10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori
2.1.1. Mata Pelajaran Matematika
Wahyudi & Kriswandani (2010: 10) menjelaskan “matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan merupakan bahasa eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan
hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis, berpola deduktf, dan berupa bahasa yang dilambangkan dengan simbol-simbol”. Menurut Depdiknas (2004: 75), “matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas”.
Heruman menyatakan (2007), konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. 1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) siswa mempelajari suatu konsep baru matematika yang belum pernah ia pelajari yang merupakan penghubung kemampuan kognitif siswa yang masih konkret dengan konsep baru yang abstrak, sehingga media dan alat peraga dapat digunakan untuk membantu. 2) Pemahaman Konsep, kelanjutan dari penanaman konsep baik dalam satu pertemuan maupun pertemuan yang berbeda tetapi masih konsep yang sama agar siswa lebih memahami konsep matematika yang sedang dipelajari. 3) Pembinaan Keterampilan, kelanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep baik dalam
Menurut Gatot dalam Pangestuti (2012), pembelajaran matematika merupakan proses pembelajaran yang memberikan siswa pengalaman belajar secara langsung dengan berbagai kegiatan yang sudah terencana untuk memperoleh kompetensi mengenai materi yang dipelajari. Sementara Susanto (2013) juga menyatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses belajar mengajar dalam rangka pengembangan kreatifitas berpikir sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan juga dapat mengonstruksi pengetahuan yang baru untuk meningkatkan kemampuaan dalam menguasai
materi matematika yang dipelajari.
Sejalan pendapat tersebut, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 dalam standar isi (BSNP, 2006) menyebutkan bahwa pemberian mata pelajaran matematika perlu dilakukan mulai dari tingkat sekolah dasar sehingga dapat menjadi bekal kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan bekerjasama siswa sehingga mereka memiliki kemampuan untuk memperoleh dan mengelola serta memanfaatkan informasi yang didapat dalam mempertahankan hidupnya dengan keadaan yang selalu berubah tanpa kepastian dan perlunya persaingan.
Peraturan Manteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 dalam standar isi (BSNP, 2006: 148) tentang standar isi menyatakan bahwa:
“Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. BSNP (2006) tentang standar isi, ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek 1) Bilangan, 2) Geometri dan pengukuran, 3) Pengolahan data”.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang mata pelajaran matematika maka penulis dapat menyimpulkan bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang dapat mengembangkan pola pikir dan logika siswa yang dinyatakan dengan simbol-simbol melalui penanaman konsep, pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan untuk memecahkan suatu masalah.
2.1.2. Pendekatan Scientific/Saintifik
Yanti Triana (2014) pembelajaran dengan pendekatan scientific
merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu, pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. Penguatan pendekatan saintifik perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).
Menurut Kurniasih, dkk (2014: 28) mengenai pendekatan saintifik dikemukakan bahwa :
Sedangkan menurut Dadang JSN (2014) pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mencoba/mengumpulkan data (informasi) dengan berbagai teknik, mengasosiasi/ menganalisis/mengolah data (informasi) dan menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta.
Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang bukan hanya menekankan hasil belajar namun pada proses pembelajaran melalui metode ilmiah yaitu dengan proses mengamati, merumuskan pertanyaan/hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan informasi yang yang ditemukan.
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut (Daryanto, 2014: 53) :
1) Berpusat pada siswa.
2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
Gambar 2.1
Hasil belajar melahirkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.
Tabel 2.1
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik beserta kompetensi yang dikembangkan (Kurniasih, dkk, 2014: 53). Langkah
Pembelajaran dengan Pembelajaran
Saintifik
Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan
Mengamati Membaca, mendengar,
menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat).
Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.
