1
Persoalan pendidikan telah menjadi polemik manusia dari generasi ke generasi. Persoalan pendidikan atau yang lebih spesifik mendidik, merupakan tugas para guru, orang tua atau siapa saja yang berhubungan langsung dengan dunia pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi antar guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. Pembelajaran yang digunakan saat ini kembali menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Hal ini ditegaskan oleh Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Rasyid Baswedan bahwa dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi implementasi kurikulum, maka Kurikulum 2013 dihentikan dan menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan Kurikulum 2013 selama tiga semester untuk kembali ke Kurikulum 2006 serta sekolah yang telah menjalankan selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum tersebut sembari menunggu evaluasi dari pihak berwenang.
guru harus dapat menggunakan metode yang bervariasi seperti tanya jawab, eksperimen, penugasan, pengamatan, diskusi.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di SDN Purworejo, dalam pembelajaran IPA materi ”Energi” masih banyak siswa yang belum mampu menerapkan materi pembelajaran dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya siswa tidak bisa menyebutkan contoh dalam perambatan bunyi baik bunyi yang merambat melalui zat padat, cair, dan udara. Siswa hanya menyebutkan contoh-contoh yang ada di buku. Siswa tidak dapat menyebutkan contoh lain yang ada di sekitar mereka. Hal ini dikarenakan guru kurang menggali pengetahuan siswa dengan cara bertanya.
Dalam pembelajaran IPA materi ”Energi”, tidak hanya guru yang
kurang menggali pengetahuan siswanya namun siswa juga kurang antusias dalam mengajukan pertanyaan atau pasif. Mereka lebih suka diam daripada bertanya mengenai materi pembelajaran. Padahal siswa yang diam tersebut belum tentu jelas dengan materi yang disampaikan oleh guru. Hal ini menyebabkan saat mengerjakan soal-soal mengenai energi siswa masih banyak yang mendapat nilai kurang dari KKM yaitu 70.
Siswa kelas IV SDN Purworejo lebih banyak didominasi oleh siswa laki-laki. Hal ini dibuktikan dengan jumlah siswa laki-laki kelas IV ada 17 siswa sedangkan siswa perempuan hanya 6 siswa. Walaupun siswa perempuan lebih sedikit, keadaan kelas tetap ramai. Hal ini dikarenakan siswa laki-laki lebih banyak ramai dan lebih suka berjalan-jalan di dalam kelas walaupun masih dalam proses pembelajaran. Kondisi seperti ini menyebabkan siswa lain merasa terganggu.
menyebabkan materi yang diberikan oleh guru tidak dapat mencapai ketuntasan maksimal. Hal tersebut terlihat dari hasil belajar siswa kelas IV
SDN Purworejo pada materi ”Energi”, dari 23 siswa yang mencapai
ketuntasan belajar baru 1 siswa atau 4,35% dengan KKM > 70. Hal ini disebabkan pengukuran yang dilakukan hanya menggunakan pengukuran hasil belajar saja yaitu tes.
Melihat hasil yang dicapai siswa serta berbagai penyebab kegagalan yang dialami siswa, peneliti tergerak untuk mengupayakan perbaikan. Diperlukan sebuah strategi pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa lebih meningkat, sehingga pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan, salah satunya dengan metode probing prompting. Berikut ini merupakan langkah-langkah metode probing
prompting menurut Suherman (2001).
a. Menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Menyampaikan materi ajar.
c. Memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara acak kepada siswa yang berkaitan dengan materi. Dalam langkah pertama ini bisa digunakan untuk mengantisipasi permasalahan pada siswa yang kurang menggali contoh-contoh dalam perambatan bunyi baik bunyi yang merambat melalui zat padat, cair, dan udara selain yang ada di buku serta mengatasi masalah siswa yang kurang antusias dalam mengajukan pertanyaan atau pasif dalam proses pembelajaran.
d. Menampung jawaban siswa.
e. Memberikan pertanyaan menuntun dengan pertanyaan bimbingan fokus terarah. Dalam langkah ini bisa mengatasi masalah yang terjadi pada siswa yang sering ramai sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan dari guru serta dapat mengatasi permasalahan dalam desain pembelajaran yang kurang menarik.
