• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN PERATURAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA RYAN APRILIANTO AMINUDDIN KASIM LELI TIBAKA Abstrak - KEDUDUKAN PERATURAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEDUDUKAN PERATURAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA RYAN APRILIANTO AMINUDDIN KASIM LELI TIBAKA Abstrak - KEDUDUKAN PERATURAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

247 KEDUDUKAN PERATURAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN DESA

RYAN APRILIANTO AMINUDDIN KASIM

LELI TIBAKA

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi seberapa urgensi Peraturan Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa serta menganalisis kedudukan Peraturan Desa dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Hukum Normatif dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan Konseptual. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer, data sekunder dan data tersier yang dianalisis secara yuridis kualitatif kemudian menarik kesimpulan menggunakan silogisme proses berfikir deduktif untuk menarik kesimpulan bersifat khusus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan sejarah Desa, urgensi peraturan Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yaitu sebagai suatu perangkat dasar legitimasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dengan kata lain Peraturan Desa disusun sebagai acuan dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan di Desa sebagai konsekuensi dari Desa sebagai suatu daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Hal ini diperkuat teori Negara Hukum yang dianut oleh Indonesia yang menimbulkan konsekuensi bahwa pemerintahan harus berdasar kepada konsepsi Negara Hukum yakni pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang dalam konsepsi Pemerintahan Desa harus berdasrkan Peraturan Desa. Sedangkan tata susunan hierarki Peraturan Desa tidak terlepas penjabaran materi muatan dan sumber kewenangan pembentukan Peraturan Desa, sehingga hierarki Peraturan Desa dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pada dasarnya berada dibawah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, karena pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengatur ketentuan yang memberikan kewenangan delegasi kepada Pemerintah Desa untuk membentuk Peraturan Desa.

Kata Kunci : Desa, Pemerintahan Desa, Peraturan Desa.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Desa sebagai suatu organisasi (publik) atau lembaga pemerintahan

(2)

248 penting dan strategis dalam rangka

memperkuat struktur pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejarah pengaturan desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pengaturan mengenai Desa tersebut diatas ternyata belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa yang hingga saat ini sudah berjumlah 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) desa dan 8.000 delapan ribu) kelurahan.1 Hal ini menjadi dasar pertimbangan yuridis lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang ditetapkan pada tanggal 15 Januari 2014.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang tidak memuaskan bagi para Kepala Desa dan aparatur desa, demikian juga dengan kelembagaan pemerintahan desa, ternyata masih terbatas kapasitasnya untuk melaksanakan pelayanan publik, membangkitkan potensi dan memberdayakan masyarakat..

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa pelaksanaan

1

(3)

249 kewenangan berdasarkan hak asal usul

dan kewenangan lokal berskala Desa yang diatur dan diurus oleh Desa. Penjelasan Undang-Undang Desa pun memberikan uraian terkait pentingnya Peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat desa setempat.

Menurut Jimly Asshiddiqie pengertian Peraturan Desa (Perdes) tersebut dapat menimbulkan persoalan serius dilapangan. Sebagai bentuk peraturan di tingkat desa, dimana unit pemerintahan desa sudah seharusnya dibedakan dari unit pemerintahan daerah pada umumnya. Masyarakat desa merupakan bentuk komunitas

yang dapat mengurus dirinya sendiri.2 Dalam rangka ini, sejumlah Peraturan Desa harus dibuat untuk mengefektifkan implementasi kewenangan tersebut. Pentingnya peraturan Desa ini juga bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang

2

(4)

250 lebih tinggi dan tidak boleh merugikan

kepentingan umum, yaitu:3

(1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;

(2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik;

(3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;

(4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; dan

(5) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, serta gender.

Berdasarkan hal tersebut, dalam pembentukan Peraturan Desa, materi muatan yang akan diatur dalam Peraturan Desa harus selaras dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang memiliki kedudukan hierarkhi yang lebih tinggi.

Ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak mengatur lagi secara tegas kedudukan Peraturan Desa dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan. Hal ini dapat

3

Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

diketahui dalam pengaturan hierarkhi peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu:

(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

(2) Ketetapan Majelis

Pemusyawaratan Rakyat; (3) Undang-Undang/Perpu; (4) Peraturan Pemerintah; (5) Peraturan Presiden;

(6) Peraturan Daerah Provinsi;

(7) Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota.

Hierarki peraturan perundang-undangan tidak menempatkan Peraturan Desa diurutannya, maka hal ini akan menimbukan kesulitan dan permasalahan dalam menentukan kedudukan hierarkhi Peraturan Desa dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana urgensi Peraturan Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ?

(5)

251 II. PEMBAHASAN

A. Urgensi Peraturan Desa dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Kedudukan desa sangat penting baik sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional ataupun sebagai lembaga yang memperkuat struktur pemerintahan Negara Indonsia.

Keberadaan desa saat ini sesungguhnya tidak terlepas dari sejarah pemerintahan desa. Sejarah pemerintahan desa sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Ketentuan yang mengatur khusus tentang Desa pertama kali terdapat dalam Regeringsregelement (RR) tahun 1854. Pasca kemerdekaan, pengaturan tentang desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 yang kemudian diganti dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Desa sendiri diatur dalam lampiran III dari UU tersebut bahwa desa merupakan daerah tingkat 3, Ini sesuai juga dengan ketentuan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.4 Pemerintahan desa pada saat diatas bahwa bentuk dan susunan serta wewenang dan tugas Pemerintahan Desa sebagai suatu daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri, yang pada saat itu belum dikenal peraturan desa melainkan menggunakan instrument hukum yang bernama Aturan Desa atau Pernataan desa yang menjadi landasan penyelenggaraan pemerintahan desa.

Peraturan yang melandasi penyelenggaraan pemerintahan desa pertama kali dimuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Desapraja disebut dengan keputusan desapraja.5 Pada masa Orde Baru, peraturan desa tidak dikenal karena tingkat desa hanya dikenal keputusan desa sebagaimana diatur dalam Pasal

4

Koentjoro Perbopranoto dalam Aminuddin Kasim dkk (Tim Peneliti), Naskah Akademik Rancangan Perda Kabupaten Mamuju Utara tentang Badan Usaha Milik Desa, Sekretariat DPRD Mamuju Utara, 2013, hlm.13.

5

(6)

252 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1979. Keputusan desa kemudian melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, berubah nama menjadi Peraturan Desa. Peraturan desa ditetapkan berkaitan dengan konsekuensi penyelenggaraan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, atau dalam rangka melaksanakan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa setempat.

Sejak kebijakan otonomi daerah digulirkan pasca Orde Baru di tahun 1999, melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, produk hukum peraturan desa diakui keberadaannya sebagai suatu perangkat dasar legitimasi penyelenggaraan pemerintahan desa, dengan kata lain peraturan desa disusun sebagai acuan dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan di Desa. Pemerintahan desa memiliki kemandirian dalam menjalankan roda pemerintahan di desa dibanding pada saat orde lama dan orde baru karena telah diberi kewenangan untuk

membentuk suatu peraturan desa. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan BPD memiliki peranan yang semakin kuat bersama Kepala Desa sebagai penyelenggaraan pemerintahan desa karena memiliki fungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, anggaran pendapatan dan belanja desa, dan keputusan kepala desa.6

Keterbatasan pengaturan tentang mekanisme pembentukan peraturan desa didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 akhirnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.

Pada saat ini regulasi yang mengatur tentang Peraturan Desa ialah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

6

(7)

253 tentang Desa, Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana mengalami perubahan kedua dengan Peraturan Pemerintahan Nomor 47 Tahun 2015, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2011 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.

Berdasarkan analisis penjabaran sejarah peraturan desa, urgensi peraturan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu sebagai suatu perangkat dasar legitimasi penyelenggaraan pemerintahan desa sejak pertama kali desa dikenal walaupun dengan nama yang berbeda-beda, dengan kata lain peraturan desa disusun sebagai acuan dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan di Desa sebagai konsekuensi dari desa sebagai suatu daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri.7

7

Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa, P.T. Alumni, Bandung, 2010, hlm. 3.

Terkait urgensi peraturan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, hal ini diperkuat oleh teori negara hukum yang dianut oleh Indonesia. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi tertinggi menegaskan bahwa Negara Indonesia

merupakan negara yang

penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Sebagaimana dijelaskan bahwa “Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka

(machsstaat)”. Kemudian ada

(8)

254 Konsep Negara Hukum

Rechstaat dari Freidrich Julius Stahl8,

yang diilhami oleh immanuel Kant, memiliki ciri-ciri salah satunya pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam konsepsi penyelenggaraan pemerintahan desa bahwa Peraturan Desa merupakan dasar legitimasi penyelenggaraan pemerintahan desa. Dengan demikian kedudukan peraturan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa menjadi sangat penting sebagai konsepsi dianutnya negara hukum berdasarkan pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.

B. Kedudukan Peraturan Desa dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Permasalahan kedudukan peraturan desa dalam hierarki peraturan perundang-undangan sudah ada sejak tahun 2004. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

8

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia, Jakarta, 1982, hlm 57-58, dikutip : Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm 76-82.

(9)

255 dan materi muatan peraturan

perundang-undangan. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menegaskan jenis dan hierarki peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia sebagai suatu peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Desa tidak disebutkan secara eksplisit sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Hal ini dikarenakan akan bertentangan dengan apa yang dimaksud Pasal 24A Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, dimana ketika peraturan desa dikategorikan peraturan perundangan dibawah undang-undang dapat dijadikan objek pengujian Mahkamah Agung. Hal tersebut dianggap tidak realistis karena akan membebani Mahkamah Agung dengan tugas-tugas yang sangat banyak. Akan tetapi, kedudukan peraturan desa sebenarnya masih termasuk peraturan perundang-undangan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 8 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa:

“Jenis Peraturan Perundang -undangan selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat”.

Diakuinya keberadaan peraturan desa dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintah oleh peraturan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan (formal), dipertegas dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Hal ini menunjukan bahwa kedudukan peraturan desa sebagai suatu produk hukum. Konsekuensinya, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

(10)

256 antara jenis, hierarki, dan materi

muatan. Asas ini mengandung arti bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.9 Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa:

“Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan”.

Salah satu peraturan perundang-undangan yang dimaksud ialah Peraturan Desa yang ditetapkan Kepala Desa. Hal ini sesuai dengan penjelasan umum angka 7 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa

9

http://kedesa.id/id_ID/wiki/penyelenggaraan-

pemerintahan-desa-dan-peraturan-desa/peraturan-desa/eksistensi-peraturan-desa/ yang diakses pada tanggal 03 Oktober 2017 pada pukul 12.45 Wita

penetapan peraturan desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan demikian materi muatan peraturan desa terdiri atas :

a. penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa; dan

b. mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(11)

257 dinyatakan dengan tegas maupun

tidak. Sementara pemberian kewenangan atribusi adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang kepada suatu Lembaga Negara/Pemerintahan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa materi muatan peraturan desa tidak terlepas dari kewenangan atribusi berupa penjabaran dari berbagai kewenangan yang dimiliki desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan kewenangan delegasi dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Adapun berdasarkan penjabaran diatas yang termasuk dalam kewenangan atribusi terkait pembentukan peraturan desa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa antara lain :

Pasal 26

Kepala Desa bertugas

menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang: d. menetapkan Peraturan Desa; Pasal 62

Anggota Badan Permusyawaratan Desa berhak:

a.mengajukan usul rancangan Peraturan Desa;

Pasal 69

(1) Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa.

(2) Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(3) Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.

Disamping kewenangan atribusi, dalam materi muatan peraturan desa memuat kewenangan delegasi dimana peraturan perundang-undangan yang memerintah pembentukan peraturan desa antara lain :

(12)

258 Pemerintah Desa (Pasal 79 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang menyatakan “Sesuai

dengan hasil musyawarah

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa setiap tahun dengan

Peraturan Desa.”);

2. Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)(Pasal 88 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014);

3. Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (Pasal 140 Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2014);

4. Perencanaan, pemanfaatan dan pendayagunaan aset desa dan tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan (Pasal 125 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014);

5. Pembentukan lembaga

kemasyarakatan desa (Pasal 150 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014);

6. Pembentukan Lembaga Adat Desa (Pasal 152 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014);

7. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa kepada Bupati/Walikota (Pasal 104 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015);

8. Pengelolaan kekayaan milik desa (Pasal 110 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015);

9. Pemanfaatan aset desa (Pasal 11 Ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016).

Berdasarkan hal diatas bahwa kedudukan Peraturan Desa dalam hierarki perundang-undangan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(13)

259 asal usul dan kewenangan lokal

berskala desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal”. Berdasarkan salah satu ketentuan tersebut maka jelas Peraturan Daerah Kabupaten Donggala tersebut memberikan kewenangan delegasi kepada pemerintah desa untuk menetapkan peraturan desa yang didasarkan pada tindak lanjut atas terbentuknya Peraturan Bupati. Selain itu pada Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Desa, banyak memberikan kewenangan delegasi kepada pemerintah desa untuk menetapkan peraturan desa walaupun berdasarkan analisis penulis peraturan daerah ini memiliki ketentuan yang sangat mirip dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan hal tersebut bahwa tata susunan jenis dan hierarki peraturan desa dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia berada dibawah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pada dasarnya teori jenjang norma hukum dari Hans Nawianky menyatakan norma-norma hukum

yang berlaku berada dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, dimana suatu norma itu selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara yaitu Pancasila yang termuat didalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dikarenakan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah Pancasila yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara dan merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum yang ada dibawahnya.10 Selain itu Pancasila ialah norma yang merupakan dasar pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar di Indonesia serta merupakan landasan dasar filosofis yang mengandung

10

(14)

260 kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan

negara lebih lanjut. Hal ini diperkuat pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan bahwa “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.”

Selanjutnya ialah Aturan Dasar Negara yang terdiri atas Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945 dan Ketetapan MPR, serta hukum dasar tidak tertulis yang sering disebut Konvensi Ketatanegaraan. Hal ini didasarkan pada isi UUD NRI Tahun 1945 memuat garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan negara juga terutama aturan-aturan untuk memberlakukan dan memberikan kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan. Sedangkan Ketetapan MPR memuat garis-garis besar haluan negara yang merupakan aturan umum yang bersifat garis besar, sehingga masih merupakan norma tunggal serta belum disertai norma sanksi. Konvensi Ketatanegaraan merupakan aturan dasar negara terakhir yang memuat hukum dasar yang tidak tertulis yaitu

aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis seperti kebiasaan penyelenggaraan Pidato Kenegaraan oleh Presiden pada setiap tanggal 16 Agustus.

Selanjutnya yaitu Undang-Undang Formal yang berada dibawah Aturan Dasar Negara. Di Indonesia Undang-Undang Formal yaitu Undang-Undang, karena memuat norma-norma yang lebih konkret dan terinci serta sudah dapat langsung berlaku didalam masyarakat. Norma-norma hukum dalam Undang-Undang tidak saja norma hukum yang bersifat tunggal, tetapi dapat merupakan norma hukum yang berpasangan sehingga terdapat norma hukum sekunder disamping norma hukum primernya, yang artinya dalam suatu Undang-Undang sudah dapat dicantumkan norma-norma yang bersifat sanksi.

(15)

261 yang terdiri atas Peraturan Pemerintah,

Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan Desa dan lain-lain. Konsekuensi dari materi muatan Peraturan Desa bahwa penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa dan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berdasarkan penjabaran materi muatan Peraturan Desa bahwa Pembentukan Peraturan Desa dapat bersumber dari kewenangan atribusi dan/atau kewenangan delegasi, dengan demikian Peraturan Desa dikelompokan dalam kelompok IV yang kedudukannya sebagai peraturan pelaksana dan peraturan otonomi dan berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang.

Dengan demikian bahwa kedudukan Peraturan Desa dalam tata susunan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia berdasarkan analisis penulis dengan diilhami pemikiran Hans Kelsen, Hans Nawiansky serta A Hamid S.Attamimi

ialah pada ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, penulis menambahkan Peraturan Desa dalam Tata Susunan Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Dengan demikian bahwa kedudukan Peraturan Desa berada dibawah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

(16)

262 2. Tata susunan hierarki Peraturan

Desa dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia tidak terlepas dari materi muatan Peraturan Desa yang terdiri atas Penjabaran kewenangan Desa dan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang pada prinsipnya terbagi atas pemberian Kewenangan Atribusi dan pelimpahan Kewenangan Delegasi. Maka pada dasarnya Peraturan Desa berada dibawah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota karena pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengatur ketentuan yang memberikan kewenangan delegasi kepada Pemerintah Desa untuk membentuk Peraturan Desa. B. Saran

Pada dasarnya Urgensi Peraturan Desa dalam penyelenggaraan

(17)

263 DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa, P.T. Alumni, Bandung, 2010. Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Penerbit

Erlangga, Jakarta, 2011.

Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara jilid 1, Sekretariat Jendral dan Kepnitraan MK RI, Jakarta, 2006.

Koentjoro Perbopranoto. dalam Aminuddin Kasim dkk (Tim Peneliti), Naskah Akademik Rancangan Perda Kabupaten Mamuju Utara tentang Badan

Usaha Milik Desa, Sekretariat DPRD Mamuju Utara, 2013.

Maria Farida Indrati.S, Ilmu Perundang-Undangan, PT. Kanisius, Yogyakarta, 2007. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia, Jakarta, 1982, dikutip :

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987.

Yando Zakaria dan Tandeh Abih, Masyarakat Desa di Bawah Rezim Orde Baru, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta.2000.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa.

(18)

264 Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Desa.

Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 8 Tahun 2016 tentang Desa. MEDIA INTERNET

Referensi

Dokumen terkait

Namun petani lada dalam hal pemasaran, mengalami kendala, karena kesulitan dalam memasarkan hasilnya, pada umumnya yang berperan dalam tataniaga lada di desa ini

Petani responden di lokasi penelitian sebagian besar memiliki lahan yang sempit yaitu kurang dari 0,5 hektar (90 persen). Terdapat 10 persen petani responden yang

Sejauh ini dari hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap efektifitas yang PNPM Mandiri dalam mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menegah yang ada di Desa

Pada Gambar 15 sampai dengan Gambar 18 berikut ini disajikan kurva laju pengeringan mahkota dewa terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dan berbagai kecepatan udara..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : hasil belajar Mata Kuliah Pengembangan Bahasa Daerah yang diajar menggunakan metode role playing lebih baik dibandingkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh konservatisme Akuntansi, kepemilikan manajerial dan leverage terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang

Definisi ( Pengertian ) Penyakit gagal jantung didefinisikan sebagai ketidaknormalan dari struktur dan fungsi jantung yang mengakibatkan kegagalan  jantung untuk mengirimkan

Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan aplikasi mobile phone berbasis Android dengan menerapkan metode Wiener estimation untuk menduga nilai reflektan berdasarkan