• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang keberadaannya paling melimpah di atas permukaan bumi, yaitu meliputi 70 dari permukaan bumi dan berjumlah kira-kira 1,3 - 1,4 juta ribu km3 . Namun dari sekian besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang keberadaannya paling melimpah di atas permukaan bumi, yaitu meliputi 70 dari permukaan bumi dan berjumlah kira-kira 1,3 - 1,4 juta ribu km3 . Namun dari sekian besar"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang keberadaannya paling melimpah di atas permukaan bumi, yaitu meliputi 70% dari permukaan bumi dan berjumlah kira-kira 1,3 - 1,4 juta ribu km3. Namun dari sekian besar jumlah air yang tersedia hanya sebagian kecil saja yang benar-benar dapat dimanfaatkan, yaitu kurang dari 1%. Sebagian besar air, kira-kira 97,25 % merupakan air asin (laut) yang memiliki kadar garam terlalu tinggi untuk dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan hidup dan sisanya 2,75% merupakan air tawar yang sebagian besar berbentuk es atau salju. Persentase bentuk air tawar terhadap air di bumi adalah sebagai berikut: air tanah 0,659%; air permukaan 0,027%; air atmosfer 0,001%; salju atau es 2,063% (Soerjani dan Ahmad, 1987: 60). Air sebagai sumberdaya alam mempunyai peranan yang sangat penting terhadap usaha peningkatan dan perluasan kegiatan pertanian. Untuk itu dalam rangka mendukung pembangunan sektor pertanian diperlukan adanya pengembangan dan pembangunan pengairan yang mengarah pada penyediaan sumber-sumber air untuk keperluan irigasi pertanian.

Salah satu jenis pemanfaatan sumberdaya air adalah untuk irigasi. Mengingat Indonesia adalah negara agraris dengan tanaman dan makanan utama penduduknya adalah beras, maka peran irigasi sebagai penghasil utama beras menduduki posisi penting. Irigasi memerlukan investasi yang besar untuk pembangunan sarana dan prasarana,

pengoperasian dan pemeliharaan, oleh karena itu perlu pengelolaan yang baik, benar dan tepat sehingga pemakaian air untuk irigasi dapat optimal. Jumlah air yang diperlukan untuk irigasi selain dipengaruhi oleh berbagai faktor alam, juga bergantung pada macam tanaman, serta masa pertumbuhannya. Untuk itu diperlukan sistem pengaturan yang baik sehingga kebutuhan air bagi tanaman dapat terpenuhi dan efisien dalam pemanfaatan air (Soeprapto, 2000: 2).

1

Secara umum kebutuhan air terbesar terjadi pada waktu musim kemarau, yaitu untuk mengganti kehilangan air akibat penguapan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan penguapan pada waktu musim hujan. Ironisnya pada waktu musim kemarau justru ketersediaan air pada sumbernya mengalami penurunan, sementara pada waktu musim hujan masalah yang timbul adalah kelebihan air yang harus segera dibuang secepatnya agar tidak menimbulkan kerusakan (Soeprapto, 2000: 3). Mengingat ketersediaan air di bumi sering tidak sesuai dengan kebutuhannya, maka diperlukan bangunan penampung (waduk/bendungan) untuk menyimpan kelebihan air pada waktu musim hujan sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal pada waktu musim kemarau serta untuk mencegah kerusakan akibat kelebihan air pada waktu musim hujan. Upaya-upaya selama ini untuk meningkatkan ketersediaan air irigasi dilakukan dengan pembangunan waduk, dam, bendungan dan perbaikan sistem irigasi. Selain itu juga diperlukan adanya pengelolaan distribusi air kepada konsumen, hal ini dilakukan untuk mengatur agar permintaan penggunaan air tidak mengalami lonjakan pada saat yang bersamaan, sehingga pengaturan dalam pendistribusian air serta upaya untuk meningkatkan efisiensi

(2)

meningkatkan dan memperluas kegiatan pertanian, pembangunan Waduk Krisak beserta jaringan irigasinya merupakan salah satu bentuk pengembangan dan pembangunan pengairan dalam usaha penyediaan sumber-sumber air untuk keperluan irigasi lahan pertanian di Kecamatan Selogiri.

Waduk Krisak merupakan waduk yang dibangun dengan fungsi mengairi sawah di daerah sekitarnya. Oleh karena itu seluruh cadangan air yang tersedia dapat digunakan

sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan air irigasi lahan pertanian. Ketersediaan air Waduk Krisak dipasok oleh air hujan, baik air hujan yang jatuh langsung di atas permukaan waduk maupun yang jatuh di daerah

2

tangkapan hujan. Daerah tangkapan hujan yang menjadi pemasok utama

ketersediaan air Waduk Krisak adalah Daerah Pengaliran Sungai Kedunggamping dan Daerah Pengaliran Sungai Tangkluk.

Berdasarkan data fisik dari kantor Kemantren Pengairan Waduk Krisak Ranting Bengawan Solo, waduk ini merupakan bentuk bangunan air dengan kontruksi urugan, dengan kedalaman dangkal dicirikan oleh kondisi air yang selalu keruh. Bangunan air ini dibuat awalnya secara sederhana pada tahun 1950, dengan kedalaman pada awalnya maksimal 11 m dan luas genangan maksimal 46 ha. Sedangkan dari tahun 1950 sampai sekarang sudah banyak teknik-teknik perbaikan yang dilakukan oleh Kemantren Pengairan ini. Diantaranya pembuatan bangunan-bangunan air pada bagian hulu sungai Tangkluk dan Kedunggamping yang masuk waduk tersebut. Pada tahun 1995 bangunan air waduk ini ditambah lagi pada ukuran fiel scaal dari 11 m menjadi 12 m dengan luas genangan 49 ha dan volume genangan total 3.369.461 m3 . Tujuan utama pembangunan waduk ini adalah guna mengairi sawah seluas 874 ha, melalui saluran-saluran irigasi teknis (Darmanto, 2003: 56). Meliputi Desa Singodutan 86 ha, Desa Kaliancar 112 ha, Desa Gemantar 103 ha, Desa Sendang Ijo 101 ha, Desa Nambangan 157 ha, Desa Jendi 206 ha, Desa Pule 65 ha dan Desa Jaten 44 ha. Ketersediaan air Waduk Krisak dapat dimanfaatkan untuk irigasi lahan pertanian apabila volume waduk lebih besar dari volume batas kritis air waduk, yaitu 606.770,00 atau pada mistar duga (peil schale) ketinggian air waduk lebih dari 400 cm.

Secara umum pola tanam pada daerah penelitian adalah padi-padi-palawija atau padi-padi-bero (tidak tanam) dengan masa tanam sebanyak tiga kali, yaitu Masa Tanam Pertama (MT1), Masa Tanam Kedua (MT2) dan Masa Tanam Ketiga (MT3). Masa Tanam Pertama (MT1) berlaku mulai Bulan November sampai dengan Bulan Februari dengan jenis tanaman padi rendengan. Masa Tanam Kedua (MT2) berlaku mulai Bulan Maret sampai dengan Bulan Juni dengan jenis taman padi rendengan. Sedangkan untuk Masa Tanam Ketiga berlaku mulai dari Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober 2006 dengan jenis tanaman palawija.

3

(3)

kesuburan tanah yang tadinya kurang baik dengan adanya irigasi akan menjadi lebih subur. “Hal ini karena air irigasi yang mengandung waled ternyata cukup dapat

mempertahankan kesuburan tanah” (Tohir, 1983: 32). Dengan adanya irigasi secara tidak langsung akan meningkatkan mutu (ameliorasi) sawah-sawah yang telah ada dan

mendukung pembangunan serta pemanfaatan lahan pertanian yang baru. Sumber air Waduk Krisak merupakan air hujan, sehingga pada waktu musim kemarau cadangan air Waduk Krisak mengalami penurunan yang sangat drastis dan bahkan sering mengalami kekeringan. Hal ini disebabkan karena permintaan kebutuhan air yang semakin

meningkat, sedangkan pada waktu musim kemarau tidak ada pasokan air yang masuk ke dalam waduk sehingga pada musim kemarau sebagian besar daerah oncoran Waduk Krisak banyak yang tidak melakukan kegiatan tanam. Pada masa tanam ketiga (MT 3) tahun 2005/2006 yaitu Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober dari total luas daerah oncoran Waduk Krisak 874 ha, hanya 99 ha yang melakukan kegiatan tanam, terdiri dari tanaman padi 54 ha dan tanaman palawija 45 ha sedangkan sisanya 775 ha tidak tanam. Untuk tanaman padi seluas 54 ha meliputi DO. Singodutan 17 ha, DO. Jendi 2 ha, DO. Pule 10 ha dan DO. Jaten 25 ha. Untuk tanaman palawija seluas 45 ha meliputi DO. Singodutan 5 ha dan DO. Jendi 40 ha sedangkan daerah oncoran yang lain tidak tanam. Mengingat betapa pentingnya ketersediaan air Waduk Krisak pada musim kemarau, maka dalam penggunaannya diperlukan pengelolaan serta pengaturan yang baik, benar dan tepat. Sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi dan pemakaian air irigasi dapat optimal serta efisien. Untuk itu diperlukan adanya analisis potensi air Waduk Krisak untuk irigasi lahan pertanian.

4

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagi berikut :

1. Berapa jumlah ketersediaan air Waduk Krisak selama masa tanam tahun 2005/2006? 2. Berapa jumlah kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak selama masa tanam tahun 2005/2006?

3. Bagaimana tingkat kekritisan air Waduk Krisak pada masa tanam tahun 2005/2006? C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Jumlah ketersediaan air Waduk Krisak selama masa tanam tahun 2005/2006.

2. Jumlah kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak selama masa tanam tahun 2005/2006.

3. Tingkat kekritisan air Waduk Krisak pada masa tanam tahun 2005/2006. D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis

a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan terutama dalam bidang pengairan.

b. Sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis

(4)

Merupakan pelatihan untuk mengasah kemampuan dan ketampilan dalam menerapkan ilmu yan telah diperoleh ke dalam kehidupan nyata.

