tersebut berperilaku dalam kebutuhan, melihat, mencoba, dan akhirnya memutuskan untuk membeli produk. Sebagai contoh adalah karya Bernard Margin yang mendesain sebuah toko kosmetik di Paris. Hasil desain interiornya sekilas mirip dengan sebuah dapur dengan aliran

minimalis. Tetapi jika dicermati ternyata penuh ide kreatif yang original. Desain yang didominasi warna putih memberikan kesan bersih dan sehat, seperti halnya kecantikan sealu berhubungan dengan bersih dan sehat. Tersedia kaca berhias yang senyaman berhias di rumah sendiri, dan juga wastafel cuci tangan yang digunakan sebelum maupun sesudah mencoba kosmetik. Display produk kosmetik didesain sedemikian sehingga pengunjung dapat memilih dan mengambil sendiri produk yang dibutuhkan dan ingin dicoba.

(4)

penjualan.

Dari contoh tersebut jelas bahwa pendekatan psikologi dan perilaku bisa berpengaruh besar dalam mencapai kenyamanan pengguna ruang dalam beraktivitas sehingga tujuan akhirnya dapat ditingkatkan (dalam contoh di atas adalah kenyamanan pengunjung dalam mencari apa yang dibutuhkan, melihat, dan mencoba membuat pengunjung puas dan memutuskan membeli).

Demikian juga pendekatan tersebut dapat diterapkan dalam berbagai kasus sesuai dengan beragamnya psikologi dan perilaku pengguna ruang serta aktivitasnya.

Pendekatan tersebut erat terkait juga dengan pembahasan latar belakang budaya pengguna (sosiologi pengguna) yang secara tidak langsung mempengaruhi psikologi dan perilaku pengguna.

1.2Sistem Desain Secara Organis

Pendekatan desain dengan berorientasi pada keseimbangan lingkungan adalah suatu pendekatan yang menjadikan keseimbangan lingkungan sebagai bagian dari tujuan dalam aplikasi desain secara makro. Pendekatan tersebut akan menjadi pertimbangan penting dalam proses perancangan interior terutama pada tahap pemilihan bahan (material), perencanaan sistem pencahayaan, dan perencanaan sistem penghawaan.

Ruang sebagai lingkungan terdekat manusia dalam beraktivitas merupakan media yang harus dirancang dengan baik, sehingga dapat mewadahi aktivitas dan

mempengaruhi produktivitas secara lebih maksimal. Desainer interior selaku kreator perwujudan pembangunan fisik berperan penting dalam menentukan bagaimana manusia berlaku dan memperlakukan lingkungannya. Salah satu peranan desainer interior adalah membantu mewujudkan cipta ruang sehat, ramah lingkungan, beradab, dan berbudaya dengan pendekatan eko-interior melalui pemilihan bahan bangunan (pembentuk ruang dan pelengkap ruang), penentuan sistem pencahayaan, dan penentuan sistem

penghawaan. Dalam eko-interior, kreativitas dan keputusan yang peka terhadap konsep ramah lingkungan sangat diperlukan untuk menanamkan sikap bertanggungjawab terhadap lingkungan itu sendiri. Inilah bagian dari pendekatan perancangan interior (Kusumarini, 2003).

Desainer interior sebagai pelaku pembangunan fisik berperan penting dalam

(5)

ilmu desain interior, maka eko-interior menjadi salah satu pendekatan desain yang dapat dikembangkan dan diterapkan dalam memenuhi tuntutan tersebut.

Dalam bahasan pemilihan bahan, sesuai dengan yang dikemukakan Frick (1998:110-112) bahwa bahan bangunan yang ekologis memenuhi syarat eksploitasi dan produksi dengan energi sesedikit mungkin dan keadaan entropi serendah mungkin, tidak mengalami transformasi yang tidak dapat dikembalikan kepada alam, dan berasal dari sumber alam lokal. Frick juga mengemukakan penggolongan bahan bangunan ekologis menurut penggunaan bahan mentah dan tingkat transformasinya sebagai berikut: kemampuan regenerasi, dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, mengalami perubahan transformasi sederhana, mengalami beberapa tingkat transformasi, dan komposit. Bahan bangunan yang ekologis selalu berkaitan dengan sumber alamnya dalam menjamin keseimbangan, recycling, dan berkultivasi mendukung alam.

Sedangkan dalam merencanakan sistem pencahayaan dan penghawaan berorientasi pada efisiensi dan konservasi energi.

Peran desainer interior dapat membentuk pola perilaku pengguna ruang agar menjadi peduli juga terhadap lingkungan dan kesaling-terkaitannya melalui perwujudan desain interior. Hal tersebut utamanya berlangsung dalam keputusan-keputusan desain ketika penentuan pemilihan bahan, penentuan sistem pencahayaan dan penghawaan. Desainer interior mempunyai andil besar untuk keberhasilan perwujudan ruang yang

mengakomodasi kepentingan pengguna sekaligus timbal-baliknya yang seimbang dengan lingkungan.

