PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mempunyai seni tinggi. Seni bagi bangsa Indonesia bukan saja bermakna keindahan tetapi juga berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan. Berbagai bentuk seni telah ada sejak jaman prasejarah, namun hingga saat ini keberadaannya masih ada yang dilestarikan dan ada juga yang telah musnah atau dilupakan oleh masyarakat karena telah tertinggal oleh kemajuan teknologi yang semakin modern. Meskipun demikian, masih ada karya seni yang dilestarikan di negara Indonesia, bahkan menjadi satu hal yang klasik.
Suwaji Bastomi (1992: 10) berpendapat bahwa:
Seni menurut bahasa Sansekerta yaitu “sani” yang berarti persembahan, pelayanan, dan pemberian. Seni dapat diartikan pula sebagai penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa orang, dilahirkan dengan alat-alat komunikasi dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra dengar, indra pandang atau dilahirkan dengan perantara. Seni merupakan hasil aktivitas kreatif seseorang, maka seni mempunyai sifat gerak.
Salah satu karya bangsa Indonesia yang dikagumi adalah seni batik, karena mempunyai nilai seni yang cukup tinggi dan merupakan suatu produk yang semakin diminati bahkan dikembangkan oleh negara lain. Bagi masyarakat Indonesia, batik selain sebagai benda fungsional dalam kehidupan sehari-hari juga sebagai benda yang memiliki nilai seni yaitu sebagai hiasan. Jadi, kerajinan batik selain memiliki fungsi guna juga memiliki fungsi seni.
makna dan arti filosofis sehingga yang boleh menggunakan batik hanyalah kaum bangsawan. Sedangkan batik yang ada dipasaran sekarang ini hanya mengutamakan segi keindahan.
Pengaruh dan pergeseran kebudayaan mempengaruhi kerajinan batik pada umumnya di Indonesia. Sekarang ini, mulai terlihat jelas dimana batik yang berada di masyarakat pada umumnya tidak hanya pada pengembangan seni, akan tetapi lebih berorientasi pada usaha untuk mencari keuntungan dari segi finansial atau usaha untuk mencari nafkah.
Perkembangan batik dapat dilihat jelas dalam hal warna, motif, fungsi dan teknik pembuatannya. Pada kenyataan sekarang ini, motif batik tradisional bersaing ketat dengan batik motif-motif bebas yang lebih menarik minat para konsumen. Budaya batik tradisional yang sekarang bersaing ketat dengan jenis kerajinan-kerajinan lain dan agar kerajinan batik tidak tertinggal jauh oleh pergeseran budaya, maka perlu sekali adanya usaha untuk melestarikan dan meningkatkan kualitas baik dari segi motif, bahan, alat, dan proses pembuatan.
Kerajinan batik mempunyai gaya, corak, motif dan pewarnaan yang khas tradisional yang kuat antara lain bermotif: Cirebon, Yogyakarta, Solo, Kartasura, Pekalongan, dan Madura. Motif-motif tersebut merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dan perlu dipertahankan demi kelestariannya.
Perajin batik yang ada dan berkembang di Indonesia terdapat di berbagai daerah sampai ke pelosok pedesaan dan salah satu diantaranya berada di Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur.
Pacitan terdapat dua wilayah kecamatan sebagai potensi perajinnya yaitu Kecamatan Pacitan dan Kecamatan Ngadirojo. Kecamatan Ngadirojo merupakan daerah yang paling banyak perajin batik, salah satunya yaitu kerajinan batik tulis “Puri” dengan pemiliknya bernama ibu Puri yang beralamatkan di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.
Batik tulis “Puri” tidak hanya memproduksi motif tradisional tetapi lebih banyak memproduksi motif-motif baru sesuai permintaan konsumen karena untuk mengikuti perkembangan jaman dan selera konsumen.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tergerak untuk meneliti tentang kerajinan batik tulis “Puri” di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan karena batik tulis “Puri” merupakan batik terbesar di Pacitan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri” ? 2. Bagaimana proses pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri”?
3. Bagaimana motif yang ada di kerajinan batik tulis ”Puri”?
4. Apa faktor pendukung dan penghambat kerajinan batik tulis ”Puri”? 5. Apa saja jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik tulis ”Puri”?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui latar belakang pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri”. 2. Mengetahui proses pembuatan batik tulis ”Puri”.
3. Mengetahui motif yang ada di pusat kerajinan batik tulis ”Puri”.
4. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat kerajinan batik tulis ”Puri”. 5. Jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik tulis ”Puri”.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut: 1. Manfaat secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan ini dapat memberikan
2. Manfaat praktis, sebagai sumbangan data dan informasi bagi dunia pendidikan yang dapat dipakai dalam penelitian lebih lanjut, dan diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dalam pengembangan seni kerajinan terutama kerajinan batik.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menghasilkan seni batik yang memilki banyak ragam jenisnya. Batik merupakan salah satu jenis sandang khas Indonesia yang sudah sejak lama dibuat oleh nenek moyang kita. Batik pada jaman dahulu hanya untuk busana kaum wanita, tetapi sekarang batik penggunaannya sudah mulai berubah antara lain sebagai seragam sekolah, seragam perusahaan, dan seragam kantor.
Hamzuri (1989: 6) “Batik adalah lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting”. Batik termasuk sebuah karya seni dwimatra, karena batik terbuat dari material dua dimensi dan batik juga termasuk jenis lukis. Ada sebagian orang berpendapat bahwa batik termasuk jenis lukis, hanya saja proses pembuatan batik berbeda dengan proses pembuatan lukis pada umumnya. Hamzuri (1989: 6) “Orang melukis atau menggambar atau menulis pada kain mori memakai canting disebut membatik dalam bahasa Jawa dikatakan mbatik”.
dengan menggunakan penutup lilin dengan membentuk corak hiasannya, sebuah warna itu sendiri dicelup dengan memakai zat warna biasa”.
Amri Yahya (1971: 2) berpendapat bahwa:
Batik ialah karya yang dipaparkan dengan melukis atau ditulis, dikuaskan atau ditumpahkan atau dengan canting atau cap pada kain dengan menggunakan lilin (malam) untuk penutup pada bagian yang tetap seperti warna asli kain dasar atau jika dikehendaki warna yang lebih dari satu macam. Teknik tersebut di atas dilakukan berulang kali.
Poerwadarminta (1984: 84) “Batik adalah corak atau gambar (pada kain) yang pembuatannya secara khusus dengan menerapkan malam kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu”.
Dari berbagai uraian tentang batik di atas maka dapat diambil kesimpulan tentang batik yaitu karya batik merupakan hasil kreatifitas manusia yang berupa lukisan yang alat dan pembuatannya memiliki alat khusus jika dibanding dengan melukis pada umumnya yaitu menggunakan canting dan lilin (malam) yang dilukiskan di kain mori dengan menerapkan pola atau motif.
2. Kajian Motif Batik b. Pengertian Motif Batik
1) Pengertian Motif Batik
Motif batik adalah pola yang mewujudkan batik secara keseluruhan dan berfungsi sebagai penghias bidang kain sehingga memberi keindahan visual dari karya batik serta dapat menjadi ciri khas batik itu sendiri.
Riyanto (dalam katalog Batik Indonesia, 1997: 15) “Nama sehelai batik pada umumnya diambil dari motifnya. Motif merupakan kebutuhan dari subjek gambar yang menghiasi kain batik tersebut”.
Edi Kurniadi (dalam bukunya Seni Kerajinan Batik, 1996: 66) “Motif batik adalah kerangka atau gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan, motif batik disebut pula corak batik atau pola batik”.
Poerwadarminta (1984: 593) “Kata motif berarti pola, corak, alasan (sebab) seorang melakukan sesuatu”.
c. Motif Batik Tradisional
Sewan Susanto (1980: 212) “Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik juga disebut pola batik”.
