• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN T B C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN T B C"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN TBC

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU (TBC)

A. Konsep Dasar Medik

1. Definisi

Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer, 2009: hal 472).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termaksuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Brunner, 2002: hal 349).

Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten maupun progresif. (Elin, 2009: hal 918).

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther, 2010: hal 193).

Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elishabeth, 2001: hal 414).

Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di tubuh. (Robins, 2007: hal 544).

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru, disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosa (Murwani, 2009: hal 11).

2. Klasifikasi

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis Paru, yaitu :

a. Pembagian secara patologis:

1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).

2) Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)

b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif , non aktif dan

(2)

c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)

1) Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun

kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

2) Moderately advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah

infiltrate bayangan halus tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

3) Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan moderately

advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:

a. Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberculin

negatif.

b. Kategori I: Terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat kontak positif,

tes tuberculin negatif.

c. Kategori II: Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif, radiologis dan

sputum negatif.

d. Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak di pakai adalah berdasarkan kelainan klinis, dan mikro biologis:

a. Tuberculosis paru.

b. Bekas tuberculosis paru.

c. Tuberkulosis tersangka .

Tuberculosis tersangka terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati, disini sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status biakan bakteriologi, mikriskopik sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA, status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru, dan status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkuosis. WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:

a. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk

(3)

b. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif.

c. Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak luas dan kasus

TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I

d. Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik.

4. Etiologi

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob.

Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 – 10 menit atau pada

pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 – 95 % selama 15- 30 detik. Bakteri ini tahan

selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat hidup bertahun-tahun di dalam lemari es, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi, namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali partukaran udara.

Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru – paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15).

(4)

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2232), proses perjalanan penyakit tuberculosis Paru, yaitu :

a. Tuberkulosis primer

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :

1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.

2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus,

keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.

3) Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke sekitarnya. Secara

(5)

tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer.

b. Tuberculosis pasca primer (sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun – tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi :

1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.

Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulakan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut.

Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak kavitas dapat

1) meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam

(6)

tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura .

2) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat mengapur dan

menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma . 3) Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan

membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakini :

1) Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.

2) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.

3) Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh spontan tetapi

mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan pengobatan yang sempurna juga.

6. Manifestasi Klinis

Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru, yaitu : a. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadang-kadang dapat

mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat

timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

b. Batuk atau batuk darah

(7)

(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

d. nyeri dada

gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.

e. Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :

a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.

b. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak

spesifik karena hanya 30 – 70 % pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini. c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

d. Tes Mantoux / Tuberkulin

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

(8)

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.

f. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)

Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikobakterium tuberculosis.

g. MYCODOT

Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.

h. Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral

Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :

1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah

2) Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular )

3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda

4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru

5) Adanya klasifikasi

6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

7) Bayangan millier

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu : a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)

Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial).

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma .

(9)

densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapang paru.

Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura (pnemothorax)

Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.

b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )

Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-proses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan koronal.

d. Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.

e. Sputum (BTA)

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

(10)

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative).

Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U ( first strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.

Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :

1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.

2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody

normal masih menonjol.

3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran antibody

selular paling menonjol.

8. Penatalaksanaan Medik

a. Pengobatan

Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan yang dapat diberikan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :

1) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru.

2) Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan

kategori 1 nya gagal).

3) Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA negative RO positif

4) Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan akhir tahap intensif dari

pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemuukan BTA positif. Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum sarapan pagi.

Dosis pemberian obat kategori 1:

a) Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :

1) INH (H) : 300 mg – 1 tablet.

2) Rimfapisin (R) : 450 mg - 1 kaplet

(11)

4) Ethambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @250 mg

Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali regimen ini di sebut kombipak II

b) Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4 H3R3) :

1) INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg

2) Rimfapisin (R) : 450 mg – 1 kaplet

Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali regimen ini disebut kombipak III.

Ta

b. Menurut Mansjoer (2000 : hal 474 ), pembedahan pada TB Paru.

Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkembang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.

