• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas – Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit antara Hutagodang Estate d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas – Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit antara Hutagodang Estate d"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN

MENURUT KUH PERDATA

A. Pengertian Perjanjian dan Asas – Asas dalam Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan “Suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih”.

Perjanjian merupakan sumber perikatan atau dengan kata lain perikatan biasa

lahir dari perjanjian. Perikatan merupakan suatu perbuatan hukum antara dua pihak,

dimana pihak menuntut sesuatu dari pihak yang lain yang mempunyai kewajiban

memenuhi tuntutan ini. Dalam arti luas perjanjian berarti setiap perjanjian yang

menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak.

Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum antara pihak yang

satu dan pihak yang lain. Dalam hubungan hukum tersebut, setiap pihak memiliki hak

dan kewajiban timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu

terhadap pihak lainnya dan pihak lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, juga

(2)

sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut pihak yang dituntut

(debitur). Sesuatu yang dituntut disebut prestasi.13

“suatu hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasarkan kata

sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan di antara mereka (para

pihak / subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu

berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban yang telah

disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.

Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata. Perjanjian adalah “Suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih”.

Penyempurnaan terhadap definisi perjanjian pada Pasal 1313 KUHPerdata

adalah sebagai berikut:

14

“Perjanjian adalah persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan di

bidang harta kekayaan.”

Dalam arti sempit perjanjian dapat diartikan sebagai berikut:

15

Definisi dalam arti sempit ini jelas menunjukkan telah terjadi persetujuan

(persepakatan) antara pihak yang satu (kreditur) dan pihak yang lain (debitur), untuk

melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan (zakelijk) sebagai objek perjanjian.

13

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal 229

14

Handri Rahardjo, Op. Cit, hal 42

15

(3)

2. Asas – Asas dalam Perjanjian

Asas – asas hukum yang penting diperhatikan pada waktu membuat perjanjian

maupun pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

a. Asas kebebasan berkontrak

Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan

siapa pun, apa pun isinya, apa pun bentuknya sejauh tidak melanggar

undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan (Pasal 1337 KUH

Perdata).

Dalam perkembangannya hal ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi relative

(kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab). Asas inilah yang

menyebabkan hukum perjanjian bersistem terbuka. Pasal – pasal dalam

hukum perjanjian sebagian besar karena Pasal 1320 KUHPerdata bersifat

memaksa dinamakan hukum pelengkap karena para pihak boleh membuat

ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum

perjanjian.

Jika dipahami secara seksama maka asas kebebasan berkontrak memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk:

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian

2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya

(4)

Namun, keempat hal tersebut boleh dilakukan dengan syarat tidak

melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.16

b. Asas Konsensualisme

Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal

itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya

kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas

yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara

formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan

yang dibuat oleh kedua belah pihak.17

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan

dengan akibat perjanjian, bahwa asas ini adalah dimana hakim atau pihak

ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,

sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh

melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para

pihak. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata, yang berbunyi: “ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang.”

16

Handri Rahardjo, Op. Cit, hal 44

17

(5)

d. Asas Iktikad Baik

Asas ini disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang

berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas ini

merupakan bahwa para pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan

substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh

atau kemauan baik dari para pihak.

Asas iktikad baik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Iktikad baik nisbi yaitu orang memperhatikan sikap dan tingkah laku

yang nyata dari subjek.

2. Iktikad baik mutlak yaitu penilaiannya terletak pada akal sehat dan

keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut

norma-norma yang objektif.

e. Asas kepribadian

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perorangan saja. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340

KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya

seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk

dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan

perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH

Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antar pihak yang

membuatnya.” Inti ketentuan ini bahwa perjanjian yang dibuat oleh para

(6)

ada pengecualiannya sebagaimana yang di jelaskan dalam Pasal 1317

KUH Perdata. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat

mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga.

Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUH Perdata

mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam pasal

1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan

orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Sedangkan Pasal 1317

KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318

KUH Perdata memiliki ruang lingkup luas.18

B. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian

1. Kesepakatan

Syarat sahnya perjanjian yang pertama adalah kesepakatan para pihak,

kesepakatan diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kesepakatan adalah

persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak

lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak

dapat dilihat atau diketahui orang lain.

Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu:

a. Bahasa yang sempurna dan tertulis;

b. Bahasa yang sempurna dan lisan;

c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.

Karena dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan

18

(7)

dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi di mengerti oleh pihak

lawannya;

d. Bahwa syarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

e. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.19

2. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk

melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan

menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan

perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dam mempunyai wewenang

untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh

undang-undang. Orang yang cakap atau mempunyai wewenang untuk

melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran

kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang

yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah;

a. Orang yang belum dewasa

Menurut Pasal 330 KUH Perdata, belum dewasa adalah mereka yang

belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila

perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap 21 tahun maka tidak

berarti mereka kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.

b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan

Menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya.

Seseorang yang berada di bawah pengawasan pengampuan,

19

(8)

kedudukannya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Jika

seorang anak yang belum dewasa harus diwakili orang tua atau walinya,

maka seseorang dewasa yang berada di bawah pengampuan harus

diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dalam Pasal 433 KUH

Perdata disebutkan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada

dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap, harus di bawah

pengampuan jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya.

Seseorang yang telah dewasa dapat juga berada di bawah pengampuan

karena keborosannya.

c. Istri dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Namun dalam perkembangannya

istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo SEMA Nomor. 3 Tahun 1993.

3. Adanya Objek Perjanjian

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek

perjanjian adalah pokok perjanjian. Pokok perjanjian adalah apa yang

menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Pokok

perjanjian ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Yang menjadi pokok

perjanjian adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat

sesuatu, misalnya adalah jual beli dimana menyerahkan hak milik atas

rumah itu dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu.

Pokok perjanjian itu harus ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat

(9)

perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara

cukup.

4. Adanya sebab yang halal

Undang-undang tidak menyebutkan pengertian mengenai sebab. yang

dimaksud dengan sebab bukanlah sesuatu yang mendorong para pihak

untuk mengadakan perjanjian, karena alasan yang menyebabkan para pihak

untuk membuat perjanjian itu tidak menjadi perhatian umum. Adapun sebab

yang tidak diperbolehkan ialah jika isi perjanjian bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.20

Perjanjian sah dan mengikat adalah perjanjian yang memenuhi unsur-unsur

dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah dan

mengikat diakui dan memiliki akibat hukum. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut

pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga keempat disebut

syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.

Dari uraian di atas, apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka salah satu

pihak dapat meminta supaya perjanjian itu dibatalkan, namunapabila para pihak tidak

ada yang keberatan, maka perjanjian itu dianggap sah. Sementara itu apabila syarat

objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum.

(10)

Perdata setiap perjanjian selalu memiliki empat unsur dan pada setiap unsur melekat

syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.

Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat seperti yang

ditentukan di atas tidak akan diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak

yang membuatnya, tetapi tidak mengikat, artinya tidak wajib dilaksanakan. Apabila

dilaksanakan juga, sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya dan

menimbulkan sengketa.

Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dapat merupakan konsekuensi

hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat sahnya kontrak

bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Batal demi hukum

Dimana dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH

Perdata syarat objektif adalah perihal tertentu dan kausa yang legal.

b. Dapat dibatalkan

Dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata

syarat subjektif tersebut adalah kesepakatan kehendak dan kecakapan berbuat.

c. Kontrak itu dapat dilaksanakan

Kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak tidak begitu saja batal

tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum

(11)

kontrak tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonvensi menjadi kontrak

yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak yang dapat dibatalkan adalah

bahwa dengan kontrak yang dapat dibatalkan, kontrak tersebut sudah sah,

mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut,

sementara kontrak yang tidak dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan

hukum sebelum dikonversi menjadi kontrak yang sah.

d. Sanksi administratif

Ada juga syarat kontrak yang apabila tidak dipenuhi hanya mengakibatkan

dikenakan sanksi administratif saja terhadap salah satu pihak atau kedua belah

pihak dalam kontrak tersebut.21

1) Perjanjian mengikat para pihak

Dimana telah diuraikan di atas bahwa perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tidak

dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak. Atau karena alasan-alasan

yang cukup menurut undand-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal

ini merupakan, akibat hukum yang timbul dalam perjanjian.

Akibat dari suatu perjanjian menurut Pasal 1338 KUH Perdata, adalah:

Yang dimaksud dengan para pihak adalah para pihak yang membuatnya

yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata, ahli waris

berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak

21

(12)

dari seseorang secara tidak terperinci, serta yang dimaksud dengan para

pihak juga dimaksudkan pada pihak ketiga yang diuntungkan dari

perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka

memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci atau khusus.

2) Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena Pasal 1338

ayat (2) KUH Perdata merupakan kesepakatan diantara kedua belah pihak

dan alasan- alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik yang ditentukan dalam

Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Melaksanakan apa yang menjadi hak di

satu pihak dan kewajiban di pihak yang lain dari yang membuat

perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan

dengan rasa keadilan. Sehingga ada suatu perjanjian dapat dilaksanakan

harus dilandasi dengan prinsip iktikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan

dan sesuai dengan undang-undang. Dimasukkannya itikad baik dalam

pelaksanaan perjanjian berarti kita harus menafsirkan perjanjian itu

berdasarkan keadilan dan kepatutan.22

Dengan adanya akibat hukum yang timbul dalam perjanjian maka perjanjian

itu menimbulkan akibat hukum yang sah dan mengikat berlaku sebagai

undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan

kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Dimana akibat hukum

yang timbul di dalam perjanjian yang sah.

22

(13)

(a) Berlaku sebagai undang-undang

Dikatakan berlaku sebagai undang-undang artinya perjanjian mempunyai

kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada

pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak wajib menaati perjanjian itu

sama dengan menaati undang-undang. Apabila ada pihak yang melanggar

undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu, yaitu sanksi

hukum. Jadi, siapa yang melanggar perjanjian dia dapat dituntut dan diberi

hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

(b) Tidak dapat dibatalkan sepihak

Perjanjian adalah persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan

harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Namun, jika ada alasan

yang cukup menurut undang-undang perjanjian dapat dibatalkan secara

sepihak.

(c) Pelaksanaan dengan iktikad baik

Pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata iktikad baik adalah ukuran objektif

untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu

mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah

pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan dengan benar.

Apabila terjadi selisih pendapat antara pelaksanaan perjanjian dengan

(14)

mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap

norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu.23

C. Berakhirnya Suatu Perjanjian

Tentang hapusnya perjanjian yang mengakibatkan berakhirnya suatu

perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata, hapusnya persetujuan berarti

menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam

persetujuan dengan sendirinya menghapuskan seluruh perjanjian, tetapi belum

tentu dengan hapusnya perjanjian akan menghapuskan persetujuan hanya saja

persetujuan itu tidak akan mempunyai kekuatan, maka pelaksanaan suatu

perjanjian itu telah dipenuhi debitur.

Adapun macam-macam penghapusan perjanjian dalam Pasal 1381 KUH

Perdata adalah, sebagai berikut:

1. Karena pembayaran

2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan

3. Karena pembaharuan hutang

4. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi

5. Karena pencampuran hutang

6. Karena pembebasan hutang

7. Karena musnahnya barang yang terhutang

8. Karena kebatalan atau pembatalan

9. Karena kadaluwarsa.24

23

(15)

Ad. 1. Pembayaran

Hal ini adalah yang paling penting karena mengenai betul-betul

pelaksanaan perjanjian. Hal pembayaran ini diatur dalam Pasal 1382 sampai

Pasal 1403 KUH Perdata.

Pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak saja

pembayaran berupa uang juga penyerahan barang yang dijual oleh penjualnya.

Pembayaran itu sah apabila pemilik berkuasa memindahkannya, pembayaran

itu harus dilakukan kepada si berhutang atau seseorang yang dikuasakan

untuk menerima.

Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan

seperti seseorang yang merupakan si berhutang atau seseorang penanggung

hutang. Suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang

tidak mempunyai kepentingan asal saja pihak ketiga itu bertindak atas nama

dan untuk melunasi hutangnya si berhutang atau bertindak atas namanya

sendiri asal tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.

Ad. 2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan perjanjian

Hal ini diatur dalam Pasal 1404 sampai 1412 KUH Perdata. Usaha ini

adalah perlu, oleh karena biasanya dianggap bahwa pihak-pihak tidak ada

kewajiban untuk menerima pelaksanaan perjanjian.

24

(16)

Namun adakalanya kreditur menolak pembayaran yang dilakukan debitur.

Hal ini dimana kreditur berada dalam keadaan wanprestasi, apabila terjadi

debitur dapat menuntut pemutusan dan pembatalan perjanjian ataupun ganti

rugi.

Hal ini kemungkinan bahwa perjanjian yang telah dibuat oleh kreditur

dan debitur akan memberatkan debitur apabila pembayaran tidak segera

dilakukan seperti pada perjanjian untuk menyerahkan barang atau uang yang

memakai bunga tinggi maka dalam hal ini debitur dapat melakukan

penawaran pembayaran, namun apabila debitur segera membayar dengan

suatu penitipan barang yang ditetapkan pula oleh undang-undang maka

bebaslah debitur dari kewajibannya dan dianggap telah terjadi suatu

pembayaran yang sah.25

25

Ibid, hal 193

Ad. 3 Pembaharuan hutang

Pembaharuan hutang lahir atas dasar persetujuan para pihak untuk

membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian yang lama

dengan perjanjian yang baru.

Pembaharuan hutang diatur dalam Pasal 1413 KUH Perdata yang terdiri

(17)

1. Apabila seseorang yang berhutang membuat suatu perikatan-hutang

baru guna orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan

hutang yang lama, yang dihapuskan karena disebut novasi objektif.

2. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang

yang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari

perikatannya, disebut novasi subjektif.

3. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang

baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap

siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi

subjektif aktif.

Dalam Pasal 1414 KUH Perdata diterangkan bahwa “pembaharuan

hutang hanya dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap untuk

mengadakan perikatan-perikatan”. Dalam Pasal 1415 KUH Perdata

ditegaskan bahwa “tiada pembaharuan hutang yang dipersangkakan,

kehendak seseorang untuk mengadakan harus dengan tegas ternyata dari

perbuatannya”.26

Perjumpaan hutang adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan

memperjumpakan atau memperhitungkan hutang piutang secara timbal

balik antara kreditur dengan debitur dimana perjumpaan hutang diatur

dalam Pasal 1424 KUH Perdata. Ad. 4 Perjumpaan Hutang atau Kompensasi

26

(18)

Dalam Pasal 1426 KUH Perdata menyatakan “ perjumpaan terjadi demi

hukum, bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang berhutang, dan

kedua hutang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya, pada

saat hutang-hutang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk

diperjumpakan kecuali dalam tiga hal yang disebutkan dalam Pasal 1429

KUH Perdata:

a. Apabila dituntut pengembalian suatu barang yang secara berlawanan

dengan hukum dirampas dari pemiliknya.

b. Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau

dipinjamkan.

c. Terhadap suatu hutang yang bersumber pada tunjangan-nafkah telah

dinyatakan tidak dapat disita.

Ad. 5 Pencampuran Hutang

Dalam Pasal 1436 KUH Perdata pencampuran hutang ini terjadi

apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang

berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu pencampuran

hutang, dengan mana piutang dihapuskan.

Mariam Darus Badrulzaman, “mengatakan bahwa percampurqan

hutang adalah percampuran kedudukan dari partai yang mengadakan

(19)

kreditur. Dalam hal ini demi hukum perikatan yang semula ada diantara kedua

belah pihak”.

