BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pelayanan publik merupakan jenis pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
rakyat atas dasar kepentingan umum. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian
layanan keperluan individu atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan pada suatu
instansi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pemberi pelayanan
adalah tugas dari pemerintah yang diberikan kepada masyarakat, yang berarti pemerintah
dalam hal ini bukanlah melayani dirinya sendiri atau sebaliknya dilayani oleh rakyat, tetapi
pemerintah adalah “pelayan rakyat”. Pelayanan publik oleh pemerintah (birokrasi) adalah
salah satu bentuk perwujudan dari fungsi aparatur Negara sebagai abdi masyarakat disamping
sebagai abdi Negara.
Pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat haruslah tanpa
memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat, dan semua warga masyarakat
mempunyai hak yang sama terhadap pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dengan demikian, untuk mengatur tentang pelaksanaan pelayanan publik tersebut,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Pelayanan publik (public service) adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap
masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas – fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa
yang dilakukan oleh organisasi public. Dalam hal ini adalah suatu pemerintahan. Dalam
pemerintahan pihak yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintah beserta segenap
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pelayanan publik yang
diberikan pemerintah kepada masyarakat, yang mencakup pada penyediaan sarana dan
prasarana kesehatan, dan akses yang mempermudah bagi masyarakat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan tersebut. Hal ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tentang
Kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab penuh terhadap
seluruh perbekalan kesehatan yang diperlukan dalam upaya penyelenggaraan kesehatan, yang
mencakup tenaga ahli di bidang kesehatan, fasilitas, termasuk teknologi yang mendukung,
serta obat-obatan bagi pelayanan kesehatan.
Untuk penyelenggaran pelayanan kesehatan menurut Soekidjo Notoatmodjojo,
dilakukan oleh pihak pemerintah dan swasta yang merupakan pihak yang sekaligus
menyediakan fasilitas kesehatan mencakup Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik, Rumah
Bersalin dan lain sebagainya. (Notoatmodjojo. 2003:25).
Fungsi utama pemerintah daerah adalah penyediaan pelayanan publik bagi
masyarakat daerah bersangkutan. Oleh sebab itu optimalisasi pelayanan publik yang efisien
dan efektif menjadi perhatian utama pemerintah daerah agar dapat menyajikan pelayanan
publik yang prima bagi masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan salah satu
cara yang ditempuh untuk mendorong pemerintah daerah melakukan pelayanan publik yang
tepat bagi masyarakat, dan sekaligus mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol
terhadap kinerja pemerintah di bidang pelayanan publik.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal. Sesuai dengan amanat Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang, SPM diterapkan
pada Urusan Wajib Daerah terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik di Provinsi
maupun Kabupaten/Kota.
Tujuan dari penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM), antara lain :
1. Meningkatkan pemahaman yang holistik/menyeluruh dan terpadu dalam penerapan
dan pencapaian SPM.
2. Menyamakan pemahaman tentang definisi operasional indikator kinerja, ukuran atau
satuan, rujukan, dan target nasional.
3. Membangun komitmen dan tindak lanjut untuk penerapan dan pencapaian SPM.
4. Menyediakan panduan bagi pemerintah dalam melaksanakan perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban
penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal.
5. Membangun dasar dalam penentuan anggaran kinerja berbasis manajemen kinerja.
6. Mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan
Pemerintahan.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yang berisi kerangka
kebijakan, pengorganisasian di daerah kabupaten/kota serta peran pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota ini
disusun setelah mendapat masukan dari lintas sektor, lintas program pusat dan daerah, serta
perguruan tinggi melalui berbagai kegiatan seminar dan pertemuan yang diikuti oleh
diharapkan pelayanan kesehatan yang paling mendasar dan esensial dapat dipenuhi pada
tingkat yang paling minimal secara nasional, sehingga dapat mengurangi kesenjangan
pelayanan kesehatan dan lebih jauh dapat memelihara/ menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Namun demikian untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya spesifik
daerah harus tetap diberikan.
Mengingat Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan bersifat dinamis, maka
jenis pelayanan beserta indikator kinerjanya perlu terus dikembangkan melalui konsensus
nasional.
Bentuk organisasi pelayanan kesehatan di tingkat daerah berdasarkan kesehatan
primer tentu saja berbeda di tiap-tiap negara, tetapi sifat khas dasarnya selalu tetap:
aksesibilitas yang lengkap dan menyeluruh, penitikberatan pada penyuluhan kesehatan dan
pencegahan penyakit dan kecacatan, kerja sama lintas sektoral, keikutsertaan masyarakat,
serta desentralisasi dan koordinasi dari seluruh pelayanan atau sistem kesehatan, baik milik
pemerintah maupun non-pemerintah.
Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa
sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan. Tidak hanya pegawai PT. Perkebunan
Nusantara II yang diberikan layanan terhadap bidang kesehatan, tetapi juga banyak dari
masyarakat di Tanjung Morawa memilih rumah sakit ini sebagai tempat mereka berobat baik
itu untuk berobat jalan maupun rawat inap. Adapun bentuk pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh pihak Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II
kepada setiap pasien yaitu; pemeriksaan rawat jalan spesialis, rawat inap, tindakan medis,
dokter spesialis, pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan kemampuan
rumah sakit bersangkutan dengan berpedoman pada jenis pemeriksaan dan tindakan medis
PICU, persalinan dengan resiko tinggi, pelayanan emergensi rawat jalan/ rawat inap,
pemberian obat-obatan sesuai dengan Daftar Standar Obat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK).
Tertarik dengan fenomena tersebut maka penulis pun mengangkat judul penelitian
“Kualitas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa.”
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah sangat penting dilakukan agar diketahui arah jalannya suatu
penelitian. Seperti yang dilakukan oleh Arikunto bahwa agar suatu penelitian dapat
dilaksanakan sebaik-baiknya, maka penulis merumuskan masalah sehingga jelas dari mana
harus memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa. (Arikunto, 1993:17).
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka penulis di dalam melakukan penelitian ini
merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Kualitas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa?”
1.3TUJUAN PENELITIAN
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau
apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan
kesehatan yang sudah diberikan di Rumah Sakit Umum dr. G. L. Tobing PT. Perkebunan
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejauh mana pelayanan kesehatan yang sudah berjalan di Rumah
Sakit Umum dr. G. L .Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa .
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang
menggunakannya.
1.5 KERANGKA TEORI
Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan
permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana
masalah tersebut disoroti. Selanjutunya teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, dan
konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis
Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah:
1.5.1 MANAJEMEN PELAYANAN
1.5.1.1. Pengertian Manajemen Pelayanan
Untuk dapat mempelajari manajemen pelayanan, sebelumnya kita harus memahami
pengertiannya. Oleh karena itu dibawah ini akan diuraikan tenteang defenisi manajemen,
defenisi pelayanan, dan defenisi manajemen pelayanan.
Ada berbagai macam defenisi manajemen, misalnya Manullang (1987: 17)
mendefenisikan manajemen sebagai:
“seni dan ilmu perencanaan,pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan daripada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.”
Sementara itu Gibson, Donelly & Ivancevich (1996: 4) mendefenisikan manajemen
sebagai:
“suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri.”
Dua defenisi tersebut di atas kelihatannya berbeda, tetapi apabila dicermati pada
prinsipnya adalah sama. Yang dimaksudkan dalam proses oleh Gibson, Donelly &
Ivancevich sebenarnya adalah penerapan ilmu dan seni sebagaimana dimaksudkan oleh
Manullang. Sedangkan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan oleh
Gibson dan kawan-kawan disebut sebagai mengordinasikan berbagai aktivitas lain.
Sama halnya dengan defenisi manajemen, defenisi pelayanan juga sangat banyak.
Defenisi yang sangat simpel diberikan oleh Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997:
melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan.” Ini adalah defenisi yang
paling simpel. Sedangkan defenisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos sebagaimana
dikutip di bawah ini:
“Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkain aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.”
Berdasarkan diskusi tentang pengertian manajemen dan pelayanan di atas, maka
manajemen pelayanan dapat diartikan sebagai “suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk
menyusun rencana, mengimplementasikan rencana, mengoordinasikan dan menyelesaikan
aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan.”
1.5.2. PELAYANAN PUBLIK
1.5.2.1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik diartikan, pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan. (Kurniawan, op.cit., hlm. 4)
Selanjutnya menurut Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan
masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja
dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya negara
Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai
kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan
kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
1.5.2.2. Kualitas Pelayanan Publik
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan
masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin
dari:
1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses
oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti;
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektivitas;
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebtuhan, dan
harapan masyarakat;
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari
aspek manapun khususnya ras, suku, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain;
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan
Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas pelayanan
birokrat terhadap masyarakat. Kata kulitas memiliki banyak defenisi yang berbeda dan
bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Defenisi konvensional
dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti:
1. Kinerja (performance);
2. Keandalan (reliability);
3. Mudah dalam penggunaan (easy of use);
4. Estetika (esthetics), dan sebagainya.
Adapun dalam defenisi strategis dinyatakan bahwa kualitas dalam segala sesuatu
yangmampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of
customer).
Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis
oleh Gaspersz dalam Samparan Lukman (Lukman, op.cit:9-11) mengemukakan bahwa pada
dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok:
1. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung
maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan
kepuasan atas penggunaa produk.
2. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Agar pelayanan yang diberikan berdasarkan kualitas tentu saja kedua kualitas
dimaksud harus terpenuhi. Negara berkembang umumnya tidak dapat memenuhi kedua
Master dalam Dadang Julianta (Ed) (Dadang Juliantara, Penigkatan Kapasitas Pemerintah
Daerah Dalam Pelayanan Publik. 2005:19-20) mengemukakan berbagai hambatan dalam
pengembangan sistem manajemen kualitas, antara lain:
1. Ketiadaan komitmen dari manajemen;
2. Ketiadaan pengetahuan dan kekurang pahaman tentang manajemen kualitas bagi
aparatur yang bertugas melayani;
3. Ketidakmampuan aparatur mengubah kultur yang mempengaruhi kualitas manajemen
pelayan pelanggan;
4. Ketidaktepatan perencanaan manajemen kualitas yang dijadikan pedoman dalam
pelayanan pelanggan;
5. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan belum dioptimalkan;
6. Ketidakmampuan membangun learning organization, learning by individuals dalam
organisasi;
7. Ketidaksesuaian antara struktur organisasi dengan kebutuhan;
8. Ketidakcukupan sumber daya dan dana;
9. Ketidaktepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan;
10.Ketidaktepatan mengadopsi prinsip manajemen kualitas ke dalam organisasi;
11.Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan, baik internal maupun
eksternal;
12.Ketidaktepatan dalam pemberdayaan dan kerja sama.
Selanjutnya, Fitzsimmons dan Fitzsimmons dalam Budiman berpendapat terdapat
lima indikator pelayanan publik, yaitu reliability yang ditandai pemberian pelayanan yang
tepat dan benar; tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya
konsumen dengan cepat; assurance, yang ditandai tingkat perhatian terhadap etika dan moral
dalam memberikan pelayanan, dan empati, yang ditandai tingkat kemauan untuk mengetahui
keinginan dan kebutuhan konsumen. (Rusli, loc.cit)
Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan
komprehensif yang lebih dikenal dengan konsep pelayanan prima. Aparat pelayanan
hendaknya memahami variabel-variabel pelayanan prima seperti yang terdapat dalam agenda
perilaku pelayanan prima sektor publik SESPANASLAN. Variabel dimaksud adalah
1. Pemerintahan yang bertugas melayani;
2. Masyarakat yang dilayani pemerintah;
3. Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik;
4. Peralatan atau sarana pelayanan yang canggih;
5. Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan;
6. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standart dan asas
pelayanan masyarakat;
7. Manajemen dan kepemimpinan serta organisasi pelayanan masyarakat;
8. Perilaku pejabat yang terlibat dalam pelayanan masyarakat, apakah masing-masing
telah menjalankan fungso mereka.
Variabel pelayana prima di sketor publik seperti di atas dapat diimplementasikan
apabila aparat pelayanan berhasil menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya.
Agar kepuasan pelanggan yang menjadi tujuan utama terpenuhi, aparatur pelayan dituntut
untuk mengetahui dengan pasti siapa pelanggannya.
Selain peningkatan kualitas pelayanan melalui pelayanan prima, pelayanan yang
hati yang digagas oleh Patricia Patton dimaksudkan layanan yang berasal dari diri sendiri
yang mencerminkan emosi, watak, keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan. (Patricia
Patton. 1998:1)
Oleh karena itu,aparatur pelayanan dituntut untuk memberikan pelayanan kepada
pelanggan dengan sepenuh hati. Layanan seperti ini tercermin dari kesungguhan aparatur
untuk melayani. Kesungguhan yang dimaksud, aparatur pelayanan menjadikan kepuasan
pelanggan sebagai tujuan utamanya.
Aparatur pelayanan tidak mempunyai alasan sedikit pun untuk tidak berorientasi pada
kepuasan pelanggan secara total. Bahkan kepuasan pelangganlah yang dapat dijadikan
barometer dalam mengukur keberhasilan dalam pelayanan. Untuk mencapai hal ini, aparatur
pelayanan tidak boleh menghindar dari prinsip pelayanan dilakukan sepenuh hati.
Paradigma pelayanan publik di Indonesia haruslah diubah. Berbagai fenomena
pelayanan publik harus diperbaiki, sehingga pelayanan publik dapat dioptimalkan.
Layanan sepenuh hati, juga bisa membantu kiat menyisihkan waktu untuk memahami
orang lain dan peduli terhadap perasaan mereka. Nilai yang sebenarnya dalam layanan
sepenuh hati menurut Patton terletak pada kesungguhan empat sikap “P” (Ibid, hlm. 6-8)
yaitu:
1. Passionate (gairah). Ini mneghasilkan semangat yang besar terhadap pekerjaan, diri
sendiri, dam orang lain. Antusiasme dan perhatian yang dibawakan pada layanan
sepenuh hati akan membedakan bagaimana memandang diri sendiri dan pekerjaan
dari tingkah laku dan cara memberi pelayanan kepada para konsumen. Mereka
mengetahui apakah kita menghargai mereka atau tidak. Gairah berarti menghadirkan
2. Progressive (progresif). Penciptaan cara baru dan menarik untuk meningkatkan
layanan dan gaya pribadi. Pekerjaan apapun yang kita tekuni, jika memiliki gairah dan
pola pikir yang progresif, akan menjadikan pekerjaan lebih menarik. Bersikap kreatif
itu dimulai dari berpikir, bukannya membatasi diri sendiri terhadap cara memberi
layanan.
3. Proactive (proaktif). Supaya aktif harus melibatkan pekerjaan kita. Banyak orang
yang hanya berdiam diri dan menanti disuruh melakukan sesuatu bila diperlukan.
Untuk mencapai kualitas layanan yang lebih bagus diperlukan inisiatif yang tepat.
Nilai tambah layanan sepenuh merupakan alasan yang mendasari mengapa melakukan
sesuatu bagi orang lain.
4. Positive (positif). Senyum merupakan bahasa isyarat universal yang dipahami semua
orang dimuka bumi ini. Berlaku positif itu sangat menarik. Sikap ini dapat mengubah
suasana dan kegairahan pada hampir semua interaksi konsumen. Berlaku positif
berarti seyogianya berlaku hangat dalam menyambut para konsumen dan tidak ada
pertanyaan atau permintaan yang tidak pada tempatnya. Apabila mau melapangkan
perasaan dan pikiran menjadi orang yang lebih positif dan senantiasa mendapat
penjelasan, Anda dapat melihat dunia dan orang-orang yang ada didalamnya dengan
perspektif yang berbeda. Ini modal yang sangat berguna dalam membangun hubungan
antar pribadi.
Patricia Patton lebih jauh mengemukakan bahwa dalam melakukan pelayanan
sepenuh hati terdapat tiga paradigma pengikat (Ibid, hlm. 10-12) yang seyogianya dipahami
1. Bagaimana memandang diri sendiri.
Harga diri tidak diukur dari apa yang dimiliki dan apa pekerjaan seseorang. Misalnya
seseorang yang pekerjaanya membungkus makanan, ia tidak merasa rendah karena
pekerjaannya itu. Ini karena ia memiliki rasa percaya diri terhadap dirinya sendiri, dan
ia juga memiliki kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. Jika
menganggap diri kita tidak berharga dan mendasarkan citra diri pada seberapa besar
materi yang dimiliki, bukannya berpikir siapa kita sebenarnya maka sikap ini akan
memunculkan perasaan negatif pada diri sendiri.
2. Bagaimana memandang orang lain.
Pekerjaan pembungkus makanan menghargai orang lain, para konsumen dan barang
yang dibelinya. Hal ini dapar dilihat dari caranya mengepak dan sikap dalam
memperlakukan para konsumennya. Ia tidak hanya ramah dan profesional, namun
juga mampu menjalin hubungan emosional dengan setiap konsumen. Ia
mempergunakan makanan sebagai alat untuk belajar lebih banyak tentang kehidupan
mereka dan bahkan kadang-kadang ia bertindak sebagai penasehat yang banyak
gagasan tentang resep dan gizi. Dari jenis makanan yang mereka pilih, ia semakin
mengetahui lebih banyak tentang diri mereka dan bisa menyesuaikan komentarnya
dengan minat dan kepribadian para konsumen.
