SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS
“Mengintregasikan Nature dan Nurture untuk Memberdayakan HOTS di Era Disrupsi”
Surakarta, 27 Oktober 2018
IMPLEMENTASI MODEL POE
2WE DENGAN PENDEKATAN
SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN GERAK LURUS DI SMA
Nana
Pendidikan Fisika FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia 46115
nana@unsil.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik melalui model POE2WE dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model PBL pada SMA di Kabupaten Ciamis Jawa Barat Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu yang dilakukan pada beberapa sekolah di Kabupaten Ciamis yang dijadikan contoh penerapan kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2013/2014 kelas X materi Gerak Lurus. Untuk memperoleh data digunakan instrumen penelitian yaitu: pre-test dan post-test, angket siswa, observasi keterlaksanaan pembelajaran model POE2WE, dan wawancara untuk tanggapan guru. Data dianalisis dengan menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan gain yang dinormalisasi pada kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik melalui model POE2WE dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model PBL. Data dihasilkan rata-rata nilai antara pre-test dan post-test kelas eksperimen adalah 42, 50 dan kelas kontrol adalah 29,93 dan terdapat peningkatan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen N-gain= 0,8 ( berkategori tinggi) dan kelas kontrol N-gain= 0,5 (berkategori sedang). Uji efektivitas dihasilkan nilai Sig (2-tailed) (0,000) < (0,05).
Kata kunci: Pendekatan Saintifik , Model POE2WE, Fisika SMA
Pendahuluan
Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran kompetensi dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data,
mengasosiasi/menalar, dan
mengkomunikasikan.
Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan
pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.
16
|
Mengintegrasikan Nature dan Nurture untuk Memberdayakan HOTS di Era Disrupsi perolehan turut serta mempengaruhikarakteristik standar proses. Penguatan pendekatan saintifik perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
Prinsip pembelajaran ada kurikulum 2013 menekankan perubahan paradigma: (1) peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu; (2) guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; (3) pendekatan tekstual menjadi pendekatan proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; (4) pembelajaran berbasis konten menjadi pembelajaran berbasis kompetensi; (5) pembelajaran parsial menjadi pembelajaran terpadu; (6) pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menjadi pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; (7) pembelajaran verbalisme menjadi keterampilan aplikatif; (8) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); (9) pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pebelajar sepanjang hayat; (10) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); (11) pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; (12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas; (13) pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan (14) pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan siswa, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen (input –proses–output) tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak
instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran
Fakta empirik yang terkait problematika pembelajaran Sains perlu di kembangkan model dan metode pembelajaran sains yang dapat mencapai ketiga ranah dari Bloom. Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan sejumlah keterampilan ilmiah atau bekerja ilmiah melalui metode ilmiah sekaligus melatih sikap ilmiah adalah metode saintifik. Dengan metode ini peserta didik dapat mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesis, memprediksi konsekuensi hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji hipotesa, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang di organisasikan dari hipotesis, prediksi dan eksperimen. Dalam metode eksperimen tidak hanya aspek kognitif saja, melainkan aspek psikomotorik dan afektif bisa di amati oleh guru.
A. Pembelajaran Pendekatan saintifik Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan
kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil: 1996), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh peserta didik (Zamroni, 2000; &Semiawan, 1998).
Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991). Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar.
dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah (Nur: 1998), dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan (Semiawan: 1992).
Model ini juga tercakup penemuan makna (meanings), organisasi, dan struktur dari ide atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi (Houston, 1988). Dengan demikian peserta didik lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru lebih berperan sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran.
Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri (Chain and Evans: 1990).
Sesuai dengan karakteristik fisika sebagai bagian dari natural science, pembelajaran fisika harus merefleksikan kompetensi sikap ilmiah, berfikir ilmiah, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengomuni-kasikan. (1) Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak. (2) Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun pengetahuan siswa dalam bentuk konsep, prisnsip, prosedur, hukum dan teori, hingga
berpikir metakognitif. Tujuannnya agar siswa memiliki kemapuan berpikir tingkat tinggi (critical thingking skill) secara kritis, logis, dan sistematis. Proses menanya dilakukan melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang kebebasan mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri, termasuk dengan menggunakan bahasa daerah. (3) Kegiatan mencoba/ mengumpulkan data bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan siswa untuk memperkuat pemahaman konsep dan prinsip/prosedur dengan mengumpulkan data, mengembangkan kreatifitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk mesin komputasi dan otomasi sangat disarankan dalam kegiatan ini. (4) Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Data yang diperoleh dibuat klasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Kegiatan dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktifitas antara lain menganalisis data, mengelompokan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan mengasosiasi memungkinkan siswa berpikir kritis tingkat tinggi (higher order thinking skills) hingga berpikir metakognitif. (5) Kegiatan mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan/ atau unjuk karya.
Tantangan baru dinamika kehidupan yang makin kompleks menuntut aktivitas pembelajaran bukan sekedar mengulang fakta dan fenomena keseharian yang dapat diduga melainkan mampu menjangkau pada situasi baru yang tak terduga.Dengan dukungan kemajuan teknologi dan seni, pembelajaran diharapkan mendorong kemampuan berpikir siswa hingga situasi baru yang tak terduga.
18
|
Mengintegrasikan Nature dan Nurture untuk Memberdayakan HOTS di Era Disrupsi 1. Menyajikan atau mengajak siswamengamati fakta atau fenomena baik secara langsung dan/ atau rekonstruksi sehingga siswa mencari informasi, membaca, melihat, mendengar, atau menyimak fakta/fenomena tersebut
2. Memfasilitasi diskusi dan tanya jawab dalam menemukan konsep, prinsip, hukum,dan teori
3. Mendorong siswa aktif mencoba melaui kegiatan eksperimen
4. Memaksimalkan pemanfaatan tekonologi dalam mengolah data, mengembangkan penalaran dan memprediksi fenomena 5. Memberi kebebasan dan tantangan
kreativitas dalam mengomunikasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki melalui presentasi dan/atau unjuk karya dengan aplikasi pada situasi baru yang terduga sampai tak terduga.
Penerapan kurkulum 2013 yang sudah ada masih kurang mengoptimalkan kemampuan siswa dalam memberikan prediksi dan untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan. Kurangnya pengetahuan awal siswa menjadi kendala dalam pembentukan suatu prediksi dari siswa. Suatu prediksi yang di buat siswa membutuhkan pengetahuan awal dan pengetahuan yang luas tentang suatu permasalahan. Selain itu saat praktikum siswa hanya berperan dalam pelaksanaan praktikum. Alat bahan dan langkah-langkah percobaan sudah disediakan oleh guru. Hal ini menjadikan siswa tidak berlatih berfikir kritis untuk merancang percobaan sendiri berdasarkan prediksi yang telah dibuatnya dan siswa belum bisa mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari juga belum bisa di ketahui seberapa jauh penguasaan konsep di peroleh siswa. Dalam kurikulum 2013 yang menggunakan pembelajaran saintifik yang terdiri dari 5 M, Mengamati (Observing), menanya (Questioning), mencoba (Experimenting), menganalisis (Assosiating) dan mengkomunikasikan (Communicating).
Hakikat pembelajaran sains menurut Puskur (2007) adalah pembelajaran yang merangsang kemampuan berfikir peserta didik yang meliputi empat unsur utama yaitu: 1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, mahluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; 2) proses : prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; 3) produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum; 4) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan keempat unsur hakekat
pembelajaran sains diharapkan dapat membentuk peserta didik memiliki kemampuan pemecahan masalah dengan metode ilmiah, dan meniru cara ilmuan bekerja dalam menemukan fakta baru dalam proses pembelajaran IPA.
Jauhar (2011) menyatakan bahwa standar kompetensi untuk bidang sains pada jenjang SMA ditekankan pada kemampuan bekerja ilmiah, dan kemampuan memahami konsep-konsep sains serta penerapannya dalam kehidupan.
B.