Dalam hal ini peneliti mempunyai usulan atau pendapat mengenai langkah-langkah metode probing prompting yaitu menambahkan kegiatan apersepsi pada awal pembelajaran sehingga siswa akan berpikir dan menggali pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya. Setelah guru memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara acak kepada siswa yang berkaitan dengan materi, siswa diberi kesempatan untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dahulu sebelum menjawab. Guru tidak hanya menampung jawaban dari siswa tetapi guru juga harus mengetahui jawaban siswa itu benar atau salah. Jika jawaban siswa benar maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun, jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban. Setelah itu guru baru memberikan pertanyaan menuntun dengan pertanyaan bimbingan fokus terarah. Sedangkan di akhir pembelajaran, guru bersama dengan siswa membuat simpulan/rangkuman hasil belajar dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran, memberikan evaluasi, melakukan refleksi, serta memberikan tindak lanjut.
Metode probing prompting diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar dan menarik perhatian siswa, karena metode probing prompting merupakan sebuah kegiatan pembelajaran yang menyajikan serangkaian pertanyaan yang bersifat menggali dan menuntun sehingga akan terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan yang telah dipelajari dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
Metode probing prompting mampu membangkitkan motivasi belajar
kegiatan pembelajaran bisa menarik dan siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan senang.
Seorang guru yang profesional harus memiliki beberapa keterampilan dasar dalam mengajar. Keterampilan dasar salah satunya adalah keterampilan bertanya. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, bertanya menjadi peranan penting karena merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir peserta didik. Keterampilan bertanya dibedakan atas ketrampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Keterampilan bertanya dasar mempunyai beberapa komponen dasar yang perlu diterapkan dalam mengajukan segala jenis pertanyaan. Komponen-komponen yang dimaksud adalah pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat, pemberian acuan, pemusatan, pemindah giliran, penyebaran, pemberian waktu berpikir, dan pemberian tuntunan. Sedangkan keterampilan bertanya lanjut merupakan lanjutan dari ketrampilan bertanya dasar yang lebih mengutamakan usaha mengembangkan kemampuan berpikir siswa, memperbesar partisipasi dan mendorong siswa agar dapat berinisiatif sendiri. Namun dalam pembelajaran IPA di SDN Purworejo hanya guru yang lebih banyak melakukan kegiatan bertanya, sedangkan siswa kurang berani dalam mengajukan pertanyaan maupun dalam menjawab pertanyaan sehingga siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru.
Tatang Amirin (2006:214) mengemukakan ”Taksonomi Bloom terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Dimensi proses kognitif berkaitan dengan proses yang digunakan siswa untuk mempelajari suatu hal, sedangkan dimensi
pengetahuan adalah jenis pengetahuan yang akan dipelajari oleh siswa.”
Berdasarkan permasalahan yang muncul serta metode probing prompting yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa serta daya
berpikir yang lebih meningkat sehingga pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan maka muncul keinginan untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul ”Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Metode Probing Prompting dengan Media Realia Siswa Kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah:
1. Dalam pembelajaran IPA, guru kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam belajar, yang nampak siswa kurang berani atau kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan dari guru.
2. Guru memberikan informasi kepada siswa sedangkan siswa hanya menerima informasi sehingga siswa kurang antusias dan pasif dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
3. Hasil belajar siswa kelas IV menunjukkan bahwa dari 23 siswa 95,65%
tidak tuntas dengan KKM ≥ 70, hal ini disebabkan pengukuran yang
dilakukan hanya menggunakan pengukuran hasil belajar saja yaitu tes. 4. Hasil belajar yang tidak tuntas disebabkan guru kurang menggunakan
media pembelajaran, sehingga siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka
peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: ”Apakah metode probing
prompting dengan media realia dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa
kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015.”
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode probing prompting dengan media realia dapat meningkatkan hasil belajar IPA
siswa kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, adapun manfaat yang diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis serta manfaat praktis pada masyarakat luas, khususnya dibidang pendidikan.
1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
b. Sebagai suatu karya ilmiah, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya maupun bagi masyarakat luas pada umumnya mengenai penggunaan metode probing prompting dengan media realia terhadap hasil belajar siswa.
c. Memberikan wacana baru tentang pembelajaran aktif melalui metode probing prompting dengan media realia.
1.5.2 Manfaat praktis 1) Bagi Guru
b. Mengajar dengan menggunakan metode probing prompting dengan media realia dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.
2) Bagi Siswa
a. Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menyesuaikan cara belajar sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang memuaskan.
b. Dapat meningkatkan hasil belajar, motivasi, aktivitas, kerja sama, tanggung jawab, serta siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran.
3) Bagi sekolah
a. Dapat digunakan sebagai pedoman untuk perbaikan pembelajaran di kelas lain.
b. Meningkatkan profesionalitas SDM guru dalam pengembangan pembelajaran.
c. Perbaikan kualitas pembelajaran dan mutu sekolah.
1.6 Batasan Masalah