Menanya Mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk
Mengembangkan
kreatifitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). menghargai pendapat orang
lain, kemampuan
berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan mengamati dan kegiatan mengumpulkan data. Pengolahan informasi
yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman
sampai kepada
pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
Mengembankan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat
dan jelas, dan
mengembangkan
2.1.3. Metode Guided Discovery 2.1.3.1. Pengertian
Metode penemuan yang dipandu oleh guru (penemuan terbimbing/guided discovery) ini pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialok antara Socrates dan seorang anak, (Conney dan Davis, 1975). Metode ini melibatkan suatu interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Pada pembelajaran penemuan terbimbing, siswa dihadapkan pada situasi ia bebas
menyelidiki dan menarik kesimpulan, guru bertindak sebagai penunjuk jalan, membantu siswa agar menggunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.
Proses belajar penemuan, seseorang memanipulasi, membuat struktur mentransformasi informasi-informasi, sehingga mendapatkan penemuan baru. Hal ini juga sejalan dengan yang diuraikan oleh Bruner (Dalam Markaban, 2006: 9), bahwa penemuan bukanlah suatu produk atau hasil dari pengetahuan tertentu melainkan proses memperoleh hasil dari pengetahuan atau cara dalam mendekati suatu permasalahan. Kemampuan proses penemuan tersebut melalui latihan pemecahan masalah dan praktek untuk menguji hipotesis yang dilakukan dengan siswa dihadapkan pada suatu permasalahan atau situasi yang memerlukan pemecahan sehingga siswa dapat mencari cara penyelesaiannya.
Guided discovery (penemuan terbimbing) adalah pelaksanaan discovery
dengan arahan dari guru. Hanafiah dan Suhana (2009: 77) menguraikan bahwa pelaksanaan dalam pembelajaran dimulai dengan guru mengajukan berbagai pertanyaan tentang informasi yang dipelajari untuk mengarahkan siswa mendapatkan kesimpulan yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan percobaan oleh siswa untuk membuktikan pendapat yang dikemukakan.
Guided discovery sendiri merupakan cara komunikasi dari pembelajaran
discovery (penemuan). Menurut Dr. Oemar Hamalik dalam Mohammad Takdir
Illahi (2012): discovery dapat dilaksanakan melalui komunikasi sistem satu arah dan komunikasi dua arah. Discovery dengan komunikasi sistem satu arah, siswa memecahkan masalah dan menjawab pertanyaan dari guru dan melakukan kegiatan penemuan sendiri untuk mencari informasi tanpa bimbingan dari guru. Sedangkan discovery dengan komunikasi sistem dua arah, siswa terlibat dalam menjawab pertanyaan guru, melakukan kegiatan penemuan melalui bimbingan
dari guru yang disebut guided discovery.
2.1.3.2. Langkah-Langkah
Langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery)
yang telah diadaptasi menurut Jamil Suprihatiningrum (2014: 248) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2
Tahap-Tahap Pembelajaran Penemuan Terbimbing yang Dikembangkan
No. Tahap-Tahap Kegiatan Guru
1. Menjelaskan tujuan/ mempersiapkan siswa
Menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dengan mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan 2. Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan masalah sederhana yang
berkenaan dengan materi pembelajaran 3. Merumuskan hipotesis Membimbing siswa merumuskan
hipotesis sesuai permasalahan yang dikemukakan
4. Melakukan kegiatan penemuan
Membimbing siswa melakukan kegiatan penemuan dengan mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi yang diperlukan
5. Mempresentasikan hasil kegiatan penemuan
Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kegiatan, merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep
6. Mengevaluasi kegiatan penemuan
2.1.3.3. Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan metode guided discovery menurut Markaban (2006: 16) adalah sebagai berikut :
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan). c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.
Kelemahan metode guided discovery menurut Markaban (2006: 16-17) sebagai berikut:
a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya
topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model
guided discovery.
2.1.4. Pendekatan Scientific Melalui Metode Guided Discovery
Pendekatan saintifik menekankan pada proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat proses ilmiah untuk mendapatkan sebuah pengetahuan. Siswa diajarkan untuk dapat menemukan sendiri pengetahuannya dengan bimbingan guru. Metode yang membelajarkan siswa untuk dapat menemukan sendiri pengetahuannya salah satunya adalah metode discovery learning yang di dalamnya terdapat metode guided discovery yang menuntut anak didik menemukan pengetahuan dengan bimbingan/ bantuan dari guru. Metode
kejenuhannya melihat praktik pengajaran yang tidak melibatkan anak didik secara langsung, sehingga diharapkan dengan munculnya metode ini dapat memperbaiki pengajaran yang selama ini hanya mengarah pada menghafal fakta-fakta dan memberikan pengertian tentang konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang terdapat dalam pelajaran. Ia juga meyakini bahwa implikasi discovery learning dalam proses pembelajaran akan mampu memberikan jaminan ideal bagi kematangan anak didik dalam mengikuti materi pelajaran, sehingga pada perkembangan selanjutnya dapat memperkuat wacana intelektual mereka.
Discovery dapat dilaksanakan melalui komunikasi satu arah maupun dua arah. Pendapat ini disampaikan oleh Oemar Hamalik dalam Mohammad (2012:91) yang mengatakan discovery learning dapat dilaksanakan melalui komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah, bergantung besarnya kelas. Mohammad (2012: 92) menambahkan apabila di dalam kelas terdapat 30 anak maka dapat digunakan penemuan terbimbing (guided discovery). Sistem dua arah melibatkan para anak didik dalam menjawab pertanyaan dari guru sementara guru membimbing mereka ke arah yang tepat dalam menemukan pengetahuan.
Berdasarkan langkah-langkah pendekatan saintifik dan langkah-langkah metode Guided Discovery dapat diintegrasikan sebagai berikut :
a. Menjelaskan tujuan/ mempersiapkan siswa
Siswa dijelaskan mengenai tujuan pembelajaran, diberikan motivasi dan dorongan untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
b. Mengamati untuk pengenalan terhadap masalah
Siswa mengamati baik melalui membaca, mendengar, menyimak, melihat untuk mempelajari masalah sederhana berkaitan dengan materi pembelajaran. c. Menanya berkaitan dengan masalah untuk membuat hipotesis
Siswa mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa
yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi untuk dapat digunakan merumuskan hipotesis sesuai permasalahan yang dikemukakan. d. Melakukan kegiatan penemuan untuk mengumpulkan informasi
sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian, aktifitas, wawancara dengan narasumber.
e. Mengolah informasi hasil penemuan
Siswa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan melalui bimbingan dari guru untuk menambah keluasan dan kedalaman informasi sampai dengan mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
f. Menyampaikan hasil kegiatan dan merumuskan kesimpulan
Siswa menyajikan hasil pencarian informasi, data, fakta dan menjawab permasalahan atau hipotesis dan merumuskan kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
g. Evaluasi kegiatan penemuan
Siswa bersama guru mengevaluasi langkah-langkah kegiatan yang dilakukan.
2.1.5. Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2009: 22), “bahwa hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran”. Sudjana (2009) membagi tiga macam hasil belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.
Menurut Sudjana (2008) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Hamalik (2001) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Menurut teori Bloom berdasarkan kajian dari Suprijono (2011), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan,ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons),
valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan routinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Dari beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang sebagai hasil dari
proses belajar yang tercermin dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
2.2.Kajian Penelitian yang Relevan
Fransiskus Redi (2012) dengan penelitian berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) Terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Kelas III SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas III SD Negeri Tlogo. Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen. Data siswa diperoleh dari data Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Kelas eksperimen dalam pembelajaran menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery), sedangkan kelas kontrol menggunakan metode pembelajaran konvensional. Dalam eksperimen ini menggunakan metode Nonequuivalent Control Group Design, yaitu jenis penelitian yang menggunakan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan menggunakan tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan analisis data dapat disimpulkan
perbedaan hasil belajar yang sangat signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Artinya bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Hasil Uji t-test (Independent Samples T Test) nilai posttest diketahui bahwa nilai t Equal variances assumed adalah 5,627 dan tingkat signifikansi (Sig. 2-tailed) 0,000. Berdasarkan hasil nilai posttest uji t dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka ada pengaruh yang sangat signifikan.