Pengertian dan Sintaks model Pembelajaran POE2WEModel pembelajaran Prediction, Observation, Explanation, Elaboration, Write
dan Evaluation (POE2WE) dikembangkan dari model pembelajaran POEW dan model pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Konstruktivistik. Model POE2WE merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai suatu konsep dengan pendekatan konstruktivistik. Model ini membangaun pengetahuan dengan urutan proses terlebih dahulu meramalkan atau memprediksi solusi dari permasalahan, melakukan eksperimen untuk membuktikan prediksi, kemudian menjelaskan hasil eksperimen yang diperoleh secara lisan maupun tertulis, membuat contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari, menuliskan hasil diskusi dan membuat evaluasi tentang pemahaman siswa baik secara lisan maupun tertulis.
Model pembelajaran POE2WE dapat menjadikan siswa sebagai subjek di dalam pembelajaran. Siswa aktif dalam menemukan suatu konsep melalui pengamatan atau eksperimen secara langsung, bukan dari menghafal buku materi maupun penjelasan dari guru. Model ini memungkinkan siswa aktif dalam proses pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstrukssi pengetahuannya, mengkomunikasikan pemikirannya dan menuliskan hasil diskusinya sehingga siswa lebih menguasai dan memahami konsep yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Permatasari (2011:1) bahma model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, melakukan pengamatan terhadap fenomena serta mengkomunikasikan pemikiran dan hasil diskusi sehingga siswa akan lebih mudah menguasai konsep yang di ajarkan.
pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Konstruktivistik maka dapat di susun langkah-langkah pembelajaran model POE2WE secara terinci sebagai berikut:
a) Prediction
Tahap prediction yaitu siswa membuat prediksi atau dugaan awal terhadap suatu permasalahan. Permasalahan yang ditemukan berasala dari pertanyaan dan gambar tentang gerak lurus oleh guru yang ada di LKS/buku siswa sebelum siswa membuat prediksi. Pembuatan prediksi jawaban tahap Prediction
pada model POEW identik dengan fase
Engagenent pada pendekatan konstruktivistik. Guru mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat membuat prediksi atau jawaban sementara dari suatu permasalahan.
b) Observation
Tahap Observation yaitu untuk membuktikan prediksi yang telah di buat oleh siswa. Siswa diajak melakukan eksperimen berkaitan dengan masalah atau persoalan yang di temukan. Selanjutnya siswa mengamati apa yang terjadi, kemudian siswa menguji kebenaran dari dugaan sementara yang telah dibuat. Tahap Observation pada model POEW identik dengan fase Exploration pada pendekatan konstruktivistik.
c) Explanation
Tahap Explanation atau menjelaskan yaitu siswa memberikan penjelasan terhadap hasil eksperimen yang telah dilakukan. Penjelasan dari siswa dilakukan melalui diskusi dengan anggota kelompok kemudian tiap kelompokn mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Jika prediksi yang di buat siswa ternyata terjadi di dalam eksperimen, maka guru membimbing siswa merangkum dan memberi penjelasan untuk menguatkan hasil eksperimen yang dilakukan. Namun jika prediksi siswa tidak terjadi dalam eksperimen, maka guru membantu siswa mencari penjelasan mengapa prediksi atau dugaannya tidak benar. Tahap explanation
identik dengan fase explanation pada pendekatan konstuktivistik.
d) Elaboration
Tahap elaboration yaitu siswa membuat contoh atau menerapkan konsep dalam kehidupan sehari-hari. Tahap elaboration di ambil dari pendekatan konstruktivistik. Tahap ini guru medorong siswa untuk menerapkan konsep baru dalam situasi baru sehingga siswa
lebih memahami konsep yang di ajarkan guru. Tahap ini pengembangan dari pendekatan konstruktivistik.
e) Write
Tahap write atau menulis yaitu melakukan komunikasi secara tertulis,merefleksikan pengetahuan dan gagasan yang dimiliki siswa. Menurut Masingilia dan Wisniowska (1996) dalam Ansari (2012) menulis dapat membantu siswa untuk mengekspresikan pengetahuan dan gagasan mereka. Siswa menuliskan hasil diskusi dan menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selain itu pada tahap write ini, siswa membuat kesimpulan dan laporan dari hasil eksperimen. Tahap ini merupakan pengembangan dari model TTW.