Motif-motif yang biasa dipakai dalam pembatikan dapat dikelompokkan menurut susunan bentuk visual dari motif batik yang ada. Penggolongan motif batik dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Kelompok Motif dengan Unsur Ornamen Geometris
Motif atau ornamen geometris sangat banyak coraknya, diantaranya adalah:
a) Motif Banji
Motif Banji sangat sulit dijumpai dalam proses pembatikan, motif Banji pada dasarnya adalah ornamen Swastika yang disusun dan digabungkan.
Contoh motif Banji antara lain Banji Guling, Banji Bengkok, Banji Kacip, dan Banji Banyumas.
b) Motif Ganggong
Motif Ganggong merupakan motif yang sangat sedikit jumlahnya dan sudah agak sulit untuk ditemui.
Contoh motif Ganggong antara lain Ganggong Branto, Ganggong Sari, dan Ganggong Ranti.
Gambar 2. Motif Ganggong Branto (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 20)
c) Motif Anyaman dan Motif Nitik
Motif-motif nitik adalah semacam ceplok yang tersusun oleh garis-garis putus.
Contoh motif Nitik antara lain Rengganis, Nitik Krawitan, Nitik dan Jonggrong.
(Sumber: Hamzuri, 1989: 48)
d) Motif Kawung
Motif-motif Kawung adalah motif-motif yang tersusun dari bentuk bundar-lonjong, yang disusun secara memanjang menurut garis diagonal miring ke kiri atau ke kanan berselang-seling.
Contoh motif Kawung antara lain Kawung Picis, Kawung Bribil, dan Kawung Sen.
Gambar 4. Motif Kawung (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 28) e) Motif Lereng dan Parang
Motif-motif yang tergolong Parang dan Lereng adalah motif-motif yang tersusun menurut garis miring atau kadang-kadang kita sebut garis diagonal.
Gambar 5. Motif Gondosuli
(Sumber: Hamzuri, 1989: 37)
2) Kelompok Motif dengan Unsur Ornamen Non Geometris
Motif non geometris yaitu motif yang tersusun dari ornamen-ornamen tumbuhan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda, ular, dan naga yang dalam susunannya tidak teratur menurut bidang geometris. Meskipun demikian dalam bidang luas akan terjadi berulang kembali susunan motif tersebut.
Macam-macam motif non geometris adalah: a) Motif Semen
Motif Semen adalah motif yang ornamennya terdiri dari tumbuhan, meru, burung atau lar-laran, dan binatang, yang tersusun secara harmoni tetapi tidak menurut bidang-bidang geometris.
Contoh antara lain Semen Rama, Semen Candra, dan Semen Garuda.
Gambar 6. Motif Semen Rama
b) Motif Buketan
Motif buketan adalah di mana pada penempatan bidang untuk ornamen atau gambarnya tidak sama, maksudnya adalah di satu sisi bidang penuh dengan gambar-gambar, sedang pada satu bidang sisi lainnya hampar atau kosong.
Gambar 7. Motif Terang Bulan (Sumber: Hamzuri, 1989: 96)
c) Motif Dinamis
Motif dinamis adalah motif-motif yang masih bisa dibeda-bedakan menjadi unsur-unsur motif, tetapi ornamen didalamnya tidak lagi berupa ornamen-ornamen tradisional, melainkan berupa ornamen-ornamen yang abstrak.
Gambar 8. Motif Dewa Ruci (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 250) d) Motif Pinggiran
Motif pinggiran adalah motif-motif yang khusus dipakai hiasan pinggir kain atau motif untuk batik antara bidang yang berpola dan bidang kosong yang tidak berpola.
Contoh antara lain: Kemada Salangan, Kemada Gandulan, Cemukiran atau Modang.
Gambar 9. Motif Kemada Salangan (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 254) 3. Ornamen Motif Batik Tradisional
mempunyai arti, sehingga susunan ornamen-ornamen itu dalam suatu motif membuat jiwa atau arti daripada motif itu sendiri”. (Sewan Susanto, 1980: 212)
Namun demikian, ornamen tambahan tersebut tidak berarti kurang penting. Ornamen tambahan tersebut akan menentukan keindahan dari ornamen itu sendiri. Sehingga di dalam membuat ornamen pengisi bidang harus diperhatikan. Sedangkan ornamen tambahan disini tidak mempunyai arti di dalam pembentukan motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang. Isen motifnya sendiri berupa titik, garis-garis, gabungan titik dan garis yang berfungsi sebagai pengisi ornamen-ornamen dari motif atau mengisi bidang diantaranya ornamen-ornamen tersebut. Contoh ornamen dilihat dari paham Jawa yaitu ornamen utama antara lain : Meru, Api, Ular, Burung, Garuda, Burung, Pohon, Ular. Ornamen tambahan antara lain: cecek-cecek, cecek pitu, sisik melik, cecek sawut, sisik, dan gringsing, a. Meru
Meru melambangkan gunung atau tanah yang disebut juga bumi.
Gambar 10. Ornamen Meru (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 260)
b. Api
Api melambangkan lidah api, nyala api, yang disebut dengan agni atau
Gambar 11. Ornamen Lidah Api (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 271)
c. Ular
Ular atau naga melambangkan air atau banyu disebut juga tirta.
Gambar 12. Ornamen Ular (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 273)
d. Burung
Gambar 13. Ornamen Burung (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 268)
e. Garuda
Garuda atau lar garuda melambangkan mahkota atau penguasa tertinggi, yaitu penguasa jagad dan isinya.
Gambar 14. Ornamen Garuda (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 266)
f. Burung
Burung melambangkan dunia atas.
Gambar 15. Ornamen Burung (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 268)
g. Pohon
Pohon melambangkan dunia tengah.
Gambar 16. Ornamen Pohon (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 261)
h. Ular
Gambar 17. Ornamen Ular (Sumber: Sewan Susanto, 1980: 273)
Makna-makna yang terkandung dalam ornamen tersebut hampir sudah tidak dipahami lagi oleh para perajin maupun para pengusaha batik, hanya sebagian kecil yang memahami.
4. Kajian Bahan dan Alat Batik a. Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Batik
1) Kain
Kain yang digunakan dalam batik ialah kain yang seratnya memanjang dan melintang. Soedjono (dalam bukunya Batik Lukis, 1989: 12) “Kain yang digunakan dalam pembuatan batik pada umumnya terbuat dari benang-benang atau serat-serat alam asli. Serat-serat benang sintetis atau tiruan seperti nylon, venil, dan sebagainya, tidak dapat menyerap warna”.
2) Lilin Batik (Malam)
Prinsip dasar dari membatik adalah menutup kain yang tidak ingin diwarana dengan menggunakan lilin (malam). Lilin ialah cairan dari berbagai bahan yang dicairkan menjadi satu kemudian dibekukan. Titik cair lilin batik kira-kira 40oC.
dilelehkan kemudian dibekukan menjadi sau”. Susunan lilin batik ada 6 yaitu: malam tawon, gondorukem, damar mata kucing, parafin, mikrowas, dan gajih.
a) Malam Tawon
Malam tawon sering disebut dengan kote. Sifat malam tawon sangat mendukung dalam penghambat warna dalam pembatikan yaitu mudah lekat pada kain, tahan lama, dan tidak mudah retak. Titik leleh malam tawon adalah 59ºC.
b) Gondorukem
Pemberian pada gondorukem pada lilin adalah agar lilin batik menjadi lebih keras dan tidak mudah membeku sehingga lilin batik menjadi lebih baik karena sifat gondorukem mudah mencair maka gondorukem lebih mudah masuk kedalam serat-serat kain. Titik leleh gondorukem adalah 70o – 80ºC.
c) Damar Mata Kucing
Damar mata kucing dipakai dalam dunia membatik sebagai campuran lilin batik (malam) dengan perbandingan tertentu dan disesuaikan dengan penggunaan lilin batik.
d) Parafin
Parafin sering disebut dengan lilin pecah, berwarna putih atau kuning muda, dipakai dalam campuran lilin batik agar lilin batik mempunyai daya tembus basah dan mudah dilorod.
e) Microwax
Microwak adalah jenis parafin yang lebih halus, berwarna kuning muda, lemas, sehingga lilin batik menjadi lemas namun ulet
f) Kendal (Gajih)
b. Alat yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Batik 1) Canting
Canting adalah alat utama dalam kegiatan membatik yang berfungsi untuk menuliskan malam dalam kain batik. Canting merupakan salah satu penentu dari hasil batik, apakah batik tersebut nantinya baik atau buruk. Canting terdiri dari 3 bagian yaitu:
a) Gagang
Gagang berfungsi untuk pegangan saat canting digoreskan di atas kain. b) Nyamplung
Nyamplung berfungsi sebagai alat penampung malam cair waktu malam cair tersebut digoreskan di atas kain
c) Cucuk.
