• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelanggaran HAM Etnis Rohingya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Pelanggaran HAM Etnis Rohingya"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

1.1 Latar Belakang

Hak asasi manusia ( HAM ) adalah hak yang melekat didalam diri individu, dan hak ini merupakan yang paling mendasar bagi setiap individu untuk berdiri dan hidup secara merdeka dalam komunitas masyarkat. Bangunan – bangunan dasar HAM yang melekat dalam episentrum

otoritas individu yang merdeka, merupakan bawaan semanjak lahir, sehingga tidak bisa digugat dengan banalitas pragmatisme kepentingan kekuasaan, ambisi dan hasrat.1 Manusia diciptakan oleh tuhan berbeda secara bentuk fisik, bahasa, budaya, dan lain sebagainya agar manusia dapat dengan mudah mengenali satu sama lain. Bentuk fisik, budaya, bahasa dapat dikenali dengan mudah dalam pengelompokan etnis. Etnis adalah suatu populasi yang memiliki identitas

kelompok berdasarkan kebudayaan tertentu dan biasanya memiliki leluhur yang secara pasti atau dianggap sama.2

Di dunia ini terdapat adanya kelompok etnis mayoritas dan minoritas, dimana klompok etnis minoritas merupakan suatu kelompok yang jumlah penduduknya kecil serta tidak dominan dengan ciri khas bangsa, suku bangsa, agama, atau bahasa tertentu yang berbeda dari mayoritas penduduk yang jumlahnya jauh lebih banyak dalam suatu Negara. Etnis minoritas ini tidak selalu mendapat perlakuan yang baik diwilayah yang didudukinya, pelanggaran – pelanggaran hak asasi manusia ( HAM ) seringkali dialami etnis minoritas ini.

Salah satu contoh etnis yang mendapat perlakuan yang buruk serta terdapat pelanggaran – pelanggaran ham didalamnya adalah etnis Rohingya di Myanmar. Konflik etnis rohingya yang merupakan etnis minoritas ini didasari atas perlakuan diskriminasi karena perbedaan etnis dan agama yang berbeda dengan etnis mayoritas penduduk di Myanmar. Negara Myanmar juga tidak mengakui status kewarganegaraan etnis Rohingya, sehingga etnis rohingya terusir dari tanah kelahirannya. Masih ingat dibenak kita ratusan manusia kapal etnis rohingya yang berbulan – bulan terombang - ambing ditengah lautan untuk mencari suaka, sebelum akhirnya ditolong oleh nelayan di Aceh bulan mei 2015 lalu, dalam keadaan yang memperihatinkan. Hal ini

1 Ruslan, Renggong, Hkum Acara Pidana, “memahami perlindungan HAM dalam proses penahanan di Indonesia”,

Jakarta: Preanada Group 2014, hlm. 1

2 Jan, Murdiyatmoko, Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat, Jakarta: Grafindo Media Pratama 2007,

(2)

menunjukkan betapa diskriminasi dan tindak kekerasan itu terjadi dan dialami etnis rohingya di Myanmar.

Konflik tersebut dibiarkan oleh pemerintah Myanmar dan seakan pemerintah Myanmar mengusir Etnis Rohingya dari tanah kelahirannya. Masalah pelanggaran HAM berat yang terjadi di Myanmar merupakan salah satu masalah yang sangat serius di dunia, karena bukan hanya berdampak negatif bagi masyarakat yang berada di wilayah Myanmar saja tetapi berdampak pula pada Negara yang lain. Selain itu penyelesaian terhadap pelanggaran HAM berat ini bukanlah perkara mudah. Sehingga penulis tertarik mengangkat permasalahan ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja pelanggaran HAM yang dilakukan etnis mayoritas terhadap etnis Rohingya di Myanmar?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum internasional terhadap etnis Rohingya? 3. Bagaimana upaya penyelesaian kasus terhadap etnis rohingya di Myanmar dalam

pelanggaran HAM berdasarkan hukum internasional?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pelangaran – pelanggaran HAM yang dialami oleh etnis Rohingya. 2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan HAM internasional terhadap etnis Rohingya. 3. Untuk mengetahui penyelasaian kasus terhadap etnis Rohingya.

BAB 2

2.1 Analisa pelanggaran HAM terhadap Etnis Rohingya.

(3)

Constitution Of USA (1787). Hak – hak asasi manusia menurut Jhon Locke, Montesque, dan J.J Roseu meliputi:3

1. Kemerdekaan atas diri sendiri 2. Kemerdekaan beragama

3. Kemerdekaan berkumpul dan berserikat 4. Hak write of Habeas corpus

5. Hak kemerdekaan pikiran dan pers

Tindakan – tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya termasuk dalam pelanggaran HAM kejahatan terhadap kemanusiaan. Bagaimana etnis rohingya mengalami diskriminasi dan penyiksaan serta tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar karena perbedaan etnis dan agama dengan etnis mayoritas, menunjukkan bahwa ada beberapa aspek pelanggaran HAM yang dilanggar. Dilihat dari pelaksanaannya dan situasinya (perang/damai), HAM dapat kita bedakan menjadi dua kategori dan masing-masing memiliki karekteristik tersendiri, yaitu : HAM yang bersifat “derogale rights”(HAM yang dapat di tunda pelaksanaannya) dan “non-derogable rights”(HAM yang tidak dapat di tunda pelaksanaannya)4

HAM yang termasuk sebagai “non-derogable rights” diatur dalam pasal 4 (3) ICCPR, yaitu meliputi :

1. Hak untuk hidup ( pasal 6 )

2. Hak untuk tidak di siksa ( pasal 7 )

3. Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban kontrak ( pasal 11 )

4. Hak untuk tidak di perbudak dan di perhamba ( pasal 8 )

5. Hak untuk tidak di nyatakan bersalah berdasarkan aturan yang berlaku surut ( pasal 15 )

6. Hak untuk diakui di manapun sebagai manusia di hadapan hukum ( pasal 16 ) 7. Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama ( pasal 18 )

3 Ramdlon, Naning, Cita dan Citra Hak – hak asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Lembaga

Kriminologi Universitas Indonesia Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia, 1983, hlm. 15

4 Andrey ,sujatmoko, Hukum ham dan Hukum Humaniter, Jakarta: Raja Grafndo persada,

(4)

Pelangaran – pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Myanmar sebagaimana diatur didalam Universal Declaration Of Human Rights ( deklarasi umum hak asasi manusia/DUHAM)

pasal – pasal yang dilanggar antara lain: (pasal 2) larangan penganiayaan, (pasal 3) larangan penangkapan, penahanan atau pengasingan yang sewenang – wenang, ( pasal 15) hak atas kewarganegaraan, (pasal 18) hak atas kebebasan berpikir, menyuarakan hati nurani dan

beragama, (pasal 20) hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat serta beberapa pasal lainnya.

Kejahatan terhadap kemanusiaan yang dialami oleh etnis rohingya berupa pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa ( Crimes against humanity of deportation or forcible transfer of population ). Pengusiran penduduk dengan cara paksa dalam pasal 7 ayat 2 huruf C

statute Roma dijelaskan bahwa pengusiran atau pemindahan orang secara paksa dengan cara pengusiran atau tindakan pemaksaan lainnya dari daerah dimana mereka tinggal secara sah tanpa diberikan alasan yang diijinkan oleh hukum internasional. Kata paksa disini tidak hanya terbatas paksaan fisik saja, namun dapat berupa ancaman kekerasan atau yang dapat memberikan tekanan psikologis.

Berdasarkan konsep tanggung jawab Negara, suatu Negara bertanggung jawab apabila melanggar kewajiban menurut hukum internasional. Komisi Hukum Internasional ( International law commission ) kemudian menyatakan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban Negara yang di golaongkan sebagai “ International work acts” didalamnya mencakup pelanggaran berat HAM, yang juga di kategorikan sebagai kejahatan internasional.5

Menurut Dinah Selton instrument-instrumen HAM mewajibkan Negara-negara untuk menyediakan “remedy” yang efektif atas sejumlahnya pelanggaran HAM. Istilah “remedy” mengacu kepada serangkaian tindakan yang mungkin dilakukan dalam menyikapi pelanggaran HAM. “remedy” dapat berupa dukungan (declaration relief), perintah-perintah

(injuction/orders), pembayaran untuk upah dan pngeluaran bagi pengacara (attorneys fees and costs). Adapun untuk menggunakkannya sebagai istilah umum yang menunjuk kepada “sejumlah cara/metode yang disediakan oleh suatu Negara untuk membebaskan atau melepaskan dirinya sendiri”6.

(5)

Ketentuan yang mengatur adanya tanggung jawab untuk melakukan “remedy” misalnya diatur dalam pasal 2 ayat (3) (a) ICCPR. Pasal tersebut pada intinya menyatakan : bahwa Negara peserta perjanjian untuk menjamin setiap orang yang HAM-nya dilanggar harus (shall have) mendapatkan “remedy” yang efektif, sekalipun pelanggaran itu dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam kapasitas resmi (kedinasan).7

Dalam hal ini Negara yang harus menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yakni pemerintah Myanmar yang seharusnya melakukan tindakan – tindakan hukum untuk menindak pelaku kasus pelanggaran HAM tersebut. Akan tetapi pemerintah Myanmar membiarkan pelanggaran HAM tersebut karena tidak menganggap status kewarganegaraan etnis Rohingya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Myanmar melakukan pelanggaran HAM itu sendiri. Apabila ditinjau berdasarkan hukum internasional, jika suatu negara dirasa tidak mau untuk mengadili para pelaku tindak kejahatan maka kasus tersebut dapat diambil alih oleh Dewan Keamanan PBB. Dengan ini kasus yang terjadi di Myanmar dapat diambil alih oleh Dewan Keamanan PBB untuk merekomendasikan penyelesaian apa yang digunakan untuk mengakhiri kasus yang terjadi di Myanmar.

2.1 Alasan Keberlakuan Hukum Internasional Terhadap etnis Rohingya.

Pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar kepada etnis ronghingya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang pengusiran secara paksa, pengusiran secara paksa disini dilakukan secara sistematis yakni:

1. Etnis rohingya tidak diakui status kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar

Mengenai kewarganegaraan bahwa pasal 15 (1) Universal Declaration of Human Right dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan. Pada kasus ini yang terjadi bahwa etnis rohingya tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar. hal ini terlihat dari perkataan Presiden Myanmar Thein Sein yang mengatakan bahwa “rohingya are not our people and we have no duty to protect them” dan presiden Thein Sein menginginkan agar sebaiknya etnis rohingya ditampung atau dikelola saja oleh UNHCR atau negara ketiga yang ingin menampungnya8. Sejarah mencatat etnis

7 Ibid, hlm. 211

(6)

rohingya berasal dari pedagagng Arab yang mendiami wilayah Rakhine (perbatasan Banglades dan Myanmar saat ini) pada abad ke-7. Catatan sejarah tidak menjelaskan adanaya konflik etnis selama awal kedatangan. Pada tahun 1785 kerajaan birma (sekarang Myanmar) melakukan invasi militer ke wilayah rakhine dan bershsil menguasainya, akan tetapi kerajaan birma tidak mau mengakui keberadaan etnis rohingya.9 Keadaan tersebut berlangsung sampai sekarang dan pada puncaknya pada tahun 2015, pemerintah Myanmar mencabut status kewarganegaraan etnis rohingya sehingga etnis rohingya tidak punya kewarga negraan lagi. Hal inilah yang membuat etnis Rohingya keluar dari Myanmar karena mereka tidak diakui status

kewarganegaraannya dan perlakuan diskriminasi yang di tujukan kepada etnis rohingya. 2. Adanya larangan untuk berpraktek agama.