f) Evaluation
20
|
Mengintegrasikan Nature dan Nurture untuk Memberdayakan HOTS di Era Disrupsi Sintaks POEW(Samosir, 2010)
Sintaks Model Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivistik (Duffy
dan Jonassen, 1992)
Model POE2WE
(Nana et al 2014)
1. (Prediction) membuat prediksi, membuat dugaan
1. (Engagement) pendahuluan membuat pertanyaan menggali pengetauan awal peserta didik
1. (Prediction)
Membuat dugaan atau prediksi. Tahap Engagement identik dengan Predict pada POEW
2. (Observation) melakukan penelitian, pengamatan
2. (Exploration) menguji prediksi, melakukan dan mencatat hasil pengamatan.
2. (Observation), melakukan
observasi/pengamatan. Tahap Exploration identic dengan tahap observation pada POEW 3. (Explanation) yaitu memberi
penjelasan
3. (Explanation) menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri
3. (Explanation)
menjelaskan pada tahap explanation identik dengan explanation pada pendekatan konstruktivistik 4. (Write) Membuat Kesimpulan 4. (Elaboration). Aplikasi konsep
dalam kehidupan sehari-hari
4. (Elaboration). Aplikasi konsep dalam
kehidupan sehari-hari merupakan
pengembangan dari pendekatan konstruktivistik 5. (Evaluation) Evaluasi terhadap
pengetahuan, keterampilan, dan perubahan proses berpikir peserta didik
5. (Write)
Menuliskan hasil diskusi. Merupakan pengembangan dari model POEW 6. (Evaluation)
Tabel 2 Kegiatan pembelajaran Model Pembelajaran Model POE
2WE
Fase- fase Kegiatan Guru Kegiatan Peserta Didik
Prediction - Menyampaikan tujuan pembelajaran. - Memperhatikan penjelasan dari
- Mengajukan pertanyaan kepada guru.
siswa - Memprediksi jawaban
- Menginventarisir prediksi dan alasan pertanyaan dari guru
yang di kemukakan peserta didik. - Mendiskusikan hasil
prediksinya
Observation - Mendorong peserta didik untuk - Membentuk kelompok
bekerja secara kelompok - Melakukan percobaan
- Membagikan LKS - Mengumpulkan data hasil
- Mengawasi kegiatan percobaan percobaan
yangdilakukan oleh peserta didik - Melakukan diskusi kelompok
- Menyimpulkan hasil percobaan
Explanation - Mendorong peserta didik untuk - Mengemukakan pendapatnya
menjelaskan hasil percobaan. tentang hasil percobaan
- Meminta peserta didik - Mengemukakan pendapatnya
pempresentasikan hasil percobaannya tentang gagasan baru
- Mengklarifikasikan hasil berdasarkan hasil percobaan.
percobaannya - Menanggapi presentasi dari
- Menjelaskan konsep/definisi baru kelompok lain.
- Konsep baru dari guru dapat di
terima
Elaboration - Memberi permasalahan berkaitan - Menerapkan konsep baru
dengan penerapan konsep. dalam situasi baru atau
- Mendorong peserta didik untuk kehidupan sehari-hari.
menerapkan konsep baru dalam situasi baru.
Write - Memberi kesempatan kepada peserta - Mencatat hasil penjelasan dari
didik untuk mencatat guru dan diskusi kelompok
Evaluation - Mengajukan pertanyaan untuk - Menjawab pertanyaan
penilaian proses berdasarkan data
- Menilai pengetahuan peserta didik - Mendemonstrasikan
- Memberikan balikan terhadap kemampuan dalam penguasaan
jawaban peserta didik konsep
Metode Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
metode
eksperimen dengan desain yang disebut
nonequivalent
kontrol
group
design
dengan menggunakan dua kelas yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk
memperoleh data pada kelas tersebut
diberikan tes awal (
pretest
) dan tes akhir
(
posttest
) perbedaan antara kedua kelas
tersebut adalah perlakuan dalam proses
pembelajaran, pada kelas eksperimen
menggunakan
pembelajaran
dengan
pendekatan
saintifik
melalui
model
POE
2WE sedang pada kelas kontrol
menggunakan model PBL.