Cucuk berfungsi untuk keluarnya malam cair pada saat akan digoreskan.
Gambar 18. Canting (Sumber: Hamzuri, 1989: 6) 2) Kuas
Dalam motif batik ada yang membutuhkan malam dalam bentuk bidang yang luas dan ada pula yang hanya berbentuk garis atau titik-titik saja. Untuk melukiskan malam dalam bidang garis atau titik-titik biasanya hanya menggunakan sebuah canting. Sedangkan untuk mengeblok bidang lukis yang luas biasanya menggunakan kuas. Kuas banyak dijual di berbagai pasaran dan berbagai macam bentuk ukuran dan kualitas.
3) Gawangan
Gawangan berfungsi untuk membentangkan kain. Gawangan harus
memiliki sifat yang ringan namun kuat karena selain sebagai tempat untuk menyangga kain lebar yang dibentangkan juga harus mudah untuk dipindah. Batik
Gagang Cucuk
yang berukuran kecil membuatnya tidak perlu menggunakan gawangan karena cukup dengan tangan saja.
Gambar 19. Gawangan (Sumber: Hamzuri, 1989: 3)
4) Wajan
Wajan berfungsi sebagai tempat untuk mencairkan malam/lilin batik. Pada jaman dahulu wajan terbuat dari tanah liat, namun dengan perkembangan jaman dan kebudayaan manusia maka wajan sekarang terbuat dari bahan logam atau baja.
5) Kompor
Alat yang digunakan untuk memanaskan lilin batik pada jaman dahulu adalah anglo. Pada jaman dahulu pembatik menggunakan anglo selain senang dengan keadaan yang tradisional juga melatih kesabaran para pembatik untuk menjaga besar nyala bara api dalam anglo tersebut.
Namun, dengan keadaan jaman yang membutuhkan segala sesuatu yang serba cepat, maka pembatik memilih suatu alat yang lebih modern dan praktis yang disebut dengan kompor. Dengan menggunakan kompor pembatik lebih mudah untuk mengatur kebutuhan besar api karena tinggal menaikan atau menurunkan sumbu kompor melalui alat yang telah disiapkan.
Bak celup berfungsi sebagai tempat untuk memberi warna pada kain batik setelah kain batik selesai di malam. Bak celup yang dibutuhkan adalah menyesuaikan dengan kebutuhan besar kecilnya kain dan banyaknya warna yang diinginkan. Bak celup yang digunakan umumnya terbuat dari plastik.
7) Panci
Panci merupakan alat untuk menghilangkan lilin/malam yang terbuat dari logam alumunium, dengan cara kain direbus dengan air dan diberi soda abu secukupnya, sehingga ketel atau panci harus kuat dan tebal dan sesuai dengan kebutuhan jumlah kain yang dilorod.
8) Sarung Tangan
Sarung tangan yang dipakai terbuat dari karet yang tidak tembus dengan air. Sarung tangan digunakan pada waktu pemberian warna pada kain batik. Dalam pemberian warna sebaiknya kita menggunakan sarung tangan yang lebih besar, hal ini memudahkan kita untuk memakai dan memudahkan untuk melepaskannya. Selain itu, sarung tangan karet juga berfungsi untuk melindungi tangan dari bahan pewarna.
5. Kajian Pembuatan Batik (Membatik) Batik para umumnya dibuat melalui empat tahap yaitu: a. Tahap Pertama
1) Memotong Kain (Mori)
Memotong kain/mori disesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan. Ujung-ujungnya diplipit dan dijahit agar benang-benang kain bagian tepi tidak lepas.
2) Mencuci Mori
Mencuci mori tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji dan kotoran kain mori dari pabrik. Kain dari pabrik pada umumnya masih mengandung kanji dan kotoran yang dapat mengurangi kualitas hasil kain batik. Cara mencuci kain ialah dengan direndam dengan air semalam dan pada pagi harinya dibilas dengan air sampai bersih
3) Menganji Mori
pada pori-pori kain hingga pada proses mlorod malam atau lilin batik mudah dihilangkan
4) Mengemplong
Mengemplong ialah meratakan permukaan mori yang telah diberi kanji tipis dengan jalan memukul berkali-kali permukaan kain. Proses ini memiliki tujuan untuk memudahkan memudahkan kain dalam menyerap warna.
b. Tahap Kedua
Ngengrengan yaitu membuat pola atau motif dengan kertas minyak, sepanjang kain batik yang akan dibatik, lalu kita tempelkan di bawah kain mori dan diletakkan di atas gawangan.
Membuat gambar sesuai pola dengan menggunakan canting bercarat sedang. Setelah itu kita ambil kertas minyaknya dan kita isi bagian-bagian motifnya dengan motif-motifnya dengan menggunakan canting bercucuk kecil, agar kelihatan rapi dan halus. Jika lilin tidak panas, bagian dalam kain mori tidak tembus, sehingga harus dibatik lagi sesuai dengan motif sebelumnya. Proses ini dalam bahasa Jawanya disebut “diterusi”.
Tidak semua bagian tengah motif harus dibatik namun ada yang harus ditinggalkan atau dikosongkan. Bagian motif yang dikosongkan, ditutup lilin dengan menggunakan canting bermata besar. Penutupan ini akan memberikan warna putih setelah melalui proses penyogaan. Kegiatan ini dalam bahasa Jawanya disebut dengan “menembok”.
c. Tahap Ketiga
Tahap ketiga dalam proses membatik adalah menyoga. Tujuan dari menyoga adalah:
1) Melarutkan/menghilangkan lilin yang melekat dan bisa meninggalkan bekas.
2) Menimbulkan warna putih batik dan latar hitam
besar. Ember pertama diisi air hangat untuk melarutkan naptol dan tempat kedua diisi air panas untuk tempat pelarutan garam.
Kemudian ngengrengan yang sudah jadi, dilipat seperti wiron dengan ukuran lebar kurang lebih 20 cm, lalu dicelup ke dalam larutan napthol hingga rata. Kemudian kita pindahkan kelarutan garam.
Selanjutnya diletakkan di tempat yang lebih tinggi agar air yang meresap tersebut menetes (atus dan kering). Setelah itu, ulangi proses pencelupan
ngengrengan ke dalam napthol dan garam. Tujuannya agar bahan obat warna meresap ke dalam kain. Pekerjaan dapat dilakukan dua kali atau lebih demi kualitas warna yang baik.
Selanjutnya menyiapkan ember yang ketiga, berisi air mendidih untuk
ngengrengan (tujuannya untuk melarutkan malam yang masih melekat ke dalam air panas) tunggu sampai dingin, barulah dicuci dengan air biasa untuk menghilangkan kotoran, kemudian ngengrengan dijemur sampai kering. Sebagai catatan, ngengrengan yang telah melalui proses penyogaan disebut “kelengan” atau hitaman. Setelah kelengan kering dibatik lagi (bagian yang berwarna putih diberi motif lagi). Sedangkan kelengan yang berwarna hitam, kita tutup lagi dengan lilin.
d. Tahap Keempat
Tahap keempat dalam proses membatik adalah membakar kelengan
yaitu:
1) Mengubah kelengan menjadi kain batik.