Pasal 18 Universal Declaration of Human Right dijelaskan bahwa setiap individu mempunyai hak kebebasan untuk beragama, yang berbunyi sebagai berikut “setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama, dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya melakukakannya, beribadah dan menaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri”.

Namun, pada kasus ini etnis rohingya tidak diberikan kebebasan dalam

menjalankan ibadahnya, ini terlihat bahwa yang terjadi pada awal bulan Juni 2012 hampir semua masjid di ibu kota Arakan yaitu Sittwe/Akyab telah dihancurkan atau dibakar, banyak masjid dan madrasah di Muangdaw dan Akyab yang ditutup dan muslim tidak boleh beribadah di dalamnya. Jika ada yang melanggar atau mencoba untuk sholat akan ditangkap dan dihukum10.

(7)

3. Adanya perlakuan diskriminatif.

Dalam konvensi-konvensi internasional seperti konvensi internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial tahun 1965 dan konvensi internasional tentang hak-hak sipil dan politik tahun 1966 memberikan perlindungan untuk kebebasan tanpa adanya diskriminasi

Pasal 5 dalam konvensi internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial tahun 1965, yang berbunyi sebagai berikut: Untuk memenuhi

kewajiban-kewajiban dasar yang dicantumkan dalam pasal 2 Konvensi ini, negara-negara pihak melarang dan menghapuskan semua bentuk diskriminasi rasial serta menjamin hak setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit, asal bangsa dan suku bangsa, untuk diperlukan sama di depan hukum, terutama untuk menikmati hak dibawah ini :

1. Hak untuk diperlakukan dengan sama di depan pengadilan dan badanbadan peradilan lain.

2. Hak untuk rasa aman dan hak atas perlindungan oleh negara dari kekerasan dan

kerusakan tubuh, baik yang dilakukan aparat pemerintah maupun suatu kelompok atau lembaga.

3. Hak politik, khususnya hak ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih dan dipilih atas dasar hak pilih yang universal dan sama, ikut serta dalam pemerintahan maupun pelaksanaan maslah umum pada tingkat manapun, dan untuk memperoleh kesempatan yang sama atas pelayanan umum.

4. Hak sipil lainnya, khusunya:

a. Hak untuk bebas berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah negara yang bersangkutan.

b. Hak untuk meninggalkan suatu negara, termasuk negaranya sendiri, dan kembali ke negaranya sendiri.

c. Hak untuk memiliki kewarganegaraan.

(8)

5. Hak ekonomi, sosial, dan budaya, khusunya:

a. Hak untuk bekerja, memilih pekerjaan secara bebas, mendapatkan kondisi kerja yang adil dan memuaskan, memperoleh perlindungan dari pengangguran, mendapat upah yang layak sesuai pekerjaannya, memperoleh gaji yang adil dan menguntungkan.

b. Hak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja.

c. Hak untuk mendapat pelayanan kesehatan, perawatan medis, jaminan sosial dan pelayanan-pelayanan social.

d. Hak atas pendidikan dan pelatihan.

e. Hak untuk berpartisipasi yang sama dalam kegiatan kebudayaan.

Dan Pasal 27 Kovenan internasional tentang Hak-hak sipil dan Politik 1966 berbunyi sebagai berikut:

Di negara-negara di mana terdapat golongan minoritas berdasarkan etnis, agama atau bahasa, orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok minoritas tersebut tidak dapat diingkari haknya, dalam komunitas bersama anggota lain dalam kelompoknya, untuk menikmati budayanya sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agama mereka sendiri, atau untuk menggunakan bahasa mereka sendiri.

Pada kasus yang terjadi di Myanmar mengeluarkan kebijakan burmanisasi dan

budhanisme. Walaupun dalam Negara Myanmar terdapat berbgai etnis minoritas yang beragama selain budha tetapi etnis tersebut masih diakui sebagai warga Negara Myanmar sedangkan etnis rohingya tidak diakui sebagai warga Negara Myanmar. Hal tersebut dikarenakan adanya alasan etnis Rohingya adalah umat muslim dan identitas mereka seperti ciri fisik dan bahasa dianggap berbeda dengan mayoritas penduduk di Myanmar.11 Berdasarkan kasus tersebut maka pemerintah Myanmar telah tidak menaati prinsip-prinsip larangan diskriminasi dimana prinsip ini adalah adanya larangan untuk memberikan perbedaan perlakuan yang didasarkan karena perbedaan perlakuan yang didasarkan karena perbedaan agama, warna kulit, bahasa dan sebagainya.

2.3 Upaya Penyelesaian Kasus Rohingya Berdasarkan Hukum HAM Internasional.

(9)

Dalam pasal 33 piagam Perserikatan Bangsa-bangsa dijelaskan bahwa untuk

menyelesaikan kasus seharusnya menggunakan cara diplomasi terlebih dahulu sebelum ke ranah hukum. Hal tersebut berbunyi sebagai berikut:

Ayat 1. Pihak-pihak yang tersangkut dalam suatu pertikaian yang jika berlangsung terus-menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri.

Ayat 2. Bila dianggap perlu, dewan keamanan dapat meminta kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan serupa itu.

Adapun bentuk-bentuk mekanisme diplomasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus yang terjadi di Myanmar ialah dengan menggunakan Mediasi. Mediasi adalah cara

penyelesaian dengan melalui perundingan yang diikutsertakan pihak ketiga sebagai penengah. Pihak ketiga disini disebut sebagai mediator. Mediator disini tidak hanya negara tetapi dapat individu, organisasi internasional dan lain sebagainya.

Mengenai kasus yang terjadi pada etnis rohingya, PBB dapat sebagai mediator untuk menengahi para pihak yang bersengketa (etnis rohingya dengan pemerintah Myanmar dan penduduk warga negara Myanmar). Serta PBB dapat membantu memberikan usulan-usulan bagi para pihak untuk menyelesaikan masalah yang terjadi tanpa adanya salah satu pihak yang

dirugikan. Dalam menyikapi kasus yang terjadi di Myanmar terhadap etnis rohingya, PBB memang telah mengecam keras kepada pemerintah Myanmar untuk segera mengakhiri kekerasan yang terjadi. Namun, hal tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh pemerintah Myanmar dan hingga saat ini masih belum ada upaya penyelesaian.

Mengutip dari keterangan media Replublika, hal tersebut dinyatakan sebagai berikut : 12

12 http://m.republika .co.id/berita/internasional

(10)

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengatakan bahwa etnis minoritas

Muslim Rohingya di Myanmar merupakan kelompok etnis minoritas yang

saat ini paling merana di dunia. Ini dikarenakan konflik kemanusiaan

dan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok pengikut Budha radikal

Myanmar

Jika dalam menggunakan cara mediasi sudah digunakan oleh negara dalam mengakhiri permasalahan yang terjadi, namun masih belum dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dengan hal ini kasus yang terjadi dapat diambil alih oleh Dewan Keamanan PBB untuk

diselesaikan menggunakan cara melalui Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court). Berbagai bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya, sebagaimana tersebut diatas, berdasarkan statuta Roma dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan ( Crimes Againts Humanity) yang dalam hal ini adalah persekusi ( persecution).

Pasal 7 ayat 1 (h) satuta Roma merumuskan tindakan Persekusi sebagai berikut:

“ Persecution against any identifiable group or collectivity on political, racial, national, ethnic, cultural, religious, gender as defined in paragraph 3, or other grounds that universally recognized impermissible under international law, in connection with any act referred to in this paragraph or any crime within jurisdiction of the Court. “

“Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasih atau kolektivitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender, sebagai didefinisikan dalam ayat 3, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau setiap kejahatan yang berada yuridiksi mahkamah.”

Pasal ayat 7 (2) (g) Statuta Roma menjelaskan arti persekusi sebagai berikut :

(11)

“ penganiayaan berarti perampasan secara sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar yang bertentangan dengan hukum internasional dengan alasan identitas kelompok atau kolektivitas tersebut.”

Tindakan diskriminatif pemerintah Myanmar yang tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga Negara yang dilegalkan melalui perangkat hukum, kemudian pembunuhan oleh perangkat hukum, kemudian pembunuhan oleh aparat secara masif, perampasan kebebasan, serta pemindahan secara paksa dapat dikategorikan sebagai persekusi. Mengingat, tindakan dari Negara dan ditujukan/dilakukan semata-mata terhadap etnis Rohingya.

BAB 3

(12)

Kesimpulan

1. Terdapat sejumlah pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya, hak atas status kewarganegaraan merupakan hal yang paling kentara, hal tersebut menimbulkan pelanggaran atas hak-hak lainnya.

2. Hak-hak etnis Rohingya yang dilanggar antara lain: hak untuk memiliki kewarganegaraan, hak untuk tidak didiskriminasi, hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama, hak berkumpul dan berserikat secara bebas dan damai. 3. Berdasarkan pada pasal 33 Piagam PBB, para pihak yang bersengketa (etnis rohingya dan

(13)

Daftar Pustaka

Renggong, Ruslan, 2014, Hukum Acara Pidana, “memahami perlindungan HAM dalam proses penahanan di Indonesia”, Jakarta: Preanada Group

Murdiyatmoko, Jan, 2007, Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat, Jakarta: Grafindo Media Pratama

Naning, Ramdlon, 1983, Cita dan Citra Hak – hak asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia

Sujatmoko, Andrey, 2015, Hukum ham dan Hukum Humaniter, Jakarta: Raja Grafindo persada

Rohingya 101 Data dan Fakta. Diakses dari www.indonesia4rohingya.org diakses pada tanggal 2 september 2015

http:www.okezone.com/sekilas-sejarah-imigran-rohingya, diakses pada tanggal 2 oktober 2015

http://m.republika .co.id/berita/internasional

Referensi

Dokumen terkait

Setiap mengawali stase di divisi para peserta didik diberikan pre test sebagai evaluasi awal kemudian dalam stase para peserta didik diberikan bimbingan dalam hal Kognitif,

Dalam mencapai tujuan minimasi makespan , maka diusulkan penjadwalan dengan algoritma Campbell, Dudek, dan Smith (CDS) dengan ukuran lot transfer batch komponen

extract effective to decrease the amount of food and body weight of male Wistar rats of 300, 400, and 600 mg/kgBW of dose when given orally, The coefficient

Hal ini dikarenakan oleh banyaknya anggota kelompok dukungan ter- sebut, dukungan emosi yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan baik dari segi waktu

73 ditemukan 1 (satu) sachet Kristal bening shabu yang mana ditemukan pada tangan kanan Anak dan pada saat diintrogasi mengenai kepemilikan barang tersebut Anak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik di Kecamatan Medan Deli, Medan Barat dan Medan Timur Kota Medan.. Teknik Analisis

Kesadaran akan tugas serta tanggung jawab pegawai sangat diperlukan sehingga akan meningkatkan kinerja karena dalam sebuah organisasi merupakan suatu sistem yang mana satu

Dia mengatakan, dalam menjalankan rekomendasi Tim Evaluasi Kesehatan dan Pengelolaan Satwa, Tim Pengelola Sementara Kebun Binatang Surabaya telah berkoordinasi