• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Role Playing Serta Motivasi Terhadap Konsep Diri Siswa SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Role Playing Serta Motivasi Terhadap Konsep Diri Siswa SMP"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Untung Subagyo

163

Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Role Playing Serta Motivasi Terhadap Konsep Diri Siswa SMP

Untung Subagyo

email:untungsubagyo62@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengungkap ada tidaknya pengaruh pelaksanaan bimbingan kelompok dengan metode permainan simulasi dan role playing, serta motivasi terhadap perkembangan konsep diri siswa. Metode yang digunakan adalah eksperimen kuantitatif. Data yang diungkap aspek psikologis yaitu motivasi dan konsep diri, dengan menggunakan instrumen quisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya interaksi antara layanan bimbingan kelompok dengan metode permainan simulasi, role playing, serta motivasi terhadap konsep diri siswa.

Kata Kunci: bimbingan kelompok, permainan simulasi, role playing, motivasi, konsep diri.

Abstract: This research is done to know whether the influence of group consul to the game simulation, role playing, and motivation to students concept development. This research uses experimental quantitative. The data showed phsycology is motivation and self-concept by using questioner. The result of the study shows that there is an interaction between counselling and game simulation, role playing, and motivation to students self-concept.

Key words: Group consul, game simulation, role playing, motivation, self-concept.

Pendahuluan

Pada era globalisasi ini, kita

se-dang memasuki suatu abad baru yang

banyak menimbulkan perubahan dan

kemajuan. Namun perubahan dan

ke-majuan yang kita alami juga didiringi

tantangan yang besar. Tantangan akibat

perubahan dan kemajuan yang cepat,

terjadi baik pada aspek sosial, budaya,

dan teknologi.

Permasalahan-perma-salahan yang dihadapi akibat

peru-bahan tersebut semakin komplek, baik

masalah pribadi, sosial, ekonomi,

bu-daya dan lain-lain. Untuk menghadapi

tantangan ini diperlukan kesiapan

indi-vidu secara fisik dan mental, agar lebih

mampu mengatasi berbagai hal dalam

mencapai kesuk-sesan. Bagaimana kita

menghadapi tantangan yang ada biasa

dimulai dengan berempati, mengubah

cara pandang, mengelola emosi dan

mengambil resiko.

Pandangan dan sikap negatif

ter-hadap kualitas kemampuan yang

dimi-liki mengakibatkan ia memandang

(2)

164 sulit diselesaikan. Berbagai penelitian

yang dilakukan para ahli menunjukkan,

bahwa pandangan individu terhadap

dirinya sendiri sangat menentukan

keberhasilan yang akan dicapai.

Panda-ngan dan sikap individu terhadap

dirinya inilah yang dikenal dengan

konsep diri. Konsep diri merupakan

pandangan menyeluruh individu

ten-tang totalitas dari diri sendiri mengenai

karakteristik kepribadian, nilai-nilai

kehidupan, prinsip kehidupan

mora-litas, kelemahan dan segala yang

terbentuk dari segala pengalaman dan

interaksinya dengan orang lain (Burns, 1993:50)”. Konsep diri penting artinya karena individu dapat memandang diri

dan dunianya, mempengaruhi tidak

hanya individu berperilaku, tetapi juga

tingkat kepuasan yang diperoleh dalam

hidupnya. Siswa yang memiliki konsep

diri positif ia akan memiliki dorongan

mandiri lebih baik, ia dapat mengenal

serta memahami dirinya sendiri

sehingga dapat berperilaku efektif

dalam berbagai situasi. Konsep diri

positif bukanlah suatu kebanggaan

yang besar tentang diri tetapi berupa

penerimaan diri. Siswa yang memiliki

konsep diri positif dapat memahami

dan menerima sejumlah factor yang

sangat bermacam-macam tentang

dirinya sendiri. Namun siswa yang

memiliki konsep diri negatif, tidak

memiliki perasaan kestabilan dan

keutuhan diri, juga tidak mengenal diri

baik dari segi kelebihan maupun

kekurangannya atau sesuatu yang ia

hargai dalam hidupnya.

Masalah dan kegagalan yang

dialami siswa disebabkan oleh sikap

negatif terhadap dirinya sendiri, yaitu

menganggap dirinya tidak berarti,

indi-vidu kurang menerima peraturan/norma

yang telah ditetapkan, sehingga ada

sifat membrontak pada dirinya yang

menentang aturan tersebut. Perilaku

siswa yang menyimpang dari aturan

yang berlaku di sekolah disebabkan

oleh pandangan negatif terhadap

dirinya, yaitu dirinya tidak mampu

menyelesaikan tugasnya. Sekolah

me-rupakan salah satu tempat pendidikan

bagi siswa untuk dapat

mengem-bangkan diri melalui layanan

bimbingan dan konseling. Layanan

bimbingan kelompok dengan metode

permainan simulasi dan role playing merupakan salah satu jenis layanan

yang dianggap tepat untuk memberikan

kontribusi pada siswa untuk

mening-katkan motivasi dalam

mengem-bangkan konsep diri positif. Layanan

(3)

Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Untung Subagyo

165 simulasi dan role playing bertujuan

untuk membantu siswa menemukan

makna diri (jati diri) di dunia sosial dan

memecahkan dilema dengan bantuan

kelompok.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui ada atau tidaknya interaksi

antara penerapan bimbingan kelompok

dengan metode permainan simulasi dan

role playing serta motivasi terhadap

konsep diri pada siswa kelas VIII di

SMPN 1 Arosbaya kabupeten

Bang-kalan.

Bimbingan kelompok menurut

Juntika (2006: 23) adalah bantuan

terhadap individu yang dilaksanakan

dalam situasi kelompok. Selain itu

Mungin (2005:17) menyatakan

bim-bingan kelompok adalah suatu kegiatan

kelompok dimana pimpinan kelompok

menyediakan informasi-informasi dan

mengarahkan diskusi agar anggota

kelompok menjadi lebih sosial atau

untuk membantu anggota-anggota

kelompok untuk mencapai

tujuan-tujuan bersama. Sementara itu menurut

Damayanti (2012: 40) bimbingan

kelompok merupakan salah satu tehnik

dalam bimbingan konseling untuk

memberikan bantuan kepada peserta

didik/siswa yang dilakukan oleh

seorang guru pembimbing atau

konselor melalui kegiatan kelompok

yang dapat berguna untuk mencegah

berkembangnya masalah-masalah yang

dihadapi anak.

Prayitno (2008: 17) mengartikan

layanan bimbingan kelompok

meru-pakan suatu proses pemberian bantun

kepada individu melalui suasana

kelompok yang memungkinkan setiap

anggota untuk belajar berpartisipasi

aktif dan berbagi pengalaman dalam

upaya pengembangan wawasan, sikap

dan atau keterampilan yang diperlukan

dalam upaya mencegah timbulnya

masalah atau dalam upaya

pengem-bangan pribadi.

Natawidjaja (2001: 31)

mengar-tikan bimbingan kelompok yaitu suatu

teknik bimbingan yang diberikan oleh

konselor yang diberikan sekelompok

siswa dengan tujuan membantu siswa

atau sekelompok sisw-a yang

menghadapi masalah-masalah yang

dihadapidengan menem-patkan dirinya

di dalam suatu kehidu-pan atau

kegiatan kelompok yang sesuai.

Dari berbagai pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa bimbingan

kelompok merupakan salah satu

layanan bimbingan dan konseling yang

diberi-kan kepada sejumlah individu

(4)

166 memanfaatkan dinamika kelompok

untuk membahas topik tertentu yang

dipimpin oleh pemimpin kelompok

yaitu guru pembimbing/konselor yang

bertujuan menunjang pemahaman,

pengembangan dan pertimbangan

pengambilan keputusan dan tindakan

individu. Melalui dinamika kelompok

yang intensif, pembahasan topik-topik

itu mendorong pengembangan

pera-saan, pikiran, persepsi, wawasan dan

sikap yang menunjang diwujudkannya

tingkah laku yang lebih efektif. Dengan

diadakannya bimbingan kelompok ini

dapat bermanfaat bagi siswa karena

dengan bimbingan kelompok akan

timbul interaksi dengan

anggota-anggota kelompok mereka memenuhi

kebutuhan psikologis.

Bimbingan kelompok dalam

pelak-sanannya ada beberapa metode yang

digunakan salah satunya salah adalah

permainan simulasi. Permainan ( Ga-mes) adalah sebagai transaksi yang melibatkan konsekuensi yang

menga-syikkan (pay off), baik itu menghukum atau mengganjar pribadi yang

memainkannya, melibatkan pula motif

tersembunyi (Rusmana, 2009: 61).

Sedangkan simulasi berasal dari kata

simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah. Kata simulation

artinya tiruan atau perbuatan yang

pura-pura.

Menurut Adam (1973) dalam

Romlah (2001: 118) permainan

simu-lasi (simulation games) adalah per-mainan yang dimaksudkan untuk

me-refleksikan situasi-situasi yang terdapat

dalam kehidupan sebenarnya. Tetapi

situasi itu hampir selalu dimodifikasi,

apakah dibuat lebih sederhana, atau

diambil sebagian, atau dikeluarkan dari

konteksnya. Menurut Roestiyah (2008:

22) simulasi adalah tingkah laku

seseorang untuk berlaku seperti orang

yang dimaksudkan, dengan tujuan agar

orang itu dapat mempelajari lebih

mendalam tentang bagaimana orang itu

merasa dan berbuat sesuatu. Jadi siswa

berlatih meme-gang peranan sebagai

orang lain.

Berdasarkan dari beberapa

pen-dapat tersebut permainan simulasi

merupakan salah satu teknik yang

merefleksi situasi-situasi yang terdapat

dalam kehidupan sebenarnya. dengan

tujuan agar orang itu dapat

mempe-lajari lebih mendalam tentang

bagai-mana orang itu merasa berbuat sesuatu.

Melalui permainan simulasi

mengan-dung kemampuan untuk memanfaatkan

gambaran positif tentang dinamika

(5)

mempela-Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Untung Subagyo

167 jari diri sendiri dan

hubungan-hubu-ngan mereka dehubungan-hubu-ngan orang lain.

Dalam bimbingan kelompok

de-ngan menggunakan permainan

simula-si menurut Roestiyah (2008: 2)

bertu-juan agar seseorang dapat mempelajari

lebih mendalam tentang bagaimana

orang itu merasa dan berbuat sesuatu.

Jadi siswa itu berlatih memegang

peranan orang lain, sehingga siswa

dapat berperan seperti orang-orang atau

dalam keadaan yang dikehendaki.

Begitu juga menurut Romlah

(2001:118) Permainan simulasi dibuat

dengan tujuan membantu siswa untuk

mempelajari pengalaman-pengalaman

yang berkaitan dengan aturan-aturan

sosial. Dalam hal ini peserta permainan

dapat memerankan peran yang sama

sekali asing baginya. Para pemain

harus berperan dan berperilaku seperti

jika mereka benar-benar terlibat dalam

situasi kehidupan yang sebenarnya.

Berdasarkan berbagai pendapat

diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan

permainan simulasi dalam pelaksanaan

bimbingan kelompok adalah membantu

setiap siswa dalam mengembangkan

kemampuan bersosialisasi,

berkomuni-kasi, beradaptasi dan mencegah

ber-kembangnya suatu masalah.

Bermain peran (Role playing) juga merupakan salah satu metode dalam

bimbingan kelompok. Menurut Bennett

dalam Romlah (2001: 99)

mengemu-kakan: bahwa permainan peranan

adalah suatu alat belajar yang

mengam-barkan ketrampilanketram-pilan dan

pengertian-pengertian mengenai

hubu-ngan antar manusia dehubu-ngan jalan

memerankan situasi-situasi yang

pa-ralel dengan yang terjadi dalam

kehidu-pan yang sebenarnya. Didalamnya

Bennett menyebutkan ada dua macam

permainan peranan, yaitu sosiodrama

adalah permainan peranan yang

ditujukan untuk memecahkan masalah

sosial yang timbul dalam hubungan

antar manusia. Sedangkan kedua

adalah psikodrama adalah per-mainan

yang dimaksudkan agar individu yang

bersangkutan dapat memperoleh

pengertian yang lebih baik tentang

dirinya, dapat menemukan konsep

dirinya, menyatakan

kebu-tuhan-kebu-tuhannya, dan menyatakan reaksi

terhadap tekanan-tekanan ter-hadap

dirinya. Mereka berinteraksi sesama

mereka melakukan peran terbuka.

Menurut Nursalim (2002:63) dalam

jurnal Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan (2012:43) sosiodrama

(6)

168 kelompok untuk memecahkan

masalah-masalah sosial melalui kegiatan

ber-main peran.

Dari berbagai pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa dalam

bimbingan kelompok dengan metode

bermain peran (role playing) mem-punyai pengertian bahwa suatu metode

atau teknik dalam bimbingan kelompok

yang melibatkan interaksi dua siswa

atau lebih dengan memerankan suatu

peran tertentu dari suatu situasi

masalah sosial maupun memahami

tentang pengertian yang lebih baik

tentang dirinya, dapat menemukan

konsep dirinya, menya-takan

kebutu-han-kebutuhannya, dan menyatakan

reaksi terhadap tekanan-tekanan

terhadap dirinya. Sehingga dalam

ber-main peran dapat disebut sosiodrama

dan psikodrama masing-masing

tergan-tung pada tujuan dalam permainan

peranannya.

Menurut Nursalim (2012: 43)

tujuan bermain peran dalam

sosio-drama adalah: a) menggambarkan

bagaimana seseorang atau beberapa

orang menghadapi situasi sosial; b)

menggambarkan bagaimana

meme-cahkan masalah sosial; c)

menggam-barkan sikap kritis terhadap tingkah

laku yang harus atau tidak dilakukan

dalam situasi tertentu; d) memberikan

kesempatan untuk meninjau situasi

sosial dari berbagai sudut pandang.

Sardiman (2007: 73),

menyebut-kan motif dapat diartimenyebut-kan sebagai daya

upaya yang mendorong seseorang

untuk melakukan sesuatu. Motif dapat

dikatakan sebagai daya penggerak dari

dalam dan di dalam subjek untuk

melakukan aktifitas-aktifitas tertentu

demi mencapai suatu tujuan. Bahkan

motif dapat dikatakan sebagai suatu

kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal

dari kata motif itu, maka motivasi

dapat diartikan sebagai daya penggerak

yang telah menjadi aktif. Motif menjadi

aktif pada saat-saat tertentu, terutama

bila kebutuhan untuk mencapai tujuan

sangat dirasakan atau mendesak.

Azwar (2012: 15) mengartikan

motivasi adalah rangsangan, dorongan

ataupun pembangkit tenaga yang

dimiliki seseorang atau sekolompok

masya-rakat yang mau berbuat dan

bekerjasama secara optimal dalam

melaksanakan sesuatu yang telah

direncanakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

Keberhasilan mendapatkan prestasi

sangat dipengaruhi oleh faktor motivasi

(Ninawati, 2002: 56). Motivasi

(7)

Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Untung Subagyo

169 belajar karena motivasi bukan hanya

sebagai penggerak tingkah laku, tetapi

juga mengarahkan dan memperkuat

tingkah laku dalam belajar. Tinggi

rendahnya motivasi dalam belajar

terkait dengan motivasi yang

dimi-likinya. Moss dan Kagen (dalam

Burn:1993) juga mengatakan hal yang

sama bahwa keinginan untuk berhasil

dipengaruhi oleh konsep diri yang

dimiliki individu.

Dari uraian mengenai motivasi

berprestasi di atas dapat disimpulkan

bahwa motivasi berprestasi adalah

usaha yang dilakukan individu untuk

mempertahankan kemampuan pribadi

setinggi mungkin, untuk mengatasi

rintangan-rintangan, dan bertujuan

untuk berhasil dalam kompetisi dalam

suatu ukuran keunggulan. Ukuran

keunggulan dapat berupa prestasi

sendiri sebelumnya atau dapat pula

prestasi orang lain. Selain itu

penga-laman individu, latar belakang budaya

dimana individu dilahirkan, peniruan

perilaku maupun harapan orang tua

merupakan faktor-faktor yang

mempe-ngaruhi motivasi dalam berprestasi.

Konsep diri menurut Nihayah dan

Aziz (2005: 22) diartikan sebagai cara

pandang seseorang tentang dirinya

sendiri dan cara pandang dia terhadap

dunia sekeliling. Jadi, konsep diri ini

meliputi aspek siapa diri saya menurut

pikiran saya, pada posisi mana saya

berada dan bagaimana saya harus

berperilaku.

Shavelson, Hubner dan Stanton

(dalam Prasetyo dan Nanang:2006)

menyatakan bahwa konsep diri

meru-pakan persepsi seseorang terhadap

dirinya sendiri, dimana persepsi ini

dibentuk melalui pengalaman dan

interprestasi seseorang terhadap dirinya

sendiri. Konsep diri merupakan hal

yang penting dalam kehidupan sebab

pemahaman seseorang mengenai

kon-sep dirinya akan menentukan dan

mengarahkan perilaku dalam berbagai

situasi. Jika konsep diri seseorang

negatif, maka akan negatiflah perilaku

seseorang, sebaliknya jika konsep diri

seseorang positif, maka positiflah

perilaku seseorang tersebut (Fits dan

Shavelson, dalam Puspasari, 2006:56).

Sedangkan Hurlock dalam Widyastuti

(2014: 56) menambahkan bahwasanya

konsep diri individu dapat menentukan

keberhasilan dan kegagalan seseorang

dalam hubungannya dengan

masya-rakat.

Dari beberapa definisi di atas,

dapat disimpulkan bahwasanya konsep

(8)

170 persepsi individu mengenai dirinya

sendiri yang terbentuk melalui interaksi

dengan lingkungan serta berpengaruh

terhadap aktivitas kehidupan individu

tersebut.

Pada awalnya konsep diri

meru-pakan suatu konstruk yang bersifat

umum atau yang lebih dikenal dengan

istilah unidimensional (Prasetyo, 2006: 76). Konsep diri umum meru-pakan

generalisasi pemahaman konsep diri

tanpa melihat deskripsi spesifik dari

apa yang dilihat secara khusus. Hal ini

mengandung arti bahwa konsep diri

umum merupakan pemahaman seorang

individu terhadap diri mereka secara

umum tanpa melihat bagian-bagian

yang lebih spesifik dari diri mereka

(Puspasari, 2007: 64).

Ada dua hal yang mendasari

perkembangan konsep diri kita yaitu

pengalaman diri kita secara situasional

dan interaksi kita dengan orang lain.

Segenap pengalaman yang datang dari

kita tidak seluruhnya mempunyai

pengaruh kuat pada diri kita. Jika

pengalaman-pengalaman itu

merupa-kan sesuatu yang sesuai dan konsisten

dengan nilai-nilai dan konsep diri

secara rasional dapat kita terima. Selain

itu untuk memperoleh pengertian

mengenai diri kita tersebut dapat

dilakukan melalui "interaksi dengan

orang lain" yang tentunya disertai

persepsi dan kesadaran kita tentang

cara orang lain tersebut melihat kita

dan reaksi mereka terhadap kita.

(Sobur, 2014: 516).

Konsep diri terbentuk berdasarkan

persepsi seseorang tentang sikap orang

lain terhadap dirinya. Konsep diri pada

dasarnya tersusun atas berbagai

tahapan, yang paling mendasar adalah

konsep diri primer yaitu terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap

kungannya terdekatya, yaitu

ling-kungan rumahnya sendiri.

Pengalaman-pengalaman berbeda yang diterima

melalui anggota rumah, orang tua,

nenek, dan paman, ataupun

saudara-saudara sekandung lainnya. Konsep

tentang bagaimana perannya,

aspirasi-aspirasinya ataupun tanggung

jawab-nya dalam kehidupan ini, bajawab-nyak

ditentukan atas dasar didikan atau

tekanan-tekanan yang datang dari

orang tuanya. Konsep diri sekunder

banyak ditentukan pula oleh konsep

diri primernya. (Sobur, 2014: 510-511).

Pada masa perkembangan

seora-ng remaja seriseora-ng meseora-ngalami konflik

antara apa yang diharapkan dan apa

yang nyatanya dia amati melalui sikap

(9)

Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Untung Subagyo

171 pandangan Clara (Sobur 2014:511),

konsep diri terbentuk atas dua

komponen, yaitu komponen kognitif

dan afektif. Komponen kognitif

merupakan pengetahuan individu

ten-tang keadaan dirinya. Komponen

kognitif merupakan penjelasan dari

"siapa saya" yang akan mem-beri

gambaran tentang diri saya. Gambaran

diri tersebut akan membentuk citra diri

(self image). Komponen afektif

merupakan penilaian individu terhadap

diri. Penilaian tersebut akan

memben-tuk penerimaan terhadap diri (self accep-tance), serta penghargaan diri (self esteem) individu.

Dengan demikian konsep diri

terbentuk seiring dengan pertumbuhan

manusia melalui proses belajar.

Sum-ber informasi dalam perkem-bangan

konsep diri adalah interaksi individu

dengan orang lain. Proses belajar yang

dilakukan individu dalam pembentukan

konsep dirinya diperoleh dengan

me-lihat reaksi-reaksi orang lain memenuhi

harapan-harapan orang lain atas peran

yang dimainkannya serta melakukan

identifikasi terhadap orang yang

dikaguminya.

Menurut Calhom dan Acocella

(1990) dalam Novita (2010: 32) dalam

perkembangannya konsep diri terbagi

dua yaitu:

a. Konsep diri positif adalah individu

yang memiliki yang tahu betul siapa

dirinya sehingga dirinya menerima

segala kelebihan dan kekurangan

evaluasi terhadap dirinya menjadi

lebih positif serta mampu

meran-cang tujuan-tujuan yang sesuai

dengan realistis.

b. Konsep diri negatif

Calhoun dan Acocella dalam Novita

(2010) membagi konsep diri negatif

menjadi dua tipe, yaitu: a)

Pan-dangan individu tentang dirinya

benar-benar tidak tertur, tidak

memiliki kestabilan perasaan dan

keutuhan diri. Individu tersebut

benar-benar tidak tahu siapa

dirinyakekuatan, dan kelemahanny

atau apa yang dapat dihargai dalam

hidupnya. b) Pandangan tentang

dirinya terlalu stabil dan teratur. Hal

ini bisa terjadi karena individu

dididik dengan cara yang keras,

sehingga menciptakan citra diri

yang tidak mengijinkan adanya

penyimpangan dari seperangkat

hukum dalam pikirannya yang

dipandang sebagai cara hidup yang

(10)

172 bahwa individu yang memiliki

konsep diri negatif terdiri dari dua

tipe, yaitu individu yang tidak

mengerti siapa dirinya dan tidak

mengetahui kekurangan dan

kelebihannya sedangkan tipe kedua

adalah individu yang memandang

drinya sangat teratur dan stabil.

Berkaitan dengan konsep diri

negatif dan konsep diri positif, Nihayah

dan Aziz (2005: 24-26) merinci konsep

diri negatif dan konsep diri positif

sebagai berikut:

a. Konsep Diri Negatif

Seseorang dikatakan memiliki

konsep diri negatif apabila:

1) Tidak memiliki pengetahuan

yang menyeluruh tentang dirinya,

ia kurang memahami siapa

diri-nya, apa kelebihannya dan

ke-lemahan yang dimilikinya.

2) Memiliki pandangan terhadap

dirinya sendiri yang terlalu kaku

(tidak dapat diubah) atau terlalu

tinggi (berlebihan). Menolak

informasi yang baru (terutama

yang negatif) tentang dirinya,

sehingga orang tersebut sulit

untuk mengubah konsep diri

yang sudah dianggap betul.

3) Lebih banyak melihat

aspek-aspek kekurangan atau

kele-mahannya dalam dirinya daripada

aspek kelebihan atau kekuatan

yang dimilikinya.

Konsep diri negatif dapat

menim-bulkan penilaian diri yang negatif pula,

dimana seseorang merasa sebagai pribadi yang “baik”. Berdasar penje -lasan tersebut, maka konsep diri negatif

dapat dicirikan dengan kurang

pe-ngetahuan tentang diri sendiri,

harapan-harapan yang tidak realistik dan terllu

tinggi atau rendahnya “self esteem”.

b. Konsep Diri Positif

Seseorang dapat dikatakan memiliki

konsep diri positif apabila:

1) Memiliki pengetahuan

menye-luruh mengenai dirinya,

men-cakup baik kelemahan maupun

kelebihan dirinya.

2) Dapat menerima dirinya apa

adanya. Bila mempunyai

kelebi-han ia tidak sombong dan bila

mempunyai kelemahan ia tidak

kecewa.

3) Memiliki kesadaran yang besar

untuk mengubah atau

mengu-rangi aspek dari diri yang ia

anggap merugikan sebagaimana

umpan balik yang ia terima.

Berdasarkan penjelasan di atas

maka konsep diri positif dapat

(11)

Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Untung Subagyo

173 yang luas dan berdiversifikasi tentang

dirinya, harapan-harapan yang realistik

dan “self esteem” yang tinggi atau

pengharapan diri yang sehat.

Wlliam Brooks dalam Sobur (2014:

518) menyebutkan empat faktor yang

mempengaruhi perkembangan konsep

diri seseorang yaitu:

a. Self Appraisal-Viewing Self as an Object

Istilah ini menunjukkan suatu

pandangan yang menjadikan diri

sendiri sebagai objek dalam

komunikasi atau kesan individu

terhadap diri sendiri. Apabila

merasakan apa yang tidak disukai

tentang dirinya. maka individu

be-rusaha untuk mengubahnya. Apabila

tidak mau mengubahnya, ini

meru-pakan awal dari konsep diri yang

negatif terhadap diri sendiri.

Semakin besar pengalaman positif

yang diperoleh semakin positif

konsep diri individu sebaliknya

semakin besar pengalaman negatif

yang didapat, maka semakin besar

pengalaman yang diperolehnya.

b. Reaction and Respons of Others Konsep diri dipengaruhi oleh reaksi

serta respons orang lain terhadap

diri individu. Dengan demikian apa

yang ada dalam diri kita dievaluasi

oleh orang lain, apa yang ada pada

individu dievaluasi orang lain

melalui interaksi tersebut. Untuk itu

evaluasi mereka mempengaruhi

per-kembangan konsep diri.

c. Roles You Play - Role Taking

Peran yang dimainkan individu

adalah hasil dari sistem nilai

individu. Lebih banyak peran yang

dimainkan dan dianggap positif oleh

orang lain semakin positif konsep

diri individu.

d. Reference Groups

Yang dimaksud dengan reference

groups atau kelompok rujukan

adalah kelompok yang kita menjadi

anggota didalamnya. Semakin

banyak kelompok rujukan yang

menganggap diri individu positif

semakin positif pula konsep diri

individu.

Metode Penelitian

Penelitian ini temasuk jenis penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam jenis pre-eksperimental design dengan metode

(12)

kelom-174

pok akan dikenai treatment. Dua hal yang menjadi pertimbangan peneliti untuk menggunakan desain ini, yaitu: 1) Subyek penelitian adalah dua kelompok yaitu kelompok treatment dengan metode permainan simulasi dan

kelompok treatment diri), 2) Dapat digunakan untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh treatment yang diberikan terhadap konsep diri siswa.

Sementara itu untuk menentukan nilai motivasi tinggi dan rendah,

ran-cangan penelitiannya menggunakan

Teknik Analisis Varian Dua Jalur

(2x2).

Tabel 1: Teknik Analisis Varian Dua

Jalur (2x2)

Metode Motivasi

Permainan Simulasi

(X1)

Role Playing (X2)

Motivasi tinggi (A1)

Y1 Y2

Motivasi Rendah

(A2) Y3 Y4

Keterangan:

X1 : Pelaksanaan Bimbingan kelompok

dengan metode permainan simulasi

X2 : Pelaksanaan Bimbingan kelompok

dengan metode role palying

A1 : Motivasi tinggi

A2 : Motivasi rendah

Y1 :Hasil pengembangan konsep diri

yang menggunakan permainan

simulasi dengan motivasi tinggi.

Y2 :Hasil pengembangan konsep diri

yang menggunakan role

playingdengan motivasi tinggi

Y3 :Hasil pengembangan konsep diri

yang menggunakan permainan

simulasi dengan motivasi rendah.

Y4 : Hasil pengembangan konsep diri

yang menggunakan role playing dengan

motivasi rendah.

Subyek dalam penelitian ini adalah

siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Arosbaya sejumlah 165 orang pada

tahun pelajaran 2015/2016.

Pengam-bilan sampel dilakukan dengan

meng-gunakan teknik probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang

memberikan peluang sama bagi setiap

unsur (anggota) populasi untuk dipilih

menjadi anggota sampel (Sugiyono,

2008:124). Sampel yang diambil dari

masing-masing kelas ialah dua

kelompok kelas sejumlah 68 siswa,

secara acak dari masing-masing

sekolah, masing-masing kelompok

akan diberi treatmen bimbingan kelompok dengan menggunakan

metode permainan simulasi dan role

playing. Setiap kelompok kelas

(13)

masing-Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Untung Subagyo

175

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Konsep Diri

1922,699a 3 640,900 23,570 ,000 794107,711 1 794107,711 29204,810 ,000 214,279 1 214,279 7,881 ,006 1602,465 1 1602,465 58,934 ,000 314,214 1 314,214 11,556 ,001 3806,739 140 27,191

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,336 (Adjusted R Squared = ,321) a.

masing kelompok terdiri dari 8 orang/

siswa.

Metode yang akan digunakan

adalah eksperimen, metode ini

diguna-kan untuk mencari pengaruh perlakuan

tertentu terhadap yang lain dalam

kondisi yang terkendali. Dalam

peneli-tian ini perlakuan yang akan diberikan

adalah bimbingan kelompok dengan

teknik permainan simulasi dan role

playing serta motivasi terhadap

peni-ngkatan konsep diri siswa. Dalam

penelitian ini data yang diungkap

adalah aspek psikologis yaitu motivasi

dan konsep diri. Untuk mengungkap

motivasi dan konsep diri dengan

menggunakan skala psikologi.

Uji Varians 2-jalur digunakan

untuk menjawab apakah ada perbedaan

konsep diri siswa kelas VIII di SMPN

1 Arosbaya diberi layanan bimbingan

kelompok dengan metode permainan

simulasi dan role playing. Serta adakah perbedaan siswa yang mempunyai

motivasi tinggi dan rendah terhadap

konsep diri siswa. Untuk mengujinya

menggunakan bantuan program SPSS windwos versi 16. Teknik pengujian hipotesis yang ditempuh dalam

penelitian ini adalah dengan

mene-tapkan taraf signifikan yaitu 5% (0,05),

apabila nilai t hitung dengan nilai

signifikan (p) > 0,05, maka (Ho)

diterima dan (Ha) ditolak, tetapi

apabila nilai signifikan (P) < 0,05,

maka (Ha) diterima dan (Ho) ditolak.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis

di-ketahui bahwa untuk hasil analisis

varians 2-jalur dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Tabel 2: Hasil Varians 2-jalur

Berdasarkan tabel di atas hasil

analisis varians 2-jalur diperoleh hasil

sebagai berikut:

a) Hasil analisis (F-hitung) antar

perlakuan dengan metode permainan

simulasi dan role playing sebesar 7,881, dengan taraf signifikan

(sign.) = 0,006, berarti signifikan.

b) Hasil analisis (F-hitung) untuk

perlakuan siswa yang mempunyai

motivasi rendah dan motivasi tinggi

(14)

176 dengan taraf signifikan (sign)

= 0,000 berarti signifikan.

c) Hasil analisis (F-hitung) antar

perlakuan metode permainan

simu-lasi, role playing dan motivasi terhadap terhadap konsep diri

sebesar 11,556dengan

taraf signifikan (sign) = 0.001berarti

signifikan.

Berdasarkan hasil analisis di atas

selanjutnya digunakan untuk dasar

pengujian hipotesis penelitian. Untuk

keperluan tersebut dibawah ini ada

tabel rangkuman pengujian hipitesis

sebagai berikut:

Tabel 3: Rangkuman Pengujian Hipotesis

Hipotesis F-hitung

Sig. Keterangan

Ha:

Terdapat perbedaan bimbingan kelompok dengan metode permainan simulasi dan role playing terhadap konsep diri siswa.

Ho:

Tidak terdapat perbedaan bimbingan kelompok dengan metode permainan simulasi dan role playing terhadap konsep diri siswa.

7,881 0,005 Ha diterima Ho ditolak

Ha:

Terdapat perbedaan siswa yang mempunyai motivasi

58,954 0,000 Ha diterima Ho ditolak

berprestasi rendah dan motivasi tinggi terhadap konsep diri siswa.

Ho:

Terdapat perbedaan siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah dan motivasi tinggi terhadap konsep diri siswa.

Ha:

Terdapat interaksi antara metode layanan

bimbingan kelompok dan motivasi terhadap konsep diri siswa.

Ho:

Tidak terdapat interaksi antara metode layanan bimbingan kelompok dan motivasi terhadap konsep diri siswa.

11,556 0,001 Ha diterima Ho ditolak

Hasil analisis penelitian

menun-jukkan bahwa ada interaksi antara

bimbingan kelompok dengan metode

permainan simulasi dan role palying serta motivasi terhadap konsep diri pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 1

Arosbaya, hal ini dapat

diinter-pretasikan bahwa berdasar hasil

ana-lisis (F-hitung) metode bimbingan

kelompok dan motivasi terhadap

konsep diri (metode*motivasi) sebesar

11,556 dengan taraf signifikan (Sign.)

= 0.001 berarti signifikan. Sesuai

(15)

Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Metode Permainan Simulasi, Untung Subagyo

177 yang telah ditetapkan, hasil tersebut di

atas menujukkan nilai sign. (P) ≤ 0,005

(5%). Berdasarkan hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa hipotesis kerja (Ha)

diterima, hipitesis nihil (Ho) ditolak.

Jadi kesimpulannya terdapat interaksi

bimbingan kelompok dengan metode

permainan simulasi, role playing serta motivasi terhadap konsep diri siswa.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan

interpretasi penelitian, maka peneli-tian

ini dapat disimpulkan berikut:

1. Ada perbedaan pelaksanaan

bimbingan kelompok dengan

metode permai-nan simulasi dan

role playing terhadap konsep diri. 2. Ada perbedaan motivasi tinggi

dan motivasi rendah terhadap

konsep diri siswa.

3. Ada interaksi antara bimbingan

kelompok dengan metode

per-mainan simulasi dan role palying serta motivasi terhadap konsep diri siswa. Dengan demikian

berarti ada pengaruh bimbingan

kelompok dengan metode

per-mainan simulasi, role playing,

serta motivasi terhadap konsep diri

siswa.

Berdasarkan kesimpulan di atas,

maka agar terjalin interaksi yang positif

dan berarti antara bimbingan kelompok

dengan metode permainan simulasi dan

role palying serta motivasi terhadap konsep diri, hendaknya guru BK

memprogramkan dan

mengimplemen-tasikan layanan bimbingan kelompok

secara sistematis dan

berkesinam-bungan bagi semua siswa asuhnya, baik

yang bermasalah maupun tidak.

Sehingga konsep diri siswa selalu

berkembang ke arah yang positif.

Daftar Pustaka

Anitah, Sri, W, dkk. (2007) Strategi

Pembelajaran di SD. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Arikunto, Suharsimi; 2006. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2012. Penyusunan

Skala Psikologi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Burn, R.B., Konsep Diri. 1993, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Damayanti, Upi. 2012. Bimbingan

Kelompok. Surabaya: Usaha

Nasional.

Juntika, Achmad Nurihsan dan Akur Sudianto. 2006. Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMA

Kurikulum 2004; Jakarta; PT

Gramedia.

Natawidjaja, Rochman. 2001. Pendekatan-pendekatan Penyuluhan Kelompok I. Bandung: CV. Diponegoro.

(16)

178

Ninawati, Yulia. 2002. Psikologi Pendidikan. Tarsito: Bandung.

Novita, Tri Diah, 2010, Pengaruh

Bermain Peran Prososial

Terhadap Peningkatan Konsep Diri Anak Pada Siswa SD Negeri 1

Prambanan: Tesis tidak

diterbitkan: UNS-F. Kedokteran Jur. Psikologi.

Nursalim. 2012. “Sosiodrama” dalam Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan; Volume 13 Nomor 1, Juli 2012 Surabaya.

Prayitno. 2004. Panduan Pelayanan BK

Berbasis Kompetensi. SMU,

Kejuruan, MA dan Sederajat. Tidak diterbitkan. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Prayitno. 2008. Bimbingan dan Konseling untuk Sekolah Menengah. Jakarta:

Gramedia.

Prasetyo, Nanang. 2006. Konsep Diri.

Malang: Sinar Harapan.

Puspasari, Dewi. 2007. Konsep Diri Suatu Tinjauan Psikologis. Bumi Aksara:

Jakarta

Rahmat, Jalaludin. 1994. Psikologi

Komunikasi. Bandung: Remaja

Karya.

Roestiyah.2008. Strategi Belajar Megajar.

Rineka Cipta.Jakarta

Romlah, T. 2001. Teori dan Praktik

Bimbingan Kelompok. Malang:

Universitas Negeri Malang.

Rusmana, Ketut. 2009. Teknik Konseling

Individual dan Dasar

Penyelenggaraan Konseling

Kelompok. Bandung: Tarsito.

Sardiman, 2005. Psikologi Pendidikan.

Surabaya: Usaha Nasional.

Sobur, Alex. 2014. Psikologi Umum; Bandung; Pustaka Setia.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sukardi, Dewa Ketut dan Nila

Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suyanti, Yulia. 2010. Panduan Pelayanan BK. Jakarta: Depdiknas.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Gambar

Tabel 2:  Hasil Varians 2-jalur
tabel rangkuman pengujian hipitesis

Referensi

Dokumen terkait

pertanyaan “bagaimana penguasaan terhadap agunan (benda jaminan) yang dilakukan secara fidusia sebelum dan sesudah terjadinya pengalihan hak atas utang debitur tersebut

Pharmaceuticalcare atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan

Hasil kajian menunjukkan bahawa para penyelidik dan industri bersetuju dengan kepentingan keempat- empat prinsip etika (autonomi, kebajikan, tidak memudaratkan dan keadilan)

Anak yang diduga melakukan tindak pidana disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Penerapan Model Pemecahan Masalah Matematis Tipe Search, Solve, Create and Share (SSCS) untuk Meningkatkan

[r]

Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alkohol, bahan pewarna merah D dan

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Penelitian Pada Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran, Fakultas Ekonomi Dan