• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MATEMAT. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MATEMAT. pdf"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

MELALUI PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

DI SMA NEGERI 1 BANDAR, SMA NEGERI 2 BUKIT

DAN SMK NEGERI 2 BENER MERIAH

SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2014 - 2015

OLEH :

Dra. INNI HIKMATIN, M.Pd NIP 19610713 198603 2 001

Di ajukan untuk memenuhi persyaratan kenaikan golongan

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KABUPATEN BENER MERIAH

(2)

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan ka rya ilmiah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) yang berjudul "Peningkatan Profesionalime Guru Matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah Melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Semester Genap Tahun Pelajaran 2014 - 2015". Penyusunan karya ilmiah ini penulis susun untuk memenuhi persyaratan kenaikan pangkat/golongan profesi guru dari IVb ke IVc.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu terima kasih penulis ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah 2. Yth. Ketua APSI Provensi Aceh

3. Yth. Kepala Sekolah dan guru- guru matematika di SMA N 1 Bandar 4. Yth. Kepala Sekolah dan guru- guru matematika di SMA N 2 Bukit

5. Yth. Kepala Sekolah dan guru- guru matematika di SMK N 2 Bener Meriah

Semua pihak yang telah banyak membantu, sehingga penulisan ini selesai. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan

Redelong, 21 Mai 2015 Penulis

(3)

Inni Hikmatin, PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MATEMATIKA DI SMA N 1 BANDAR, SMA N 2 BUKIT DAN SMK N 2 BENER MERIAH MELALUI PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2014 2015

Penelitian dengan judul “Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika di SMA Negeri 1 Bandar, SMA Negeri 2 Bukit, dan SMK Negeri 2 Bener Meriah Melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas” dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan pen elitian tindakan kelas dan peningkatan proses pembelajaran matematika. Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2014 – 2015 berlokasi di SMA N 1 Bandar dan SMK N 2 Bener Meriah. Subjek penelitian ini adalah guru matematika dan kimia di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah yang merupakan binaan penulis berjumlah 13 orang, dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah peningkatan profesionalistas guru matematika melalui pelatihan penelitian tindakan kelas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan sekolah dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara, instrument yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari instrument pedoman observasi dalam program proses pembelajaran pedoman observasi digunakan untuk menggali respon pada guru matematika, sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk melengkapi data yang digali melalui pendoman observasi.

(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa untuk dapat mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Tanpa adanya kualitas pendidikan yang baik disuatu negara maka pembangunan akan sulit dilakukan, sehingga cita-cita untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran di negara tersebut akan menjadi hal yang sangat berat untuk dicapai. Ketika kondisi pendidikan disuatu negara sudah berada pada kategor i maju atau baik, maka tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di negara tersebut juga akan berada pada posisi yang baik pula bahkan mungkin di posisi yang sangat tinggi, sehingga pembangunan dapat berjalan dengan cepat. Hal tersebut dikarenakan pendidikan akan selalu berbanding lurus dengan tingkat pembangunan dan kemajuan yang diraih, meskipun ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi kesuksesan pembangunan tersebut.

Dalam upaya memajukan pendidik an maka guru merupakan hal utama yang harus diperhatikan, karena guru merupakan aktor utama yang menjalankan pembelajaran. Sebagaimana Saiful Bahri Djamarah (2002) menjelaskan bahwa guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Sehingga sebaik apapun rancangan sebuah kurikulum dan juga fasilitas pendukung yang diberikan, jika tanpa adanya peranan guru yang mengolahnya menjadi materi yang dapat dipahami, maka kurikulum tersebut tidak akan berarti apa-apa bagi peserta didiknya. Karena guru merupakan titik sentral dalam usaha mereformasi pendidikan, dan juga kunci keberhasilan dari setiap usaha peningkatan mutu pendidikan (Suhardan & Dadang, 2001).

(5)

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Oleh sebab itu, kemampuan seorang guru dalam menjalankan profesinya secara professional menjadi suatu keharusan yang mutlak dibutuhkan untuk terciptanya kemajuan dalam bidang pendidikan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah disebutkan bahwa, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Sehingga guru dituntut agar terus mengembangkan kapasitas dirinya sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional.

Profesionalisme seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sangatlah mempengaruhi hasil akhir belajar siswa. Rendahnya profesionalisme seorang guru dalam menjalankan proses pembelajaran akan berdampak pada rendahnya mutu pendidikan, karena proses pembelajaran tid ak dapat berlangsung dengan baik. Sebagaimana yang kita ketahui, dalam menjalankan proses pembelajaran guru akan selalu dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan yang terkadang tidak terduga, sehingga kesiapan dan kemampuan guru dalam menangani permasalahan tersebut dengan cepat dan solutif menjadi persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang guru.

(6)

Kenyataan yang saat ini masih sering kita temui adalah pilihan menjadi seorang guru seolah seperti pilihan profesi yang terakhir. Profesi guru dianggap kurang bonafide, sehingga bagi sebagian orang pilihan untuk menjadi seorang guru bukanlah pilihan profesi prioritas mereka. Akibatnya kesadaran mereka tentang peran penting yang dimiliki oleh seorang guru sangatlah rendah, dan pada akhirnya masih banyak kita dapati guru-guru yang belum sepenuhnya memberikan semangat dan totalitasnya terhadap tanggung jawab profesi yang diembannya. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan, yang juga berperan sebagai ujung tombak pejuang pemberantas kebodohan. Guru bahkan berfungsi sebagai mata rantai dan pilar peradaban, serta benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu bangsa.

Berdasarkan hasil supervisi yang penulis lakukan di SMA N 1 Banda, DMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015, penulis melihat bahwa tingkat profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran masih sangat rendah. Hal tersebut didasarkan pada beberapa persoalan yang penulis temukan di lapangan terkait dengan kemampuan guru dalam menjalankan proses pembelajaran, diantaranya :

1. Dalam merencanakan pembelajaran, penulis melihat bahwa masih banyak guru yang hanya memperhatikan pada isi atau materi ajar saja. Sehingga guru lebih terfokus pada transfer materi kepada siswa, tanpa mempertimbangkan komponen lainnya yang juga sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, seperti; metode, media, pembagian waktu, skenario atau langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran, dan juga model pembelajaran yang sesuai untuk digunakan.

(7)

langsung memberikan tugas rumah kepada siswa tanpa ada pemberian tugas-tugas latihan yang diberikan di dalam kelas sebelumnya.

Jika hal tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan, seperti rendahnya kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang dibelajarkan, serta kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa. O leh sebab itu, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian tentang PENINGKATAN PROFESION ALISME GURU MATMATIKA DI SMA N 1 BANDAR, SMA N 2 Bukit DAN SMK N 2

BENER MERIAH DALAM MELAKSAN AKAN PROSES

PEMBELAJARAN MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK), yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kedua sekolah tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pelatihan PTK untuk merangsang terjadinya peningkatan profesionalisme guru, karena pelatihan PTK dapat membantu guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan yang mereka miliki dalam menjalankan pembelajaran-pembelajaran sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang ingin penulis teliti yaitu: “Apakah profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat ditingkatkan melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK)?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam menjalankan proses pembelajaran.

2. Untuk meningkatkan keterampilan guru dalam membelajarkan pebelajar

(8)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pengawas

Adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengalaman pengawas di lapangan, yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu dan relevansi pembelajaran. Disisi lain, sekolah adalah salah satu kancah bagi pengawas untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang merupakan salah satu tugas pokok pengawas.

2. Bagi Guru

a. Peningkatan mutu guru dan mutu pembelajaran, yang pada gilirannya berakibat pada peningkatan mutu lulusan (siswa).

b. Sarana konsultasi kepada Pengawas dalam hal pembelajaran atau kesulitan terkait materi pelajaran.

c. Guru memiliki banyak kesempatan untuk membuat bermakna ide- ide pendidikan dalam praktek mengajarnya sehingga dapat merubah perspektifnya tentang pembelajaran, dan belajar melihat praktek mengajarnya dari perspektif siswa

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Profesionalisme Guru 1. Pengertian Profesionalis me

Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profes ional (Sagala, 2006). Seseorang dapat dikatakan profesional jika ia dianggap berkualitas, serta memiliki keahlian dan kemampuan untuk mengekspresikan keahliannya tersebut bagi kepuasan orang lain (Pamungkas, 1996). Jarvis juga menjelaskan bahwa profesional dapat diartikan dengan seseorang yang ahli dalam melaksanakan tugas profesinya, dimana keahlian tersebut diperolehnya secara spesifik dari belajar (Sagala, 2006). Sehingga dapat dipahami bahwa untuk menjadi seorang professional maka seseorang tersebut diharuskan untuk belajar sebanyak-banyaknya, sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan profesinya. Sebagaimana Hasan (2003) menyebutkan bahwa kemampuan professional merupakan penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.

Pendapat di atas sejalan dengan penjelasan Poerwopoespito & Utomo (2000) yang mengatakan bahwa profesionalisme adalah faham yang menempatkan profesi sebagai titik perhatian utama dalam hidup, baik dalam bekerja maupun dalam kehidupan sehari- hari. Artinya, seorang profesional akan selalu memperhatikan profesi yang dimilikinya sebagai bahan pertimbangan utama dalam setiap tindakan yang dilakukannya. Danim (2002) juga mendefinisikan profesionalisme sebagai suatu bentuk komitmen dari anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, dan terus mengembangkan strategi-strategi dalam menjalankan profesinya.