Ni Nym. Sumarniti, dkk (2014) dengan penelitian berjudul “Pengaruh
Metode Guided Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V di SD Gugus VII Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan metode pembelajaran
Guided Discovery Learning dengan kelompok siswa yang dibelajarkan metode
pembelajaran konvensional di kelas V SD Gugus VII Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan non equivalent post test only control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajar dengan metode guided
discovery learning dan kelompok siswa yang dibelajar dengan metode
pembelajaran konvensional. Besarnya thitung adalah 2,92 sedangkan ttabel dengan db = 47 dan taraf signifikansi 5% adalah 1,67793. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (2,92>1,67793) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, metode guided discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPA yang diperoleh pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di Gugus VII Kecamatan Sawan.
Siti Mutoharoh (2011) dengan penelitian berjudul “Pengaruh Metode
Guided Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar KIMIA Siswa pada Konsep
dan kelompok kontrol. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah control group pretes-posttest. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes hasil belajar. Hasil belajar siswa kelompok eksperimen (rata-rata=72,8 dan simpangan baku=9,53 ) lebih tinggi dari kelompok kontrol (rata-rata=54,86 dan simpangan baku=8,06 ) dan setelah dilakukan uji-t diperoleh nilai thitung sebesar 8,8 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2 atau thitung > ttabel . Maka dapat disimpulkan menolak Ho, dan Ha yang menyatakan terdapat pengaruh penerapan metode guided discovery learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep
laju reaksi diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode guided discovery learning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi.
Dari beberapa penelitian di atas, peneliti juga melakukan penelitian tentang pengaruh dari pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing atau
guided discovery terhadap hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini bukan hanya menggunakan metode guided discovery tetapi juga dengan pendekatan scientific. Pendekatan scientific tersebut diintegrasikan dengan metode guided discovery
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Judul dari penelitian
tersebut adalah “pengaruh pendekatan scientific melalui metode guided discovery
terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 SD Gugus Perahu Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung semester II tahun pelajaran 2014/2015”.
2.3.Kerangka Pikir
Proses pembelajaran yang perlu dilakukan adalah pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses belajar mengajar, guru hanya membimbing siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya tidak lagi mendominasi dalam pembelajaran, mengaitkan materi dengan kehidupan
sehari-hari di sekitar siswa.
mendengarkan dan mencatat apa yang telah disampaikan. Terkadang pendidik bertanya dan siswanya menjawab, begitu juga sebaliknya. Apabila ada yang belum dimengerti, siswa yang bertanya dan pendidiknya yang menjawab. Pendidik juga memberikan contoh-contoh soal selanjutnya memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan. Nilai yang didapat siswa juga masih banyak yang dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Pendidik juga masih jarang menjelaskan materi yang dikaitkan dengan benda-benda yang ada di sekitar ataupun pengalaman yang dialami oleh siswa. Pendidik hanya menjelaskan materi dan
mencatatnya atau menggambarkan pada papan tulis. Sedangkan murid selalu bertindak sebagai penerima.
Berdasarkan kajian teori, dapat diketahui salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan penerapan pendekatan scientific melalui metode guided discovery.
Gambar 2.2. Paradigma Penelitian Nilai
Raport Kelas
Eksperimen
Kelas Kontrol
Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific
melalui Metode Guided Discovery
(X1)
Posttest
Pembelajaran Konvensional
Hasil Belajar
2.4.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian, yaitu :
Ho : Ada pengaruh positif dan signifikan penggunaan pendekatan scientific melalui motode guided discovery terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 SD Gugus Perahu Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.
Ha : Tidak ada pengaruh positif dan signifikan penggunaan pendekatan