3. Bagaimana memandang pekerjaan.
Pekerja pembungkus makanan menjadikan pekerjaanya penting dan khusus. Ia
menambah nilai pekerjaannya denga cara mengemas barang belanjaan konsumen
dengan efisien dan penuh perhatian. Ia bangga terhadap dirinya sendiri karena selama
ini belum pernah barang yang dibungkusnya pecah atau rusak. Ia menambahkan
sentuhan perasaan dalam pekerjaannya dengan cara memberi perhatian kepada
tidak ragu-ragu lagi menganggap pekerjaan itu sebagai bagian dari dirinya sendiri,
dan telah menemukan cara-cara untuk menambah makna terhadap pekerjaannya. Ia
mendapak kesenangan dari tugas yang sebenarnya biasa saja.
1.5.3. PELAYANAN KESEHATAN
1.5.3.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu
dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting
ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat. (Azwar, 1993: 1)
Pelayanan kesehatan yang bermutu/ berkualitas, yaitu:
a. Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
b. Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka tingkat
kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dengan
demikian apabila dikaitkan dengan pelanggan, maka pelanggan dapat merasakan hal-hal
sebagai berikut :
1) Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa.
3) Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
Menurut Azwar (1993) kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap
pasien. Makin sempurna kepuasan pasien, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan.
Salah satu definisi kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan
rumah sakit memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat
diterima pasiennya.
Aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan menurut Parasuraman (dalam
Tjiptono,1997)adalah:
a. Keandalan (reliability)
b. Ketanggapan (responsivenes)
c. Jaminan (assureance)
d. Empati atau kepedulan (emphaty)
e. Bukti langsung atau berujud (tangibles)
Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, banyak syarat
yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yakni:
tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima
(acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient), serta
bermutu (quality).
Pelayanan kesehatan, memiliki tiga fungsi yang saling berkaitan, saling berpengaruh
dan saling bergantungan, yaitu fungsi sosial (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan
masyarakat pengguna pelayanan kesehatan ), fungsi teknis kesehatan (fungsi untuk
memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pemberi pelayanan kesehatan) dan fungsi
Ketiga fungsi tersebut ditanggung jawab oleh tiga pilar utama pelayanan kesehatan yaitu,
masyarakat (yang dalam prakteknya dilaksanakan bersama antara pemerintah dan
masyarakat), tenaga teknis kesehatan (yang dilaksanakan oleh tenaga profesional kesehatan)
dan tenaga adminstrasi/manajemen kesehatan (manajemen/ adminstrator kesehatan).
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat (consumer satisfaction), melalui
pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan dan kebutuhan
pemberi pelayanan (provider satisfaction), pada institusi pelayanan yang diselenggarakan
secara efisien (institutional satisfaction). Interaksi ketiga pilar utama pelayanan kesehatan
yang serasi, selaras dan seimbang, merupakan paduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini
merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care).
1.5.3.2. Standar Pelayanan Kesehatan
Standar pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan itu sendiri
dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi masalah mutu pelayanan kesehatan.
Jika suatu organisasi pelayanan kesehatan ingin menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
bermutu secara taat azas atau konsisten, keinginan tersebut harus dijabarkan menjadi suatu
standar pelayanan kesehatan atau standar prosedur operasional. Secara luas, pengertian
standar pelayanan kesehatan ialah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu akan
menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome) sistem pelayanan kesehatan.
Standar pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan
mutu pelayanan kesehatan ke dalam terminology operasional sehingga semua orang yang
terlibat dalam pelayanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia
pelayanan kesehatan, dan akan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan perannya
masing-masing. Standar, indikator, dan angka nilai ambang batas menjadi unsur-unsur yang
akan membuat jaminan mutu pelayanan kesehatan itu dapat diukur, objektif, dan bersifat
kualitatif. Dikalangan profesi pelayanan kesehatan sendiri, terdapat berbagai definisi tentang
standar pelayanan kesehatan. Kadang-kadang standar pelayanan kesehatan itu diartikan
sebagai protokol, standar prosedur operasional (SPO), dan petunjuk pelaksanaan.
Secara khusus selain pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat wilayah
setempat maka rumah sakit juga harus meningkatkan manajemen di dalam rumah sakit yaitu
meliputi:
a. Manajemen Sumberdaya Manusia.
b. Manajemen Keuangan.
c. Manajemen Sistem Informasi Rumah Sakit, kedalam dan keluar rumah sakit.
d. Sarana prasarana.
e. Mutu Pelayanan.
1.6 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak
mengenai kebijakan, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial
(Singarimbun, 1989)
Untuk menetapkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang
1. Manajemen Pelayanan adalah suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun
rencana, mengimplementasikan rencana, mengoordinasikan dan menyelesaikan
aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan.
2. Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
3. Faktor-faktor yang mencerminkan kualitas pelayanan terdiri dari: transparansi,
akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, dan keseimbangan hak dan