(10)

memberikan sejumlah karakteristik yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap profesionalisme dalam diri seseorang, diantaranya yaitu:

1. Dapat dipercaya, bersikap jujur, terus terang dan juga memiliki loyalitas. 2. Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif dan penuh inisiatif dalam

melaksanakan profesinya.

3. Selalu ingin mengerjakan pekerjaan dengan tuntas.

4. Memiliki keinginan untuk terus belajar meningkatkan kemampuan kerja dan juga kemampuan dalam melayani.

5. Bersedia mendengarkan kebutuhan pelanggan dan dapat bekerja dengan baik dalam tim.

6. Terbuka terhadap kritikan dan selalu ingin memperbaiki diri.

Dari penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa untuk menghasilkan sebuah profesionalisme, maka seseorang tersebut harus menjadi orang yang professional. Dimana untuk menjadi seorang profesional maka orang tersebut harus menjadi orang yang berkualitas dan ahli dalam profesi yang dijalankannya, oleh sebab itu orang tersebut harus banyak belajar tentang penguasaan ilmu pengetahuan dan strategi-strategi tertentu yang berkaitan dengan profesinya.

Akhirnya dapat dibuat sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsi profesi yang dimilikinya secara baik dan benar, dan bahkan menjadi ahli dalam profesinya tersebut. Dengan kata lain, orang yang dapat bersikap profesional maka dapat dikatakan telah memiliki profesionalisme dalam dirinya.

2. Pengertian Profesionalis me Guru

Berbicara tentang profesionalisme guru berarti berbicara tentang guru yang professional dalam menjalankan profesinya tersebut. Untuk memahami tentang guru yang profesional, maka terdapat beberapa pendapat ahli yang dapat dijadikan rujukan, diantaranya:

(11)

2. Guru profesional menurut Bafadal (2004) adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugasnya sehari- hari.

3. Hampir sama dengan Bafadal, guru yang professional menurut Mulyasa (2007) adalah guru yang secara pedagogis memiliki kemampuan untuk mengelola pembelajaran.

Lebih lanjut, Mulyasa juga menjelaskan kemampuan dan keahlian yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional dalam 4 kategori, yakni:

1. Kompetensi pedagogic, merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang guru dalam mengelola peserta didiknya, seperti memahami potensi dan keberagaman peserta didik, mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, melaksanakan pembelajaran yang mendidik, dan juga kemampuan untuk mengembangkan bakat dan minat peserta didiknya.

2. Kompetensi kepribadian, menunjukkan kemampuan personal seorang guru yang mencerminkan kepribadiannya, seperti bersikap arif dan bijaksana, berwibawa, dan juga bertindak sesuai norma- norma yang berlaku.

3. Kompetensi sosial, terkait dengan kemampuan seorang guru dalam berinteraksi dengan orang lain sebagai makhluk social, seperti kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya.

4. Kompetensi profesional, merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru untuk membimbing peserta didik dengan memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

(12)

Seperti yang telah dijabarkan di atas, terdapat banyak dimensi untuk menilai tingkat profesinalisme seorang guru. Namun karena tugas utama seorang guru adalah melaksanakan pembelajaran yang bermutu, maka dalam penelitian ini penulis akan memfokuskan kajian profesionalisme guru hanya pada profesionalitas guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Konsep profesional guru yang harus dimiliki dalam proses belajar mengajar secara umum menurut Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) ada sepuluh poin yaitu : (1) menguasa i bahan ajar; (2) mengelola program belajar mengajar; (3) mengelola kelas; (4) menggunakan media/sumber belajar; (5) menguasai landasan penddidikan; (6) mengelola interaksi belajar mengajar; (7) menilai prestasi belajar; (8) mengenal fungsi dan bimbingan penyuluhan; (9) mengenal dan menyelenggarakan bimbingan; (10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan mengajar.

B. Pembelajaran

1. Pengertian Pe mbelajaran

Pembelajaran merupakan perpaduan dari kegiatan belajar dan mengajar, yang biasanya dilakukan oleh sekelompok siswa (peserta didik) dan seorang guru (pendidik) dalam sebuah ruang belajar. Kegiatan belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan, perubahan pada diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berdasarkan pengalaman dan latihan; sedangkan kegiatan mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi yang harmonis antara pengajar dengan yang orang yang dibelajarkan (Hamalik, 2009). Nasution (1994) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan suatu aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya, dan menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar.