2) Membentuk warna coklat dari bagian putih kelengan yang sudah dibatik. 3) Mengkilapkan warna hitam kelengan.
6. Kerajinan Batik di Indonesia Kerajinan batik yang tersebar di Indonesia meliputi: a. Daerah Surakarta dan Yogyakarta
Perkembangan batik di Surakarta dan Yogyakarta pada abad XXVII, XXVIII, dan XXIX berkembang luas. Awalnya batik sekedar hobi dari keluarga raja di dalam berhias melalui busana. Namun, perkembangan selanjutnya dikembangkan oleh masyarakat sehingga batik menjadi komoditi perdagangan.
Batik Surakarta terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak menggunakan bahan-bahan seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak jaman dahulu. Polanya antara lain Sidomukti dan Sidoluruh.
Batik di Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-1 dengan Rajanya Penembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah di Desa Plered, Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga keraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu raja.
b. Daerah Banyumas dan Pekalongan
Batik di Banyumas berpusat di Sokaraja, kerajinan batik Banyumas dibawa oleh para pengikut Pangeran Diponegoro setelah selesainya peperangan tahun 1830 mereka kebanyakan menetap di daerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal ialah Najendra dan beliau yang mengembangkan batik celup di Sokaraja. Daerah pembatikan di Banyumas sudah terkenal sejak dahulu dengan motif dan warnanya dan sekarang dinamakan batik Banyumas.
Batik Pekalongan dibawa oleh para pengikut Pangeran Diponegoro yang menetap di daerah ini, kemudian mengembangkan usaha batik di sekitar daerah pantai. Selain itu, batik juga tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Adanya pembatikan di daerah-daerah ini hampir bersamaan dengan pembatikan daerah-daerah lainnya yaitu sekitar abad ke-XIX.
c. Daerah Pacitan
batik larangan yaitu motif batik yang hanya boleh digunakan oleh kaum kraton atau kaum bangsawan.
Setelah batik keluar dari kraton maka kerajinan batik terbagi menjadi dua yaitu batik Saudagar dan batik Petani/Pedesaan. Batik Saudagar adalah batik yang dihasilkan oleh kalangan saudagar atau pedagang. Batik ini lebih halus penggarapannya, namun batik ini tidak lepas dari motif-motif kraton, hanya saja batik saudagar telah mengalami pengembangan-pengembangan di dalam motifnya.
Batik Petani/pedesaan adalah batik yang dihasilkn oleh masyarakat pedesaan/petani. Batik ini penggarapannya lebih kasar jika dibandingkan dengan batik Saudagar dan batik Larangan. Namun, batik pedesaan juga tidak lepas dari motif-motif batik keraton, hanya saja batik pedesaan penggarapannya lebih kasar.
Pacitan merupakan daerah penghasil batik yang cukup besar. Batik di daerah Pacitan termasuk golongan batik petani/pedesaan. Hal ini, dapat dilihat dari ragam hias yang digunakan yaitu ragam hias tumbuh-tumbuhan/flora, dan penggabungan antara ragam hias tumbuhan dengan ragam hias makhluk hidup yaitu hewan bersayap (burung).
d. Daerah Jakarta
Perkembangan batik di Jakarta dibawa oleh para pendatang dari Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan di daerah-daerah pembatikan yaitu Tanah Abang, Karet, Bendungan Ilir, Udik, Kebayoran Lama, Mapang Prapatan dan Tebet.
Jakarta sebelum Perang Dunia I telah menjadi pusat perdagangan antar daerah Indonesia dengan pelabuhannya Pasar Ikan. Setelah Perang Dunia I selesai, dimana proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pasaran untuk batik di Jakarta yang terkenal adalah Tanah Abang.
e. Daerah Sumatera Barat
pedagang-pedagang batik sudah habis dan konsumen perlu batik untuk pakaian sehari-hari mereka.
B. Kerangka Berfikir
Kerajinan Batik Tulis “Puri”
Bahan dan alat
Proses Produksi Faktor
Pendukung
Perajin
Perkembangan Batik Tulis Periode 2004-2008
Ide
Jenis produk yang dihasilkan
Kerajinan Batik Tulis Puri merupakan salah satu kerajinan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Pacitan dan daerah sekitarnya, selain itu juga menghasilkan berbagai motif.
Perajin merupakan manusia kreatif yang berusaha menghasilkan karya sebaik mungkin sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi konsumen dan produsen. Keuntungan dalam hal ini bemakna, bagi produsen atau penghasil barang sebagai usaha untuk mendapatkan keuntungan finansial, sedangkan bagi konsumen adalah sebagai pemenuhan kebutuhan hidup.
Perajin harus memiliki keterampilan, kreatifitas, serta bahan dan alat yang memadai agar mendapatkan hasil produk yang maksimal. Bahan utama dalam membuat batik adalah kain mori yang biasa digunakan oleh masyarakat pada umumnya.
Adanya ide yang didukung dengan tersedia alat dan bahan maka akan menuju pada proses produksi karya batik. Dalam suatu proses produksi sering tidak semudah apa yang ada dalam angan dan gagasan, karena dalam setiap produksi suatu barang/karya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pendukung dan faktor penghambat.
Karya yang dihasilkan di kerajinan batik tulis Puri memiliki beberapa jenis produk yang dipasarkan melalui pameran-pameran yang diadakan pemerintah daerah, selain itu batik tulis Puri juga telah memiliki show room
sendiri.
BAB III
A. Tempat dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini berlokasi di kerajinan batik tulis “Puri” desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan. Alasan pemilihan lokasi, karena pusat kerajinan batik tulis “Puri” merupakan salah satu pelopor berdirinya kerajinan-kerajinan batik di Pacitan. Selain itu, pusat kerajinan batik tulis “Puri” merupakan pusat kerajinan batik tertua di Pacitan dan merupakan pusat kerajinan terbesar di Pacitan.
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2006 – Desember 2008.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk penelitian ini dirancang menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang, pelaku, peristiwa ataupun kejadian yang sedang berlangsung dan sedang diamati.
Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2002: 3), bahwa “Metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Sedangkan deskriptif merupakan bentuk penelitian yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi pada saat sekarang sebagaimana adanya saat penelitian dilakukan.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang (embedded research). Sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 112) bahwa “Penelitan terpancang merupakan suatu langkah sebelum melakukan penelitian harus memilih dan menentukan variabel yang menjadi fokus utamanya namun tetap terbuka dengan sifat interaktif dan variabel utamanya”.
proses pembuatan, motif batik, faktor pendukung dan penghambat, serta bentuk dan jenis batik yang dihasilkan kerajinan batik tulis “Puri”.
C. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan dari orang yang diamati dan diwawancarai. Suharsimi Arikunto (2003: 130), bahwa “Sumber data adalah tempat, orang atau benda dimana peneliti dapat mengamati, bertanya atau membaca tentang hal-hal yang berkenaan dengan variabel yang diteliti.
Lofland dalam (Moleong, 2002: 112), bahwa “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain lain”. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Informan
Moleong (2002: 90) menyatakan bahwa “Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian”.
Informan tersebut dipilih karena dianggap mengetahui tentang permasalahan yang diteliti, maka diperoleh data yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Informan dalam penelitian ini adalah Ibu Puri sebagai pengrajin dan perintis batik tulis “Puri” karena beliau merupakan orang yang benar-benar mengetahui tentang permasalahan yang diteliti. Selain itu, peneliti juga mencari data dari sekretaris kerajinan batik tulis Puri yaitu Ibu Puji.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat dan peristiwa merupakan dua unsur pokok yang dijadikan sumber penghimpunan informasi dan data yang dilakukan dengan berbagai teknik, seperti pengamatan, wawancara, dan dokumen. Sasaran pengamatan dalam penelitian ini adalah di kerajinan batik tulis “Puri” di dusun Cerbon, desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan. Peristiwa yang dikaji yaitu perkembangan proses pembuatan kerajinan batik tulis “Puri”.