Teknik
analisis
statistika
dengan
independent-sample t test juga
digunakan
untuk mengolah data berupa rata-rata hasil
pre tes dan post test, sehingga diketahui
perbedaan antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Uji statistik menggunakan
SPSS 19. Sebelum di hitung dengan uji-t
data di uji normalitas dan homogenitas
dulu
dengan
Kolmogorov-Smirnov
program SPSS.
Normalisasi
Gain Score
Normalisasi
gain
score
adalah
teknik
analisis
untuk
mengetahui
tingkat kenaikan hasil belajar siswa.
Gain score
ternormalisasi menurut
Meltzer (2002) dapat dihitung dengan
rumus berikut:
< g>=
Skor postes−skor pretes
skor maksimal−skor pretes
Keterangan:
22
|
Mengintegrasikan Nature dan Nurture untuk Memberdayakan HOTS di Era DisrupsiInterpretasi nilai gain ternormalisasi
menurut Hake (1998: 1) dapat dilihat
pada Tabel 3
Nilai <g> Kriteria
<g> ≥ 0,7 Tinggi 0,7 ><g> ≥ 0,3 Sedang <g>< 0,3 Rendah
Hasil penelitian dan Pembahasan
Tabel 4 Hasil uji t tes awal, tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol.
Sekolah kelompok Tes Awal Tes Akhir
eksperimen Harga t p Harga t p
SMA Negeri 1 Ciamis 1,159 0,251 12,159 0,000
SMA Negeri 2 Ciamis 2,235 0,079 13,943 0,000
SMA Negeri 3 Ciamis 1,310 0,195 5,289 0,000
SMA Negeri Baregbeg 3,771 0,089 10,925 0,000
Kelompok eksperimen 2,448 0,076 11,108 0,000
terintegrasi terhadap kontrol
Berdasarkan data pada tabel 4
tersebut dapat disimpulkan tes awal
bagi
peserta
didik
kelompok
eksperimen dan tes awal peserta didik
kelompok
kontrol
tidak
terdapat
perbedaan yang signifikan (p>0,05).
Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan
bahwa
peserta
didik
baik
pada
kelompok
eksperimen
maupun
kelompok kontrol memiliki tingkat
kemampuan awal yang sama
Berdasarkan data hasil analisis
dengan uji t pada tabel 4 dapat
disimpulkan bahwa tes kemampuan
akhir bagi peserta didik baik pada
kelompok kontrol terdapat perbedaan
yang signifikan (p< 0,05). Jadi, terdapat
perbedaan yang signifikan antara siswa
yang belajar menggunakan pendekatan
saintifik
melalui
model
POE
2WE
dengan siswa yang menggunakan model
PBL
.
Kesimpulan model POE
2WE
efektif digunakan untuk meningkatkan
prestasi belajar peserta didik pada mata
pelajaran fisika di SMA Negeri 1
Ciamis, SMA Negeri 2 Ciamis, SMA
Negeri 3 Ciamis dan SMA Negeri
Baregbeg.
Hasil uji t pada tes awal dan tes akhir
kelompok eksperimen secara
terintegrasi terhadap kelompok
kontrol
Sesuai data pada tabel 4 dapat
disimpulkan bahwa hasil tes akhir bagi
peserta didik kelompok eksperimen dan
kontrol
terdapat
perbedaan
yang
signifikan
(p<0,05).
Jadi
terdapat
perbedaan yang signifikan hasil tes
akhir antara peserta didik yang diajar
dengan pendekatan saintifik melalui
model POE
2WE dengan pendekatan
saintifik saja. Kesimpulannya model
POE
2WE efektif digunakan untuk
meningkatkan prestasi belajar peserta
didik pada mata pelajaran Fisika di
SMA.
Hasil analisis setelah diuji
Paired
Sampel
t-test
hasilnya
terdapat
perbedaan. Hal ini membuktikan bahwa
hasil belajar kognitif sebelum dan
setelah diterapkan model POE
2WE.
Terdapat kenaikan hasil belajar kognitif
siswa, yang dapat dilihat dari nilai rata
–
rata siswa saat pretes dan postes.
Nilai pretest dan posttest tersebut
kemudian dihitung tingkat kenaikan
hasil
belajarnya
untuk
menetahui
efektivitasnya. Rumus yang digunakan
adalah
N-gain
ternormalisasi. Hasil
Table 5 hasil peningkatan nilai pretes dan postes sebagai berikut
Kelompok Nama Sekolah Skor gain Kriteria
SMAN1 Ciamis 0,9 Tinggi
Eksperimen
SMAN 2 Ciamis 0,9 Tinggi
SMAN 3 Ciamis 0,7 Tinggi
SMAN Baregbeg 0,8 Tinggi
Kontrol SMAN Cisaga 0,5 Sedang
Berdasarkan tabel 5 rata-rata skor gain kelompok kontrol 0,8 berada pada kriteria
tinggi. Berarti terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik yang tinggi sedangkan pada
kelompok kontrol terdapat peningkatan yang sedang.
Data nilai pretes dan posttest yang telah diketahui bahwa distribusinya normal dan
homogen selanjutnya dianalisis dengan uji
Paired Sample t-test
(Uji t dua sampel
berpasangan). Berdasarkan perhitungan diperoleh t
hitung= -13,923 untuk kelas eksperimen
dan -15,115 untuk kelas kontrol dengan probabilitas sebesar 0,000 (p < 0,05), maka
keduanya Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai hasil
belajar siswa sebelum diterapkan model POE
2
WE dengan setelah diterapkan model
POE
2
WE.
Untuk mengetahui apakah perbedaan perbedaan peningkatan hasil belajar antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berbeda secara signifikan, dilakukan uji t.
Selengkapnya pada tabel di bawah.
Tabel 6 Group Statistics
Std. Std. Error Model N Mean Deviation Mean Rata- Kelas
120 42.50 12.754 1.164 rata Eksperimen
Kelas Kontrol 30 29.93 11.399 2.081
Tabel 7 Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Sig. 95% Confidence
Interval of the
(2-Difference
tailed Mean Std. Error
F Sig. t df ) Difference Difference Lower Upper
Rata- Equal
rata variances .238 .627 4.925 148 .000 12.567 2.552 7.524 17.609
assumed Equal variances
5.270 48.830 .000 12.567 2.385 7.774 17.359
not assumed
Jumlah data valid dari tabel 6 ada 150; 120 orang siswa kelas eksperimen dan 30
siswa untuk kelas kontrol. Nilai rata-rata 42,50 untuk kelas eksperimen dan 29,93 untuk
kelas kontrol. Standar deviasi 12,754 untuk kelas eksperimen 11,399 untuk kelas kontrol.
Standard error rata-rata 1,164 untuk kelas eksperimen dan 2,081 untuk kelas kontrol.
Pada tabel 7 uji F akan menguji asumsi dasar dari t test bahwa varian kedua
kelompok adalah sama. Hipotesis Ho = kedua kelompok mempunyai varian yang sama.
H1= kedua kelompok memiliki varian yang tidak sama. Jika sig >
, maka Ho diterima.
Dan jika Sig < , maka Ho di tolak. Nilai Sig (0,627) >
(0,05), maka Ho diterima. Jadi
kedua kelompok mempunyai varian yang sama.
Uji selanjutnya memakai nilai
equal varian assumed
, namun apabila pada
perhitungan Sig <
memakai data di bawahnya. Hipotesis Ho= model POE
2WE tidak
24
|
Mengintegrasikan Nature dan Nurture untuk Memberdayakan HOTS di Era Disrupsihasil rata-rata nilai test. Jika sig >
, maka Ho diterima. Dan jika Sig <
, maka Ho di
tolak. Dari tabel 8 nilai t hitung besar dan nilai Sig
Keterlaksanaan sintaks implementasi
pendekatan saintifik dengan model POE
2WE.