1) Indikasi mutlak pembedahan adalah:

a) semua pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap posoitif.

b) Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c) Pasien dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.

2) Indikasi relative pembedahan adalah:

1. Pasien denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang

2. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan

3. Sisa kavitas yang menetap.

9. Komplikasi

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :

a. Pleuritis tuberkulosa

Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.

(12)

Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein. c. Empiema

Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).

d. Laryngitis

Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis. e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)

Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.

f. Keruskan parennkim paru berat

Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.

g. Sindrom gagal napas (ARDS)

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

10. Prognosis.

Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin. (Sylvia, 1995 : hal 759)

11. Pencegahan

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :

a. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan membuang dahak

(13)

b. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi

c. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus

terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di rumah.

d. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).

e. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pada konsep dasar asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,implementasi, evaluasi dan perencanaan pulang.

1. Pengakajian

Pengkajian menurut 11 pola Gordon yaitu: a. Pola pemeliharaan kesehatan

1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru

2) Kebiasaan merokok atau minum alcohol

3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.

b. Pola nutrisi metabolic

1) Nafsu atau selera makan menurun

2) Mual

3) Penurunan berat badan

4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik

c. Pola eliminasi

1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi

2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat tuberculosis paru

d. Pola aktivitas dan latihan

1) Kelemahan umum/ anggota gerak

2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.

e. Pola tidur dan istirahat

1) Kesulitan tidur pada malam hari

(14)

3) Berkeringat pada malam hari

f. Pola persepsi kognitif

Nyeri dada meningkat karena batuk

g. Pola persepsi dan konsep diri

1) Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular

2) Perasaan tidak berdaya

h. Pola peran hubungan dengan sesama

1) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

2) Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.

i. Pola reproduksi seksualitas

Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan j. Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress

1) Menyangkal (khususnya selama hidup ini)

2) Ansietas

3) Perasaan tidak berdaya

k. Pola sistem kepercayaan

Kegiatan beribadah terganggu

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama adanyanya masalah actual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit. Kedua faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah. Ketiga kemampuan klien untuk mencegah atau menghilangkan masalah.

Menurut Donges, (1999: hal 241), diagnosa yang sering muncul pada kasus tuberculosis paru adalah:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau secret darah,

(15)

b. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/ tambahan

infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen. c. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif

paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/

produksi sputum, dispnea dan anorexia.

e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang

informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.

3. Intervensi Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perncanaan keperawatan atau intervensi keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah maslah keperawatan klien. Tahap perencanaan adalah penentuan prioritas diagnosa, penetapan sasaran (goal) dan tujuan , penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.(Nursalam, 2001: hal 53)

Setelah menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut : (Doenges , 1999 : hal 244).

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau secret darah,

kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal. Tujuan : Mempertahankan jalan napas

Kriteria Hasil : mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan perilaku mempertahankan jalan napas.

Rencana Tindakan:

1) Kaji pungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.

Rasiainal : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi secret.

2) Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.

(16)

3) Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan batuk efektif.

Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu ventilasi maksimal meningkatkan gerkan secret

4) Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.

Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret. 5) Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.

Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan meminimalkan upaya pernapasan

6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator, kortikosteroid.

Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.

b. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/ tambahan

infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen. Tujuan : dapat menentukan intervensi mencegah / menurunkan

resiko penyebaran infeksi

Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman. Rencana Tindakan :

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.

Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang. 2) Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.

Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi kemkungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.

3) Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, frekunesi pernapasan).

Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa bereaksi pada proses infeksi yang tidak dapat disembuhkan.

4) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering pada inspirasi dalam

(17)

Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP penyakit yang paling sering terjadi meskipun demikian , TB mengalami peningkatan an infeksi jamaur lainnya.

5) Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/ inflamasi.

Rasional :Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis. 6) Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang pada tempat,

anjurkan buang dahak pada wadah cairan disinfektan.

Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien keperawatan atau orang lain. 7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen mikroba.

Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk organsime tertentu ( sistem perusak).

c. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru,

atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal.

Tujuan : bebas dari distress pernapasan

Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat dengan gas darah dalam rentang normal.

Rencana Tindakan :

1) Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi, keterbatasan

ekspansi dada dan fatique.

Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distress penapasan.

2) Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput

mukosa dan warna kuku .

Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital

3) Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, khususnya

dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.

(18)

4) Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.

Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.

5) Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan

Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder terhadap ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/

produksi sputum, dispnea dan anorexia.

Tujuan : meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.

Rencana Tindakan :

1) Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.

Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

2) Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai

Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.

3) Monitor intake dan output secara periodik

Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4) Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein karbohidrat.

Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.

5) Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet

Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic

6) Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi

(19)

7) Berikan terapi parenteral sesuai indikasi

Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral.

e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang

informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.

Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan

Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis kebuthan pengobatan.

Rencana Tindakan : 1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.

Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien. 2) Kaji kemampuan belajar pasien

Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahap individu.

3) Beri penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala,

patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

4) beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.

Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.

5) Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab,

tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru (( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

6) Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada keluhan.

Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang terdapat pada pasien.

4. Implementasi Keperawatan

(20)

dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang memperngaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pecegahan penyakit, pemuliahan kesehatan dan memanifestasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradapatasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan memilih tinakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan keperwatan di catat dalam format yang telah ditetapkan oleh semua institusi.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru yang perlu diperhatikan adalah memperhatikan jalan napas, pencegahan tahap penularan karena penyakit ini sangat berpotensi untuk menularkan kepada orang lain melalui udara ( born I nfection), bebas dari geala distress pernapasan, nyeri berkurang / hilang, mempertahan kan berat badan ideal dan menunjukan prubaha perilau dalam meningkatkan kesehatan.

Dalam memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu bekerja sama dengan klien, keluarga, serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan yang diberikan dapat optimal dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses (formatting) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan secara terus-menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan . sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan.

(21)

malnutrisi dan berat badan menjadi ideal, melakukan perubahan perilaku dan pola hidup untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan resiko pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru. (Nursalam, 2001 : hal 71)

6. Perencanaan Pulang

Perencanaan pulang atau discharger planning pada pasien dengan tuberculosis paru adalah: a. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat OAT secata teratur sesuai dengan instruksi dokter.

b. Mencegah penyebaran infeksi, contoh membuang dahak ditempat yang tertutup dan tidak

disembarang tempat bila perlu diberi larutan desinfektan c. Istirahat yang cukup.

d. Menghidari suhu udara yang terlalu dingin dan lembab.

e. Memperbaiki sirkulasi udara di rumah dengan ventilasi rumah yang memadai.

f. Memberikan penyinaran matahari yang baik di rumah.

g. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor (polusi).

h. Makanan yang dianjurkan Diet tinggi protein (Hewani : Daging, susu, telur, ikan. Nabati :

Referensi

Dokumen terkait

Faktor resiko yang berpengaruh signifikan pada taraf signifikasi 90% (  =0,1) terhadap Kanker Serviks pada Analisis Regresi Logistik Biner adalah Lama penggunaan

Sampel yang digunakan hanya dari jenis perusahaan manufaktur saja sehingga tidak dapat membandingkan antar jenis perusahaan publik mengenai pengaruh free cash flow,

DOKTER SPESIALIS KULIT UNTUK RAWAT JALAN YANG KERJASAMA DENGAN ALLIANZ :3. Ade

Pada soal latihan 5.1 kita membuat tabel hiperbolik-trigonometri yang diketahui sebagai berikut :.. Sinh, cosh, dan tanh rentang -5 ≤ x

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk

Kegiatan pengabdian ini ditujukan untuk mengembangkan sebuah website, melakukan pelatihan terhadap pihak toko sinar jaya untuk dapat memaksimalkan penggunaan akun sosial

Analisa aktivitas dapat menurunkan biaya malalui dengan 4 cara, yaitu (a)  penghilangan aktivitas (activity elimination); tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan