9 BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Bank
2.1.1 Pengertian Bank
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Adapun
pembarian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana
yang dipercayakan oleh pihak ketiga ataupun dengan jalan memperedarkan
alat-alat pembayaran berupa uang giral.
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai
tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat
sebagai agen of trust, agent of development, dan agent of services (Sri Susilo,
Sigit Triandaru, Totok Budi Santoso : 2006).
a. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam
hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.
Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank,
10
percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi
simpanan dananya di bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau
menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi unsur
kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan
pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur
akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan
juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan
pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
b. Agent of Development
Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan
sektor riil, tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling
mempengaruhi satu dengan lain. Sektor riil tidak dapat berkinerja dengan
baik apabila sektor moneter tidak berkerja dengan baik. Tugas bank sebagai
penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan
perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tresebut memungkinkan
masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan
jasa, mengingat semua kegiatan investas-distribusi-konsumsi ini tidak lain
adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
c. Agent of Services
Disamping melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank
juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada
masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan perbankan ini erat kaitannya dengan
11
lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa
pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.
2.1.2 Analisis Kinerja Bank
Analisis rasio keuangan merupakan analisis dengan jalan membandingkan
suatu pos dengan pos laporan keuangan lainnya baiknya secara individu maupun
bersama-sama guna mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu baik dalam
neraca maupun laporan laba rugi (Abdullah 2005:124).
Menurut O.P. Simorangkir (2000:92) untuk mengetahui apakah suatu bank
cukup solid (kuat), maka ada hal-hal yang perlu diketahui, yaitu:
1. Likuiditas, artinya kemampuan bank untuk melunasi kewajiban-kewajiban
yang segara dapat ditarik. Seandainya nasabah memiliki simpanan giro di
bank dan ingin menarik karena butuh, tetapi ditampik pihak bank dengan
alasan agar lusa ditarik, tentu nasabah akan merasa jengkel. Bank yang
perilakunya demikian dikatakan tidak likuid.
2. Solvabilitas, artinya kemampuan bank untuk membayar semua utangnya
kepada pihak ketiga. Utang ini biasanya digolongkan utang yang berjangka
menengah atau panjang. Berbeda dengan likuiditas yang menitikberatkan
pada kewajiban jangka pendek. Bank tersebut mampu dan bersedia melunasi
setiap utangnya. Bank itu disebut likuid dan solvable, jika benar-benar
mudah, mampu, dan bersedia melunasi setiap utangnya.
3. Profitabilitas, artinya kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan atau
12
kecakapan pimpinan bank. Semakin besar laba yang diperoleh, semakin besar
usahanya.
2.2 Good Corporate Governance (GCG)
2.2.1 Sejarah Good Corporate Governance (GCG)
Sejarah lahirnya GCG muncul atas reaksi para pemegang saham di
Amerika Serikat pada tahun 1980-an yang terancam kepentingannya. Dimana
pada saat itu di Amerika terjadi gejolak ekonomi yang luar biasa yang
mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi dengan
menjalankan segala cara untuk merebut kendali atas perusahaan lain. Tindakan ini
menimbulkan protes keras dari masyarakat atau publik. Publik menilai bahwa
manajemen dalam mengelola perusahaan mengabaikan kepentingan-kepentingan
para pemegang saham sebagai pemilik modal perusahaan. Merger dan akuisi pada
saat itu banyak merugikan para pemegang saham akibat kesalahan manajemen
dalam pengambilan keputusan. Untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para
pemegang saham, muncul konsep pemberdayaan yang dapat mempengaruhi
kemampuan manajemen untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata
demi kepentingan perusahaan yang disebut good corporate governance.
Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal sejak krisis ekonomi tahun 1997
yang berkepanjangan yang dinilai karena tidak dikelolanya perusahaan–
perusahaan secara bertanggungjawab, serta mengabaikan regulasi dan sarat
dengan praktek (korupsi, kolusi, nepotisme) KKN. Bermula dari usulan
penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Indonesia yang mengatur
13
mengangkat Komisaris Independen dan membentuk Komite Audit pada tahun
1998, GCG mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan publik di Indonesia.
Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan
(Letter of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang mendorong
terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi penerapan GCG. Pemerintah Indonesia
mendirikan lembaga khusus, yaitu Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) yang memiliki tugas pokok dalam merumuskan dan menyusun
rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan
memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia.
Sejauh ini penegakan aturan untuk penerapan CGG, belum ada sanksi bagi
perusahaan yang belum menerapkan maupun yang sudah menerapkan tetapi tidak
sesuai standar pelaksanaan GCG. Namun pelaksanaan penerapan GCG memberi
nilai tambah bagi perusahaan. Perusahaan yang melakukan peningkatan pada
kualitas GCG menunjukkan peningkatan penilaian pasar, sedangkan perusahaan
yang mengalami penurunan kualitas GCG, cenderung menunjukan penurunan
pada penilaian pasar (Effendi:2008).