Tabel 8 Persentase keterlaksanaan sintaks pembelajaran pendekatan saintifik
melalui model POE
2WE
Sekolah
Pertemuan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
SMAN1 SMAN2 SMAN3 SMAN Baregbeg SMA Negeri
Ciamis Ciamis Ciamis Cisaga
Aktivitas Guru
I 93,75 93,23 93,75 92,71 72,40
II 96,88 96,88 96,35 95,83 76,04
Peningkatan 3,13 3,65 2,6 3,12 3,64
Aktivitas Siswa
I 95,31 94,79 92,19 94,79 71,35
II 97,39 96,88 95,83 97,92 77,60
Peningkatan 2,08 2,09 3,64 3,13 6,25
K
Gambar 1 Histogram Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran model POE
2WE Guru
tiap pertemuan kelas Eksperimen
Gambar 2 Histogram Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran model
POE
2WE Guru tiap sekolah kelas eksperimen
(2-tailed) (0,000) <
(0,025) maka Ho ditolak. Jadi model POE
2WE
100.00
Gambar 3 Histogram Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran model
POE
2WE Siswa tiap sekolah kelas eksperimen
Ket
Gambar 4 Histogram Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran model POE
2WE
Siswa tiap pertemuan kelas Eksperimen.
R
Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan I Pertemuan II
Gambar
5
Rangkuman
Histogram
Keterlaksanaan
Sintaks
Pembelajaran model POE
2WE tiap pertemuan kelas Eksperimen dan kelas kontrol
26
|
Mengintegrasikan Nature dan Nurture untuk Memberdayakan HOTS di Era DisrupsiDari tabel 8 diatas menunjukan persentase keterlaksanaan sintaks pembelajaran
guru dan siswa yang di peroleh dari tiga pengamat rerata peningkatan yang diperoleh
aktivitas guru yang paling besar pada SMA Negeri 2 Ciamis sebesar 3,65 persen.
Sedangkan untuk aktivitas siswa peningkatan yang paling besar berada pada SMA
Negeri 3 Ciamis sebesar 3,64 persen.
Kelebihan dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik melalui model
POE
2WE ini antara lain adalah terletak pada tahap
predict
, guru menyajikan
permasalahan dengan memberikan soal berupa gambar di LKS yang di bagikan ke
siswa. Kegiatan pembelajaran tahap observe yaitu melakukan eksperimen. Lalu pada
tahap
explain
siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan ditanggapi
oleh kelompok lain. Pengembangan lainnya yaitu pada saat guru memberikan
penjelasan atau konfirmasi terhadap suatu konsep yang masih kurang benar, guru
menampilkan video agar siswa lebih jelas dalam memahami materi. Sebelum ketahap
write
di tambahkan tahap
elaboration
yaitu penerapan konsep gerak lurus dalam
kehidupan sehari-hari. Pada tahap
write
siswa tidak hanya membuat kesimpulan hasil
praktikum, tetapi juga membuat peta konsep serta laporan praktikum.
Tabel 9 Keidentikan model POE
2WE dan kurikulum 2013
Model POE2WE Saintifik dalam Kurikulm 2013
(Prediction) P Mengamati (Observing)
membuat prediksi, membuat dugaan Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak
(tanpa dengan alat)
Menanya (Questioning)
Mengajukan pertanyaan dari yang faktual
sampai yang bersifat hipotesis.
(Observation) O 3. Pengumpulan data (Experimenting)
Melakukan penelitian, pengamatan melalui Melakukan eksperimen
eksperimen 4. Mengasosiasi (Assosiating)
menganalisis data
(Explanation) E 5. Mengkomunikasikan (Communicating)
Yaitu memberi penjelasan melalui diskusi Menyampaikan konseptualisai dengan cara diskusi
kelompok. kelompok
(Elaboration) E
Yaitu penerapan materi dalam kehidupan sehari-hari
(Write) W
Menulis dan menyimpulkan hasil diskusi
(Evaluation) E