5

b. Bagi pemerintah setempat

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya air Waduk Krisak.

c. Bagi masyarakat sekitar

Sebagai bahan acuan untuk ikut serta dalam usaha pelestarian sumberdaya air Waduk Krisak serta dalam usaha meningkatkan efisiensi penggunaan air pada lahan pertanian d. Bagi pengajaran Geografi

Sebagai bahan masukan bagi guru bidang studi Geografi dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang sumberdaya air, terutama yang berkaitan dengan air permukaan dan penggunaannya untuk keperluan irigasi lahan prtanian. E. Batasan Operasional

1. Irigasi adalah usaha mendatangkan air dengan membuat bangunan-bangunan dan saluran-saluran untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian, membagi-bagikan air ke sawah-sawah dan ladang-ladang dengan cara yang teratur dan membuang air dengan sebaik-baiknya (Gandakoesoemah, 1981: 8). Dalam penelitian ini khusus ditujukan untuk pembagian air ke petak-petak sawah.

2. Ketersediaan air irigasi adalah besarnya cadangan air yang tersedia untuk kebutuhan irigasi (Radjulaini dalam Nuryanto, 2005: 12).

3. Kebutuhan air irigasi adalah banyaknya air yang dibutuhkan untuk menambah curah hujan efektif guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman (Harsoyo, 1982: 53). 4. Tingkat kekritisan air adalah perbandingan antara kebutuhan air dengan ketersediaan air yang terdapat pada suatu wilayah. Dikatakan kritis apabila ketersediaan air lebih kecil daripada kebutuhan air (Wati dalam Sulistiawati, 2004: 14).

6

5. Lahan pertanian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah lahan yang difungsikan untuk budidaya tanaman yang mendapatkan manfaat dari adanya air irigasi.

6. Waduk Krisak merupakan bentuk bangunan air dengan kontruksi urugan, memiliki kedalaman 12 m pada ukuran fiel schal, dengan luas genangan 49 ha dan volume genangan total 3.976.231 m3 . Waduk ini dibangun dengan fungsi utama mengairi sawah di daerah sekitarnya.

7. Potensi air merupakan banyaknya air yang memiliki kemungkinan untuk dikembangkan atau dimanfaatkan guna keperluan tertentu.

7

BAB II LANDASAN TEORI

Tinjauan Pustaka

Ketersediaan Air Secara alamiah sumber-sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan yang memiliki daya regenerasi, yaitu selalu mengalami sirkulasi dan lahir kembali mengikuti suatu daur yang disebut dengan daur hidrologi. Air selalu berada dalam daur hidrologi sehingga relatif jumlahnya tetap (Soerjani dan Ahmad, 1987: 58).

a. Daur Hridrologi

(5)

yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, waduk/danau dan tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk lain (Asdak, 1995: 7). Gambar 1. Daur Hidrologi (Asdak, 1995: 8)

8

Tahap pertama dari daur hidrologi adalah penguapan air (Lansley dan Franzini, 1991: 9). Akibat panas yang bersumber dari matahari maka terjadilah: evaporasi adalah penguapan pada permukaan tanah terbuka (open water) dan transpirasi adalah penguapan dari permukaan tanaman. Uap air dibawa ke udara oleh massa udara yang bergerak, setelah mengalami kondensasi uap tadi mengembun dan pada akhirnya jatuh sebagai hujan atau presipitasi (Susilowati, Hadiani dan Muttaqin, 1994: 5). Sebelum mencapai permukaan tanah air hujan tersebut akan tertahan oleh tanjuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tertahan pada permukaan tajuk/daun selama proses pembasahan tajuk dan sebagian lainnya akan jatuh di permukaan tanah melalui sela-sela daun (through fall) atau mengalir ke bawah melalui batang pohon (stemflow). Sebagian kecil air hujan tidak akan pernah sampai ke permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer (dari tajuk) selama dan setelah berlangsungnya hujan (Asdak, 1995: 7). Sebagian air hujan yang sampai di permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan pada akhirnya ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke atmosfer.

Sebagian air yang masuk ke dalam tanah kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra = inter flow). Tetapi sebagian akan tersimpan sebagai air tanah (ground water) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama di permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut dengan ground water run off = limpasan air tanah) (Sosrodarsono dan Takeda, 1987: 1). Kemudian akan mengalir ke sungai atau tempat-tempat penampungan air alamiah lainnya dan akhirnya kembali ke laut. Tidak semua air infiltrasi (air tanah) mengalir ke sungai atau danau ada sebagian air yang tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas (top sil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (evaporasi) dan melalui tajuk vegetasi (transpirasi) (Asdak, 1995: 8). Proses penguapan air dari permukaan tanah dan permukaan vegetasi secara bersamaan disebut dengan evapotranspirasi.

9

Secara singkat Seyhan (1990: 7) memberikan batasan daur hidrologi sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer yang meliputi: evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk

membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh air dan evaporasi-kembali.

b. Ketersediaan Air Irigasi

Ketersediaan air irigasi adalah besarnya cadangan air yang tersedia untuk kebutuhan irigasi (Radjulaini dalam Nuryanto, 2005: 12).. Seluruh keperluan air bagi tanaman dan untuk kelembaban tanahnya dapat dicukupi oleh ketersediaan air pengairan yang berasal dari air permukaan dan air tanah. Sumber dari air permukaan yaitu sungai, danau, waduk dan air hujan, sedangkan sumber dari air tanah adalah air tanah bebas dan air tanah tertekan (Kartasapoetra, Mulyani dan Pollein, 1991: 7). Dari uraian di atas dapat

(6)

2, yaitu ketersediaan air permukaan dan ketersediaan air tanah Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah baik yang mengalir di permukaan tanah, seperti sungai, air hujan ataupun yang menggenang di permukaan tanah, seperti danau atau waduk. Air permukaan menurut Haryoso (1982: 5) merupakan air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah yang mengalir sebagai aliran permukaan (run off), kemudian masuk ke dalam sungai dan pada akhirnya mengalir ke laut atau ke danau, sebagian ditampung di waduk untuk keperluan air irigasi. Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antara butir-butir tanah dan di dalam rekahan-rekahan dari batuan (Sosrodarsono dan Takeda, 1987: 93). Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone), sedangkan daerah yang tidak jenuh biasanya terletak di atas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, dimana rongga-rongganya berisi air dan udara (Soemarto, 1995: 16).

10

Daerah penampungan (reservoir, reservation) air tanah terdapat di lapisan bagian bawah tanah, tepatnya pada bagian padat atau batuan yang sarang yang biasanya terbentuk dari bahan-bahan pasir, kerikil, tufa vulkanis, batu gamping dan beberapa bahan lainnya. Lapisan penampung air tanah ini selanjutnya dikenal sebagai lapisan pembendung air atau aquifer, air yang terkumpul disini mudah bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat-tempat yang lebih rendah (Kartasapoetra et al, 1991: 9). Salah satu contoh ketersediaan air permukaan adalah waduk. Dalam penelitian ini pembahasan mengenai waduk diuraikan hanya sebatas pengertian dan kapasitas waduk. 1). Pengertian Waduk Waduk merupakan bangunan air (danau buatan) yang berfungsi untuk menampung air pada saat debit air tinggi pada waktu musim hujan untuk kemudian digunakan saat-saat debit air kurang pada waktu musim kemarau serta untuk mengeliminir kerusakan akibat kelebihan air pada waktu musim hujan. Menurut Hansen (1979: 17) waduk merupakan tempat yang berfungsi untuk penampung air irigasi yang digunakan apabila aliran alami atau sungai sudah tidak mencukupi lagi untuk memenuhi lagi kebutuhan irigasi.

Pengertian waduk menurut Linsley dan Franzini (1991: 143) adalah suatu proyek penyediaan air irigasi atau pembangkit tenaga listrik yang secara langsung menyadap air dari sungai untuk memenuhi tuntutan kebutuhan konsumennya pada masa-masa air rendah. Suatu waduk penampung atau waduk konservasi dapat menahan air kelebihan pada masa-masa aliran tinggi untuk digunakan selama masa-masa kekeringan. Disamping menahan air dapat untuk memperkecil kerusakan akibat banjir di hilir waduk. Waduk juga merupakan reservoir. Pengertian reservoir menurut Susilowati et al (1994: 52) adalah sebagai berikut: Reservoir adalah kolam penampung air yang dibentuk membendung sungai dengan membuat penghalang lainnya atau sebagai kolam yang terbentuk karena kondisi permukaan tanah yang rendah dikelilingi dataran tinggi, sehingga semua aliran yang jatuh ditahan disitu (detention basin). Reservoir yang dibentuk dengan Dam yang melintasi sungai, dibuat dengan berbagai tujuan, antara lain: 11

(7)

al (1987: 215) menjelaskan bahwa “Kapasitas waduk adalah : (1). Volume yang dapat ditampung oleh suatu waduk, (2). Laju aliran yang dapat ditampung oleh sembarang bangunan penyalur”. Selanjutnya Linsley dan Franzini (1991: 144) menjelaskan pengertian kapasitas waduk sebagai berikut : Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan simpanan (tampungan) air, maka ciri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas simpanan. Kapasitas waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus-rumus untuk menghitung volume benda padat. Kapasitas waduk dalam kedudukan alamiah biasanya haruslah ditetapkan berdasarkan pengukuran topografi. Suatu lengkung luas elevasi dibuat dengan cara mengukur luas yang diapit oleh tiap-tiap garis kontur di lokasi waduk tersebut dengan planimetri. Integral dari lengkung luas elevasi tersebut merupakan lengkung simpanan atau lengkung kapasitas waduk tersebut. Bila peta-peta topografi tidak ada, maka kadang-kadang dilakukan pengukuran penampang melintang waduk dan kapasitasnya dihitung dari penampang ini berdasarkan rumus prisma.