2.2.2 Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Istilah tata kelola perusahaan yang baik di Indonesia merupakan
terjemahan dari good corporate governance. Kata governance berasal dari bahasa
Prancis kuno yaitu gouvernance yang berarti pengendalian (control) atau
regulated dan dapat dikatakan sebagai suatu keadaan yang berada dalam kondisi
14
GCG merupakan masalah yang tidak akan berakhir dan terus akan menjadi
bahan pembahasan bagi pelaku bisnis, akademis, pembuatan kebijakan dan lain
sebagainya. Perhatian terhadap GCG kian meningkat seiring banyak bermunculan
masalah skandal keuangan di lingkungan bisnis. Konsep GCG telah banyak
dikemukakan oleh banyak ahli dan badan sebagai alat control dan pengawasan
terhadap kinerja manajemen.
Definisi GCG menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 adalah suatu proses atau struktur yang digunakan
oleh BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka waktu panjang dan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Sehubungan dengan tidak berlakunya
Keputusan Menteri Negara BUMN tersebut yang selama ini digunakan sebagai
dasar penerapan GCG, yaitu Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: Kep–
117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan Praktik GCG pada
Badan Usaha Milik Negara karena digantikan dengan Peraturan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata
Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha
Milik Negara (tanggal 1 Agustus 2011), maka definisi GCG berubah menjadi
prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan
perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.
Menurut Effendi (2008), pengertian GCG adalah suatu sistem
pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko
15
perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka
panjang.
Menurut Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata (2007), good corporate
governance merupakan seperangkat tata hubungan diantara manajemen perseroan,
direksi, komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya.
Menurut G. Suprayitno (2004), good corporate governance sebagai proses
dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan
utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.
Definisi GCG yang dikemukakan diatas berbeda-beda namun memiliki
maksud yang sama. Dari definisi diatas dapat disimpulkan GCG adalah sistem
atau seperangkat peraturan yang mengatur, mengelola dan mengawasi hubungan
antara para pengelola perusahaan dengan stakeholders disuatu perusahaan. GCG
tidak hanya sebagai alat pengatur dan pengendali saja namun juga sebagai nilai
tambah bagi suatu perusahaan.
Sehingga di sini jelas jika Good Corporate Governance ingin diarahkan
untuk menciptakan suatu bentuk organisasi bisnis yang bertumpu pada
aturan-aturan manajemen modern yang profesional dengan konsep dedikasi yang jauh
lebih bertanggungjawab. Penafsiran bertanggungjawab dapat diartikan sebagai
keikutsertaan perusahaan secara jauh lebih dalam untuk ikut berpartisipasi dalam
membangun negara dan bangsa, seperti peran perusahaan sebagai penyedia
lapangan pekerjaan, dan pendukung penuntasan kemiskinan. Tentunya ini dapat
16
dengan baik bisa memperingan tugas negara dan memposisikan perusahaan
sebagai agent of development (agen pembangunan).
Good corporate governance dapat dijadikan pedoman yang berguna
sebagai pengawasan secara efektif sehingga dapat tercipta suatu mekanisme yang
check and balance. Penerapan good corporate governance yang efektif di dalam
sebuah perusahaan dapat memberikan kontribusi yang penting bagi perusahaan
dalam menghadapi ancaman di masa datang seperti menghindari krisis, sebaliknya
jika perusahaan tidak menerapkan good corporate governance secara efektif dapat
menyebabkan terjadinya ketidaksiapan dan kegagalan perusahaan dalam
mengahadapi ancaman.
2.2.3 Teori Good Corporate Governance (GCG)
a. Teori Agensi (Agency Theory)
Konsep GCG timbul berkaitan dengan principal-agency theory, yaitu
untuk menghindari konflik antara principal dan agent-nya (Fahmi, 2013). Konflik
muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola dengan baik
sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak. Teori agensi menekankan
pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan
perusahaan kepada tenaga-tenaga ahli (agent) yang lebih mengerti dalam
menjalankan pengelolaan perusahaan (Sutedi, 2011). Pemisahan dalam
pengelolaan perusahaan dari pemiliknya ditujukan agar pemilik perusahaan
memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya yang seefisien mungkin.
Tugas para agent adalah menjaga kepentingan perusahaan dan
17
kata lain agent adalah perantara para pemegang saham dalam menjalankan
pengelolaan perusahaan, sementara para pemegang saham hanya mengawasi
kinerja para agent-nya dan memastikan bahwa para agent bekerja sesuai dengan
fungsi, tugasnya, dan menjunjung tinggi kepentingan perusahaan sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai. Kinerja manajemen dapat dilihat dari keberhasilannya
dalam memaksimalkan laba perusahaan yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan hidup perusahaan.
Keleluasaan manajemen dalam mengelola dana guna mencapai hasil yang
maksimal bagi perusahaan bisa mengarah pada memaksimalkan tambahan
ekonomis bagi kepentingan pribadi (kepentingan para agent) dengan beban dan
biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan, sehingga dalam menyajikan
laporan atas penggunaan dan pengelolaan dana oleh para agent tidak melaporkan
informasi keuangan perusahaan sesuai dengan yang sebenarnya (Ernawan, 2011).
Dengan kata lain, para agent merekayasa laporan keuangan perusahaan
guna menghindari resiko ditemukannya fraud yang dilakukan. Disamping itu,
kinerja manajemen yang diukur dari keberhasilannya dalam memaksimalkan laba
perusahaan, mendorong para agent untuk melakukan earnings management dalam
penyusunan laporan keuangan, dimana agent merekayasa laba perusahaan agar
kinerja dalam mengelola perusahaan dinilai baik oleh para pemegang saham.
Teori agensi tersebut mendorong munculnya konsep GCG dalam
pengelola bisnis perusahaan, dimana GCG diharapkan dapat meminimumkan
hal-hal tersebut melalui pengawasan terhadap kinerja para agent. GCG memberikan
18
dengan baik dan para agent bekerja sesuai dengan fungsi, tanggung jawab dan
untuk kepentingan perusahaan.
b. Teori Stakeholders
Pengertian stakeholders atau para pemangku kepentingan menurut
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01
/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik adalah pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan (BUMN) karena mempunyai hubungan hukum
dengan perusahaan (BUMN). Perusahaan tidak hanya memandang bahwa
stakeholders adalah investor dan kreditor saja, melainkan antara lain pemerintah,
pelanggan, pemasok, karyawan (tenaga kerja), masyarakat dan lingkungan.
Dalam teori ini menunjukkan adanya peran penting stakeholders dalam
perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu memberikan kepuasan terhadap
stakeholders, dimana perusahaan dituntut untuk dapat memenuhi semua tuntutan
stakeholders agar dapat mendukung pencapai tujuan perusahaan. Dalam tesisnya,
Sarwako (2003) menyimpulkan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengelola tuntutan stakeholders adalah dengan menerapkan GCG secara efektif.
c. Stewardship theory
Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat
manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu
bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas, dan kejujuran
terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam tuntutan yang dikehendaki para
19
sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan
publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya.
2.2.4 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Prinsip-prinsip good corporate governance menurut Komite Nasional
Kebijaka Governance (Pedoman Umum GCG, 2006) adalah:
R
Gambar 2.1 : Lima Prinsip Dasar Good Corporate Governance
1. Transparansi (Transparency)
Dalam prinsip ini, perusahaan dituntut mampu menyediakan informasi
yang penting atau materiil dan relevan secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten,
comparable dan mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders karena
keyakinan dan kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan tergantung pada
pengungkapan informasi tersebut. Untuk itu, perusahaan hendaknya menggunakan
prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang lazim digunakan dan dapat diterima
Transparency Accountability
Responsibility Fairness
Independency
20
secara luas dalam pengungkapan laporan keuangan. Disamping itu, perusahaan
diharapkan mempublikasikan laporan keuangan dan informasi agar investor
mudah dalam mengakses informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat menghindari
benturan kepentingan (conflict of interest). Selain laporan keuangan, perusahaan
harus menyediakan informasi-informasi penting lainnya dan kebijakan-kebijakan
perusahaan kepada stakeholders, khususnya para pemegang saham. Informasi
yang disajikan oleh perusahaan harus mencerminkan keadaan yang sesungguhnya
(transparency), tanpa rekayasa oleh pihak manapun.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Prinsip ini ditujukan untuk menghindari
agency problem yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara
Pemegang Saham dan Direksi. Usaha yang dilakukan perusahaan untuk
menjalankan prinsip ini antara lain dengan memisahkan secara jelas fungsi, hak,
wewenang dan tanggungjawab masing-masing organ perusahaan, dan memastikan
setiap organ perusahaan mampu melaksanakan fungsinya sesuai dengan anggaran
dasar, etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan.
Untuk meyakinkan bahwa tidak adanya penyimpangan fungsi, hak dan
wewenang, maka dibentuk suatu sistem pengendalian internal (SPI) yang efektif
dalam pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Disamping itu perusahaan harus
memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan
sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward
and punishment system) untuk mendorong semua organ perusahaan melaksanakan
21
3. Responsibilitas (responsibility)
Dalam prinsip ini, perusahaan diharapkan patuh terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku, termasuk yang berkaitan dengan pajak, hubungan
industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja,
standar penggajian, dan persaingan yang sehat. Mengingat dalam menjalankan
operasinya perusahaan seringkali menghasilkan dampak yang negatif yang harus
ditanggung masyarakat, untuk ini tanggung jawab perusahaan terhadap
masyarakat sangat diperlukan. Perusahaan juga diharapkan membantu peran
pemerintah dalam mengurangi terjadinya kesenjangan pendapatan dan
kesempatan kerja yang terjadi pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan
manfaat dari mekanisme pasar. Dengan perusahaan mematuhi hukum dan
perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan tanggung jawab kepada
lingkungan dan masyarakat maka kesinambungan usaha dalam jangka panjang
akan terwujud dan perusahaan mendapatkan penghargaan sebagai Good
Corporate Citizen.
4. Independensi (Independency)
Dalam hal ini perusahaan dikelola secara independent, dimana perusahaan
harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak dipengaruhi
oleh kepentingan tertentu, bebas dari conflict of interest dan dari segala pengaruh
dan tekanan pihak manapun, sehingga dalam pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara objektif. Dalam hal ini pula, setiap organ perusahaan dituntut
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang telah ditentukan,
tidak mendominasi atau melempar tanggung jawab satu sama lain sehingga
22
dapat ditempuh dengan penetapan job description secara jelas dan memastikan
setiap organ telah melakukan tanggung jawabnya dengan baik sesuai apa yang
telah ditentukan.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)
Dapat dipastikan semua investor pasti membutuhkan jaminan bahwa setiap
asset atau capital yang mereka tanamkan dikelola secara aman. Untuk itu
perusahaan dituntut untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh
kepentingan pemegang saham secara fair, termasuk kepada pemegang saham
minoritas. Perlindungan tersebut termasuk perlindungan terhadap kemungkinan
terjadinya praktek korporasi yang merugikan seperti fraud, insider trading dan
lain sebagainya.
.
2.2.5 Tujuan Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor: PER-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang
Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, maka dapat
diketahui tujuan dari penerapan prinsip-prinsip GCG antara lain:
1. Penerapan prinsip-prinsip GCG untuk memaksimalkan nilai BUMN agar
BUMN memiliki daya saing yang kuat baik secara nasional maupun
internasional, sehingga tujuan BUMN dapat dicapai.
2. Agar BUMN dalam menjalankan usahanya dapat dijalankan secara
professional, transparant, efisien, serta memberdayakan fungsi dan
23
3. Agar setiap keputusan yang diambil dilandasi oleh nilai moral dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta memperhatikan
kepentingan-kepentingan para stakeholder (melindungi hak stakeholders).
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
2.2.6 Corporate Governance Perception Index (CGPI)
Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset dan
pemeringkatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada perusahaan
publik dan BUMN di Indonesia. Program ini dilaksanakan sejak tahun 2001
dilandasi pemikiran pentingnya mengetahui sejauh mana perusahaan-perusahaan
tersebut menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance. Dengan kata lain
CGPI merupakan hasil penilaian dari pelaksanan good corporate governance.
Program CGPI dilakukan oleh The Indonesian Institute for Corporate
Governance (IICG) bekerjasama dengan majalah SWA.
IICG merupakan lembaga indenpenden yang didirikan pada tanggal 2 Juni
2000 dengan tujuan untuk memasyarakatkan konsep, praktik dan manfaat good
corporate governance kepada dunia usaha dan masyarakat luas. Program
penelitian CGPI ini sudah berlangsung sejak 2001. Dalam pemeringkatan CGPI
ini nantinya di setiap akhir tahun akan diberikan suatu bentuk apresiasi
penghargaan terhadap inisiatif dari upaya perusahaan dalam mewujudkan bisnis
yang sesuai dengan good corporate governance melalui CGPI Awards dan
penobatan sebagai perusahaan terpercaya yang hasil dari penghargaan ini akan
24
Penilaian yang dilakukan terhadap praktek penerapan good corporate
governance meliputi (The Indonesian Institute for Corporate Governance, 2009):
1. Komitmen yang menunjukkan wujud kesungguhan organ perusahaan dalam
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat
mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
2. Transparansi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menyampaikan berbagai informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan
akurat, termasuk informasi tentang proses merumuskan,
mengimplementasikan, serta mengevaluasi strategi yang dilakukannya, dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan
untuk ikut melakukannya.
3. Akuntabilitas yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
mempertanggungjawabkan seluruh proses pencapaian kinerja secara
transparan dan wajar, termasuk mempertanggungjawabkan seluruh proses
dalam merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi strategi, dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan
untuk ikut melakukannya.
4. Responsibilitas yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menjamin terlaksananya peraturan perundang-undangan dan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan, termasuk dalam menjamin
terlaksananya proses perumusan, implementasi serta evaluasi strategi secara
bertanggung jawab, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat
25
5. Independensi yang menunujukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menjamin tidak adanya dominasi atau intervensi dari satu partisipan terhadap
partisipan lainnya, termasuk dalam menjamin tidak adanya dominasi dan
intervensi dari satu partisipan manapun dalam proses merumuskan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini dapat
dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
6. Keadilan yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
memperhatikan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemangku
kepentingan lainnya (stakeholder), termasuk dalam memperhatikan dan
mempertimbangkan kepentingan seluruh stakeholder dalam proses
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta mendorong anggota perusahaan untuk
ikut melaksanakannya.
7. Kompetensi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menunjukkan kemampuannya untuk menggunakan otoritasnya sesuai dengan
peran dan fungsinya, inovatif dan kreatif, termasuk menunjukkan
kemampuannya untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi
strategi secara tepat, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat
mendorong anggota perusahaan untuk melakukannya juga.
8. Kepemimpinan yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menunjukkan corak kepemimpinan yang dapat mentransformasikan
organisasi kearah yang lebih baik, termasuk dalam menununjukkan corak
26
mengimplementaskan dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini dapat
dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
9. Kemampuan bekerja sama yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan
dalam menunjukkan kemampuan bekerjasamanya untuk mencapai tujuan
bersama secara bermartabat, termasuk dalam menunjukkan kemampuan
bekerjasamanya untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat
mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
10. Visi, misi, dan tata nilai yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan
untuk memahami pokok-pokok yang terkandung di dalam pernyataan visi,
misi dan tata nilai perusahaan yang akan menjadi panduan bagi perusahaan
dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi yang
dilakukannya, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong
menumbuhkan keinginan dihati para anggota perusahaan untuk mencapai
pokok-pokok tersebut.
11. Moral dan etika yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menerapkan nilai-nilai moral dan etika dalam setiap proses bisnis sesuai
dengan prinsip GCG, termasuk dalam proses merumuskan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini dapat
dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
12. Strategi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
27
respon terhadap perubahan agar perusahaan dapat mempertahankan
kinerjanya secara berkelanjutan, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta
mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
Hasil penelitian yang dilakukan untuk menilai CGPI yaitu setelah
melakukan penilaian maka IICG akan memberikan penilaian yang dilakukan
dengan cara memberikan nilai skor kepada perusahaan peserta, besaran nilai skor
ini dibuat berdasarkan acuan yang telah dibuat IICG. Skor ini diambil hasilnya
berdasarkan hasil kuisioner penelitian yang diberikan kepada perusahaan peserta.
Berikut bobot nilai yang digunakan untuk mengukur CGPI :
Tabel 2.1 Bobot Penilaian CGPI
NO INDIKATOR BOBOT (%)
1 Self Assessment 25
2 Kelengkapan dokumen 23
3 Penyusunan makalah dan presentasi 17
4 Observasi ke perusahaan 35
Sumber : Majalah SWA
Penilaian proses riset dalam penentuan nilai penerapan good corporate
governance dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Self Assessment
Pada tahap awal ini perusahaan harus mengisi self assessment terkait
penerapan good corporate governance yang sudah di implementasikan di
dalam perusahaannya.
b. Kelengkapan dokumen
Pada tahap ini perusahaan harus melengkapi dokumen-dokumen terkait
28
c. Makalah
Pada tahap ini perusahaan harus membuat urain penjelsasan terkait penerapan
good corporate governance di perusahaan yang dibentuk di dalam makalah
dengan memperhatikan sistematika yang telah ditentukan.
d. Observasi
Dalam tahap ini peneliti CGPI akan datang langsung ke perusahaan untuk
melihat secara pasti penerapan prinsip good corporate governance di
perusahaan.
Perusahaan yang telah melewati tahap akhir observasi hanya tinggal
menunggu proses penilaian yang akan dilakukan oleh tim CGPI berdasarkan hasil
penilaian yang telah di dapat dari perusahaan. Nilai CGPI dihitung berdasarkan
jumlah nilai akhir yang didapatkan dari setiap proses di atas. Setelah nilai CGPI
dari setiap perusahaan keluar maka selanjutnya nilai CGPI perusahaan secara
keseluruhan akan dibahas di Forum Panel untuk menentukan pemeringkatan
CGPI.
Hasil penelitian CGPI akan dijadikan acuan untuk menentukan peringkat
perusahaan yang memiliki skor tertinggi sampai terendah. Setelah hasil
pemeringkatan perusahaan jadi kemudian hasilnya akan diumumkan pada tahun
berikutnya. Hasil pemeringkatan CGPI digolongkan menjadi 3 kategori
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah seperti dalam tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Pemeringkatan CGPI
Skor Level Terpercaya
85-100 Sangat Terpercaya
70-84 Terpercaya
55-69 Cukup Terpercaya
29
Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari adanya CGPI adalah karena
CGPI merupakan salah satu informasi yang masuk di pasar modal. Informasi
mengenai CGPI diharapkan dapat memberikan dampak positif terutama yang
menyangkut kepercayaan investor atas dana yang diinvestasikan. Pengaruh
pengumuman CGPI dimungkinkan akan memberikan reaksi positif investor serta
mampu mengubah harapan investor tentang perusahaan yang bersangkutan.
Dengan adanya kondisi yang demikian, harga saham dan volume perdagangan
saham pada perusahaan yang masuk sepuluh besar CGPI akan lebih tinggi
dibandingkan perusahaan non sepuluh besar CGPI. Selain itu, adanya
pemeringkatan good corporate governance yang berupa CGPI ini dimungkinkan
adanya perbedaan reaksi antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non
sepuluh besar CGPI.
2.3 Profitabilitas Perusahaan 2.3.1 Pengertian Profitabilitas
Seorang investor yang hendak menanamkan investasinya disebuah
perusahaan perlu untuk mengenali dan melihat kondisi kinerja keuangan dari
sebuah perusahaan yang akan dijadikan target inverstasi. Kinerja keuangan dapat
dilihat dari laporan keuangan yang dilaporkan perusahaan. Dengan menganalisis
laporan keuangan tersebut maka seorang investor akan mengetahui kelayakan
bisnis dari perusahaan dari tahun ke tahun. Salah satu analisis laporan keuangan
adalah dengan rasio profitabilitas.
Profitabilitas adalah hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan
30
ukuran pokok keseluruhan keberhasilan perusahaan. Sedangkan menurut APB
Statement mengartikan profitabilitas adalah kelebihan (defisit) penghasilan diatas
biaya selama satu periode akuntansi (Harahap 2001: 226). Dari pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah ukuran keberhasilan suatu
perusahaan dalam mencapai tujuannya pada suatu periode akuntansi tertentu.
Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian
penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus
berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Profitabilitas dapat
diterapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang relevan. Salah satu tolak
ukurnya adalah dengan menggunakan rasio keuangan sebagai salah satu alat di
dalam menganalisa kondisi keuangan perusahaan dari hasil operasi dan profit
yang diterima perusahaan.
2.3.2 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan suatu ringkasan dari suatu proses
pencatatan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku
bersangkutan. Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk
mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh pemilik
perusahaan serta sebagai laporan kepada pihak-pihak diluar perusahaan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan No.1 (Rahajarputra:2011), laporan
keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan
yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
31
arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan
bagian integral dari laporan keuangan.
Laporan keuangan keuangan dirancang untuk menyediakan informasi pada
empat aktivitas usaha utama yaitu kegiatan perencanaan, keuangan, investasi, dan
operasi. Laporan keuangan dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk
mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para
pemilik perusahaan. Menurut Kieso dan Wey Gandt (2007) laporan keuangan
yang disusun oleh manajemen terdiri dari:
1) Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang secara sistematis menyajikan posisi
keuangan perusahaan pada saat (tanggal) tertentu. Laporan ini dibuat untuk
menyajikan informasi keuangan mengenai aktiva, kewajiban, dan modal
perusahaan. Neraca disajikan berdasarkan likuiditas dan fleksibilitas finansial
perusahaan, yang dapat dipakai sebagai dasar untuk membuat perkiraan
terhadap keadaan-keadaan keuangan perusahaan dimasa yang akan datang.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban tepat
waktu yang telah ditetapkan. Sedangkan fleksibilitas adalah kemampuan
perusahaan dalam memperoleh dana.
2) Laporan Laba/Rugi
Laporan Laba/Rugi adalah laporan keuangan yang secara sistematis
menyajikan hasil usaha perusahaan dalam periode waktu tertentu. Laporan
laba rugi menyediakan informasi mengenai penentuan profitabilitas, nilai
investasi, dan kelayakan kredit atau kemampuan perusahaan melunasi
32
memprediksi jumlah, penetapan waktu dan kepastian dari arus kas masa
depan.
3) Laporan Arus Kas
Laporan arus kas adalah laporan yang dapat memberikan informasi tentang
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas selama satu
periode tertentu. Laporan arus kas menyajikan sacara sistematis informasi
tentang penerimaan dan pengeluaran kas selama satu periode tertentu
berdasarkan aktivitas operasi, investasi dan pendanaan.
4) Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas adalah laporan keuangan yang secara sistematis
menyajikan informasi mengenai perubahan ekuitas perusahaan akibat operasi
perusahaan dan transaksi dengan pemilik pada suatu periode akuntansi
tertentu.
2.3.3 Rasio Profitabilitas Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Keuangan
Profitabilitas keuangan perusahaan dideskripsikan dalam bentuk laporan
laba rugi yang merupakan bagian dari laporan keuangan perusahaan. Laporan
keuangan dapat digunakan oleh semua pihak yang berkepentingan untuk membuat
keputusan ekonomi. Berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan
dapat diambil informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, permodalan,
aliran kas, kinerja keuangan dan informasi lain yang mempunyai relevansi dengan
laporan keuangan perusahaan.
Profitabilitas keuangan perusahaan merupakan kinerja perusahaan yang
33
perusahaan tercermin dari laporan keuangannya, oleh sebab itu untuk mengukur
profitabilitas keuangan perusahaan diperlukan analisis terhadap laporan
keuangannya. Hal ini diperkuat melalui pernyataan Kasmir (2008:196)
menyatakan bahwa “rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan”.
Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara berbagai komponen yang ada dilaporan keuangan neraca dan
laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi,
tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu
tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan
yang terjadi. Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja
manajemen selama ini apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak.
Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para
investor atas investasi yang akan dilakukannya. Kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dapat menarik para investor untuk menanamkan dana yang
dimilikinya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang
rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya karena mereka
menganggap perusahaan yang bersangkutan tidak mampu memberikan return
sesuai yang diharapkan para investor.
Profitabilitas bagi perusahaan dapat digunakan sebagai evaluasi atas
efektivitas pengelolaan badan usaha, misalnya dalam perusahaan profitabilitas
merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerjanya dimana
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba (profitabilitas) tercermin pada
34
dalam laporan keuangan tinggi, maka para investor tentunya akan lebih tertarik
untuk menginvestasikan dana yang ia miliki. Profitabilitas yang tinggi juga dapat
mempengaruhi keinginan masyarakat dalam menggunakan produk atau jasa yang
dihasilkan perusahaan yang bersangkutan.
Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam suatu perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena
profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang
baik di masa yang akan datang. Setiap badan usaha akan selalu berusaha
meningkatkan profitabilitasnya. Semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan
usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin.
2.3.4 Indikator dalam Perhitungan Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan aspek fundamental perusahaan, karena
selain memberikan daya tarik yang besar bagi investor yang akan menanamkan
dananya pada perusahaan juga sebagai alat ukur terhadap efektivitas dan efisiensi
penggunaan semua sumber daya yang ada di dalam proses operasional
perusahaan. Hanafi dan Halim (2009) mendefinisikan rasio profitabilitas sebagai
rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
(profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Rasio ini
lebih diminati oleh para pemegang saham dan manajemen perusahaan sebagai
salah satu alat keputusan investasi, apakah investasi bisnis ini akan
dikembangkan, dipertahankan, dan sebagainya. Menurut Kasmir (2008:199), rasio
35
1. Net Profit Margin (NPM)
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin
tinggi net profit margin semakin baik operasi suatu perusahaan.
Net profit margin dihitung dengan rumus:
Net Profit Margin = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ 𝑆𝑆𝐵𝐵𝑆𝑆𝐵𝐵𝑆𝑆𝐿𝐿 ℎ 𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃
𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿𝑆𝑆𝐿𝐿𝑃𝑃
2. Operating Profit Margin (OPM)
Operating profit margin merupakan perbandingan antara laba usaha dan
penjualan. Operating profit margin merupakan rasio yang menggambarkan
apa yang biasanya disebut pure profit yang diterima atas setiap rupiah dari
penjualan yang dilakukan.
Operating profit disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa jumlah
tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan
mengabaikan kewajiban- kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban
terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak. Apabila semakin tinggi
operatig profit margin maka akan semakin baik pula operasi suatu
perusahaan.
Operating profit margin dihitung dengan rumus:
Operating Profit Margin = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ 𝑆𝑆𝐵𝐵𝐿𝐿𝐵𝐵𝑆𝑆𝑃𝑃𝑆𝑆 𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃
𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿𝑆𝑆𝐿𝐿𝑃𝑃
3. Return on Investment (ROI)
Return on investment merupakan perbandingan antara laba bersih setelah
36
mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam
perusahaan.
Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return
on investment merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar laba bersih
diperoleh perusahaan bila di ukur dari nilai aktiva.
Return on Investment dihitung dengan rumus:
Return in Investment (ROI) = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ 𝑆𝑆𝐵𝐵𝑆𝑆𝐵𝐵𝑆𝑆𝐿𝐿 ℎ 𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑆𝑆𝐿𝐿𝑆𝑆 𝐴𝐴𝑃𝑃𝑆𝑆𝐵𝐵𝐴𝐴𝐿𝐿
Atau dapat juga dihitung dengan: ROI = Net profit margin x Assets turn over\
4. Return on Equity (ROE)
Return on equity merupakan perbandingan antara laba bersih sesudah
pajak dengan total ekuitas. Return on equity merupakan suatu pengukuran
dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik
pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang
mereka investasikan di dalam perusahaan.
Return on equity adalah rasio yang memperlihatkan sejauh manakah
perusahaan mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif, mengukur
tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri
atau pemegang saham perusahaan. ROE menunjukkan rentabilitas modal
sendiri atau yang sering disebut rentabilitas usaha.
Return on equity dapat dihitung dengan rumus:
Return on Equity (ROE) = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ 𝑆𝑆𝐵𝐵𝑆𝑆𝐵𝐵𝑆𝑆𝐿𝐿 ℎ 𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃
37
5. Return on Assets (ROA)
Return on assets merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan dan menunjukkan tingkat efisiensi kinerja perusahaan dalam
penggunaan aset.
Return on assets dihitung dengan rumus:
Return on Assets (ROA) = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑆𝑆𝐵𝐵𝐿𝐿𝐵𝐵𝑆𝑆𝑃𝑃𝑆𝑆 𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃
𝑅𝑅𝐿𝐿𝑆𝑆𝐿𝐿 −𝐵𝐵𝐿𝐿𝑆𝑆𝐿𝐿 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑆𝑆𝐿𝐿𝑆𝑆 𝐴𝐴𝐵𝐵𝐵𝐵𝑆𝑆
2.4 Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas Perusahaan
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan atau kemampuan perusahaan dari berbagai sumber daya yang
digunakan dalam kegiatan operasional. Sedangkan rasio profitabilitas menurut
Hanafi dan Halim (2005:85) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset dan modal
saham tertentu. Pada umumnya rasio profitabilitas perusahaan dapat diukur
dengan menggunakan beberapa rasio antara lain Return on Asset, Return on
Equity, dan Net Profit Margin.
Kinerja keuangan perusahaan ditentukan sejauh mana keseriusannya
dalam menerapkan good corporate governance. Perusahaan yang terdaftar dalam
skor pemeringkatan GCG yang dilakukan oleh IICG telah menerapkan GCG
dengan baik dan secara langsung menaikkan nilai sahamnya sehingga menaikkan
profitabilitasnya. Semakin tinggi penerapan GCG yang diukur dengan corporate
38
perusahaan dan menghasilkan kinerja keuangan perusahaan yang baik. Secara
teoritis praktik good corporate governance dapat meningkatkan kinerja
perusahaan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan direksi
dengan keputusan yang menguntungkan sendiri dan umumnya good corporate
governance dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya yang berdampak terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan.
Sehingga semakin baik pengelolaan perusahaan, maka perusahaan akan makin
mampu menghasilkan tingkat imbal hasil yang lebih baik.
2.5 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian terdahulu pengaruh good corporate governance
terhadap profitabilitas perusahaan, beberapa penelitian menunjukkan adanya
pengaruh positif dan signifikan antara penerapan good corporate governance
terhadap kinerja keuangan khususnya profitabilitas dan ada beberapa yang tidak
berpengaruh positif dan signifikan antara penerapan good corporate governance
39 Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
Nama/Tahun Judul Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian Kesimpulan
Ibnu
Perusahaan go
public di Bidang Jasa di Bandung) yang dilihat dari nilai thitung sebesar 2.247
lebih besar dari ttabel
40
1. Variabel CGPI
41 Profit Margin, dan Earning
1. Penerapan GCG
tidak dan EPS secara parsial.
2.6 Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang penelitian dan tinjauan pustaka, dapat
diketahui bahwa GCG merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimana
organisasi dioperasikan dan dijalankan dengan baik karena GCG sebagai sarana
interaksi yang mengatur antar struktur dan mekanisme yang menjamin adanya
kontrol, namun tetap mendorong efisiensi dan kinerja perusahaan. Sebuah
perusahaan akan mengalami peningkatan kinerja jika menerapkan GCG.
Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini mempunyai hasil
yang tidak sama yang diukur dengan memakai rasio ROA, ROI, NPM, dll oleh
karena itu peneliti tertarik untuk mengukur pengaruh GCG terhadap profitabilitas
perusahaan, sehingga dirumuskan kerangka konseptual penelitian ini sebagai
42 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Penelitian ini menggunakan penerapan GCG dengan menggunakan rasio
Corporate Governance Perception Index (CGPI) sebagai variabel independen
(variabel X) dan profitabilitas perusahaan sebagai variabel dependen (variabel Y),
yang diukur dengan menggunakan rasio Return on Equity (ROE). Alasan memilih
ROE adalah karena rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen
perusahaan khususnya bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk
menghasilkan laba bersih setelah pajak. Semakin besar ROE, maka semakin besar
pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Penerapan Good Corporate
Governance (X)
Profitabilitas Perusahaan