(13)

fasilitas, materi, perlengkapan dan prosedur, yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oemar juga menjelaskan bahwa proses belajar mengajar memiliki peran yang vital dalam melakukan pembelajaran karena sangat menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap hasil pembelajaran dari guru.

Sejalan dengan penjelasan di atas, Corey juga menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan, yang menggambarkan suatu proses dimana lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkannya turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus, serta menghasilkan respon terhadap situasi-situasi tertentu (Majid, 2007).

Untuk lebih memahami konsep pembelajaran, Saiful Sagala (2009) menjelaskan bahwa ada dua karakteristik yang terdapat dalam pembelajaran, yaitu:

1. Proses pembelajaran akan melibatkan proses mental siswa secara maksimal, dimana siswa tidak hanya dituntut untuk mendengar dan mencatat namun juga menghendaki aktivitas proses berpikir.

2. Pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus, yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan befikir siswa, sehingga dapat membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan.

Selanjutnya Oemar Hamalik (2002) juga menjelaskan prinsip-prinsip dasar yang melandasi perkembangan pembelajaran, yaitu:

1. Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas.

2. Memperhatikan kompetensi dasar dalam menyusun rencana pembelajaran. 3. Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi yang ingin dicapai. 4. Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan untuk mengukur

ketercapaian kompetensi.

5. Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran.

(14)

7. Mengorganisasikan sistem pengelolaan, karena pada program-program yang bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani bermacam- macam kebutuhan siswa.

8. Melaksanakan percobaan program. 9. Menilai desain pembelajaran.

10. Memperbaiki Program jika setelah melakukan proses pembelajaran menemukan berbagai macam kekurangan.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa, yang dengan sengaja direncanakan dan dilaksanakan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Dalam pembelajaran juga terkandung makna bahwa setiap kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan ataupun nilai yang baru. Oleh sebab itu, guru memiliki peran penting dalam melaksanakan proses pembelajaran agar pengetahuan yang dibelajarkan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.

2. Tujuan Pembelajaran

Berdasarkan penjelasan tentang defenisi dari pembelajaran di atas, dapat ditarik sebuah persepsi awal bahwa pada dasarnya pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. O leh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan beberapa perencanaan terkait strategi, prosedur dan media yang harus digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Karena t ujuan pembelajaran berperan penting dalam menentukan arah pembelajaran, maka tujuan pembelajaran adalah hal utama yang harus dirancang oleh setiap guru sebelum melaksanakan proses belajar mengajar (Sudjana, 2000).

(15)

Secara umum, (Dahar;1996) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan serta memotivasi kemampuan mereka. Namun dengan lebih rinci, Blomm (Nasution, 1998) membagi tujuan pembelajaran menjadi 3 kategori, yakni:

1. Dalam bidang kognitif; berkaitan denga n kemampuan individu peserta didik untuk mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual.

2. Dalam bidang afektif; berkaitan dengan perkembangan sikap, perasaan, nilai- nilai yang disebut juga perkembangan moral.

3. Dalam bidang psikomotor; berkaitan dengan perkembangan keterampilan yang mengandung unsur-unsur motorik sehingga siswa mengalamai perkembangan yang maju dan positif.

3. Tahapan Pe mbelajaran

Ada beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam melaksnakan pembelajaran, yaitu: tahap perencanaa, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.

a. Tahap Perencanaan b. Tahap Pelaksanaan c. Tahap Evaluasi

4. Model-model Pe mbelajaran Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur siste matis dalam mengorganisasi-kan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi, sebenarnya model pembela-jaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan atau strategi pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

(16)

belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.

1. Kope ratif (CL, Cooperative Learning).

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing- masing.

(17)

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, me ngarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas- usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian se-objektif-objektifnya dareiberbagai aspek dengan berbagai cara).

3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)

(18)

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan- informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Proble m Based Learning) Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri

6. Proble m Solving

(19)

berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

7. Proble m Posing

Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

8. Proble m Te rbuka (OE, Open Ended)

Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola pikir keterpaduan, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).

(20)

9. Probing-prompting

Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi susana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.

10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)

Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan prasyarat, eksplorasi berarti mengenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning

(21)

belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD- modul, membaca- merangkum.

12. SAVI

Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. TGT (Teams Games Tourname nt)

(22)

Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:

a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan

b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditempati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.

c. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja turnamen sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.

d. Bumping, pada turnamen kedua (begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.

(23)

14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)

Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekivalen dengan kinesthetic.

