TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Kelinci
Dalam meningkatkan gizi masyarakat, pemerintah antara lain berusaha memasyarakatkan ternak kelinci terutama didaerah rawan gizi dan padat penduduk. Tenak kelinci cukup potensial untuk dikembangkan karena cepat berkembang biak dan mampu memanfaatkan hijauan dengan sedikit konsentrat. Keberhasilan usaha ini perlu ditunjang dengan penelitian berbagai aspek pemeliharaannya dan disesuaikan dengan kondisi setempat. Di Indonesia ada beberapa jenis kelinci unggul seperti New Zealand White, Californian yang didatangkan dari belanda. Peternak di Indonesia belum banyak mengenal berbagai bangsa atau varietas kelinci sehingga perlu diadakan pengenalan terhadap bangsa-bangsa kelinci (Nugroho, 1982).
Bangsa kelinci mempunyai klasifikasi taksoni sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Subfilum: Vertebrata, Kelas: Mamalia, Ordo: Lagomorpha, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Genus: Lepus Orictolagus, Spesies: Lepes spp, Orictolagus spp (Susilorini, 2008).
Temperatur ideal didalam kandang kelinci berkisar 15-16ºC. meskipun demikian, pada temperatur antara 10-30ºC ternak kelinci masih dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Pada temperatur yang sangat rendah di bawah 10ºC ternak kelinci berusaha untuk mengkonsumsi pakan yang lebih banyak sehingga berakibat “over consumption”. Anak–anak kelinci yang dilahirkan pada suhu dibawah optimal mengalami kelainan ginjal (diatas 30ºC) terutama kelinci jenis New Zealand White menunjukkan kesulitan bernapas (panting) fertilitas pejantan menurun. Temperatur diatas 30ºC mempunyai efek negatif terhadap fertilitas (kualitas semen jantan rendah) dan meningkatkan kematian embrio dini. Sedangkan pada temperatur dibawah 10ºC menyebabkan meningkatnya biaya pakan untuk setiap perekor kelinci yang dipelihara (Kartadisastra, 1997).
Karakteristik Kelinci Rex
Pakan Ternak Kelinci
Pakan bagi ternak sangat besar perananya. Pemberian pakan yang seimbang diharapkan dapat memberi produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan hendaknya memberi persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1990).
Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan efesiensi produktivitas, karena makanan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam dunia usaha peternakan. Oleh karena itu kelinci harus diberi ransum yang memadai sesuai dengan kebutuhannya (Anggorodi, 1995).
Makanan kelinci yang baik adalah yang terdiri dari sayuran hijau, jerami, biji-bijian, umbi dan konsentrat. Makanan hijau yang diberikan antara lain semacam rumput lapangan, limbah sayuran seperti kangkung dan wortel, dan daun papaya, daun alas, ampas teh dan lain-lain. Sayuran hijau yang akan diberikan pada kelinci ini kalau bisa telah dilayukan dan jangan dalam keaadan segar. Proses pelayuan selain juga untuk mempertinggi kadar serat kasar, juga untuk menghilangkan getah atau racun yang dapat menimbulkan kejang-kejang atau mencret (Kristanto, 1998).
Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci
Kandungan nutrisi yang terkandung didalam pakan kelinci yakni sebagai berikut: air (maksimal 12%), protein (12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar (maksimal 14%), kalsium (1,36%), fosfor (0,7-0,9%). Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara ekstensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80% dan sisanya menggunakan hijauan sebesar 40% (Masanto dan Agus, 2010).
Menurut Aksi Agraris Kanisius (1980) standar kebutuhan pakan ternak kelinci pedaging adalah protein 15-19%, serat kasar: 11-14%, lemak: 2,5-4%, vitamin A: 10.000 IU/kg, kalsium 0,9-1,5%, energi sebesar 2005-2009 Kkal/kg. Menurut Prawirokusumo (1990) kebutuhan pakan kelinci minimum yaitu protein: 12%, serat kasar: 11% dan lemak 2%, kelinci umur 2-4 bulan mengkonsumsi pakan dengan kandungan serat kasar diatas 17% akan memperlambat pencapaina bobot badan. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih
No Nutrisi Jumlah 1 Protein 12-19% 2 Lemak 2-4% 3 Serat Kasar 11-14%
4 Energi 2005-2900 Kkal/kg 5 Calsium 0.9-1,5%
6 Phospor 0,7-0,9% 7 Air 12%
Sistem Pencernaan Kelinci
Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar secara baik. Sistem pencernaan kelinci yang sederhana dengan caecum dan usus yang besar memungkinkan kelinci untuk memakan dan memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput, dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri disaluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci memfermentasikan pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi terjadi di caecum (bagian pertama usus besar), kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasistas saluran pencernaanya Sarwono (2001). Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu.