Sedangkan menurut Susilowati et al (1994: 57) menjelaskan mengenai kapasitas reservoir sebagai berikut: Fungsi utama daripada reservoir adalah tempat menyimpan/menampung air juga menstabilkan aliran air, oleh karena itu karakteristiknya ditentukan oleh kapasitas daya tampungnya. Kapasitas reservoir yang bentuknya beraturan dapat diukur dengan menggunakan rumus-rumus perhitungan volume benda-benda padat, sedangkan kapasitas reservoir yang dibangun di alam terbuka dan dibentuk bangunan pembendung dihitung berdasarkan pengukuran topografi, yaitu susunan kontur yang ada di daerah bentukan kom.

12

Dari peta kontur yang ada di daerah sebelah up stream dam, kita bisa membuat perkiraan volume kom penampung berdasarkan ketinggian yang kita rencanakan, dengan

menggambarkan peta kontur daerah kom, kita bisa mendapatkan luas pada setiap ketinggian, dengan menggabungkan keduanya antara luas dan ketinggian kita dapat dengan mudah menghitung volume kom (waduk) pada setiap ketinggian tanah yang kita rencanakan sekaligus mendapatkan luas genangan. Dalam penelitian ini ketersediaan air tanah tidak diteliti. Untuk pembahasan mengenai ketersediaan air hanya berupa

ketersediaan air permukaan karena waduk merupakan salah satu badan air yang ada di permukaan. Kebutuhan Air Proyek Irigasi Irigasi merupakan salah satu sistem

pengelolaan sumberdaya alam, yaitu air. Sebagai sumberdaya alam, air beserta sumber-sumbernya mempunyai manfaat yang serba guna dan senantiasa dibutuhkan oleh manusia sepanjang waktu. Pertanian yang beririgasi merupakan salah satu bentuk usaha tani yang diciptakan manusia yang produktif. Tetapi bukan berarti baru sekarang ini suatu usaha tani menerapkan sistem irigasi. Sejak zaman dahulu irigasi sudah diterapkan oleh para petani, hanya saja masih dalam bentuk yang sederhana dan mencakup wilayah yang relatif sempit. Irigasi adalah usaha mendatangkan air dengan membuat

bangunan-bangunan dan saluran-saluran untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian, membagi-bagikan air ke sawah-sawah dan ladang-ladang dengan cara yang teratur dan membuang air dengan sebaik-baiknya (Gandakoesoemah, 1981: 8). Pusposutardjo (2001: 8)

(8)

meliputi tahapan pekerjaan yang meliputi: (a). Pengembangan sumber air dan penyediaan air untuk keperluan pertanian, (b). Penyaluran air irigasi ke daerah pertanian,

13

(c). Pembagian dan pemberian air di daerah pertanian, (d). Pembuangan kelebihan air dari daerah pertanian . Berdasarkan batasan dan ruang lingkup irigasi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa irigasi merupakan suatu sistem penyediaan air dengan membuat bangunan-bangunan dan saluran-saluran yang berfungsi untuk

mendistribusikan air guna keperluan pertanian. Air yang berasal dari sumber-sumber yang ada di sekitar daerah pertanian dikumpulkan dan ditampung dalam suatu waduk atau bendungan. Waduk atau bendungan tersebut antara lain berfungsi sebagai penahan, penyimpan dan sekaligus pengatur air yang berlebihan untuk kemudian disalurkan ke sawah dan ladang serta lahan pertanian lainnya melalui saluran irigasi. Sedangkan saluran pembuangan atau drainase berfungsi untuk membuang kelebihan air dari daerah pertanian yang sudah tidak diperlukan lagi oleh tanaman. Penggunaan air untuk irigasi merupakan pemanfaatan air untuk kegiatan pertanian. Sehingga dari semua jenis kegiatan pertanian yang mendapatkan manfaat dari air irigasi dapat menghasilkan produksi yang optimal. Air irigasi disediakan dan dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan air untuk kegiatan pertanian dalam jumlah dan waktu yang diperlukan bagi semua jenis tanaman menurut tata tanam yang telah ditetapkan. Yang dimaksud “ dalam jumlah dan waktu yang diperlukan “ adalah kebutuhan air yang dapat dipenuhi tepat waktu saat tanaman memerlukannya ataupun pada waktu pengelolaan tanah untuk ditanami atau

dimanfaatkan untuk pembibitannya (Silalahi, 1996: 329). Kebutuhan Air Irigasi Penelitian mengenai kebutuhan air irigasi banyak dilakukan disejumlah daerah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan air dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan air irigasi. Menurut Harsoyo (1982: 53) kebutuhan air irigasi adalah banyaknya air yang dibutuhkan untuk menambah curah hujan efektif guna memenuhi kebutuhan

pertumbuhan tanaman. Besarnya curah hujan efektif ini hanyalah merupakan sebagian dari total curah hujan yang jatuh pada wilayah yang bersangkutan. Curah hujan efektif adalah adalah besarnya curah hujan yang berguna bagi tanaman (dapat diserap oleh tanaman).

14

(9)

dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan data ilmiah mengenai kebutuhan air yang telah ada (ditetapkan). Berikut ini adalah indeks satuan kebutuhan air di petak sawah pada daerah penelitian :

15

Tabel 1. Indeks Satuan Kebutuhan Air di Petak Sawah No

Uraian/Jenis

Satuan Kebutuhan Air di Sawah (ha)

MT1 MT2/MT3 1

Padi Rendengan/Padi Gadu Ijin a). Pengolahan tanah + Persemaian b). Pertumbuhan c). Panen

1,250 0,725 0 1,125 0,850 0 2

Tebu a). Pengolahan tanah + Penanaman b). Tebu muda c). Tebu tua 0,650 0,360 0,125

3

Palawija a). Yang perlu banyak air b). Yang perlu sedikit air 0,30 0,20

4

Padi Gadu Tidak Ijin 0,30

Sumber : Kantor Kemantren Pengairan Waduk Krisak Ranting Bengawan Solo Keterangan :

- MT 1 = Masa Tanam Pertama - MT 2 = Masa Tanam Kedua - MT 3 = Masa Tanam Ketiga

3. Kekritisan Air Informasi kebutuhan air dan ketersediaan sumberdaya air memiliki arti yang sangat penting dalam usaha untuk mengevaluasi tingkat kekritisan air. Dengan mengetahui tingkat kekritisan air, maka dapat digunakan untuk memperkirakan apakah ketersediaan air pada suatu daerah mampu mencukupi kebutuhan air atau tidak. Sehingga dalam perencanaan pembangunan pengairan dapat tepat sasaran untuk berbagai

penggunaan air dan efisien dalam pemanfaatannya. 16

Menurut Wati dalam Sulistiawati (2004: 14) indeks kekritisan air merupakan

perbandingan antara kebutuhan air dengan ketersediaan air yang ada di suatu wilayah tertentu. Dikatakan kritis apabila ketersediaan air lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan penggunaan air. Indeks kekritisan air dapat dirumuskan sebagai berikut: Tabel 2. Klasifikasi Indeks Kekritisan Air

Indeks kekritisan (%) Kategori

< 50 50-75 75-100 >100

(10)

Sumber : Yorhanita dalam Sulistiawati (2004) B. Penelitian yang Relevan Sulistiawati (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Air Rawa Jombor Untuk Kebutuhan Lahan Pertanian di Kabupaten Klaten”, bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air, penggunaan air untuk lahan pertanian dan tingkat kekritisan air di Rawa Jombor. Metode penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data curah hujan, data temperature udara, data luas genangan, data luas tanam dan data indeks satuan kebutuhan air tanaman. Analisis data yang digunakan:

1. Untuk menghitung ketersediaaan air, dengan menggunakan data volume harian Rawa Jombor.

2. Untuk menghitug jumlah kebutuhan air dengan mengalikan indeks satuan kebutuhan air tanaman dan luas tanam.

3. Untuk menghitung tingkat kekritisan air dengan menggunakan metode Wati (2001). 17

Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa :

1. Ketersediaan air Rawa Jombor untuk irigasi pertanian volume rata-rata bulanan dari tahun 2000 – 2003 sebesar 1.578.045,31 m3, volume rata-rata minimal terjadi pada Bulan Oktober sebesar 371.755 m3 dan maksimal pada Bulan Maret sebesar 2.546.838,98 m3. 2. Kebutuhan air pertanian yang harus dipenuhi oleh Rawa Jombor pada tahun 2000 – 2003 dengan rata-rata bulanan sebesar 42.804,04 m3. Kebutuhan air rata-rata minimal terjadi pada Bulan Juni sebesar 12.553,28 m3 dan maksimal pada Bulan November sebesar 92.908,57 m3.

3. Tingkat kekritisan air yang terjadi di daerah penelitian dengan kategori sangat kritis terjadi pada tahun 2000 pada Bulan September dan Oktober, tahun 2001 pada Bulan Oktober dan tahun 2002 terjadi pada Bulan September-Desember, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya persediaan air untuk irigasi lahan pertanian. Tingkat kekritisan air dengan kategori mendekati kritis terjadi pada tahun 2001 Bulan September yaitu dengan angka kekritisan 60,32% dan tahun 2003 pada Bulan Januari dengan angka kekritisan 68, 77% dan selebihnya belum kritis.

Nuryanto (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Ketersediaan dan

Kebutuhan Air Pada Sawah Irigasi dengan Pola Tanam Padi-padi-Palawija di Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui jumlah kebutuhan air pada lahan persawahan dengan pola tanam padi-padi-palawija, mengetahui jumlah air permukaan dan mengetahui imbangan air di Kecamatan Mojogedang. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data tekstur tanah, debit air dan data jadwal penanaman. Sedangkan data sekunder yang diperlukan adalah data curah hujan, temperatur udara, jenis tanah, letak lintang dan bujur, luas baku areal irigasi, luas penggunaan lahan dan data jaringan irigasi. Analisis data yang digunakan :

1. Untuk menghitung ketersediaan air permukaan menggunakan metode Tornthwaite-Mather.

18

2. Untuk menghitung kebutuhan air menggunakan metode Abdurrachim.

(11)

1. Ketersediaan air di wilayah penelitian dengan luas areal pertanian 1881,70 ha adalah 19.361.030,4 m3/tahun atau 1028,78 m3/detik. Ketersediaan air tertinggi terjadi pada Bulan Maret sebesar 4.130.092,80 m3/bulan atau 1,542 m3/detik dan terendah pada Bulan September sebesar 95.904,00 m3/bulan atau 0,0367 m3/detik.