15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)

Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

5.Metode pembelajaran

Menurut Sugihartono, dkk (2007), terdapat banyak sekali metode dalam pembelajaran, diantaranya:

1. Metode ceramah

Penyampaian materi oleh guru kepada siswa melalui bahasa lisan verbal maupun nonverbal

2. Metode Latihan

Guru menyampaikan materi dengan upaya penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu

3. Metode Tanya jawab Guru menyajikan materi pelajaran dengan memberikan beberapa bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik.

4. Metode karyawisata

(24)

5. Metode demonstrasi Guru menampilkan atau memperlihatkan langsung suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkaitan dengan bahan pelajaran 6. Metode sosiodrama Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk

melakukan kegiatan yang memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial

7. Metode bermain peran Pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik dengan cara menyuruh peserta didik untuk memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup maupun benda mati.

8. Metode diskusi Guru memberikan suatu permasalahan kepada siswa untuk dipecahkan secara berkelompok

C.Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 1. Pengertian Pelatihan

(25)

2. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan sebuah penelitian tindakan (action research), yang pada awalnya dikembangkan untuk mencari penyelesaian terhadap problema sosial termasuk pendidikan. Sebagaimana Kemmis dan Carr (1986) menjelaskan bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh peserta-pesertanya seperti guru, siswa, ataupun kepala sekolah; dalam situasi-situasi sosial termasuk pendidikan, untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari praktek-praktek sosial ataupun pendidikan yang mereka laksanakan.

Khususnya dalam bidang pendidikan, Wijaya K usuma (2009) secara sederhana menjelaskan bahwa PTK adalah sebuah penelitian tindakan, yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Pendapat tersebut diperkuat lagi oleh penjelasan O’Brien yang mengemukakan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan ketika sekelompok orang siswa yang telah diidentifikasi permasalahannya, dan kemudian guru menetapkan suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut (Endang Mulyatiningsih, 2011).

Senada dengan pendapat di atas, Arikunto (2006) menjelaskan PTK dengan mendefenisikan tiap-tiap kata yang terdapat dalam konsep tersebut, yaitu:

a. Penelitian, yang berarti kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara atau metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam memecahkan suatu masalah.

b. Tindakan, yakni suatu gerakan kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Adapun gerakan atau tindakan yang dimaksud dalam PTK ini ditandai dengan adanya suatu rangkaian siklus ke giatan.

c. Kelas, yaitu suatu tempat dimana sekelompok peserta didik atau siswa menerima pelajaran dari guru yang sama, dan dalam waktu yang sama juga. Untuk lebih memahami PTK, Endang Mulyatiningsih (2011) menjelaskan beberapa karaterisitik yang menjadi ciri khasi PTK, yaitu:

(26)

2. Tindakan yang diambil merupakan hasil evaluasi dan refleksi diri.

3. Pelaksanaan PTK dilaksanakan di dalam kelas dan dalam beberapa putaran, sehingga proses pembelajaran antara guru dan siswa benar-benar menjadi fokus perhatian utamanya.

4. Penelitian dilakukan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga dapat meningkatkan proses pembelajaran.

5. Penelitan PTK dapat dilaksanakan secara kolaboratif atau parsipatorif. 6. Adanya keterbatasan jumlah sampel.

Karena makna “kelas” dalam PTK adalah sekelompok peserta didik yang sedang belajar serta guru yang sedang memfasilitasi kegiatan belajar, maka permasalahan yang dapat dicakup dalam PTK cukup luas. Permasalahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Masalah belajar siswa di sekolah, seperti permasalahan pembelajaran di kelas, kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran, miskonsepsi, misstrategi, dan lain sebagainya.

2. Pengembangan profesionalisme guru dalam rangka peningkatan mutu perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program dan hasil pembelajaran. 3. Pengelolaan dan pengendalian, misalnya pengenalan teknik modifikasi

perilaku, teknik memotivasi, dan teknik pengembangan potensi diri.

4. Desain dan strategi pembelajaran di kelas, misalnya masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi penggunaan metode pembelajaran (misalnya penggantian metode mengajar tradisional dengan metode mengajar baru), interaksi di dalam kelas (misalnya penggunaan strategi pengajaran yang didasarkan pada pendekatan tertentu).

5. Penanaman dan pengembangan sikap serta nilai-nilai, misalnya pengembangan pola berpikir ilmiah dalam diri siswa.

6. Alat bantu, media dan sumber belajar, misalnya penggunaan media perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas.

(27)

8. Masalah kurikulum, seperti implementasi KBK, urutan penyajian meteri pokok, interaksi antara guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, atau interaksi antara siswa dengan lingkungan belajar.