Dokumen merupakan sumber data yang berupa bahan tertulis atau benda yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas. Dokumen yang ada dan bisa mendukung dari proses penelitian ini antara lain data monografi desa, peta desa yang fungsinya sebagai pelengkap untuk menjelaskan keberadaan wilayah penelitian secara menyeluruh dan sebagian yang lain data-data dokumen berupa proses pembuatan kerajinan batik tulis, motif, dan jenis produk yang dihasilkan.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling atau cuplikan merupakan suatu proses yang umum dalam suatu penelitian yang mengarah pada seleksi. Sutopo (2002: 55), bahwa “Cuplikan (sampling) adalah suatu bentuk khusus atau suatu proses yang umum dalam pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi”. Dalam hal ini cenderung bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritik yang digunakan, dan keingintahuan pribadi, sehingga peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengerti masalah secara mendalam, dianggap tahu, dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber informasi yang meyakinkan.
Teknik yang dipergunakan dalam penelitian adalah purposive sampling
sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 56) bahwa “Purposive sampling adalah teknik untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahannya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap”.
Maka dari keterangan tersebut di atas maka peneliti memilih Ibu Puri sebagai
key informant, selaku pemilik dan pimpinan kerajinan batik tulis Puri. Pemilihan sampel ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui latar belakang berdirinya, proses pembuatan, motif batik, faktor pendukung dan penghambat, serta jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik tulis “Puri. Dalam penelitian ini, peneliti juga memilih motif-motif lama dan baru karena motif tersebut dianggap mewakili informasi yang dibutuhkan, dianggap mewakili karena motif tersebut banyak diminati oleh konsumen. Karya yang peneliti teliti yaitu motif lama terdiri dari: motif truntum,
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian, maka teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Sutopo (2002: 64) “Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda, serta rekaman gambar”.
Sutrisno Hadi (1990: 23) “Observasi adalah sebagai metode ilmiah yang biasa diartikan sebagai pengetahuan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang dihadapi dan diselidiki”.
Teknik observasi ini didasarkan atas pengalaman secara langsung yang merupakan alat yang akurat untuk mengetes suatu kebenaran. Peneliti menggunakan pengamatan secara langsung dan berperan pasif dimana peneliti bisa melakukan observasi baik secara formal ataupun informal mengenai perilaku dan kondisi lingkungan penelitian, peneliti tidak terlibat dalam peran apapun, serta kehadiran peneliti di lokasi penelitian diketahui oleh yang diamati. Melalui observasi langsung dan berperan pasif diperoleh data-data yang lengkap tentang suasana kerja, aktivitas pengrajin dalam proses pembuatan kerajinan batik tulis yang menuntut kecermatan detail dan keahlian tangan pengrajinnya di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.
2. Wawancara
Moleong (2001:135) “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”.
Wawancara merupakan suatu bagian penting dalam proses penelitian yang dilakukan oleh kedua belah pihak antara pewawancara dan responden, keberhasilan wawancara tergantung pada pewawancara, responden, topik pembicaraan dan situasi pada saat wawancara. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan.
informan dengan struktur yang yang tidak ketat tetapi dengan pertanyaan semakin terfokus dan informasi yang diperoleh semakin terfokus dan informasi yang diperoleh semakin mendalam. Seperti yang diungkapkan Sutopo (2002:59) bahwa:
Wawancara mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat
open-ended, dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan
cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pemandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam”
Informan dalam wawancara adalah Ibu Puri selaku pemilik dan perajin kerajinan batik tulis. Dengan teknik wawancara diharapkan dapat diperoleh data-data dari informan latar belakang berdirinya, proses pembuatan, motif batik, faktor pendukung dan penghambat, serta bentuk dan jenis batik yang dihasilkan kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.
3. Dokumentasi
Moleong (2002: 161) “Dokumentasi merupakan sumber data yang sangat penting untuk mengemukakan data dalam penelitian kualitatif”, maka digunakan sumber data berupa dokumen dalam hal pencatatan peristiwa, pengalaman atau hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian.
F. Validitas Data
Validitas data merupakan konsep penting yang digunakan untuk
memantapkan data yang sudah terkumpul sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya.
Untuk mendapatkan kevaliditasan data diperlukan teknik yang sesuai, dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik:
1. Triangulasi
Moleong (2002: 178), bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi data sesuai yang dikemukakan oleh Sutopo (2002: 79), bahwa “Triangulasi data adalah penelitian dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sejenis atau sama”.
Dari keterangan teknik triangulasi di atas maka peneliti dalam menguji validitas data menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber dalam penelitian ini, yaitu dengan mengumpulkan dan membandingkan data dari Ibu Puri selaku pemilik “kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.
2. Reviu Informan (Informant Review)
mengetahui apakah apa yang ditulis merupakan sesuatu yang dapat disetujui mereka”.
Dalam hal ini peneliti mencatat segala informasi dari key informant
yaitu Ibu Puri, selanjutnya dikembalikan lagi hasil catatan tersebut kepada pada
key informant, untuk dapat diteliti kembali apakah ada kesalahan atau ketidaksesuaian dalam penulisan tersebut.
G. Teknik Analisis Data
Menurut Patton dalam Moleong (2002: 103) “Analisis data merupakan upaya mencari data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data yang diperoleh”.
Analisis data dalam penelitian ini dikerjakan setelah pengumpulan data seperti observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti mengerjakan analisis data merupakan upaya mencari dan menata dengan sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti dan menyajikannya sebagai temuan orang lain.
Sutopo (2002: 94) “Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan”. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Reduksi Data
2. Sajian Data
Sajian data adalah pengungkapan informasi yang didapatkan dalam penelitian yang mengarah pada kemungkinan pengambilan keputusan. Sutopo (2002: 92) berpendapat bahwa “Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi, dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan”. Dalam hal ini data yang terkumpul dikelompokkan dalam beberapa bagian sesuai jenis permasalahan, untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh, sehingga dapat mempermudah pemahaman guna proses selanjutnya.
3. Penarikan Simpulan
Miles dan Huberman (dalam terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992: 19) “Penarikan simpulan dilakukan mulai dari permulaan pengumpulan data yaitu dengan cara mencari makna dari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur serta sebab akibat dan prosisi”.
Bagan 2: Analisis data Model Alir
(Miles dan Huberman terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992: 18)
Masa Pengumpulan Data
REDUKSI DATA
PENYAJIAN DATA
Antisipasi Selama
Selama
PENARIKAN KESIMPULAN
Selama Pasca
Pasca Pasca
H. Prosedur Penelitian
Untuk mempermudah penelitian laporan penelitian maka diperlukan suatu prosedur penelitian yaitu tahap-tahap atau langkah-langkah yang
ditempuh dalam suatu penelitian. Pada tahap prosedur penelitian ini memberi gambaran keseluruhan perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data di
lapangan, analisis data serta penafsiran terhadap data yang dikumpulkan sampai dengan penulisan laporan hasil penelitian. Prosedur yang akan ditempuh dalam laporan ini adalah:
1. Tahap Pra Lapangan Persiapan
Tahap yang pertama ini adalah tahap persiapan sebelum terjun ke lapangan dan membuat rencana penelitian dan mempersiapkan semua alat dan materi yang digunakan di dalam penelitian, antara lain:
a. Memilih lapangan penelitian yaitu kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.
b. Menyusun rancangan berupa proposal penelitian. c. Mengurus perijinan yaitu surat ijin dari FKIP UNS. d. Menjajagi keadaan lapangan.
e. Memilih informan, yaitu pengrajin di kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.
f. Menyiapkan perlengkapan penelitian.
2. Tahap Observasi Lapangan
a. Mengumpulkan data dengan observasi langsung tentang pemilihan bahan-bahan proses pembuatan sampai hasil akhir dari kerajinan batik Tulis “Puri”. b. Mengadakan wawancara dengan pengrajin batik Tulis “Puri”.
c. Membuat dokumentasi dengan memotret aktivitas di lapangan dan objek yang diteliti.