2. Kebutuhan air pada petak sawah dengan pola tanam padi-padi-palawija dan dengan luasan 1881,70 ha adalah sebesar 45.479.329,47 m3/tahun. Kebutuhan air tertinggi terjadi pada Bulan Januari sebesar 5.559.501,705 m3/bulan dan terendah pada Bulan Juli sebesar 1.830.668,296 m3/bulan.

3. Imbangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air irigasi terjadi defisit pada Bulan Januari sebesar 1.796.401,529 m3/bulan, Bulan Maret sebesar 3.328.777,674 m3/bulan, Bulan April sebesar 427.024 m3/bulan, Bulan Mei sebesar 6.059.850,972 m3/bulan, Bulan Juni sebesar 4.048.799,55 m3/bulan, Bulan Juli sebesar 1.329.210,668 m3/bulan, Bulan Agustus sebesar 3.164.036,289 m3/bulan, Bulan September sebesar 3.622.637,145 m3/bulan dan Bulan Desember sebesar 2.656.367,644 m3/bulan untuk luas areal 1881,70 ha lahan pertanian dengan pola tanam padi-padi-palawija. Surplus terjadi pada Bulan Februari sebesar 5.407.148,95 m3/bulan, Bulan Oktober sebesar

1.811.032.839 m3/bulan dan Bulan November sebesar 529.656,054 m3/bulan untuk luas areal 1881,70 ha lahan pertanian dengan pola tanam padi-padi-palawija.

Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu mengetahui ketersediaan air dan kebutuhan air serta perbandingan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air. Uraian perbandingan secara singkat dapat dilihat pada tabel 3, sebagai berikut:

19

Tabel 3. Perbandingan Dengan Penelitian Sebelumnya Perbandingan

Penulis Sulistiowati Dwi Nuryanto Rudi Ananto Judul

Evaluasi Penggunaan Air Rawa Jombor Untuk Kebutuhan Lahan Pertanian Di Kabupaten Klaten Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Pada Sawah Irigasi dengan Pola Tanam Padi – Padi – Palawija Di Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar

Analisis Potensi Air Waduk Krisak Untuk Keperluan Irigasi Di Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri Tujuan

- Mengetahui jumlah ketersediaan air irigasi Rawa Jombor

- Mengetahui jumlah penggunaan air Rawa Jombor untuk pertanian - Mengetahui tingkat kekritisan air Rawa Jombor

- Mengetahui jumlah ketersediaan air permukaan di Kecamatan Mojogedang

- Mengetahui jumlah kebutuhan air pada lahan persawahan dengan pola tanam padi-padi-palawija - Mengetahui imbangan air di Kecamatan Mojogedang

- Mengetahui jumlah ketersediaan air Waduk Krisak

- Mengetahui jumlah kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak - Mengetahui tingkat kekritisan air Waduk Krisak

Analisis Data

- Perhitungan ketersediaaan air berdasarkan data volume harian Rawa Jombor

- Perhitungan jumlah kebutuhan air dengan mengalikan indeks satuan kebutuhan air dan luas tanam - Perhitungan tingkat kekritisan air dengan

- Perhitungan ketersediaan air permukaan menggunakan metode Tornthwaite-Mather - Perhitungan kebutuhan air menggunakan metode Abdurrachim

(12)

- Perhitungan ketersediaaan air dengan persamaan: (volume waduk – batas kritis air waduk)

- Perhitungan jumlah kebutuhan air irigasi dengan persamaan: - Perhitungan tingkat kekritisan air

20

menggunakan metode Wati Mather

dengan persamaan: Hasil

- Diketahui jumlah ketersediaan air Rawa Jombor - Diketahui jumlah penggunaan air untuk pertanian - Diketahui tingkat kekritisan air Rawa Jombor

- Diketahui jumlah ketersediaan air permukaan di Kec. Mojogedang

- Diketahui jumlah kebutuhan air irigasi dengan pola tanam Padi-Padi-Palawija air - Diketahui imbangan air di Kec. Mojogedang

- Diketahui jumlah ketersediaan air Waduk Krisak

- Diketahui jumlah kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak - Diketahui tingkat kekritisan air Waduk Krisak

21

C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan arah pemikiran dalam suatu penelitian untuk dapat memberikan jawaban atas masalah yang telah dirumuskan.

Dengan demikian kerangka pemikiran akan memberikan tuntunan dari awal sampai akhir suatu penelitian. Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian yang relevan, maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut : Dengan dibangunnya Waduk Krisak

beserta jaringan irigasinya memungkinkan terpenuhinya kebutuhan air untuk irigasi lahan pertanian di Kecamatan Selogiri. Ketersedian air yang melimpah hampir sepanjang tahun diharapkan mampu meningkatkan intensitas penanaman. Tanaman padi yang biasanya hanya bisa ditanam pada musim penghujan (satu kali dalam setahun) menjadi mungkin untuk ditanam dua atau bahkan tiga kali dalam setahun. Waduk Krisak merupakan waduk yang dibangun dengan fungsi utama mengairi sawah di daerah sekitarnya. Oleh karena itu seluruh cadangan air yang ada digunakan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan air irigasi lahan pertanian. Untuk mengetahui besarnya ketersediaan air Waduk Krisak diperlukan data masukan berupa data laporan harian Waduk Krisak. Jumlah ketersediaan air irigasi Waduk Krisak diperoleh dengan menghitung selisih antara volume waduk dengan batas kritis air waduk. Untuk menghitung jumlah kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak diperlukan data masukan berupa data indeks satuan kebutuhan air di petak sawah, data luas tanam, data masa tanam dan data jenis tanaman. Besarnya kebutuhan air irigasi daerah oncoran diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian antara realisasi tanam dengan indeks satuan kebutuhan air di petak sawah (untuk tiap-tiap jenis tanaman dan masa tanam). Langkah terakhir adalah membandingkan antara

ketersediaan air dengan kebutuhan air. Hasil perbandingan tersebut akan menunjukkan tingkat kekritisan air di daerah penelitian. Daerah tersebut dikatakan kritis apabila kebutuhan air lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan air.

22

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir kerangka pemikiran berikut ini : Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Analisis Potensi Air Waduk Krisak Untuk Irigasi Lahan Pertanian Indeks Satuan Kebutuhan Air di Petak Sawah

(13)

Sumberdaya Air Waduk Krisak Realisasi Penanaman:

a. Pola tanam b. Masa tanam c. Luas tanam d. Jenis tanaman Irigasi

Batas Kritis Air Waduk

Kebutuhan Air Irigasi Lahan Pertanian Kekritisan Air

Ketersediaan Air Volume Waduk 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Waduk Krisak. Secara administrasi Waduk Krisak termasuk Desa Pare, sedangkan daerah oncoran Waduk Krisak meliputi Desa Singodutan, Desa Kaliancar, Desa Gemantar, Desa Sendang Ijo, Desa Nambangan, Desa Jendi, Desa Pule dan Desa Jaten termasuk Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah. Mempertimbangkan bahwa Waduk Krisak memberikan suplai kebutuhan air irigasi sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Selogiri maka

penggunaan air Waduk Krisak perlu direncanakan dengan baik, benar dan tepat sehingga penggunaannya dapat optimal dan efisien. 2. Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian diawali pada Bulan Februari 2006 sampai dengan Bulan Juli 2009. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4, sebagai berikut: Tabel 4. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan Tahun 2006 2007 2009

Feb Mrt Feb Mrt Apr Mei Jun Feb Mrt Apr Mei Jun Jul

(14)

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif. Metode penelitian diskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian

(seseorang, lembaga, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagai mana mestinya (Nawawi, 1984: 64). Sedangkan berdasarkan bentuk datanya berupa kuantitatif. Sehingga dalam menggambarkan obyek penelitian dengan menggunakan pendekatan angka yaitu jumlah ketersediaan air, kebutuhan air dan tingkat kekritisan air. Dalam metode penelitian ini, di dalamnya juga meliputi pembuatan tabel-tabel dan grafik-grafik sebagai dasar untuk menguatkan data kuantitatif dalam

menjelaskan variabel-variabel penelitian.

C. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan satu macam sumber data untuk mencapai tujuan penelitian yaitu data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari responden, melainkan data yang diperoleh dari catatan, arsip atau dokumen yang terdapat pada instansi-instansi yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara menyalin, mencatat, dan mempelajari apa yang tersirat dalam setiap arsip atau dokumen baik berupa data fisik atau data sosial yang diperoleh dari instansi atau kantor yang terkait dengan obyek penelitian, seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pengairan, Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri,

Kemantren Pengairan Waduk Krisak Ranting Bengawan Solo, BPP Kecamatan Selogiri serta Peta Rupa Bumi. Berikut ini adalah jenis data dan teknik yang digunakan dalam memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian :

25

1. Untuk menghitung ketersediaan air Waduk Krisak, data yang diperlukan: a. Data laporan harian air Waduk Krisak

Data laporan harian air Waduk Krisak diperoleh dari Kantor Kemantren Pengairan Waduk Krisak Ranting Bengawan Solo. Data yang digunakan adalah data pada masa tanam tahun 2005/2006.

2. Untuk menghitung kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak, data yang diperlukan:

a. Data indeks satuan kebutuhan air di petak sawah

Data indeks satuan kebutuhan air di petak sawah diperoleh dari Kantor Kemantren Pengairan Waduk Krisak Ranting Bengawan Solo.

b. Data indeks pertanaman atau rencana pola tanam, meliputi: masa tanam, luas tanam dan jenis tanaman. Pola tanam pada daerah penelitian secara umum adalah padi-padi-palawija, masa tanam pertama (MT 1) mulai dari Bulan November sampai dengan Bulan Februari dengan jenis tanaman padi, masa tanam kedua (MT 2) mulai dari Bulan Maret sampai dengan Bulan Juni dengan jenis tanaman padi sedangkan masa tanam ketiga (MT 3) mulai dari Bulan Juli sampai Oktober dengan jenis tanaman palawija.