Hal yang menyebabkan terjadinya percampuran hutang adalah:

a. Perkawinan, dengan pencampuran harta antara si berpiutang

dengan si berhutang.

b. Apabila si berhutang menggantikan hak si berpiutang karena

warisan.27

Ad. 6. Pembebasan hutang

Pembebasan hutang terjadi apabila dengan tegas menyatakan tidak

menghendaki lagi prestasi dari kreditur dan melepaskan hak atas pembayaran.

Hal ini yang dibutuhkan adalah adanya kehendak kreditur disertai dengan

menggugurkan perjanjian itu sendiri. Dan yang dapat dikatagorikan sebagai

pembebasan hutang apabila pembebasan itu merupakan pelepasan hak oleh

kreditur terhadap debitur. Pembebasan hutang ini diatur dalam Pasal 1438

KUH Perdata.

Akibat dari pembebasan hutang ini tidak ada di atur dalam

undang-undang secara khusus, tetapi dengan pembebasan hutang ini maka perikatan

akan dianggap telah selesai atau hapus.

27

(20)

Ad. 7. Musnahnya barang yang terhutang

Musnahnya barang yang terhutang diatur dalam Pasal 1444 KUH Perdata

yang menyatakan “apabila tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah,

tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, sedemikian hingga sama sekali

tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya,

asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya si berhutang dan sebelum

ia lalai menyerahkannya”.

Ad. 8. Kebatalan atau Pembatalan

Apabila suatu perjanjian harus dianggap batal meskipun tidak diminta

oleh suatu pihak. Maka perjanjian seperti itu dianggap tidak ada sejak semula,

batal mutlak adalah suatu perjanjian yang diadakan tanpa mengindahkan cara

yang secara mutlak dikehendaki oleh undang-undang. Pembatalan lain adalah

pembatalan tidak mutlak yaitu hanya terjadi jika diminta oleh orang-orang

tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu.

Pembatalan perjanjian yang berdasarkan atas hal merugikan suatu pihak,

maka pembatalan tersebut dapat diminta untuk melakukan pembatalan

perjanjian.

Ad. 9. Daluwarsa atau Lampau waktu

Daluwarsa diatur dalam Pasal 1946 KUH Perdata yaitu adalah sesuatu

atau untuk dibebaskan dari sesuatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu

(21)

Suatu perikatan dapat hapus karena lewatnya waktu tetapi daluwarsa yang

dimaksud adalah daluwarsa yang batas waktunya telah ditetapkan oleh

undang-undang. Apabila dengan lampaunya jangka waktu tertentu maka

dianggap perjanjian telah hapus, sehingga debitur bebas dari kewajiban

memenuhi perjanjian dan dianggap seseorang telah memperoleh hak milik

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan terhadap pendapatan anggota Gabungan Kelompok Tani

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penagruh komite audit, kepemilikan institusional, dewan komisaris, ukuran perusahaan, dan profitabilitas (ROA) terhadap

!alam kondisi kedaruratan bencana diperlukan sebuah institusi yang menjadi pusat komando dan koordinasi kedaruratan bencana sesuai lokasi dan tingkatan bencana terjadi. +ntuk

Petroliam Nasional Berhad (PETRONAS) menamatkan tahun 2015 yang amat sukar dengan pendapatan dan keuntungan selepas cukai (PAT) yang lebih rendah dalam suasana

Pemanfaatan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) digunakan untuk membeli pakaian sekolah (seragam sekolah) seperti seragam sekolah putih biru, dan pramuka. Dengan ada

Skripsi ini berjudul " Evaluasi Pengelolaan Dana Desa Di Desa Berbura Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka ", dengan menyadari segala keterbatasan atas kemampuan

Activity Diagram Data Narapidana merupakan diagram kejadian ketika petugas lapas mengklik menu data, lalu kemudian sistem akan menampilkan halaman data

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, guru dan peneliti merasa perlu untuk melakukan upaya perbaikan kondisi ini dengan melakukan sebuah penelitian tindakan