3. Tahap Analisis Data
Proses analisis data dilakukan setelah data yang diperlukan terkumpul. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analsis data flow model of analysis
yang terdiri dari tiga komponen yaitu : a. Reduksi Data.
b. Penyajian data.
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi.
4. Tahap Penyusunan Laporan
berbatasan dengan Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri, sebelah utara berbatasan dengan kota Ponorogo, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan kota Trenggalek.
Pacitan terdiri dari beberapa Kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Ngadirojo. Letak Kecamatan Ngadirojo berada di sebelah timur dari kota Pacitan yang berjarak kurang lebih 38 km. Kecamatan Ngadirojo ini secara geografis merupakan daerah perbukitan. Kecamatan Ngadirojo terdiri dari berbagai desa. Salah satu dari desa tersebut adalah Desa Cokrokembang. Desa Cokrokembang terdiri dari 3 dusun yaitu dusun Kowangin, dusun Cerbon dan dusun Barak.
Dusun Cerbon inilah peneliti melakukan penelitian tepatnya beralamatkan di Rt 03 Rw I Dusun Cerbon Desa Cokrokembang Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan. Menurut data monografi desa, letak desa ini merupakan dataran rendah dengan jumlah penduduk 3037 jiwa.
1. Deskripsi Kerajinan Batik Tulis Puri di Desa Cokrokembang Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan.
Kerajinan batik tulis Puri terletak di Desa Cokrokembang Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan merupakan salah satu perusahaan batik terbesar di Pacitan yang masih bertahan sampai sekarang ditengah pesatnya kemajuan jaman. Letak kerajinan batik Puri sangat mudah dijangkau dengan kendaraan umum maupun pribadi karena letaknya sangat strategis membuat para konsumen mudah untuk menjangkau dan menemukan lokasi kerajinan batik tulis Puri.
Batik Puri sudah ada sejak 60 tahun yang lalu. Batik Puri merupakan suatu kerajinan yang teroganisir dengan baik, hal ini dapat dilihat dari sistem manajemen dan sistem pengorganisasiannya. Dengan didukung berbagai sarana dan prasarana maka batik Puri tetap sukses dalam menjalani usahanya. Sebagai perusahaan yang profesional maka perusahaan batik ibu Puri ini telah memenuhi kewajiban atau ketentuan dari pemerintah berupa:
1. Surat Tanda Daftar Perusahaan-Nomor:13355701734 Tanggal 26-02-1999
Tanggal 24-02-1999
3. Surat Tanda Daftar Industri-Nomor: 194/13-34/KMK/III/1999 Tanggal 16-03-1999
Susunan kepengurusan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, pemasaran. Secara organisasi kerajinan batik tulis Puri terdiri dari: 1. Ketua : Ibu Puri
2. Wakil : Umi Khasanah 3. Sekretaris : Puji
4. Keuangan : Sumiatin 5. Pemasaran : Hemi
Gambar 20. Lokasi Kerajinan Batik Tulis Puri di Desa Cokrokembang Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006)
B. Latar Belakang Berdirinya Kerajinan Batik Tulis “Puri” di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.
Ibu Puri merupakan salah satu perajin yang masih aktif memproduksi batik di daerah Pacitan yang terletak di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo. Ibu Puri adalah anak pertama dari enam saudara yang dilahirkan dari bapak Marlan dan ibu Kadimah yang berprofesi sebagai pembatik
Paman dan bibinya adalah para perajin batik yang sangat ahli dalam bidangnya dan mereka mempunyai usaha kerajinan batik yang cukup terkenal di desanya, sehingga secara tidak langsung ibu puri pada masa kecilnya dibesarkan di dalam lingkungan batik yang sangat mempunyai pengaruh besar terhadap masa depan ibu puri.
Ibu Puri ketika masih duduk di kelas 2 SD, paman dan bibinya meninggal dunia sehingga beliau harus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai sekolahnya dengan membuat batik dan menjualnya sendiri, karena harus menanggung beban keluarga, maka beliau hanya menempuh pendidikan sampai Sekolah Rakyat dan tidak bisa melanjutkan sampai tingkat yang lebih tinggi. Usaha batik tulis yang telah dirintis paman dan bibinya kemudian dilanjutkan beliau sampai sekarang.
Usaha tersebut terus berkembang sehingga dapat meningkatkan perekonomian hidupnya maupun masyarakat setempat dan dapat membuka lapangan pekerjaan di daerah sekitarnya, di samping untuk meningkatkan ekonomi beliau juga ingin melestarikan kebudayaan Jawa yang hampir hilang oleh kemajuan zaman.
Sebagai industri rumah tangga yang berkembang pesat maka beliau mendaftarkan usahanya tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah yang berupa:
C. Proses Pembuatan Kerajinan Batik Tulis “Puri”
di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan
segi bahan berupa kain yang digunakan, sedangkan dari alat perkembangannya berupa tempat pelorodan, pewarnaan, pembangunan bengkel untuk menjemur.
1. Bahan yang Digunakan Batik Tulis Puri
Pada dasarnya setiap kegiatan seni, pengrajin tidak terlepas dari adanya pemilihan bahan dan penggunaan peralatan. Demikian juga, dalam pembuatan batik selain menguasai peralatan dan bahan dibutuhkan keahlian dalam memlih bahan dan keterampilan menggunakan canting dalam menghasilkan karya batik. Berikut ini dijelaskan perkembangan bahan yang digunakan dalam pembuatan batik.
1) Mori (Kain)
Kain adalah salah satu bahan baku dari batik yang dipola kemudian dicanting (diberi malam cair menggunakan canting). Kain untuk membatik harus menggunakan kain yang tidak terbuat dari bahan sintetis (serat benang tiruan), karena kalau menggunakan kain yang terbuat dari bahan sintetis hasilnya kurang bagus.
Kain yang digunakan dalam proses pembatikan di kerajinan batik Puri adalah kain prima ini mempunyai ukuran 105 cm x 225 cm. Penggunaan kain prima dihentikan karena setelah kain diwarnai hasilnya kurang cerah sehingga mempengaruhi minat konsumen.
Kemudian untuk memenuhi kebutuhan pasar kain yang digunakan dalam proses pembatikan di kerajinan batik Puri adalah:
1) Kain Primis
Kain primis terdiri dari beberapa jenis merk yaitu kreto, bendera 3, dan kupu. Ukuran kain primis 105 cm x 225 cm.
2) Kain Sutra
Kain sutra terdiri dari beberapa jenis merk yaitu ATBM, sutra biasa, dan krep. Ukuran kain 115 cm x 250 cm.
Mesres mempunyai ukuran 115 cm x 250 cm. 4) Berkulin
Berkulin mempunyai ukuran110 cm x 225cm.
Gambar 21. Mori (Kain)
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006)
a. Malam.
Malam adalah bahan yang berfungsi untuk menghalangi warna yang tidak diinginkan pada kain. Malam yang digunakan di kerajinan batik tulis Puri tidak ada perkembangan, masih sama dengan periode yang sebelumnya. Malam yang digunakan di kerajinan batik Puri adalah:
1) Malam cepu berfungsi untuk sawutan.
2) Malam klowong berfungsi untuk memola.
4) Malam tawon dicampurkan dengan malam tembokan yaitu berguna untuk
cecek dan ngeblok supaya tidak mudah pecah.
Gambar 22. Malam
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006) b. Bahan Pewarna
Bahan pewarna dalam pembuatan batik terdiri dari 2 bahan pewarna yaitu pewarnaan dengan Indigo dan pewarnaan dengan naphtol. Batik tulis yang dibuat oleh Ibu Puri menggunakan pewarnaan dengan Napthol dikarenakan prosesnya lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan cara yang menggunakan indigo.
Bahan pewarna yang digunakan ibu Puri tidak mengalami perkembangan masih tetap menggunakan napthol yaitu:
1) Campuran As–BO dengan garam biru BB untuk menghasilkan warna biru. 2) Campuran As–LB, 91 dengan garam merah B untuk menghasilkan warna
coklat.
3) Campuran As–G dengan garam merah B untuk menghasilkan warna orange. 4) Campuran As–G dengan garam kuning 96 untuk menghasilkan warna kuning. 5) Campuran As–BO dengan garam hitam B untuk menghasilkan warna hitam. 6) Campuran As–BO dengan garam merah B untuk menghasilkan warna merah
Gambar 23. Bahan Pewarna
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006)
1. Alat yang Digunakan
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan batik dikerjakan secara manual yaitu dengan mengandalkan tenaga manusia. Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan batik di perusahaan batik Puri antara lain: a. Canting
Canting merupakan alat utama dalam pembuatan batik. Canting mempunyai fungsi untuk melukiskan malam yang telah dimasak hingga cair pada kain yang telah dipola terlebih dahulu. Hasil dari batik juga ditentukan dari baik buruknya canting. Canting yang digunakan dalam pembatikan yang digunakan di kerajinan batik puri tidak mengalami perkembangan, hanya saja adanya pergantian canting dari yang telah rusak dengan yang baru.
Canting yang digunakan di perusahaan batik Puri antara lain: 1) Canting Klowong
Gambar 24. Canting Klowong (Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2007) 2) Canting Ceret 2 (Dua)
Canting ceret dua digunakan untuk membuat dua garis sekalian dalam waktu bersamaan sehingga garis tersebut sejajar dan sama.
Gambar 25. Canting Ceret Dua (Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2007) 3) Canting Cecek
Canting Cecek mempunyai fungsi untuk membuat cecek (titik-titik) dalam isen-isen.
Gambar 26. Canting Cecek (Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2007)
4) Canting Tembokan
Gambar 27. Canting Tembokan (Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2007)
b. Tempat Pewarnaan dan Pelorodan
Tempat pewarnaan dan pelorodan di tempat Ibu Puri mengalami perkembangan yang pesat. Tempat yang digunakan untuk pewarnaan hanya menggunakan ember plastik karena tidak mengandung logam yang dapat mempengaruhi kualitas batik.
Gambar 28. Ember Plastik
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
Perkembangan selanjutnya adalah telah dibuatkan bak-bak pewarnaan yang permanen yang berbentuk kolam-kolam berukuran kecil yang masing masing kolam memiliki fungsi untuk mewarnai.
Gambar 29. Tempat Pewarnaan dan Pelorodan (Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006) c. Kompor
Kompor berfungsi untuk melelehkan malam agar mencair. Kompor yang digunakan di perusahaan Puri tidak mengalami perkembangan masih tetap menggunakan kompor kecil yang jumlah sumbunya kurang lebih 4 atau 6. Tujuan menggunakan kompor kecil adalah untuk menghasilkan api kecil dan memudahkan pengaturan suhunya, sehingga akan menghasilkan malam yang tidak terlalu cair dan kental yang sangat sesuai untuk proses pembatikan.
Gambar 30. Kompor
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006) d. Wajan
Gambar 31. Wajan
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006) e. Gunting
Gunting berfungsi untuk memotong kain mori sesuai ukuran yang diinginkan. Perusahaan Puri gunting yang digunakan tidak mengalami perkembangan.
f. Meja Pola
Meja pola digunakan pada saat membuat pola pada kain, terbuat dari kayu. Perusahaan Puri, meja pola yang digunakan tidak mengalami perkembangan.
g. Gawangan
Gawangan berfungsi untuk membentangkan kain pada saat waktu
dicanting. Perusahaan Puri, gawangan yang digunakan tidak mengalami perkembangan masih tetap menggunakan gawangan yang terbuat dari bambu.
h. Sarung Tangan.
Sarung tangan digunakan pada waktu pewarnaan dan pelorodan terbuat dari karet sintetis. Hal ini bertujuan agar tangan terlindungi dari zat warna pada saat pewarnaan karena warna yang digunakan untuk membatik bila terkena tangan sulit dihilangkan. Sarung tangan yang digunakan di perusahaan Puri tidak mengalami perkembangan masih tetap menggunakan sarung tangan.
Gambar 33. Sarung Tangan (Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006) i. Tempat Duduk atau Dingklik.
Dingklik berfungsi untuk duduk pada waktu pencantingan. Perusahaan Puri, tempat duduk yang digunakan tidak mengalami perkembangan masih tetap menggunakan dingklik yang terbuat dari kayu dan plastik.
j. Ijuk
Ijuk terbuat dari bahan serat-serat pohon aren. Ijuk digunakan untuk menghilangkan malam yang tersumbat dicucuk canting pada waktu pembatikan. Perusahaan Puri, ijuk yang digunakan tidak mengalami perkembangan masih tetap.
k. Bengkel.
Gambar 34. Ruang Bengkel
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
2. Proses Pembuatan Batik Tulis di Kerajinan Batik Tulis Puri
Proses pembuatan batik di kerajinan batik tulis Puri tidak mengalami perubahan yang mendasar, masih mengacu pada cara-cara lama. Proses pembuatan batik tulis di kerajinan batik Puri melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap Pemotongan Kain Mori
Sebelum menjadi kain batik yang siap dipakai, mori harus melalui beberapa tahap pembuatan. Tahap pembuatannya terdiri dari beberapa macam yaitu: merendam, menganji, dan pengemplongan.
1) Merendam
Kain mori direndam dalam air mendidih selama 2 menit dengan menggunakan TRO (Turkiesh Red Oil) dengan tujuan agar kain nanti mudah untuk menyerap warna.
2) Menganji
3) Pengemplongan
Tahap selanjutnya pengemplongan dilakukan dengan maksud agar kain tidak terlalu kaku, lemas, dan mudah dibatik. Kain yang akan dikemplong
digulung, dilipat ditaruh di atas kayu, kemudian dipukuli dengan balok kayu secara perlahan.
Setelah kain melalui tahapan-tahapan tersebut maka kain mori siap dikerjakan untuk proses selanjutnya.
b. Membuat Pola
Kain yang sudah melalui tahapan-tahapan tersebut di atas kemudian dibuat pola atau gambar sesuai dengan pesanan (gambar pola telah disiapkan oleh pemilik jadi konsumen tinggal memilih sesuai selera) dengan menggunakan pensil 6B agar warna yang dihasilkan jelas dan mudah dihilangkan.
c. Mencanting atau Pemberian Malam
Kain yang sudah diberi pola kemudian dicanting (pemberian malam pada kain) dengan menggunakan canting klowong. Malam yang digunakan adalah
malam klowong. Pekerjaan mencanting dilakukan bolak-balik pada sisi kain pekerjaan ini disebut nerusi, gunanya adalah agar kain yang sudah dicanting tadi tidak mudah kemasukan warna pada waktu proses pewarnaan. Setelah proses
nglowong tadi selesai kemudian diteruskan dengan ngeblok atau nembok, yaitu menutup bagian kain yang tidak diinginkan kena warna.
d. Proses Pewarnaan
Proses pewarnaan merupakan salah satu penentu dari keberhasilan pembuatan batik. Disebut penentu karena apabila dari proses pewarnaan mengalami kerusakaan maka akan rusak pula hasil dari pembatikan tersebut, atau dapat dikatakan proses pembatikan gagal. Jadi pada proses pewarnaan ini harus lebih hati-hati.
Warna-warna yang digunakan di perusahaan Batik Puri antara lain 1) Warna biru yang dihasilkan oleh campuran ASBO + garam biru BB. 2) Warna coklat yang dihasilkan oleh campuran ASLB, 91 + garam merah B. 3) Warna orange yang dihasilkan oleh campuran ASG + garam merah B. 4) Warna kuning dihasilkan oleh campuran ASG + garam kuning 96. 5) Warna hitam dihasilkan oleh campuran ASBO + garam hitam B. 6) Warna merah hati dihasilkan oleh campuran ASBO + garam merah B.
Proses pewarnaan melalui beberapa tahap yaitu sebelum kain dimasukan pada bahan pewarna, kain terlebih dahulu dibasahi dengan air bersih dengan tujuan agar warna dapat menyerap dengan cepat. Kemudian kain yang telah dibasahi dengan air bersih tadi ditiriskan. Setelah kain ditiriskan kain tadi dimasukkan ke dalam larutan pewarna, kemudian setelah kain dicelupkan pada larutan pewarna secara merata lalu kain tersebut dicelupkan pada garam hingga merata. Tujuan dari pemberian garam ini adalah untuk mengikat warna agar tidak pudar. Hal ini dilakukan 6-7 kali. Untuk setiap pewarnaan di kerajinan batik Puri ini menghabiskan kurang lebih 5 kg bahan pewarna.
e. Pelorodan
Pelorodan dilakukan setelah proses pewarnaan selesai yaitu dengan cara kain batik dimasukan ke dalam air mendidih yang dicampuri obat berupa abu soda, kemudian diaduk sampai malam yang melekat pada kain hilang. Setelah itu kain dicuci hingga bersih sampai tidak ada sisa malam yang menempel di kain dan dijemur hingga kering cara ini dinamakan ngesut. Setelah kering kain batik disetrika lalu dikemas dan siap dipasarkan.
Gambar 37. Proses Pelorodan (Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
C. Perkembangan Motif Batik Tulis di Kerajinan Batik Tulis “Puri” Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan
Periode 2000-2008
warna saling mendukung. Kerajinan batik Puri mengalami perkembangan motif dan warna yang sangat pesat. Sebelum tahun 2004 warna yang digunakan di batik Puri adalah warna-warna lama yaitu hitam coklat. Namun, setelah tahun 2004 warna yang digunakan adalah warna-warna biru, coklat, orange, merah hati, merah menyala, dan hitam.
Begitu juga, motif-motif batik yang dihasilkan di kerajinan batik Puri juga mengalami perkembangan yang pesat. Perubahan-perubahan tersebut diperoleh dari ide kreatif ibu Puri dalam mengamati alam dan lingkungan sekitar. Perkembangan motif batik diperoleh selain dari ide atau gagasan sendiri juga didapat dari studi banding ke daerah-daerah batik lain serta magang di perusahaan batik yang lebih maju. Dengan pengalaman seperti itu maka motif-motif batik yang dihasilkan juga tidak ketinggalan dengan batik-batik lainnya atau dengan kata lain motif-motif yang dihasilkan selalu mengikuti pasar umum.
Pada umumnya motif batik terbagi manjadi dua yaitu motif geometris dan motif non geometris. Secara garis besar motif-motif yang dihasilkan di kerajinan batik Puri digolongkan menjadi dua jenis yaitu motif lama dan motif baru yang mengacu pada motif geometris dan motif non geometris.
1. Motif Lama
Motif lama yang masih dihasilkan di kerajinan batik Puri masih cukup banyak. Beberapa contoh motif-motif yang dihasilkan antara lain:
A. |motif T runtum
B.
a. Motif Truntum
Gambar 38. Motif Truntum
b. Motif Poto Wolo
Gambar 39. Motif Poto Wolo
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008) c. Motif Parang Rusak
Gambar 40. Parang Rusak
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008) d. Motif Kawung
Gambar 41. Motif Kawung
e. Motif Dele Kecer
Gambar 42. Motif Dele Kecer
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
2. Motif Baru a. Motif I Love U
Gambar 43. Motif I love U
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008) b. Motif Kupu Rowo
Gambar 44. Motif Kupu Rowo
c. Motif Kanthil
Gambar 45. Motif Kanthil
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
d. Motif Matahari
Gambar 46. Motif Matahari
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
e. Motif Cokro-Cikri
Gambar 47. Motif Cokro-Cikri
f. Motif Pinggiran
Gambar 48. Motif Pinggiran
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
g. Motif IwakEmas
Gambar 49. Motif Iwak Emas
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
h. Motif Pledak
Gambar 50. Motif Pledak
E. Faktor Pendukung dan Penghambat Kerajinan Batik Tulis “Puri” di Desa
Faktor pendukung dalam industri rumah tangga batik tulis “Puri” adalah modal yang diberikan dari Dinas Perindustrian dan Koperasi, Dinas Pariwisata, Badan Pemberdayaan Perempuan, dan pengalaman. Karena berdasarkan banyaknya pengalaman yang diperoleh Ibu Puri selama bertahun-tahun bergelut di bidang ini sehingga beliau dapat mengelola usaha batik ini, yaitu beliau mampu mencari pemasaran yang baik berbekal hubungan baik dengan para pelanggan, beliau juga mampu mengetahui minat konsumen dan meningkatkan usaha, selain itu beliau juga didukung juga oleh lembaga-lembaga pemerintahan, antara lain Dengan adanya bantuan dari lembaga-lembaga terkait maka usaha batik Puri sangat mendapat dukungan baik dari sektor pemasaran, keuangan (permodalan),dan informasi terbaru tentang perkembangan batik.
Penghalang lainnya adalah kadang ada karyawan yang minat kerjanya kurang dan malas.
2. Faktor Penghambat
F. Jenis Produk yang Dihasilkan di Kerajinan Batik Tulis “Puri” Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan
Periode 2004-2008
Jenis adalah salah satu unsur yang paling penting di dalam memberikan daya tarik tersendiri pada barang-barang kerajinan sehingga dengan adanya jenis akan dapat menampilkan suatu ciri khas ataupun menambah kualitas dan unsur pada barang-barang kerajinan. Jenis produk yang dihasilkan batik Puri sebelum tahun 2004 adalah hanya selembar kain yang dibatik yang kemudian oleh konsumen diolah sesuai dengan keinginan konsumen.
Setelah tahun 2004 kerajinan batik tulis Puri selain membuat kain batik juga menghasilkan jenis produk baru. Hasil karya kerajinan batik yang dihasilkan perusahaan “Batik Tulis Puri” setelah 2004 adalah berupa benda fungsional seperti baju, taplak meja, jilbab, dan selendang.
1. Baju
Gambar 51. Baju
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
kemeja wanita lengan panjang dan pendek, dan kebaya. Dalam membuat pakaian jadi perusahaan batik tulis “Puri” bekerjasama dengan penjahit di lingkungan sekitar.
2. Taplak Meja
Gambar 52. Taplak Meja (Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
3. Jilbab
Gambar 53. Jilbab
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
Jilbab berfungsi sebagai penutup kepala wanita muslim. Jilbab yang diproduksi perusahaan batik tulis “Puri” berbentuk segi empat yang mempunyai barmacam-macam jenis motif batik.
4. Selendang
Gambar 54. Selendang (Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perkembangan proses pembuatan batik tulis di pusat kerajinan batik tulis Puri, dusun Cerbon, desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Sesuai dengan rumusan masalah, maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Latar Belakang Berdirinya Kerajinan Batik Tulis Puri
Ibu Puri adalah anak pertama dari enam saudara yang dilahirkan dari bapak Marlan dan ibu Kadimah yang berprofesi sebagai pembatik. Kehidupan keluarga Ibu Puri yang kurang mampu membuat mereka harus mengalami pahit getirnya kehidupan, sehingga paman dan bibinya tergerak untuk mengangkat mereka menjadi anak yang dirawat dengan penuh kasih sayang.
Paman dan bibinya adalah para perajin batik dan mempunyai usaha kerajinan batik yang cukup terkenal di desanya. Ibu Puri ketika masih duduk di kelas 2 SD, paman dan bibinya meninggal dunia sehingga beliau harus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai sekolahnya dengan membuat batik dan menjualnya sendiri. Usaha tersebut terus berkembang sehingga dapat meningkatkan perekonomian hidupnya maupun masyarakat setempat dan dapat membuka lapangan pekerjaan di daerah sekitarnya, di samping untuk meningkatkan ekonomi beliau juga ingin melestarikan kebudayaan Jawa yang hampir hilang oleh kemajuan zaman.