• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENYIDIKAN TERHADAP PENGAJUAN KLAIM ASURANSI TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ASURANSI A. Syarat-syarat Pengajuan Klaim Asuransi - Penegakan Hukum Terhadap Kasus Penggelapan Premi Asuransi (Analisis Putusan No. 1952/Pid.B/2013/PN-Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENYIDIKAN TERHADAP PENGAJUAN KLAIM ASURANSI TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ASURANSI A. Syarat-syarat Pengajuan Klaim Asuransi - Penegakan Hukum Terhadap Kasus Penggelapan Premi Asuransi (Analisis Putusan No. 1952/Pid.B/2013/PN-Mdn)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENYIDIKAN TERHADAP PENGAJUAN KLAIM ASURANSI TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ASURANSI

A. Syarat-syarat Pengajuan Klaim Asuransi

Dalam dunia perasuransian, penyebutan kata ‘klaim’ menjadi sesuatu yang

sensitif. Sering didengar istilah ‘klaim’ yang dapat berarti ‘pergantian risiko’. Dalam asuransi jiwa, klaim mencakup beberapa hal. Dapat mengajukan klaim ketika Anda rawat inap di Rumah Sakit, mengalami cacat tetap total (yang

disebabkan oleh sakit kritis terlebih dahulu, kecelakaan, maupun tidak), penyakit kritis, kecelakaan yang disertai meninggal, dan meninggal dunia.18

Jenis-jenis klaim dan syarat-syaratnya :

1. Rawat Inap di Rumah Sakit

Jika terjadi Rawat inap, maka dokumen yang diperlukan untuk pengajuan

klaim adalah sebagai berikut :

a. Formulir Klaim karena kecelakaan yang ditandatangani oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan pada SPAJ.

b. Surat keterangan Dokter.

c. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi (jika ada).

d. Kwitansi asli berikut rinciannya (PHS) atau kwitansi yang dilegalisir (PRU Med) dari RS.

e. Fotokopi Kartu Identitas Pemegang Polis.

f. dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh Asuransi.

18

(2)

2. Cacat Total dan Tetap

Jika terjadi keadaan cacat tetap total baik yang diakibatkan oleh kecelakaan, pasca penyakit kritis, maka dokumen yang perlu disiapkan untuk pengajuan klaim adalah :

a. Formulir Klaim Cacat Total dan tetap yang ditandatangani Pemegang Polis sesuai dengan tanda tangan SPAJ.

b. Surat keterangan Dokter Klaim Cacat Total dan Tetap (TPD).

c. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi (jika ada).

d. Surat Berita Acara Kepolisian Asli untuk cacat yang disebabkan oleh kecelakaan dan melibatkan pihak kepolisian.

e. Fotokopi Kartu Identitas Pemegang Polis.

f. dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh Asuransi.

3. Penyakit Kritis

Jika penyakit kritis tiba-tiba menyerang Anda, maka dokumen yang diperlukan untuk pengajuan klaim adalah :

a. Formulir Klaim Penyakit Kritis yang ditandatangani oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan pada SPAJ.

b. Surat Keterangan Dokter Penyakit kritis yang sesuai dengan penyakit kritisnya.

c. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi.

d. Fotokopi Kartu Identitas Pemegang Polis.

(3)

4. Kecelakaan yang disertai keadaan Meninggal

Jika terjadi Kecelakaan yang disertai dengan keadaan meninggal, maka Anda sebagai kerabat dekat si pemilik polis akan mengajukan manfaat asuransi Pru PADD (Personal Accident Death and Disablement). Dalam hal, ini, jika si

pemilik polis mendapatkan kecelakaan dan kemudian meninggal, maka syarat-syarat yang harus diajukan terkait pengajuan klaim adalah :

a. Formulir Klaim karena Kecelakaan yang ditandatangani oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan pada SPAJ.

b. Surat Keterangan Dokter Klaim Meninggal.

c. Surat Keterangan Meninggal dari Dokter/ RS dan Pemerintah setempat. d. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi.

e. Fotokopi KTP/bukti kenal diri dari Penerima manfaat.

f. Surat Berita Acara Kepolisian Asli jika meninggal karena kecelakaan.

g. Fotokopi Surat Perubahan Nama Tertanggung dan Penerima Manfaat (jika ada).

h. Polis Asli dan Dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh asuransi.

5. Meninggal Dunia

Jika terjadi keadaan meninggal dunia bagi si pemilik polis, maka sama

seperti pada keadaan kecelakaan yang menyebabkan meninggal, maka Anda sebagai kerabat dekat akan membantu proses pengajuan klaim ini.

Dalam hal ini, dokumen-dokumen yang harus Anda siapkan meliputi :

(4)

b. Surat Keterangan Dokter Klaim Meninggal.

c. Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi. d. Fotokopi KTP/bukti kenal diri dari Penerima manfaat.

e. Surat Keterangan Meninggal dari Dokter/ RS.

f. Surat Keterangan Meninggal dari Pemerintah setempat.

g. Fotokopi Surat Perubahan Nama Tertanggung dan Penerima Manfaat (jika

ada).

h. Surat Keterangan Kepolisian (BAP) asli jika tertanggung meninggal karena kecelakaan.

i. Polis Asli, dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh Asuransi. Jadi, jika ingin mengajukan klaim sesuai dengan kondisi yang terjadi,

orang pertama yang hubungi adalah Agen Asuransi yang menjual Manfaat Asuransi kepada Anda. Jika misalkan Agen Asuransi Anda sedang berada di luar

kota atau luar negeri, janganlah cemas. Anda bisa langsung menghubungi nomor telepon Manager Agen Anda di Polis. Atau, Anda juga dapat menghubungi perusahaan asuransi tersebut. Anda bisa melihat nomor kontak perusahaan di Polis

yang Anda miliki. Seringkali perusahaan asuransi memiliki beberapa orang yang dipekerjakan di Rumah Sakit untuk membantu nasabah-nasabah asuransi dalam

pengajuan klaim. Ada juga beberapa Agen Asuransi yang sudah berkomitmen dengan temannya untuk membantu pengajuan klaim jika salah satu dari mereka sedang dalam keadaan darurat. (Dalam hal ini Agen Asuransi Anda membawa

(5)

bahwa jika saya tidak bisa, maka ia akan menggantikan tugas dan tanggung jawab

saya).

B. Proses Penyidikan Tindak Pidana Penggelapan Asuransi

Langkah- langkah yang diambil Penyidik dalam mengungkap tindak pidana penggelapan di bidang asuransi yang terjadi, adalah sebagai berikut:

1. Adanya laporan dari masyarakat 2. Identifikasi perkara dari penyidik

3. Menindaklanjuti laporan, apabila:

a. Kasus Pidana

b. Adanya alat bukti yang cukup

4. Membuat pemberkasan tahap penyidikan

Apabila kelengkapan administrasi sudah dipenuhi, maka penyidik dapat

langsung melakukan proses penyidikan. Pertama-tama penyidik menuju ke TKP, tindakan yang dilakukan penyidik di TKP adalah untuk mencari keterangan, petunjuk, identitas tersangka dan korban maupun saksi untuk kepentingan

penyidikan selanjutnya, serta mengumpulkan bukti-bukti baik di tempat kejadian perkara maupun di tempat lain yang memungkin ditemukannya bukti-bukti lain

(6)

Berdasarkan Pasal 39 KUHAP mengenai denda sitaan, maka alat bukti

yang bisa ditemukan dan dapat dikenakan penyitaan dalam proses penyidikan tindak pidana penipuan di bidang asuransi adalah:

a. Surat keterangan dokter

b. Surat rekam medis

c. Bukti pengajuan klaim asuransi

d. Bukti pencairan dana klaim asuransi e. Uang hasil pengajuan klaim asuransi

Setelah dilakukan pemeriksaan dan diketahui telah terjadi tindak pidana

penipuan di bidang asuransi, maka penyidik segera melakukan proses penyidikan selanjutnya, yaitu penangkapan dan penahanan terhadap pelaku, penggeledahan,

serta penyitaan barang bukti.

Adanya tindakan dari pihak tersangka yang beritikad untuk mengganti

kerugian yang diderita oleh korban dan persetujuan dari pihak korban dalam hal ini pihak perusahaan asuransi untuk menghentikan penyidikan, maka penyidik beranggapan bahwa kasus tersebut patut untuk dihentikan. Selain itu penyidik

beranggapan bahawa penyelesaian perkara tidak harus masuk ke meja hijau, dan penyidik juga menggunakan asas keadilan sebagai dasar dibuatnya surat perintah

menghentikan penyidikan.

Tindakan ganti kerugian yang dilakukan sebagai pelaku tindak pidana penipuan di bidang asuransi terhadap korban yakni, pihak asuransi merupakan

(7)

yang lazim diterapkan terhadap perkara perdata. Mediasi penal biasa digunakan

untuk menangani tindak pidana pencurian dan tindak pidana ringan lainnya termasuk tindak pidana penipuan di bidang asuransi. Namun seiring perkembangan zaman dan kebutuhan korban, mediasi penal juga digunakan untuk

menyelesaikan tindak pidana berat seperti pemerkosaan dan pembunuhan. Berdasarkan serangkaian tindakan yang telah dilakukan penyidik mulai dari

proses penyelidikan hingga proses penahanan tersangka tindak pidana penipuan di bidang asuransi, dapat disebutkan bahwa pelaksanaan penyidikan tindak pidana penggelapan di bidang asuransi terhadap pengajuan klaim asuransi tidak berjalan

optimal. Hal ini karena penerapan SP3 yang dilakukan oleh penyidik dalam menyelesaikan kasus tersebut juga tidak sesuai dengan alasan-alasan limitatif

yang telah diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Selain itu terdapat beberapa kendala yang dialami penyelidik selama proses penyidikan.19

C. Tindak Pidana Penggelapan Asuransi

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam dan situasi

yang tertentu oleh undang undang dinyatakan terlarang, yang karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan dan atau moral bahkan

perampasan sebagian kekayaan bagi pelakunya.20

Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 Pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP,

19

Auliaarahmi.Blogspot.Com/2014_05_01_Archive.Html (diakses tanggal 21 April 2015)

20

(8)

merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya

berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan

penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah."21

Dengan demikian, makna bagian inti atau unsur ‘menggelapkan’ dalam Undang -Undang Asuransi harus ditafsirkan sebagai ‘penggelapan’ dalam KUHP. Pasal 21

ayat (2) Undang-Undang Asuransi menentukan:

Berdasarkan kedua ketentuan di atas, bagian inti atau unsur-unsur tindak pidana penggelapan premi asuransi adalah:

1. dengan sengaja dan melawan hukum;

2. memiliki premi asuransi yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang

lain;

3. yang ada padanya bukan karena kejahatan.

Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat diartikan sebagai

suatu perbuatan yang menyimpang/menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang

melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan.

Tindak pidana bidang perasuransian, adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dalam kaitan dengan kegiatan perasuransian, yang karenanya

pelaku dapat dijatuhi hukuman berupa penjara maupun denda bahkan perampasan

21

(9)

kekayaan, Sedangkan Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak (perusahaan

asuransi dan pemegang polis) yang menjadi dasar bagi penerimaan premi sebagai imbalan untuk :

1. Memberikan penggantian kepada Tertanggung atau pemegang polis karena

kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita oleh

tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya sesuatu peristiwa yang tidak pasti, atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada Meninggalnya Tertanggung

atau pembayaran yang didasarkan pada Hidupnya Tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan atau didasarkan pada hasil

pengelolaan dana. Selanjutnya bahwa Obyek Asuransi adalah meliputi Jiwa dan Raga serta Kesehatan Manusia, Tanggungjawab Hukum, Benda dan Jasa

serta Kepentingan lainnya yang dapat Hilang, rusak, Rugi dan atau berkurang Nilainya. Lebih lanjut bahwa Pemegang Polis adalah pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian Asuransi untuk memperoleh manfaat perlindungan atau

resiko bagi dirinya, dan bagi Tertanggung. Sedangkan Tertanggung adalah pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian asuransi

itu sendiri.

Sasaran pokok ketentuan larangan atau pidana dalam bidang perasuransian tsb, adalah terutama terhadap pelaku penyelenggara atau pelaksana badan usaha

(10)

dalam kedudukannya sebagai subyek hukum, yaitu pendukung hak maupun

kewajiban dihadapan hukum, Sedangkan fungsinya adalah selain untuk mewujudkan Kepatuhan terhadap hukum juga untuk melaksanakan Etika dalam arti seluas luasnya.

Ketentuan tentang tindak pidana di bidang Asuransi terdapat dalam Pasal 73 Sampai dengan Pasal 82, Undang Undang No. 40 Tahun 2014 tentang

Perasuransian adalah sebagai berikut :

Pasal 73

(1) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi, usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi, atau Usaha Reasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Pialang Asuransi atau Usa ha Pialang Reasuransi tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) ta hu n d a n pida na d en da pa ling ba nya k Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (3) Tiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Penilai Kerugian Asuransi

tanpa izin usaha sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Rumusan kejahatan tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

a. perbuatan menyesatkan, adalah perbuatan yang ditujukan pada orang, dalam hal ini penanggung dari perbuatan mana menimbulkan pesan atau gambaran yang lain dari keadaan yang sebenaranya.

b. caranya dengan tipu muslihat,

c. pada penanggung asuransi,

(11)

f. perjanjian mana : (a) tidak akan dibuat, dan atau (b) setidak-tidaknya tidak

dengan syarat yang demikian, apabila keadaan yang sebenarnya diketahui. Pasal 382 KUHP, yang menyatakan: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atas kerugian menanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah, menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu benda yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran; atau mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, kapal yang dipertanggungkan, atau yang muatannya, maupun upah yang diterima unsur pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, atau yang atasnya telah diterima uang bodemerij diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Unsur-unsur dari Pasal 382 adalah sebagai berikut: a. Unsur obyektif:

1. Perbuatan: (a) menimbulkan kebakaran (b) ledakan (c) mengaramkan (d) mendamparkan (e) menghancurkan (f) merusakkan (membikin tidak dapat

dipakai)

2. Menimbulkan kerugian pagi penanggung atau pemegang surat bodemerij

3. Obyeknya: (a) benda yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran (b) kapal yang dipertanggungkan, kapal yang muatannya dipertanggungkan, kapal yang upah untuk pengangkutan muatannya yang

dipertanggungkan

4. Kapal-kapal tersebut yang atasnya telah diterima uang bodemerij

b. Unsur subyektif:

1. maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain 2. dengan melawan hukum

Pasal 74

(12)

anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengaja memberikan laporan, informasi, data, dan/atau dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengaja memberikan informasi, data, dan/atau dokumen k epa da pi ha k ya ng berk ep enti nga n se ba ga ima na dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan Pasal 46 ayat (2) yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Pasal 75

Setia p O ra ng ya ng d en ga n s e nga ja tida k me mb erik a n informasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 76

Setiap Orang yang menggelapkan Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 77

Setiap orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset a tau menu ru nk a n nila i a set P eru s a ha a n A su ra nsi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Pasal 78

(13)

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 79

Anggota direksi dan/atau pihak yang menandatangani polis baru dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 80

Setiap Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa Keu a nga n, ya ng me ng gu na k a n a tau mengu n gk a pk a n informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan we w ena n gn ya b erda sa rk a n k epu tu sa n O torita s J a sa Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Pasal 81

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, atau Pasal 80 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi, Pengendali, dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi.

(2) Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana:

a. Dilakukan atau diperintahkan oleh Pengendali dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi;

b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi

perintah; dan

d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.

Pasal 82

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Penerbitan laporan keuangan konsolidasian Perusahaan dan Entitas Anak pada tanggal 30 Juni 2013 dan 31 Desember 2012, 2011 dan 2010 dan periode enam bulan yang berakhir

Sclarau buruh berhalangan nanjolaiilran pairarjaan fcerena meocnuM Irewmjibon tarhed&p n egars yang d ito tti pVfan o la h.. Surabaya Jtaat 27 ffebruari

hal ini menunjukkan jika tidak ada perubahan modal, bahan baku, tenaga kerja, maka produksi usaha kecil batu bata pres di Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru adalah

Wajib pajak akan berprilaku patuh dalam melaksanakan kewajiban peprajakan apabila wajib pajak dapat memperoleh banyak manfaat atas kepemilikan NPWP, wajib pajak

Abstrak : Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui faktor ± faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar kognitif peserta didik pada mata pelajaran ekonomi

Clinicians need to be aware of the epidemiology and manifestations of yaws, which should be considered in the differential diagnosis of patients with reactive ser- ology from