Kelinci mempunyai kebiasaan cropophagy yaitu memakan kotoran lunak yang berbentuk pelet langsung dari anusnya. Feses ini berwarna hijau muda dan lembek. Kegiatan ini selalu dilakukan oleh kelinci muda umur 3 minggu pada waktu malam menjelang pagi. Hal ini merupakan akibat dari fermentasi caecum yang menghasilkan banyak vitamin B, asam amino esensial dan mengeluarkan serat kasar yang telah dicerna lebih lanjut, serta nutrisi yang lainnya (Blakely, 1998).
Potensi Kulit Pisang Sebagai Pakan Ternak
Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,
tanaman lainya pun dapat dimananfaatkan, mulai dari bonggol sampai daun. Termasuk kulit pisang juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak (Suyanti, 1990).
Varietas pisang yang terbesar di Indonesia begitu banyak jumlahnya. Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada yang berwarna kuning berbintik coklat (pisang raja bulu), ada juga yang berkulit tipis berwarna kuning kecoklatan (pisang raja sore) yang sangat cocok sekali dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Widyastuti, 1993).
Kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti kambing, babi, kelinci, kuda dan lain-lainya. Hal ini disebabkan karena nilai gizi kulit pisang cukup baik. Untuk diberikan kepada ternak, kulit pisang perlu diiris-iris kecil-kecil, kemudian dicampur dengan bahan pakan seperti bekatul, tepung ikan, tepung jagung dan lain-lain. Pencampuran tersebut dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan gizi ternak (Munadjim, 1988).
Fermentasi
Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai alah satu cara pengelolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat didalam bahan bakunya (Tjitjah, 1997).
penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring et al., 2006).
Mol (Mikroorganisme Lokal)
Rhizhopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adlah memiiki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif.
Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah
Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson, 2006).
Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai
dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).
Saccharomyces sp
Saccharomyces sp merupakan genus yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-300C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces boullardii, dan Saccharomyces uvarum (http://id.wikipedia.org, Mei 2013).
Lactobacillus sp
dapat ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari
Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, sauerkraut, acar, bir, anggur (minuman), cuka kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan “kultur awal” yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. Casei dan L. Brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat (http://id.wikipedia.org, Mei 2013).
MOL (Mikroorganisme Lokal)
Mikroorganisme Lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat MOL ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe, yoghurt.
a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.
b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.
c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.
Pembuatan MOL menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan MOL (Takakura Method, 2009).
Trichoderma
Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai
berikut: Kingdom: Fungi, Phylum: Ascomycota, Class: Ascomycetes, Subclass: Hypocreomycetidae, Ordo: Hypocreales, Family: Hypcreaceae, Genus: Trichoderma, Species: T. Harzianum, T. Pseudokoningii dan T. Viridae
selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa. Trichoderma spp.
memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002).
Beberapa ciri morfologi fungi Trichoderma harzianum yang menonjol antara lain koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat (fast grower) (Harman, 2002).
Teknologi Pengolahan Pakan berbentuk Pelet
Pada dasarnya, pelet dibuat untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci sacara instan, artinya hanya dengan satu jenis pakan (pelet) semua kebutuhan kelinci terpenuhi, sehingga kita tidak perlu lagi menyediakan bermacm-macam jenis pakan. Aturan dasar dalam membuat pelet adalah kandungan gizi. Jadi boleh terbuat dari apa pun selama gizi kelinci terpenuhi dan bahan yang digunakan aman (Masanto et al., 2010).
untuk membantu tingkat kekerasan pelet seperti yang diinginkan (Ranjhnan, 2001).
Pelet kelinci sampai saat ini masih menjadi masalah bagi peternak kelinci, sampai sekarang belum ada pabrik khusus yang menyediakan pelet kelinci. Kalau ada, hanya pabrikan skala kecil di daerah tertentu yang dikenal sebagai sentra produksi kelinci seperti di Lembang, Bogor, Klaten dan Malang. Pelet ini sangat penting bagi para peternak, khususnya ketika musim kemarau tiba, dimana rumput berkualitas sulit didapatkan. Pelet khusus untuk kelinci sangat penting, karena dengan begitu seorang peternak bisa menimbun untuk jangka waktu lama ini membuat arus khas keuangan untuk biaya ternak juga bisa diatur lebih mudah. Saat kelinci terjual, secara otomatis sebagian dari uangnya dibelikan untuk pakan kelinci hingga sebulan penuh (Prawirokusumo,1990).
Pakan Penyusun Pelet
Kulit Pisang Raja
Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit pisang Raja (% BK)
Energi Metabolisme (Kkal/kg) 3159 Laboratorium Nutrisi pakan Ternak IPB Bogor (2000)
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses rekstaksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra, 1997). Komposisi nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit
Nutrisi Kandungan Energi Metabolis (Kkal/kg) 28,10
Protein Kasar (%) 15,40
Lemak Kasar (%) 6,49
Serat Kasar (%) 9
Abu (%) 5,18
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU
(2000).
Bungkil Kelapa
Tabel 4. Komposisi nutrisi bungkil kelapa (%)
Nutrisi Kandungan
Energi metabolis (Kkal/kg) 1540
protein kasar (%) 18,56
Lemak kasar (%) 1,8
Serat kasar (%) 15
Abu (%) 11,7
Sumber : Siregar (2009) Hartadi (1997).
Bungkil Kedelai
Bungkil kedalai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Anggorodi, 1995). Kandungan nutrisi kandungan kedelai tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kedelai
Nutrisi Kandungan
unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin (Rasyaf, 1989). Kandungan nutrisi dedak padi dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan nutrisi dedak padi
Uraian Jumlah kandungan
Protein Kasar (%) 13,3a
Lemak Kasar (%) 7,2a
Serat Kasar(%) 13,5b
Kalsium (%) 0,07a
Posfor (%) 1,61a
Energi Metabolisme (kkal/kg) 2850a
Sumber: a. Hartadi et al (1997)
b. Laboratorium Ilmu Nutrisi da Pakan Ternak FP USU (2000)
Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan sumber protein utama, karena bahan ransum tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan teristemewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik. Tepung ikan mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar (Anggorodi, 1995). Komposisi nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi nutrisi tepung ikan (%)
Nutrisi Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg) 2565
Protein kasar (%) 55
Lemak kasar (%) 8
Serat kasar (%) 1
Abu (%) 11,7
Mineral
Mineral merupakan nutrisi yang esensial selalu digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong esesnsial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl, dan S. Jenis mikroba ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co, dan Se ( Siregar, 2008).
Garam
Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain
berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas. Garam
berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defesiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang, dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).
Molases
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Kandungan nutrisi pada molases dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan nutisi pada molases
Kandungan Zat Nilai gizi
Bahan Kering 67,5 Total digestible nutriens (TDN) 56,7
Sumber: a. Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, program Studi Peternakan,Fakultas pertanian,
USU Medan (2000)
Konsumsi Ransum
Konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang dapat dikonsumsi oleh hewan, bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Menurut Smith dan Mangoewidjojo (1988) seekor kelinci dalam satu hari sekurangnya memakan 1 kg dedaunan.
aktifitas serta untuk mengetahui standar konsumsi ransum dalam pertambahan bobot badan yang diukur selama seminggu.
Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian (Anggorodi, 1995).
Kecernaan Bahan Pakan
Kecernaan pakan adalah bagian pakan yang tidak diekskresikan dalam feses dan selanjutnya dapat diasumsikan sebagai bagian yang diserap oleh ternak. Selisih antara nutrien yang dikandung dalam bahan makanan dengan nutrien yang ada dalam feses merupakan bagian nutrien yang dicerna. Kecernaan merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan yang terkandung dalam feses. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap McDonald et al., (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh ternak.