Seorang guru akan dapat menemukan penyelesaian masalah yang t erjadi di kelasnya melalui PTK, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan. Selain itu, PTK dilaksanakan secara bersamaan dangan pelaksanaan tugas utama guru yaitu mengajar di dalam kelas, yang artinya guru tidak perlu meninggalkan siswanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian yang melekat pada guru, yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dialami oleh guru di lapangan.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif, yang bertujuan untuk meningkatan kualitas pembelajaran dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengatasi persoalan-persoalan dalam melaksanakan pembelajaran.

3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

PTK diawali dengan suatu kajian awal terhadap suatu masalah, yang dilakukan secara sistematis (Kemmis dan Taggart, 1988). Kemiss dan Taggart membagi prosedur PTK dalam empat tahap kegiatan pada satu siklus, yaitu: tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap observasi, dan tahap refleksi. Kegiatan tindakan dan observasi dilakukan dalam satu waktu, dan hasil dari tahap observasi akan direfleksi untuk menentukan kegiatan berikutnya. Adapun jumlah siklus bergantung pada peneliti, dilakukan terus menerus sampai peneliti puas dan masalah terselesaikan sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimum (Endang Mulyatiningsih, 2011).

A. Tahap Perencanaan

(28)

Hal tersebut sangat dibutuhkan karena dengan melakukan identifikasi masalah yang tepat maka akan dapat membantu tersusunnya sebuah perencanaan yang efektif, sehingga hasil dari penelitian tersebut benar-benar tepat sasaran dan dapat meningkatkan pembelajaran.

Dalam tahap perencanaan ini, guru dapat merumuskan tindakan dan metode apa yang seharusnya dilakukan ketika melangsungkan proses pembelajaran, termasuk merumuskan bagaimana strategi pembelajaran yang harus digunakan dan materi ajar apa yang harus dibelajarkan di dalam kelas nanti.

B. Tahap Pelaksanaan

Dalam melakukan tahap pelaksanaan ini, maka yang harus diperhatikan adalah kesesuaian tindakan dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Sehingga ketika melakukan proses refleksi, guru dapat dengan mudah mengevaluasi dimana letak kekurangan dan kesalahan dalam pembelajaran yang telah dilangsungkan berdasarkan perencanaan yang telah disusun tersebut. Dengan demikian, hasil dalam tahap pelaksanaan tersebut dapat disesuaikan dengan hasil awal yang ingin dicapai pada tahap perencanaan.

C. Tahap Pengamatan (Observasi)

Pengamatan dilakukan untuk melihat dan mengukur seberapa efektif tindakan yang telah dilakukan. Hasil observasi dan evaluasi digunakan sebagai masukkan dalam melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada saat pelaksanaan tindakan. O leh sebab itu dalam melakukan pengamatan, pengamat/observer hendaknya selalu mencatat semua peristiwa yang terjadi selama proses pembelajaran di dalam kelas berlangsung. Hal tersebut sangat membantu peneliti dalam mendapatkan hasil penilaian yang objektif terkait perencanaan dan pelaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya.

(29)

pengamatannya juga harus dilakukan secara kolaboratif. Namun guru yang sedang melakukan tindakan tidak dapat ikut serta menjadi pengamat, karena antara kegiatan pelaksanaan dan pengamatan harus berlangsung dalam satu waktu dan satu kelas yang sama.

D. Tahap Refleksi

Tahap refleksi dilakukan setelah tahap pelaksanaan telah diselesaikan sepenuhnya terlebih dahulu. Refleksi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengemukakan kembali tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya, dan selanjutnya melakukan penilaian atau evaluasi. Dalam melaksanakan tahap ini, maka akan lebih efektif jika guru yang melakukan tindakan dapat berdiskusi langsung dengan pengamat maupun peserta lain yang berperan dalam PTK tersebut, sehingga akan diperoleh hasil evaluasi yang lebih komprehensif dan lebih objektif. Karena jika hasil evaluasi yang dilakukan tidak tepat sasaran, maka penelitian yang dilakukan tidak akan dapat memberikan pengaruh atau manfaat terhadap proses pembelajaran.

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN TINDAKAN

A. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini berlokasi di SMA N 1 Bandar,SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Adapun waktu penelitian ini dilakukan pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015.

B. Subjek dan Objek penelitian 1. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran Matematika binaan penulis, yang mengajar di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah.

2. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah peningkatan profesionalisme guru matematika melalui pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

C. Jenis dan Pendekatan penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan diskriftif kualitatif, yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru matematika melalui pelatihan PTK

D. Defenisi Operasional

(31)

seperti masalah belajar siswa, hasil belajar siswa, gaya belajar siswa, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, pengelolaan kelas, dan juga media belajar.

Dalam penelitian ini, pelatihan PTK dilakukan disekolah SMA N 1 Bandar SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah, khususnya di kelas x-xii yang dibimbing oleh guru mata pelajaran matematika. Guru mata pelajaran matematika dari ketiga sekolah tersebut dibimbing oleh pengawas untuk menganalisa persoalan yang mereka hadapi ketika melaksanakan proses pembelajaran, dan mencari solusi atas persoalan yang dihadapi tersebut.

E. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik yang digunakan penulis dalam metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah tekhnik observasi dan teknik wawancara. Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan instrumen pedoman observasi dalam program proses pembelajaran dari awal sampai akhir pada setiap siklus. Pedoman Observasi digunakan untuk menggali respon pada guru matematika, sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk melengkapi data yang digali melalui pedoman observasi.

F. Prosedur Analisis

Prosedur ini melibatkan guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah pada semester genap Tahun Pelajaran 2015-2016, yang berjumlah 13 orang. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus : A. Siklus I

- Perencanaan

1. Penelititi menjumpai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bener Meriah untuk mendapat persetujuan pelakasanaan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)

2. Peneliti menjumpai Kepal Sekolah SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan

SMK N 2 Bener Meriah untuk mendapat persetujuan

Pelaksanaan

(32)

3. Peneliti mengumpulkan guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah melalui undangan kepala sekolah

4. Peneliti memberikan penjelasan kepada guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah, tentang Penelitian Tindakan Sekolah (PTS).

5. Peneliti memberikan penjelasan kepada guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah, tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

6. Menentukan materi pembelajaran, jadwal pelaksanaan penelitian dan lokasi penelitian.

7. Menyuruh guru membawa bahan-bahan seperti kurikulum, silabus, RPP, bahan ajar dan sebagainya.

- Pelaksanaan

1. Pengarahan dan Pembukaan Penelitian Tindakan Sekolah oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bener Meriah

2. Pemaparan kompetensi pengelolaan pembelajaran tentang pelaksanaan pembelajaran oleh peneliti.

3. Kegiatan dan pengamatan meliputi tindakan oleh peneliti sebagi upaya membangun pemahaman konsep serta mengamati hasil atau dampak dari pembelajaran yang diterapkan.

- Observasi / Tindakan Pembelajaran Kegiatan yang dilakukan yaitu:

1. Peneliti melaksanakan observasi atau mengamati cara guru matematika menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran matematika, dan

2. peneliti melaksanakan observasi atau mengamati cara guru matematika melaksanaan peroses pembelajaran matematika.

- Refleksi

(33)

B. Siklus II - Perencanaan

Pada siklus yang kedua ini, RPP dirancang berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran yang telah direvisi pada siklus I.

- Pelaksanaan

Kegiatan dan pengamatan oleh peneliti dalam pelaksanaan perbaikan proses pembelajaran matematika.

- Observasi / tindakan pembelajaran Menelaah tindakan yang sudah direvisi

- Refleksi

Pengambilan kesimpulan akhir dari tindakan siklus I dan II Secara grafis, prosedur analisis dalam penelitian ini dapat digabambarkan sebagai berikut:

G. Indikator Kebe rhasilan

(34)
(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data pada bab IV dapat ditarik beberapa kesimpulan

dari hasil penelitian ini yaitu:

1. Setelah pelaksanaan siklus I dengan menerapkan model pembinaan penelitian

tindakan kelas, nilai rata-rata guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2

Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah pada penyusunan rancangan pelaksanaan

pembelajaran adalah 80,10 kualifikasi cukup

1. Setelah melaksanakan siklus II dengan menerapkan model pembinaan

penelitian tindakan kelas nilai rata-rata penyusunan rancangan pelaksanaan

pembelajaran guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK

N 2 Bener Meriah adalah 87,11 dengan kualifikasi baik

2. Setelah pelaksanaan siklus I dengan menerapkan model pembinaan penelitian

tindakan kelas, nilai rata-rata guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2

Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah pada pelaksanaan pembelajaran adalah

79,05 kualifikasi cukup (C)

3. Setelah melaksanakan siklus II dengan menerapkan model pembinaan

penelitian tindakan kelas nilai rata-rata pelaksanaan pelaksanaan pembelajaran

guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener

Meriah adalah 87,11 dengan kualifikasi baik

4. Setelah melaksanakan siklus II dengan menerapkan model pembinaan

(36)

guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener

Meriah adalah 87, 54 dengan kualifikasi baik

5. Setelah pelaksanaan siklus I dengan menerapkan model pembinaan penelitian

tindakan kelas, nilai rata-rata hasil observasi oleh masing- masing observer 1

dan 2 terhadap guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan

SMK N 2 Bener Meriah pada pelaksanaan pembelajaran adalah 3,3 dengan

kualifikasi baik

6. Setelah pelaksanaan siklus II dengan menerapkan model pembinaan penelitian

tindakan kelas, nilai rata-rata hasil observasi oleh masing- masing observer 1

dan 2 terhadap guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan

SMK N 2 Bener Meriah pada pelaksanaan pembelajaran adalah 3,6 kualifikasi

sangat baik

7. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa pembinaan guru melalui

penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan kemampuan guru matematika di

SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan SMK N 2 Bener Meriah dalam

menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran

8. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa pembinaan guru melalui

penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan kemampuan guru matematika di

SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan guru SMK N 2 Bener Meriah dalam

melaksanakan proses pembelajaran

9. Peningkatan kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan

(37)

guru matematika di SMA N 1 Bandar, SMA N 2 Bukit dan di SMK N 2 Bener

Meriah.

5.2 SARAN

Pelaksanaan pelatihan ini telah berjalan sangat baik. Partisipasi dan motivasi peserta juga sangat baik. Namun demikian, masih ada kekurangan-kekurangan, Oleh karena itu penulis menyarankan hal- hal sebagai berikut.

a. Perlu ada pelatihan dan kerjasama yang berkesinambungan antara pihak sekolah dengan steak holder dalam menge mbangkan penelitian tindakan kelas di sekolah.

(38)

Daftar Pustaka

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ambar Teguh Sulistiyani. 2003. Manajemen dan Sumber Daya Manusia: Konsep

Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.

Bafadal, Ibrahim. 2004. Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Bumi Aksara.

Carr. W.& Kemmis,S. 1986. Becoming Critical: Education, Knowledge and Action Research. Brighton,Sussex: Falmer Press.

Dahar, R.W. 1996. Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Djamarah, SB, dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Gaffar, Moh. Fakry. 2007. Pembiayaan Pendidikan: Permasalahan dan Kebijaksanaan Dalam Perspektif Reformasi Pendidikan Nasional.

Bandung: IKIP Bandung.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinarbaru Algessindo.

Hamalik, Oemar. 2007. Pengembangan SDM Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Hasibuan, M. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia (Pendekatan Non Sekunder). Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

Kemmis, S dan R. Mc Taggart. 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University

Kusnandar. 2007.Guru Profesional. Jakarta: PT.Raja Grafindo.

(39)

Maister, H. David. 1998. True Professionalism. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mangkunegara, AP. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E., 2007. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rodaskarya.

Mulyatiningsih, Endang. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Alfabeta

Nasution, S. 1998. Didaktik Azas-Azas Mengajar. Bandung: Jemmars. Nasution. 1994. Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Pamungkas, Sri Bintang. 1996. Pokokpokok-Pikiran tentang Demokrasi Ekonomi dan Pembangunan. Jakarta: Yayasan Daulat Rakyat.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64 Tahun 2013. Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Poerwopoespito, O.S., dan Utomo,T. 2000. Mengatasi Krisis Manusia Di

Perusahaan; Solusi Melalui Pengembangan Sikap Mental. Jakarta:

PT.Gramedia Widiasarana Indonesia

Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful. 2009. Kema mpuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.

Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. 2000. Dasar-Dasar Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Suhardan, dan Dadang. 2010. Supervisi Profesiona: Layanan Dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran Di Era Otonomi Daerah. Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan

Nasional. Bandung: CV. Nuansa Auia.

Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005. Guru dan Dosen. Jakarta:

Depdiknas.

Wangmuba. 2009. Konsep Diri yang Positif. Akses di

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan Penerapan Discovery Learning: a) Metode ini tidak efisiensi untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk

Terdukunganya H3 mengindikasikan bahwa auditor dengan tingkat skeptisisme tinggi tidak akan terpengaruh atau cenderung tetap mempertahankan skeptisisme profesionalnya

1,41 The only study to date evaluating the effect of combination antiretroviral therapy on an AIDS- related illness in the ICU is a retrospective re- view of 58 patients with

Pada Situasi Konflik membimbing kegiatan siswa pengertian ilmiah yang sedang dipelajari beberapa perbedaan antara konsep awal mereka dengan konsep ilmiah yang ada dalam buku

Museum Learning via Social and Mobile Technologies: (How) can online interactions enhance the visitor experience?, British Journal of Educational Technology,

Bila dibandingkan dengan persentase kebuntingan dengan metode Ovsynch (64,71%) penggunaan GnRH ke-2 untuk induksi ovulasi juga tidak berbeda nyata (P >

Pada Tabel 3 ditunjukkan SNR dan kapasitas kanal dari sistem dengan masing-masing kombinasi channel coding , teknik modulasi, dan skema MIMO saat pengguna bergerak dengan

Dalam penelitian kualitatif, fokus penelitian berguna untuk mempertajam penelitian. Fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi