• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA (2)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

xix

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA KATA PENGANTAR

Pertama tama kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pemilu di Indonesia. Tanpa pertolongan dari-Nya mungkin tim penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata ajar MPKT (Mata Kuliah Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi) dan supaya pembaca dapat memperluas wawasan mengenai permasalahan – permasalahan seputar pemilu yang ada di Indonesia. Makalah ini penulis sajikan

berdasarkan data dan pengamatan dari berbagai sumber.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas lagi kepada pembaca. Makalah ini juga tidak terlepas dari kesalahan. Tim penulis memohon kritik dan sarannya demi perbaikan di masa mendatang.

Depok, 10 November 2009

(2)

DAFTAR ISI

Judul ………..……… i

Kata Pengantar ………..………... ii

Daftar Isi ………..……….. iii

Abstrak ………..………. iv

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ………. 01

1.2. Perumusan Masalah ………. 01

3. Tujuan Penulisan ……….. 01

Bab II Isi

1. Sejarah Demokrasi Indonesia…….……… ... 02

2. Masalah Undang – undang Pemilu ... 05

3. Tugas dan Kinerja KPU dalam Pemilu ... 06

4. Lembaga Quick Count dan Transparansi Pemilu ... 07

5. Politik Uang dalam Pemilu ... 09

Bab III Penutup

(3)

2. Saran ………... 13

3. Ucapan Terima Kasih ………... 13

(4)
(5)

ABSTRAK

Makalah ini mengkaji sebuah pemicu, yaitu pemilu di Indonesia.Dalam hal ini, yang dapat dijadikan contoh pelaksanaan pemilu legislatif pada 9 April 2009 yang lalu. Hal ini dikaitkan dengan beberapa sub tema, yaitu dengan sistem demokrasi Indonesia, kebijakan pemerintah, permasalahan dan pelanggaran yang timbul, dan dampak yang terjadi akibat pemilu. Sub tema yang dikaitkan dengan pemicu, akan diberikan contoh mengenai konsep-konsep yang

dimaksudkan, agar dapat mempermudah pemahaman.

Kata kunci: anggaran; calon; dana; demokrasi; DPT; kebijakan; KPU; legislatif; lembaga; liberal;

pancasila; pemerintah; pemilu; quick count; sistem; sosial; survey; terpimpin; uang;

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pemilu adalah pesta demokrasi yang dinanti - nantikan oleh setiap warga negara Indonesia. Melalui pemilu, warga dapat memilih pemimpin yang diharapkan mampu membawa masyarakat Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan begitu, warga negara dapat menentukan nasibnya dengan memberikan kursi kekuasaan pada orang - orang yang telah mereka percayai akan dapat mengemban amanat tersebut dengan baik. Tetapi dalam pelaksanaanya tidaklah selalu berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Banyak permasalahan yang timbul, sehingga diperlukan suatu pemahaman yang lebih dalam tentang pemilu di Indonesia. Hal tersebut juga bertujuan agar masalah – masalah yang terjadi pada pemilu dapat diantisipasi dan dihindari dalam pemilu selanjutnya. Kaitan antara pemicu dan sub tema akan dibahas lebih lanjut pada bagian isi dari makalah ini.

2. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah yang dibuat antara lain adalah:

1. Bagaimana kaitan sejarah demokrasi Indonesia dengan pemilu? 2. Bagaimana hubungan kebijakan pemerintah dengan pemilu? 3. Bagaimana kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU)?

4. Apa saja dampak dan permasalahan yang terjadi setelah pemilu?

3. TUJUAN PENULISAN

(7)

dikaitkan dengan sistem demokrasi Indonesia, kebijakan pemerintah,

permasalahan dan pelanggaran yang timbul, dan dampak yang terjadi akibat pemilu. Setelah dilakukan pengkajian terhadap permasalahan yang ada, maka penyelesaian terhadap masalah tersebut pun dapat dibuat dan diusahakan.

BAB II ISI

1. SEJARAH DEMOKRASI INDONESIA

Indonesia memiliki sejarah demokrasi yang sangat panjang. Dari zaman Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono banyak

kejadian-kejadian yang mewarnai kehidupan demokrasi di Indonesia. Berikut ini ialah perjalanan demokrasi di Indonesia.

Akhir milenium kedua ditandai dengan perubahan besar di Indonesia. Rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto akhirnya tumbang.Demokrasi Pancasila versi Orde Baru mulai digantikan dengan demokrasi dalam arti sesungguhnya. Hanya saja tidak mudah mewujudkan hal ini, karena setelah Soeharto tumbang tidak ada kekuatan yang mampu mengarahkan perubahan secara damai, bertahap dan progresif. Yang ada justru muncul berbagai konflik serta terjadi perubahan genetika sosial masyarakat Indonesia. Hal ini tak lepas dari pengaruh krisis moneter yang menjalar kepada krisis keuangan sehingga pengaruh depresiasi rupiah berpengaruh signifikan terhadap kehidupan ekonomi rakyat Indonesia. Inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat

berpengaruh kepada kualitas kehidupan masyarakat. Rakyat Indonesia

(8)

Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah

demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi.

Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah

dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. Sementara demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno (setelah melihat terlalu lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru) telah memperkuat posisi Soekarno secara absolut. Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan Indonesia di forum Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia

sebagai salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan diAsia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai

kebijakan politik pada masa itu.

(9)

KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998.

Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat.

Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itu pemilihan presiden secara langsung yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam tahapan demokratisasi di Indonesia. Diluar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyampaikan aspirasi di masyarakat juga semakin meningkat. Para kaum tertindas mampu menyuarakan keluhan mereka di depan publik sehingga masalah-masalah yang selama ini

terpendam dapat diketahui oleh publik. Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan dalam mengambil suatu kebijakan publik.

Jika diasumsikan bahwa pemilihan langsung akan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, maka seharusnya dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya hal ini belum terjadi secara signifikan. Hal ini sebagai akibat masih terlalu kuatnya kelompok yang pro-KKN maupun anti perbaikan.

(10)

contoh, munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirasakan mampu menimbulkan efek jera para koruptor dengan dipenjarakannya beberapa koruptor. Namun di sisi lain, para pengemplang dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) mendapat pengampunan yang tidak sepadan dengan ”dosa-dosa” mereka terhadap perekonomian. Namun demikian, masih ada sisi positif yang bisa dilihat seperti lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Demikian pula rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang masih dibahas di parlemen. Rancangan undang-undang ini telah mendapat masukan dan dukungan dari ratusan organisasi Islam yang ada di tanah air. Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat dukungan yang kuat dari berbagai organisasi Islam. Sementara itu, ekonomi di era demokrasi ternyata mendapat pengaruh besar dari kapitalisme internasional. Hal ini menyebabkan dilema. Bahkan di tingkat pemerintah, ada kesan mereka tunduk dibawah tekanan kapitalis internasional yang tidak diperlihatkan secara kasat mata kepada publik namun bisa dirasakan.

2. MASALAH UNDANG – UNDANG PEMILU

(11)

mahasiswa hukum lulusan S-2 University of Delhi mencoba mengkajinya dari sisi Undang-Undang Pemilu.

Beliau melihat ketidakjelasan Undang-undang pemilu diakibatkan kesalahan substansi, seperti yang ditulis berikut ini. Di dalam kalimat

pertama paragraf kesatu Penjelasan Umum UU tersebut tertulis, “Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan bahwa “kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-UndangDasar”. Sedangkan di awal paragraf kedua tertulis, “Sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” Secara

sepintas memang tidak ada kesalahan susunan kalimat pada kedua paragraf di atas, namun apabila dicermati lebih mendalam, maka pencantuman kedua Pasal di atas merupakan kesalahan yang cukup nyata.

Beliau melihat bahwa Konsep “kedaulatan rakyat” yang sebenarnya diatur di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dan bukan di Pasal 2 ayat (1) yang justru hanya mengatur mengenai komposisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sedangkan, ketentuan mengenai asas pelaksanaan Pemilu, waktu pelaksanaan, dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 22E ayat (6) yang

mengatur tentang ketentuan pemberian delegasi pengaturan tentang pemilihan umum dengan undang-undang.

(12)

berbenah mulai dari peraturan yang paling mendasar sehingga bangsa kita pada akhirnya dapat maju sebagaimana bangsa-bangsa lainnya.

3. TUGAS DAN KINERJA KPU DALAM PEMILU

Tugas KPU ( Komisi Pemilihan Umum ) dalam proses pelaksanaan pemilu sangatlah penting dan bahkan strategis. Hal itu karena KPU

mengemban tugas melaksanakan pemilihan umum secara langsung. Hasil pemilihan umum itu, akan meletakkan dasar - dasar bernegara kita, tidak saja untuk lima tahun mendatang, tetapi juga untuk masa yang lebih panjang dari itu. Jika berhasil, akan besar manfaatnya bagi masa depan Indonesia.

Meskipun demikian, kitapun menyadari adanya hambatan yang bagi KPU dalam melaksanakan tugas - tugasnya. Dari aspek teknis, KPU harus melakukan pengadaan terhadap barang - barang yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemilu. Dari kotak suara dan kertas mencetak suara, sampai pada pengadaan kendaraan roda empat untuk operasi, serta barang - barang inventaris yang lain. Dengan pemilu yang akan diadakan lima tahun sekali, selayaknya KPU dapat merencanakan, agar barang - barang yang dibeli sekarang, masih dapat digunakan lima tahun mendatang, ketika kita menyelenggarakan pemilu yang selanjutnya.

Selain itu, terdapat juga hambatan politis. KPU masih harus melakukan verifikasi faktual terhadap peserta pemilu. Demikian juga daerah pemilihan, yang terkadang terdapat permasalahan, terkait dengan pemekaran daerah.

Semua itu, merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi pemerintah dan juga DPR yang menyusun UU. Sebenarnya, mungkin saja kinerja KPU akan lebih baik, seandainya tidak dibebani hal-hal yang terkait teknis,

(13)

KPU juga dibebani aspek – aspek yang bersifat teknis, tugas-tugas itu dapat menjadi beban yang tidak ringan.

Pemeliharaan asset – asset/barang – barang pendukung

penyelenggaraan pemilu setidaknya dilakukan oleh KPU, sehingga tidak harus menyediakan yang baru setiap kali menyelenggarakan pemilu, dan penghematan dana pun dapat dilakukan.

Agar pemilu yang tertib dan tidak menuai konflik dan kecurigaan dari berbagai pihak, maka KPU pun harus transparan dalam melaksanakan tugas – tugasnya. Contoh konkritnya adalah transparansi dalam pengadaan logistik, dan lain sebagainya.

4. LEMBAGA QUICK COUNT DAN TRANSPARANSI PEMILU Quick count adalah cara untuk mengetahui hasil pemilu dengan cara sampling. Pada quick count, hal yang diambil secara acak atau disampling adalah TPS (Tempat Pemungutan Suara) pada pemilu. Hal ini dilakukan setelah pemilu berlangsung dengan menanyakan langsung pada pemilih, berbeda dengan survey yang dilakukan sebelum pemilu sehingga

(14)

Lembaga yang berhak melakukan quick count adalah lembaga yang telah diregistrasi oleh KPU yang menandakan bahwa lembaga itu adalah lembaga yang kompeten dan dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya berdasarkan penjelasan dari Ketua Komisi Pemilihan, Abdul Hafiz Anshary, di kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Maret 2009.

Peraturan-peraturan tentang quick count pun sangat rumit baik tentang kondisi fisik data (UU No.19 Tahun 1997 tentang statistik) tentang

obyektifitas (UU Pemilu pasal 245 ayat 2) tentang penjelasan yang

dilampirkan (SK KPU No. 701 tahun 2003 pasal 14 ayat 1) tentang waktu penyiaran hasil quick count (Keputusan KPU No. 48 tahun 2004) dan peraturan mengikat lainya. Hal ini cukup membuktikan bahwa quick count telah benar-benar dikontrol oleh pemerintah agar dapat dilakukan dengan sebagaimana mestinya.

Transparansi berarti keterbukaan dalam melakukan segala kegiatan organisasi dapat berupa keterbukaan informasi, komunikasi, bahkan dalam hal budgeting. Dalam pemilu, quick count dapat menjadi suatu alat

tranparansi untuk masyarakat. Dengan mengetahui hasil quick count,

masyarakat dapat memperoleh informasi dri sumber lain selain pemerintah, sehingga dengan kata lain hal ini dapat menjadi suatu pembanding terhadap kinerja KPU dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga ynag berwenang mennghitung suara aspirasi rakyat. Masyarakat dapat mengontrol jalanya pemilu dan dapat dengan cepat mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pemilu.

(15)

dapat menggambarkan hasil yang sesuai dengan keinginan mereka. Menurut Prabowo, saat ini kondisi masyarakat Indonesia masih sangat mendukung istilah orang yang memiliki uang adalah orang yang berkuasa, sehingga dikhawatirkan keputusan MK ini dapat menjadi angin segar bagi partai-partai politik yang memiliki anggaran yang besar. Prabowo juga megkhawatirkan bahwa hasil dari quick count yang telah dipesan dapat mempengaruhi pikiran masyarakat sehingga sengaja disalahgunakan untuk menggiring kehendak publik seperti yang diinginkan.

Hal serupa juga dikatakan oleh Pengamat Politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, bahwa ada indikasi beberapa lembaga survey telah dipesan oleh beberapa parpol politik. Sehingga hasil dari quick count yang dilakukan dapat menunjukan angka kemenangan dari partai politik tersebut. Untuk itu, Ray mengharapkan KPU atau lembaga yang

membolehkan lembaga survey tersebut memberi kebijakan tentang

transparansi dana yang diperoleh lembaga survey untuk melakukan survey. Karena hal itu yang akan membuktikan bahwa mereka adalah lembaga yang independen dan bebas dari tunggangan politik. Jika ada indikasi mereka dibiayai oleh salah satu partai politik maka mereka dapat dikenai sanksi yang tegas berupa pencabutan izin untuk melakukan quick count.

Quick count dapat menjadi suatu indikator yang menunjukan

transparansi publik jika dilakukan dengan benar dan sesuai dengan fungsinya, tapi malah dapat bersifat sebaliknya jika kondisi keuangan lembaga pembuat quick count itu sendiri tidak transparan. Hal ini memungkinkan adanya pihak-pihak yang menyalahgunakan quick count menjadi donatur dalam penyediaan anggaran lembaga quick count.

5. POLITIK UANG DALAM PEMILU

(16)

berjalan linear ke arah demokrasi. Jika Pemilihan Umum (pemilu) digunakan sebagai indikator, Pemilu 1999 merupakan awal yang cukup bagus. Apalagi Pemilu 2004. Bahkan, Pemilu 2004 diakui oleh dunia sebagai pemilu yang paling rumit berhasil diselenggarakan dengan sukses, tanpa setetes darah pun yang terjatuh. Keberhasilan Pemilu 2004 tidak bisa dilepaskan dari para penyelenggaranya (Komisi Pemilihan Umum) yang memiliki kapasitas dan kapabilitas memadai.Keberhasilan inilah yang membuat Indonesia

memperoleh gelar sebagai negara terdemokratis ketiga setelah Amerika dan India.

Seharusnya, keberhasilan penyelenggaraan Pemilu 2004 menjadi cermin untuk penyelenggaraan pemilu yang lebih baik pada periode politik selanjutnya. Namun, Pemilu 2009 justru mengalami penurunan kualitas, baik dalam konteks prosedural maupun substansi. Secara prosedural, jelas sekali bahwa Pemilu 2009 diselenggarakan dengan persiapan yang sangat kurang memadai. Hal ini terlihat dari berbagai indikasi, seperti amburadulnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menyebabkan puluhan juta rakyat Indonesia kehilangan hak pilih dan surat suara tertukar. Sedangkan dalam konteks substansi, Pemilu 2009 diperkirakan mengalami penurunan kualitas wakil rakyat. Sebab, dalam Pemilu 2009 terjadi praktik-praktik terlarang yang menyebabkan masyarakat tidak ambil peduli dengan kualitas caleg. Pilihan sebagian besar pemilih dipengaruhi oleh uang.

Sudah menjadi rahasia umum, Pemilu 2009 diwarnai oleh praktik bagi-bagi uang secara langsung maupun praktik politik uang dalam bentuk-bentuk yang lain. Hal ini menyebabkan demokrasi prosedural yang

seharusnya menjadi sarana untuk menyeleksi calon-calon wakil rakyat yang benar-benar memiliki kapasitas, kapabilitas, dan komitmen untuk

(17)

yang lebih baik. Namun, tampaknya, harapan itu akan jauh panggang dari api. Di era reformasi, para pegiat demokrasi terus berusaha melakukan

konsolidasi demokrasi. Namun, upaya itu tidak semudah membalikkan tangan. Sebab, di mana pun tempatnya, transisi demokrasi selalu diwarnai dengan proses negosiasi antara kekuatan prodemokrasi dengan kekuatan lama yang antidemokratisasi. Konsolidasi demokrasi akan berjalan dengan baik jika terdapat budaya demokrasi. Proses negosiasi tersebut menyebabkan budaya demokrasi tidak mudah dibentuk dan ditumbuhkembangkan. Roland Inglehart (Trust , well-being and democracy, 1999) mengatakan bahwa demokrasi hanya akan tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang memiliki budaya demokrasi.

Salah satu budaya demokrasi yang sangat vital adalah prinsip

(18)

bantuan-bantuan material tertentu, baik yang bersifat individual maupun institusional dalam skala kecil.