Data indeks pertanaman atau rencana pola tanam diperoleh dari BPP Kecamatan Selogiri. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data indeks pertanaman tahun 2005/2006. c. Data luas daerah oncoran Waduk Krisak

Data luas daerah oncoran Waduk Krisak diperoleh dari Kantor Kemantren Pengairan Waduk Krisak Ranting Bengawan Solo.

(15)

Letak atau lokasi daerah penelitian diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 lembar 1408 – 324 Wonogiri dan lembar 1408 – 323 Manyaran, yang diterbitkan oleh Bakosurtanal.

26

D. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan atau mengorganisasikan data agar mudah dipahami dan diinterpretasikan. Data yang sudah terkumpul kemudian diseleksi, diolah dan disusun dalam bentuk tabel atau grafik untuk kemudian disimpulkan. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang sudah terkumpul adalah sebagai berikut:

1. Analisis ketersediaan air

Untuk mengetahui besarnya ketersediaan air Waduk Krisak diperoleh dengan cara menghitung selisih antara volume waduk dengan batas kritis air waduk, menggunakan persamaan sebagai berikut :

volume waduk – batas kritis air waduk = 2. Analisis kebutuhan air irigasi

Untuk mengetahui besarnya kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara realisasi tanam dengan indeks satuan kebutuhan air di petak sawah (untuk tiap-tiap jenis tanaman dan masa tanam), menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

- indeks keb. air : nilai kebutuhan air tanaman (padi dan palawija) untuk tiap-tiap masa tanam

- realisasi tanam : luas tanam (tanaman padi dan palawija) untuk tiap-tiap daerah oncoran

- 1000 : perubahan satuan dari (l) menjadi 1 l = 1 d

= 1/1000

- : menunjukkan kebutuhan air dalam detik 27

3. Analisis kekritisan air

Untuk memprediksikan tingkat kekritisan air Waduk Krisak menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan: - tidak memperhitungkan besarnya curah hujan yang masuk pada daerah oncoran sebagai tambaham ketersediaan air - 0% : menunjukkan kebutuhan air irigasi dalam keadaan minimum - > 100% : menunjukkan kebutuhan air irigasi dalam keadaan maksimum Kemudian dicocokan dengan Tabel Klasifikasi Indeks Kekritisan Air, sebagai berikut:

Indeks kekritisan (%) Kategori

< 50 50-75 75-100 >100

Belum kritis Mendekati kritis Kritis Sangat kritis Sumber : Yorhanita dalam Sulistiawati (2004) E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan penjelasan mengenai tahapan-tahapan penelitian dari awal hingga selesai. Tahapan-tahapan tersebut meliputi :

(16)

Pada tahap ini dilakukan pengajuan judul. 2. Observasi awal

Dalam suatu penelitian diperlukan observasi awal untuk mencari, mempelajari literature, hasil-hasil penelitian yang relevan serta mengecek data sekunder yang diperlukan dalam penelitian.

28

3. Penyusunan proposal

Proposal merupakan rancangan penelitian yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah serta tujuan apa yang hendak dicapai dalam suatu penelitian.

4. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan mencari data atau arsip dari kantor atau instansi terkait serta hasil-hasil penelitian yang relevan.

5. Analisis data

Pada tahap ini data yang sudah terkumpul kemudian diolah, diseleksi dan disusun dalam bentuk tabel maupun grafik dan kemudian dibuat kesimpulan.

6. Penulisan laporan

Pengolahan data merupakan tahap akhir dalam suatu penelitian. Data yang diperoleh setelah diolah, dianalisis dan ditafsirkan serta dibuat kesimpulan kemudian disusun dalam bentuk laporan sebagai bukti bahwa permasalahan yang diteliti sudah dipecahkan. Dalam tahap ini laporan ditulis sesuai dengan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. F. Diagram Alir Penelitian Diagram alir penelitian merupakan diagram yang menjelaskan tahapan-tahapan suatu penelitian yang berfungsi untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian, berikut ini merupakan diagram alir dalam penelitiaan ini:

29

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Solusi

Ketersediaan Air Tingkat Kekritisan Air

Analisis Data Metode, menggunakan data volume air Potensi Sumber Daya Air Waduk Krisak

Pengumpulan Data Data Realisasi Penanaman a. Data pola tanam

b. Data masa tanam c. Data luas tanam d. Data jenis tanam Observasi Awal:

a. Pengecekan data yang dibutuhkan

b. Mencari dan mempelajari literatur, referensi dan hasil penelitian yang relevan Data Indeks Satuan Kebutuhan Air di Petak Sawah

Data Volume Air Waduk

Analisis Data Metode, mengalikan indeks satuan kebutuhan air dengan realiasi penanaman Kebutuhan Air Untuk Irigasi Lahan Pertanian

Analisis Data Metode, membandingkan kebutuhan air dengan ketersediaan air 30

(17)

Diskripsi daerah penelitian menunjukkan atau menggambarkan keadaan daerah penelitian ditinjau dari kondisi fisik maupun sosial-budaya. Masing-masing daerah memiliki

diskripsi daerah yang berbeda, sesuai dengan elemen pembentuknya sehingga menetukan karakteristik daerah tersebut. Kondisi yang akan dibahas dalam bab ini adalah yang behubungan dengan kondisi fisik daaerah penelitian.

1. Letak dan Luas a. Letak

Secara administrasi daerah penelitian terletak di Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah dengan batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Selatan :

Kecamatan Manyaran dan Kecamatan Wonogiri (Kabupaten Wonogiri) - Sebelah Utara : Kecamatan Nguter (Kabupaten Sukoharjo) - Sebelah Barat : Kecamatan Bulu (Kabupaten Sukoharjo) dan Kecamatan Manyaran (Kabupaten Wonogiri) - Seberlah Timur :

Kecamatan Wonogiri (Kabupaten Wonogiri) Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 lembar 1408 – 324 Wonogiri dan Lembar 1408 – 323 Manyaran, secara astronomi daerah penelitian terletak pada: - 7º 44΄ 46˝ Lintang Selatan sampai dengan 7º 50΄ 15˝ Lintang Selatan - 110º 51΄ 18˝ Bujur Timur sampai dengan 110º 55΄ 11˝ Bujur Timur Adapun Peta Lokasi Daerah Penelitian, dapat dilihat pada Peta 1 sebagai berikut : 31

b. Luas

Waduk Krisak memiliki luas genangan 49 ha yang berfungsi sebagai irigasi lahan pertanian dengan luas daerah oncoran 874 ha meliputi Desa Singodutan 86 ha, Desa Kaliancar 112 ha, Desa Gemantar 103 ha, Desa Sendang Ijo 101 ha, Desa Nambangan 157 ha, Desa Jendi 206 ha, Desa Pule 65 ha dan Desa Jaten 44 ha.

2. Kondisi Iklim

Iklim adalah sifat cuaca dalam jangka waktu panjang dan pada daerah yang luas, maka data cuaca yang digunakan untuk menyusunnya hendaklah mewakili keadaan atmosfer seluas mungkin di wilayah yang bersangkutan (Handoko, 1993: 3). Untuk mengetahui tipe iklim daerah penelitian, dalam penelitian ini menggunakan sistem pembagian tipe iklim menurut Koppen. Pembagian tipe iklim menurut Koppen berdasarkan pada rata-rata bulanan maupun tahunan suhu udara dan curah hujan

a. Suhu Udara

Suhu udara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suhu udara rata-rata harian yang diamati pada stasiun pengamatan BPP Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Data suhu udara daerah penelitian selama periode waktu sepuluh tahun (tahun 1997 – 2006) dapat dilihat pada tabel 5, sebagai berikut:

33

Tabel 5. Rerata Suhu Udara Bulanan ( 0C) Daerah Penelitian Tahun 1997 – 2006 No Bulan

Tahun Rerata

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Bulanan 1

(18)
(19)
(20)
(21)

28,02 26,48 26,46 26,64 26,65 26,04 26,07 25,47 25,75 26,76 27,14 27,19 26,73

(22)

26,45 25,21 27,71

Sumber : BPP Kecamatan Selogiri 34

Berdasarkan tabel 5 di atas jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Grafik Rerata Suhu Udara Bulanan Daerah Penelitian Tahun 1997 – 2006

Berdasarkan tabel 5 tersebut di atas dapat diketahui suhu rata-rata daerah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Suhu rata-rata tahunan: 26,45 0 C

2. Suhu rata-rata bulan minimum: 25,21 0C 3. Suhu rata-rata bulan maksimum: 27,71 0C b. Curah Hujan

Selain ditentukan oleh tinggi rendahnya suhu udara, iklim suatu daerah juga ditentukan oleh besar kecilnya curah hujan. Adapun keadaan curah hujan pada daerah penelitian selama periode waktu sepuluh tahun (tahun 1997 – 2006) secara rinci dapat dilihat pada tabel 6, sebagai berikut:

25 25.5 26 26.5 27 27.5

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Rerata Suhu Udara Bulanan Derah Penelitian Tahun 1997 - 2006

Suhu Udara

Bulan

Suhu Udara ( C) 35

Tabel 6. Data Curah Hujan pada Daerah Penelitian Tahun 1997 – 2006 (mm) No

Bulan Tahun Jumlah Rerata 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

(23)

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 329 252 81 272 71 16 2 0 0 7 187 157

389 232 350 229 115 129 145 43 107 267 131 240 422 306 361 109 48 20 14 0 27 182 202 505 334 378 426 358 80 15 9 35 6 223 230 229 283 216 341 196 20 14 57 0 0 119 152 38 507 461 183 152 22 0 0 24 0 0 153 290 250 498 236 53 137 0 0 0 6 61 167 302 203 266 243 72 11 2 26 0 1 23 198 347 217 176 386 142 104 77 49 10 39 71 77 372 369 198 113 241 177 0 0 0 0 0 79 265

3303 2986 2720 1824 785 273 302 112 186 953 1576 2745 330,3 298,6 272,0 182,4 78,5 27,3 30,2 11,2 18,6 95,8 157,6 274,5 Jumlah Bulan Basah Bulan Kering

1.374 5 5 2.377 11 1 2.196 7 5 2.323 7 4 1.436 6 6 1.792 6 6 1.710 6 5 1.392 5 6 1.720 6 3 1.142 6 5 1.7462 65 46 1.746,2 6,5 4,6

Sumber : BPP Kecamatan Selogiri 36

Berdasarkan tabel 6 di atas jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut: Gambar 5. Grafik Rerata Curah Hujan Bulanan Daerah Penelitian Tahun 1997 – 2006 Berdasarkan pada tabel 6 dan gambar 5 di atas dapat diketahui bahwa pada daerah penelitian selama periode waktu sepuluh tahun (1997 – 2006) mempunyai rata-rata curah hujan tahunan sebesar 1.746,2 mm, rata-rata curah hujan maksimum terjadi pada Bulan Januari sebesar 330,3 mm sedangkan untuk rata-rata curah hujan bulan minimum terjadi pada Bulan September sebesar 11,2 mm. Untuk rata-rata bulan basah sebesar 6,5 dan rata-rata bulan kering sebesar 4,6.

c. Tipe Iklim Menurut Koppen

Pembagian iklim menurut Koppen berdasarkan pada rata-rata bulanan maupun tahunan suhu udara dan curah hujan. Daerah penelitian yang terletak pada daerah lintang rendah (7º 44΄ 46˝ - 7º 50΄ 15˝) termasuk daerah tropis (iklim A), maka berdasarkan klasifikasi iklim menurut Koppen:

(24)

Feb Mar Apr Mie Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Rerata Curah Hujan Bulanan Derah Penelitian Tahun 1997 -2006

Curah Hujan

Curah Hujan (mm) Bulan

37

Tipe iklim A (Tropis) mempunyai sifat: 1. Suhu bulan terdingin lebih besar dari 0 18 C

2. Curah hujan tahunan lebih dari atau sama dengan 20 kali suhu udara ratarata tahunan, apabila hujan lebih banyak jatuh pada musim dingin atau P

lebih dari atau sama dengan 206.

3. P 20 (t + 14) apabila hujan jatuh pada bulan panas Tipe iklim A (Tropis) dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Iklim Af (Tropika Basah), apabila:

- Selalu basah

- Curah hujan pada bulan terkering rata-rata lebih besar dari 60 mm 2. Iklim Am (Tropika Basah dan Iklim Kering)

- Terdapat musim kering yang pendek

- Curah hujan tahunan cukup tinggi sehingga dapat mengimbangi kekeringan yang terjadi

3. Tipe Iklim Aw (Tropika Basah Kering)

- Terdapat paling sedikit satu bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm

- Curah hujan pada bulan-bulan basah tidak dapat mengimbangi kekeringan yang terjadi

Berdasarkan pada data Tabel 5, maka dapat diketahui bahwa rerata suhu

udara minimum daerah penelitian adalah sebesar 25,21oC dan maksimum sebesar 27,71oC dengan rata-rata tahunan sebesar 26,45o C.

Sedangkan berdasarkan data pada tabel 6 dapat diketahui bahwa rata-rata

curah hujan tahunan daerah penelitian sebesar 1.746,2 mm dengan rata-rata curah hujan bulan terkering sebesar 11,2 mm jatuh pada bulan Agustus. Maka

berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa daerah penelitian termasuk dalam iklim Aw. Apabila ditampilkan dalam bentuk gambar, terlihat seperti pada gambar 6 di bawah ini:

38

(25)

Tinjauan geologis secara umum pada daerah penelitian tidak dapat dipisahkan dari pembagian zone geologi. Mengacu pada pembagian zone menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah penelitian termasuk komplek Pegunungan Seribu yang merupakan bagian dari Zone Pegunungan Selatan. Zone ini merupakan rangkaian pegunungan yang menempati bagian selatan Pulau Jawa, terbentang dari Ciamis (Jawa Barat), Pulau Nusa Kambangan, Karang Bolong dan di bagian timur merupakan

Pegunungan Seribu di wilayah Wonosari dan Wonogiri sampai dengan wilayah Pacitan (Pemerintah Kabupaten Wonogiri, Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan

Pertambangan). (1.746,2 ; 11,2)

Af

Aw

Am

60 40 20

0 1.000 1.500 2.000 2.500

Rata-rata Curah Hujan Tahunan (mm)

Rata-rata Curah Hujan Bulan Terkering (mm) 39

Gambar 7 Gambar 7. Pada Daerah Penelitian (1), menunjukkan adanya rangkaian

Pegunungan Seribu yang merupakan formasi Mandalika. Sedangkan pada daerah dataran rendah (2), merupakan formasi Alluvial. Secara umum rangkaian Pegunungan Seribu merupakan perbukitan kerucut batu gamping dan tersusun oleh batuan vulkanik.

Berdasarkan Peta Geologi Kabupaten Wonogiri skala 1 : 300.000, daerah penelitian yang terletak di sebelah utara dari lereng Pegunungan Seribu mempunyai formasi:

a. Formasi Mandalika

Formasi ini terbentuk karena proses penerobosan magma yang diperlihatkan dalam kenampakan secara makro berupa deret pegunungan yang terbentuk oleh batuan leleran serta sebagian terbentuk oleh batuan sedimen piroklastik. Ke arah timur (daerah Pacitan) formasi tersusun batuan yang bercampur dengan sediman klastik yang terpengaruh oleh adanya arus turbid. Di daerah penelitian formasi ini juga tersusun oleh tuff dasitan yang merupakan kuarsa heksagonal bipiramide dengan garis tengah hingga berukuran 1,5 cm.

(1)

(2)

2 40

Pada daerah penelitian, formasi Mandalika tersebar di daerah dengan relief kasar dan berombak yaitu pada topografi pegunungan dan perbukitan antara lain di Gunung Ngroto, Gunung Gong dan Desa Pare.

b. Formasi Alluvial

(26)

Jendi, Desa Pule dan Desa Jaten. Adapun gambaran kondisi geologi daerah penelitian dapat dilihat pada Peta 2, Geologi Daerah Penelitian sebagai berikut:

41

4. Kondisi Geomorfologi

Kondisi gomorfologi dapat dipelajari dari sejarah terjadinya kenampakan di permukan bumi baik melalui relief, sejarah proses terjadi, bentuk alam yang terjadi maupun vegetasi penutup. Menurut Vestapen empat aspek utama geomorfologi adalah bentuk alam,

proses, genesis, dan lingkungan yang merupakan sintesis dari konsep-konsep yang ada sebelumnya (Soeroto, 1994: 2). Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 diketahui bahwa daerah penelitian memiliki relief yang beragam mulai dari kasar, berombak hingga landai dan datar. Relief kasar ditunjukkan dengan garis-garis kontur yang tersusun sangat rapat. Hal ini berarti menunjukkan daerah dengan kemiringan lereng yang sangat curam yang merupakan rangkaian Pegunungan Selatan Pulau Jawa, yang terletak di ujung selatan dari daerah peneliltian. Relief ini tersebar di daerah Gunung Gong dan Gunung Ngroto. Relief berombak ditunjukkan dengan garis-garis kontur yang tersusun rapat dan renggang secara bergantian yang menyerupai kenampakan berupa perbukitan bergelombang. Relief landai ditunjukkan dengan susunan garis kontur yang berangsur merengganng. Relief ini tersebar di Desa Pare. Relief datar tersebar pada daerah oncoran Waduk Krisak, antara lain Desa Singodutan, Desa Kaliancar, Desa Gemantar, Desa Sendang Ijo, Desa Nambangan, Desa Jendi, Desa Pule dan Desa Jaten. Daerah penelitian yang terletak di sebelah utara dari lereng Pegunungan Seribu

merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Selatan Pulau Jawa. Rangkaian

Pegunungan Selatan Pulau Jawa secara umum terbentuk oleh proses pengangkatan oleh tenaga tektonik lempeng yang mengakibatkan bagian selatan dari Pulau Jawa mengalami pengangkatan dan membentuk rangkaian pegunungan.

Proses geomorfologi yang terjadi pada bagian selatan dari daerah penelitian yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan adalah proses geomorfik berupa pelapukan (weathering), erosi maupun longsoran massa batuan (masswasting). Proses geomorfologi selanjutnya adalah proses transport sebagaian

43

massa material hasil dari proses pengerusakan di daerah perbukitan dan pegunungan ke daerah yang lebih rendah oleh bantuan tenaga air melalui parit-parit dan sungai yang pada akhirnya akan diendapkan di daerah penelitian.

Bentuk lahan pada daerah penelitian adalah Bentuk Lahan Asal Proses Fluvial yang terbentuk akibat dari adanya proses pengendapan recent deposit dari material hasil pegikisan yang terjadi di daerah perbukitan dan pegunungan di atasnya yang akhirnya membentuk dataran. Berdasarkan pada kondisi geomorfologi daerah penelitian, maka dapat diketahui bahwa Waduk Krisak beserta daerah oncorannya termasuk Bentuk Lahan Asal Proses Fluvial, dengan relief relatif datar, terbentuk akibat adanya proses aliran air. Akibat adanya proses aliran air tersebut maka akan terjadi mekanisme proses erosi, transportasi dan sedimentasi. Proses erosi diawali oleh proses pelapukan batuan,

selanjutnya batuan yang mengalami proses pelapukan tersebut akan terangkut oleh aliran permukaan dan aliran sungai yang pada akhirnya akan diendapkan pada daerah penelitian (Waduk Krisak). Hal ini akan mengakibatkan penurunan kapasitas waduk, karena

(27)

memenuhi kebutuhan air irigasi lahan pertanian juga akan semakin menurun, karena dengan semakin menurunnya kapasitas waduk maka kemampuan waduk untuk menampung air juga akan semakin menurun.

5. Kondisi Tanah

Tanah merupakan lapisan bumi yang paling atas, terbentuk dari hasil pelapukan batuan. Proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: bahan induk, iklim, relief, organisme dan waktu. Berdasarkan data laporan utama Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri serta data dari BPP Kecamatan Selogiri, pada daerah penelitian mempunyai macam tanah Grumusol Kelabu Tua, Litosol serta Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat.

44 (a) (b)

Gambar 8. (a) Tanah Grumusol (b) Tanah Lithosol

(Sumber: dokumentasi pribadi) a. Grumusol

Di Indonesia jenis tanah Grumusol terbentuk pada tempat-tempat yang

tingginya tidak lebih dari 300 m dpl, dengan topografi agak bergelombang sampai dengan berbukit, temperature tahunan rata-rata 25 0 C dengan curah hujan kurang dari 2500 mm dengan pergantian musim hujan dan kemarau yang nyata. Bahan induknya terbatas pada tanah yang bertekstur halus atau terdiri atas bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tuff, endapan alluvial, abu vulkanik. Jenis tanah Grumusol mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Tekstur lempung yang mencirikan,

2. Mengandung kapur,

3. Sering kali mikrorelief gilgai (peninggian- peninggian tempat yang teratur),

4. Konsistensi luar biasa liat (extremely plastic),

5. bahan induk berkapur dan berlempung sehingga kedap air (impermeable),

6. Solum tanah dalam rata-rata 75 cm, dan 7. Warna kelam atau croma kecil.

(Darmawijaya, 1997: 332 – 333)

Jenis tanah Grumusol pada daerah penelitian mempunyai persebaran di

daerah-daerah yang bertopografi landai hingga datar, seperti di Desa Pare, Desa Desa kaliancar, Desa Jendi, Desa Gemantar, Desa Sendang Ijo, Desa Nambangan, Desa Pule dan Desa jaten.

45 b. Litosol

Jenis tanah Litosol merupakan tanah dangkal di atas batuan keras, belum ada

(28)

Dalam satuan peta tanah, jenis tanah ini terdiri dari dua jenis tanah yaitu Lithosol dan Mediteran Coklat. Dengan perbandingan Litosol lebih dari 50% sedangkan Mediteran Coklat kurang dari 50% namun batas antara kedua jenis tanah ini tidak jelas. Jenis tanah Litosol merupakan tanah dangkal di atas batuan keras, belum ada perkembangan profil, umumnya terbentuk akibat erosi yang kuat. Ditemukan pada aneka macam bahan induk, iklim dan ketinggian. Sedangkan jenis tanah Mediteran mempunyai ciri antara lain: solum tanah agak tebal, batuan induk berupa sedimen keras serta tuff vulkanik, drainase baik, serta mempunyai kepekaan erosi yang sedang. Pada daerah penelitian jenis Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat memiliki persebaran antara lain di Desa singodutan, Desa Kaliancar dan Desa Gemantar. Adapun gambaran tanah pada daerah penelitian dapat dilihat pada Peta 3, sebagai berikut :

46

6. Penggunaan Lahan

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), peta Penggunaan Lahan Kecamatan Selogiri skala 1 : 25.000 dan data statistik Kecamatan Selogiri maka penggunaan lahan pada daerah penelitian adalah sebagai berikut:

a. Hutan

Pada daerah penelitian terdapat penggunaan lahan untuk hutan dengan vegetasi campuran pohon Mahoni, pohon Sonokeling dan pohon Pinus. Hutan ini mempunyai persebaran di lereng Gunung Ngroto, Gunung Gong dan Desa Pare.

b. Lahan Pertanian

Penggunaan lahan pertanian pada daerah penelitian dapat dibedakan menjadi dua yaitu: pola pertanian lahan sawah dan lahan kering. Penggunaan lahan sawah di daerah

penelitian meliputi sawah irigasi teknis yang mendapatkan pengairan dari Waduk Krisak, sawah irigasi setengah teknis, sawah irigasi sederhana mendapatkan pengairan dari Sungai Tanggkluk dan Sungai Kedunggamping, sawah tadah hujan dan sawah pasang surut. Dengan wilayah persebaran di Desa Pare, Desa Singodutan, Desa kaliancar, Desa Jendi, Desa Gemantar, Desa Sendang Ijo, Desa Nambangan, Desa Pule dan Desa Jaten. Sedangkan untuk pola pertanian lahan kering berupa tegalan dengan persebaran di Desa Pare dan Desa Nambangan.

c. Pemukiman

Penggunaan lahan untuk pemukiman pada daerah penelitian mempunyai pola persebaran mengerombol di sepanjang jalur tranportasi.

Adapun gambaran penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dilihat pada Peta 4 sebagi berikut:

48

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Ketersediaan Air Waduk Krisak

(29)

jatuh pada daerah tangkapan hujan. Daerah tangkapan hujan yang menjadi pemasok utama ketersediaan air Waduk Krisak adalah Daerah Pengaliran Sungai Kedunggamping dan Daerah Pengaliran Sungai Tangkluk. Waduk Krisak merupakan waduk yang

dibangun dengan fungsi utama mengairi sawah disekitarnya. Ketersediaan air Waduk Krisak dapat diketahui berdasarkan data laporan harian air Waduk Krisak. Pengukuran volume air Waduk Krisak dihitung setiap hari berdasarkan ketinggian mistar duga (peil schale). Mistar duga (peil schale) dipasang pada pintu saluran keluar dengan ketinggian 13 m dari dasar pintu saluran keluar. Cara pengukurannya dengan melakukan

pengamatan pada mistar duga (Peil Schaal) kemudian dicocokkan dengan tabel volume air yang sudah ditetapkan. Berikut ini gambar 9, merupakan gambaran keadaan Waduk Krisak Di lapangan:

50 (a) (b)

(c) Gambar 9. (a) Saluran Pintu Keluar dan Saluran Limpasan Waduk Krisak (b) Keadaan Air Waduk Krisak (sumber: dokumentasi pribadi) (c) Waduk Krisak (citra satelit)

(sumber: Gogle Earth) 51

Volume Waduk Krisak rerata bulanan pada masa tanam tahun 2005/2006 dapat dilihat pada tabel 7, sebagai berikut:

Tabel 7. Volume Waduk Krisak Pada Masa Tanam Tahun 2005/2006 No Bulan

Volume Waduk ( ) Tahun 2005 Tahun 2006 1 Januari X 1.989.365,60 2 Februari X 2.402.598,08 3 Maret X 2.764.801,19 4 April X 2.704.801,48 5 Mei X 2.607.442,61 6 Juni X 1.728.659,95 7 Juli X 1.198.542,18 8 Agustus X 1.090.732,26 9 September X 838.827,08 10 Oktober X 588.385,70 11 November 892.121,08 X 12 Desember 1.254.326,19 X Jumlah 20.078.853,86

Rata-rata 1.673.237,82

Sumber : Kantor Kemantren Pengairan Waduk Krisak Ranting Bengawan Solo Keterangan:

X : tidak diperhitungkan, data yang digunakan mulai Bulan November 2005 sampai dengan Oktober 2006

(30)

52

Waduk Krisak mempunyai daerah oncoran seluas 874 ha yang meliputi 8 desa. Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 8, jika disajikan dalam bentuk diagram dapat dilihat pada gambar 8, sedangkan persebarannya dapat dilihat pada Peta 5 di bawah ini. Tabel 8. Luas Daerah Oncoran Waduk Krisak

No

Daerah Oncoran Luas

ha % 1

Singodutan 86

9,84 2

Kaliancar 112 12,81 3

Gemantar 103 11,78 4

Sendang Ijo 101

11,56 5

Nambangan 157

(31)

Sumber : Kantor Kemantren Pengairan Waduk Krisak Ranting Bengawan Solo Berikut merupakan diagram lingkaran luas daerah oncoran Waduk Krisak berdasarkan pada tabel 8:

Gambar 10. Persentase Luas Daerah Oncoran Waduk Krisak 9.84%

12.81% 11.78% 11.56% 17.96% 23.57% 7.44% 5.03%

Persentase Luas Daerah Oncoran Waduk Krisak Singodutan

Kaliancar Gemantar Sendang Ijo Nambangan Jendi Pule Jaten 53

Berdasarkan pada tabel 8 dan gambar 10 dapat diketahui bahwa daerah oncoran Waduk Krisak yang terluas adalah daerah oncoran Desa Jendi, yaitu 23,57% atau seluas 206 ha. Sedangkan yang terkecil adalah daerah oncoran Jaten, yaitu 5,03% atau seluas 44 ha. Sedangkan ketersediaan air Waduk Krisak dapat dimanfaatkan untuk irigasi lahan pertanian apabila volume waduk lebih besar dari volume batas kritis air waduk, yaitu 606.770,00 atau pada mistar duga (peil schale) ketinggian air waduk lebih dari 400 cm. Untuk mengetahui besarnya ketersediaan air Waduk Krisak, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

volume waduk – batas kritis air waduk = Di bawah ini merupakan contoh perhitungan jumlah ketersediaan air irigasi dari Waduk Krisak pada Bulan Januari 2006, untuk keseluruhan perhitungan dapat dilihat pada lampiran1.

Ø Ketersediaan air

Ketersediaan air = 1.989.365,60 – 606.770,00

= 1.382.595,60 Ketersediaan air Waduk Krisak pada Bulan Januari 2006 adalah sebesar 1.382.595,60 . Berikut ini tabel 9, merupakan hasil perhitungan ketersediaan air Waduk Krisak pada masa tanam tahun 2005/2006:

55

Tabel 9. Ketersediaan Air Waduk Krisak Pada Masa Tanam Tahun 2005/2006 No

Bulan

Volume Waduk () Tahun 2005 Tahun 2006 1

(32)

X

1.382.595,60 2

Februari X

1.795.828,08 3

Maret X

2.158.031,19 4

April X

2.098.031,48 5

Mei X

2.000.672,61 6

Juni X

1.121.889,95 7

Juli X

591.772,18 8

Agustus X

483.962,26 9

September X

232.057,08 10

Oktober X 0 11

November 285.351,08 X

12

(33)

Jumlah 12.797.747,70 Rata-rata 1.066.478,98

Sumber : Hasil perhitungan Keterangan : X : tidak diperhitungkan, data yang digunakan mulai Bulan November 2005 sampai dengan Oktober 2006

0 : tidak ada persediaan air, yaitu volume waduk kurang dari 606.770,00 (batas kritis air waduk) Berdasarkan pada tabel 9 di atas, jika disajikan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

56

Gambar 11. Ketersediaan Air Waduk Krisak

Berdasarkan pada tabel 9 dan gambar 11 di atas dapat diketahui bahwa jumlah

ketersediaan air irigasi Waduk Krisak pada masa tanam tahun 2005/2006 adalah sebesar 12.797.747,70 dengan rata-rata bulanan sebesar 1.066.478,98 . Ketersediaan air

maksimum terjadi pada Bulan Maret 2006 sebesar 2.158.031,19 dan minimum Bulan Oktober 2006, tidak ada persediaan air.

2. Kebutuhan Air Irigasi Daerah Oncoran Waduk Krisak

Kebutuhan air untuk irigasi merupakan banyaknya air yang diperlukan untuk mengairi petak-petak sawah guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk menghitung kebutuhan air irigasi lahan pertanian diperlukan data-data yang berkaitan dengan pola tanam, masa tanam, luas tanam, jenis tanaman dan indeks satuan kebutuhan air tanaman di petak sawah.

0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt

Ketersediaan Air Waduk Krisak

Ketersediaan Air

(m³/bulan) Bulan 57

a. Pola Tanam dan Masa Tanam

(34)

Berdasarkan data dari kantor Kemantren Pengairan Kecamatan Selogiri pada Masa Tanam tahun 2005/2006 disebutkan bahwa untuk Masa Tanam Pertama (MT1) berlaku mulai Bulan November 2005 sampai dengan Bulan Februari 2006 dengan jenis tanaman padi rendengan. Masa Tanam Kedua (MT2) berlaku mulai Bulan Maret sampai dengan Bulan Juni 2006 dengan jenis taman padi rendengan. Sedangkan untuk Masa Tanam Ketiga berlaku mulai dari Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober 2006 dengan jenis tanaman palawija dan padi gadu (tidak ijin). Adapun gambaran jenis tanaman yang terdapat di daerah oncoran Waduk Krisak dapat dilihat pada gambar 12, sebagai berikut : (a) (b)

Gambar 12. (a). Tanaman Padi, sebagai tanaman utama di daerah oncoran Waduk Krisak (b). Tanaman Palawija yang dominan pada Masa Tanam Ketiga (MT 3), yaitu Tanaman Jagung (Sumber: dokumentasi pribadi)

b. Luas Tanam

Untuk mengetahui luas tanam pada Daerah Oncoran Waduk Krisak dapat dilihat pada tabel 10 dan tabel 11, sebagai berikut:

58

Tabel 10. Luas Tanam Tanaman Padi Pada Masa Tanam Tahun 2005/2006 No

Bulan

Luas Tanam (ha) Jumlah

Singodutan Kaliancar Gemantar Sendang Ijo Nambangan Jendi Pule Jaten 1 November 86

112 98 92 106 198 62 44 798

2 Desember 86

(35)

3 Januar 86 112 98 92 106 198 62 44 798 4 Februari 86

(36)

86 112 97 95 107 199 60 44 800 9 Juli 17* 0 0 0 0 2* 10* 25* 54

10 Agustus 17* 0 0 0 0 2* 10* 25* 54

11 September 17*

0 0 0 0 2* 10* 25* 54

12 Oktober 17* 0 0 0 0 2* 10* 25* 54

(37)

: Masa Tanam Satu (MT 1), berlaku mulai Bulan November 2005 sampai dengan Februari 2006

: Masa Tanam Dua (MT 2), berlaku mulai Bulan Maret sampai dengan Juni 2006 : Masa Tanam Tiga (MT 3), berlaku mulai Bulan Juli sampai dengan Oktober 2006 59

Tabel 11. Luas Tanam Tanaman Palawija Pada Masa Tanam Tahun 2005/2006 No

Bulan

Luas Tanam (ha) Jumlah

Singodutan Kaliancar Gemantar Sendang Ijo Nambangan Jendi Pule Jaten 1 November 0

0 5 9 26 8 3 0 51

2 Desember 0

0 5 9 26 8 3 0 51 3 Januar 0 0 5 9 26 8 3 0 51

(38)
(39)

0 0 0 40 0 0 45

10 Agustus 5

0 0 0 0 40 0 0 45

11 September 5

0 0 0 0 40 0 0 45

12 Oktober 5

0 0 0 0 40 0 0 45

Sumber : BPP Kecamatan Selogiri Keterangan : 0 : Tidak tanam

: Masa Tanam Satu (MT 1), berlaku mulai Bulan November 2005 sampai dengan Februari 2006

: Masa Tanam Dua (MT 2), berlaku mulai Bulan Maret sampai dengan Juni 2006 : Masa Tanam Tiga (MT 3), berlaku mulai Bulan Juli sampai dengan Oktober 2006 60

(40)

ha. Untuk Masa Tanam Kedua (MT 2), Bulan Maret 2006 sampai dengan Bulan Juni 2006 luas tanam tanaman padi 800 ha, meliputi Desa Singodutan 86 ha, Kaliancar 112 ha, Gemantar 97 ha, Sendang Ijo 95 ha, Nambangan 107 ha, Jendi 199 ha, Pule 60 ha dan Jaten 44 ha. Sedangkan untuk tanaman palawija seluas 49 ha, meliputi Desa Gemantar 6 ha, Sendang Ijo 6 ha, Nambangan 25 ha, Jendi 7 ha dan Pule 5 ha. Untuk Masa Ketiga (MT 3), Bulan Juli 2006 sampai Bulan Oktober 2006 hanya sebagian kecil dari Daerah Oncoran Waduk Krisak yang melakukan kegiatan tanam. Untuk tanaman padi gadu (tidak ijin) seluas 54 ha, meliputi Desa Singodutan 17 ha, Jendi 2 ha, pule 10 ha dan Jaten 25 ha sedangkan untuk tanaman palawija seluas 45 ha, meliputi Desa Singodutan 5 ha dan Jendi 40 ha.

c. Indeks Satuan Kebutuhan Air Tanaman di Petak Sawah

Besarnya nilai Indeks Satuan Kebutuhan Air Tanaman di Petak Sawah untuk tiap-tiap jenis tanaman berbeda-beda, dipengaruhi oleh masa tanam dan fase pertumbuhan. Nilai Indeks Satuan kebutuhan Air di Petak Sawah pada daerah penelitian secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 1. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Di bawah ini merupakan contoh perhitungan jumlah kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak untuk daerah oncoran Desa Singodutan pada Bulan Januari 2006,

keseluruhan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12 – 19. 61

Ø Kebutuhan air dalam satuan

Untuk menghitung kebutuhan air dalam satuan , dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara realisasi tanam dengan indeks satuan kebutuhan air di petak sawah (untuk tiap-tiap jenis tanaman dan masa tanam) kemudian dibagi dengan angka 1000. Kebutuhan air irigasi dalam detik sebesar

Ø Kebutuhan air dalam satuan

Untuk merubah dari satuan menjadi , dikalikan dengan (24 x 60 x 60) kebutuhan air = 0,06235 x (24 x 60 x 60)

= 5.387,04

Kebutuhan air irigasi dalam hari sebesar 5.387,04

Ø Kebutuhan air dalam satuan

Untuk merubah dari satuan menjadi , dikalikan dengan jumlah hari pada bulan yang dihitung: kebutuhan air = 5.387,04 x jumlah hari Bulan Januari = 5.387,04 x 31 = 166.988,24

Kebutuhan air irigasi dalam Bulan Januari sebesar 166.988,24

Berikut ini tabel 12 – 19, merupakan hasil perhitungan kebutuhan air irigasi daerah oncoran Waduk Krisak masa tanam tahun 2005/2006:

62

Tabel 12. Kebutuhan Air Daerah Oncoran Singodutan

No Bulan Jenis Tanam Luas Tanam Kebutuhan Air /detik

(41)

/tahun 1

November/2005 Padi

86 0,097 8.359,200 250.776,00 740.996,64 1.762.590,24 Palawija 0 0 0 2

Desember Padi 86 0,062 5.387,040 166.998,24 Palawija 0 3

Januari/2006 Padi

(42)

Gambar

Gambar 12. (a). Tanaman Padi, sebagai tanaman utama di daerah oncoran Waduk Krisak
Tabel 11. Luas Tanam Tanaman Palawija Pada Masa Tanam Tahun 2005/2006 No Bulan

Referensi

Dokumen terkait

Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan, pengarahan dan ijin penelitian untuk penulisan skripsi ini. commit to user.. selaku Pembimbing

Menurut Sukirno (2001), bila dilihat dari aspek ekonomi, pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat

Promosi Kesehatan sebagai gelombang ketiga dari kesehatan masyarakat; berorientasi pada perubahan perilaku kearah tanggungjawab bahwa kesehatan adalah tanggungjawab

Manfaat dari penelitian berjudul “Analisis Strategi Bersaing Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta” adalah memberikan gambaran informasi faktor-faktor yang mempengaruhi

Tidak terdapat dokumen pendukung RPBBI dan karena sumber bahan baku PT Sahabat Utama Industri adalah kayu gergajian dari TPT dan hutan rakyat.. Verifier 2.1.2.a

Sedangkan dari sisi atas tanah adalah terbatas oleh kapasitas trunkline yang saat ini sebesar 60 MMSCFD dan akan dicoba disimulasi untuk meningkatkan kapasitas alirnya dari

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan metode pembelajaran Project Based Learning (PjBL) disertai media Mind Mapping terhadap