Dalam pendekatan eko-interior, desainer interior dituntut untuk dapat menentukan putusan pilihan bahan yang ekologis, menerapkan sistem pencahayaan dalam

menciptakan suasana estetis visual dengan tetap memperhitungkan efisiensi energi dan pencapaian kenyamanan pengguna, serta menerapkan instrumen pengkondisian udara dalam ruang dengan memperhatikan segala konsekuensi demi menjaga keseimbangan lingkungan. Perhatian terhadap kondisi alam di luar ruang juga dapat dipertimbangkan guna memaksimalkan efisiensi dalam usaha mewujudkan pengkondisian atau

(6)

1.3 Pendekatan Desain Secara Sosial

Desain yang baik di dalamnya mencakup bukan hanya bentuk dan warna, tetapi yang lebih penting adalah fungsi yaitu apakah bisa menjawab kebutuhan sosial pemakainya. Ketika membuat meja dan kursi kantor, perancang harus memperhitungkan fungsi untuk berekspresi, privasi, kenyamanan, berinteraksi, konsentrasi dan kontemplasi. Tetapi pada saat yang sama juga memperhatikan unsur teknis seperti ergonomis yang disesuaikan dengan bentuk dan kerja alat-alat tubuh. Jadi di dalam mendesain suatu produk dipikirkan unsur kebutuhan sosial, baru yang terakhir menentukan bentuk, ornamen, warna.

Mengukur ruangan, membayangkan perabot apa saja yang akan diletakkan, mengetahui ukuran perabot dan moncocokkan antara perabot dan ruangan, semua itu merupakan langkah paling aman untuk mengawali penataan ruangan. Setelah berurusan dengan persoalan fisik ruangan berikut perabotannya, maka kini yang perlu juga

dipikirkan adalah urusan ilusi ruangan. Ilusi merupakan unsur penting, karena ini

menyangkut masalah rasa. Hal ini berkaitan dengan bagaimana kita memanipulasi mata, sehingga apa yang ditangkap oleh penglihatan dan kemudian diinformasikan pada otak, menghasilkan perasaan lega, nyaman, dan lain-lain.

1.4 Nilai-Nilai Budaya

Nilai Budaya adalah proses belajar yang manusiawi. Nilai-nilai budaya ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Wujud nilai budaya beragama

Nilai budaya religius yang awalnya tradisional menjadi meodern seperti bangunan gereja yang bisa dibuat sesuai keinginan manusia seperti finishing bagus serta bertingkat banyak.

b. Wujud nilai budaya akomodasi

Menyesuaikan tradisi yang ada dengan trend yang modern, seperti pada zaman dahulu jika ingin menari harus mencari tempat yang luas. Namun sekarang menari dapat dilakukan dimana saja seperti hotel.

c. Wujud nilai budaya pertentangan

(7)

d. Wujud nilai budaya persaingan ekonomis

Mengubah kebiasaan sejak jaman dahulu menjadi hal yang timbul karena

(8)

Bab II : Analisa Ruang

2.1 Sistem Organis

Ruang makan ini memenuhi sistem organis karena ruang makan ini terhubung langsung dengan eksterior ruangan sehingga mendapatkan cahaya langsung dan sirkulasi udara serta adanya interaksi langsung dengan lingkungan sekitar

2.2 Sistem Psikologi

Ruang makan ini memenuhi sistem psikis karena ruang makan inidi desain

berdasarkan si pemilik rumah yang menyukai pemandangan eksterior sehingga ruangan ini didesain sedemikian rupa agar si pemilik rumah dapat makan atau bersantai sambil

menikmati pemandangan di sekitar rumahnya serta pencahayaan alami dan udara segar membuat si pemilik rumah menjadi terus bersemangat.

2.3 Sistem Sosial

(9)

2.4 Nilai Budaya

Wujud nilai budaya agama

Ruang makan ini tidak memiliki nilai buadaya agama. Wujud nilai akomodasi

Ruang makan ini tidak memiliki nilai akmodasi Wujud nilai pertentangan

Pada zaman dahulu tidak semua rumah memiliki ruang makan. Ada beberapa keluarga yang masih tradisional tidak membutuhkan ruang makan untuk makan bersama keluarga. Tetapi seiring perkembangan zaman ke arah yang lebih modern, orang mulai menciptakan inovasi-inovasi yang lebih baik, salah satunya ruang makan agar keluarga bisa makan bersama-sama.

Wujud nilai budaya persaingan akomodsi

Pada awalnya untuk menambah elemen estetik suatu ruang digunakan bunga sebagai salah satu elemennya. Namun seiring berkembangnya zaman, bunga kini sudah mulai digantikan dengan bunga plastik dengan mempertimbangkan sisi keawetan bunga tersebut.

2.5 Nilai Ekonomi

(10)

BAB III : Penutup

Referensi

Dokumen terkait

playing pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas III di SLBN 1 Kubung Koto Baru Solok”. Peneliti berharap metode ini dapat meningkatkan kemampuan anak dalam berlalu lintas agar

Menerima Dokumen yang telah ditandatangani Bupati Surat Pengantar Draft Dokumen Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD).. 5 menit Dokumen Status Lingkungan Hidup Daerah

Berdasarkan fenomena gap yang telah diuraikan melalui Gambar 1.1 dan Tabel 1.1 serta research gap yang dijabarkan dari penelitian-penelitian terdahulu, maka skripsi ini

Hasil wawancara dengan guru BP dan beberapa siswa SMK Krian 2 menunjukkan bahwa terjadi bullying yang dilakukan dengan bermacam bentuk seperti saling mengejek,

Analisis skalogram digunakan untuk menentukan hirarki wilayah. Analisis skalogram dilakukan terhadap jenis, jumlah sarana dan prasarana yang tersedia pada wilayah tersebut. Jenis

Memorandum Jualan hendaklah disediakan oleh Pelelong dalam (4) salinan dan hendaklah ditandatangani oleh penawar yang berjaya atau wakil penawar yang berjaya, Plaintif

Begitu juga dengan Penelitian [18] pada pemerintahan kota Banda Aceh menjelaskan bahwa pemahaman akuntansi, pemanfaatan sistem informasi akuntansi keuangan daerah

Implementasi penggunaan e-learning pada saaat ini sangat bervariasi. Hal tersebut didasarkan pada prinsip atau konsep bahwa e- learning sebagai upaya