Melihat kasus maraknya politik uang pada pemilu lalu, sesungguhnya yang terjadi bukanlah kepercayaan rakyat kepada mereka yang diberi mandat, tetapi hanya semata-mata karena mereka memperoleh imbalan. Hal ini akan melahirkan kepemimpinan dan pemerintahan yang tidak efektif. Sebab,

demokrasi prosedural tidak menghasilkan orang-orang yang sebelumnya telah menunjukkan prestasi dalam mengendalikan struktur yang diperlukan untuk mewujudkan kebaikan bersama. Pemilu 2009 bisa dipastikan akan

melahirkan lebih banyak penguasa dari kalangan pemilik modal besar. Jadi, dalam konteks ini, demokrasi tidak berseiring dengan meritokrasi, melainkan dengan kepemilikan uang. Dengan demikian, yang sedang berlaku

sesungguhnya bukanlah demokrasi, melainkan plutokrasi. Sebab, kekuasaan telah digenggam oleh mereka yang memiliki kapital besar walaupun mereka sesungguhnya tidak memiliki kompetensi untuk mengurus kekuasaan (baca: negara).

Untuk mewujudkan demokrasi, konsolidasi demokrasi harus

dilakukan secara lebih masif. Kelompok-kelompok prodemokrasi tidak bisa hanya berteriak di luar sistem, tetapi harus masuk ke dalamnya dengan cara terlebih dahulu merebut kepemimpinan di partai politik. Dengan cara itulah, kekuasaan nanti akan dikuasai oleh orang-orang yang memang memiliki kapasitas, kapabilitas, kompetensi, dan komitmen untuk menciptakan kebaikan bersama dan menata negara. Kelompok prodemokrasi harus

memahami betul bahwa demokrasi hakikatnya adalah ruang kompetisi untuk mengupayakan transformasi nilai-nilai, baik itu nilai-nilai kebaikan maupun keburukan. Jika yang memegang kekuasaan adalah mereka yang baik,

(19)
(20)

BAB III PENUTUP

1. KESIMPULAN

Terdapat banyak hal yang perlu dikaji dari kegiatan pemilu pada tahun 2009 di Indonesia, baik itu dari aspek persiapan, pelaksanaan, hingga dampak dari pelaksanaan pemilu tersebut. Permasalahan dalam pemilu pun kerap terjadi, baik yang disebabkan oleh kurangnya kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU), kurangnya kontrol pemerintah, cara bersaing yang tidak sehat di antara partai politik, hingga tindakan masyarakat umum yang tidak

sepatutnya dilakukan, seperti menciptakan konflik.

Makalah ini mengkaji hal – hal tersebut, sehingga masalah dapat dilihat dari beberapa subpokok yang berbeda. Dengan jelasnya penjabaran mengenai permasalahan yang ada, maka penyelesaian pun dapat diusahakan.

2. SARAN

Disarankan agar makalah ini dijadikan referensi untuk pencarian informasi seputar pemilu dan berbagai macam aspek di dalamnya, terlebih menyangkut permasalahan yang ada. Dengan demikian, upaya pencarian penyelesaian dan pengantisipasian masalah pun dapat diusahakan.

3. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis ajukan kepada:

1. Bapak Priyanto S.S, M.Hum yang telah memberikan bimbingannya, dan 2. Seluruh anggota Home Group 5 yang telah berpartisipasi dalam

Referensi

Dokumen terkait

Vale Indonesia (INCO): Perseroan hingga akhir Agustus 2016 telah mengeluarkan biaya eksplorasi senilai US$702.813,73, yang difokuskan pada eksplorasi daerah-daerah di dalam

Penyalahgunaan obat (narkotika) adalah pemakaian obat secara tetap yang bukan tujuan untuk pengobatan, atau yang digunakan tanpa mengikuti aturan takaran yang

Dengan melihat kesimpulan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa jika dilakukan kombinasi antara inlet angle 60 ° dan outlet angle 25 ° akan menghasilkan aliran

Penyusunan Perencanaan Pengembangan Ekonomi 1 Paket 350.000.000,00 DAU Masyarakat (Master Plan

Satu faktor yang menjadikan kita mesti beradai pada tempat bersaing dengan masyarakat lain; mengapa universiti kita tidak boleh berada di Sintok, tidak boleh sahaja berada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pinjaman dana bergulir dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Semarang dapat membantu meningkatkan produk, omzet penjualan,

Proses tanggapan hanya bisa dilakukan oleh pelaku usaha. Tanggapan dilakukan dengan tujuan menjawab atau mengklarifikasi dari pengaduan yang diberikan oleh

Diduga lemahnya kemampuan representasi mahasiswa calon guru, karena perkuliahan yang dilaksanakan cenderung memisahkan ketiga level representasi dan juga dipengaruhi