1
METODE PEMULIAAN PARTISIPATIF SEBAGAI KONSEP DASAR PERCEPATAN PELEPASAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN PERKEBUNAN
Tanaman perkebunan umumnya merupakan tanaman tahunan sehingga kegiatan pemuliaan untuk merakit varietas unggul memerlukan waktu yang relatif lama. Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh untuk mempercepat penemuan varietas unggul tanaman perkebunan adalah melalui metode observasi terhadap populasi tanaman yang telah ada dan tersebar secara luas di lapangan. Populasi tanaman tersebut telah memperlihatkan potensi genetiknya serta telah menjadi preferensi bagi para petani. Populasi tersebut terbentuk melalui proses seleksi, baik secara alami maupun secara sengaja melalui sentuhan tangan para petani dari generasi ke generasi yang berlangsung secara terus menerus. Para petani memiliki andil yang cukup tinggi terhadap proses pemuliaan tersebut, dan pendekatan seperti ini merupakan salah satu pendekatan pemuliaan secara partisipatif, atau lebih dikenal dengan Pemuliaan Tanaman Paritipatif (PTP). Berdasar pada teknik uji multilokasi dan atau uji adaptasi pada Pemuliaan Tanaman Formal (PTF), maka studi observasi dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan metode analisis statistiknya. Di samping itu, penelusuran tentang silsilah serta bantuan analisis DNA terhadap materi tanaman yang akan dilepas akan dapat membantu membedakan dengan varietas-varietas lainnya yang telah dilepas sebelumnya.
Beberapa jenis tanaman perkebunan, di antaranya kopi, kakao, dan karet adalah
tanaman yang bukan asli dari Indonesia. Namun demikian, ketiga jenis tanaman tersebut telah
tersebar cukup luas di Indonesia dan merupakan tanaman ekspor yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Pengembangannya di Indonesia sudah cukup lama, yaitu sejak zaman
penjajahan VOC, dan introduksinya dimulai sejak tahun 1699 untuk kopi Arabika, tahun
1780 untuk kakao, tahun 1876 untuk karet, dan tahun 1900 untuk kopi Robusta. Selanjutnya,
melalui pola penanaman yang diatur oleh pihak penjajah, maka ketiga jenis tanaman tersebut
dapat tersebar secara meluas di Jawa dan luar Jawa. Sebagai salah satu bukti nyata, pada saat
ini di daerah Priangan ditemukan beberapa tanaman kopi Arabika yang sudah berumur tua
yang oleh masyarakat setempat disebutnya “Kopi Buhun”. Hal ini sangat beralasan
mengingat pada sekitar abad ke-18 kopi Arabika telah dikembangkan oleh VOC di daerah
Jawa Barat, terutama di Priangan dan Cirebon. Dampak dari penyebaran tersebut maka di
pasar Internasional pada saat itu telah terkenal suatu produk kopi dari Priangan dengan sebutan kopi “Java Preanger”.
Proses penyebaran tanaman yang begitu lama (115-316 tahun sejak introduksi) oleh
para petani secara turun temurun, dan ditunjang oleh maraknya proyek-proyek pemerintah di
bidang kehutanan dan perkebunan sejak Pelita I pada masa Orde Baru (proyek PRPTE,
P2WK, TCSSP, UFDP, SADP, SRADP, IFAD, dan sebagainya), akan menyebabkan
terbentuknya populasi tanaman dengan variasi genetik yang luas. Hal ini terjadi karena
adanya proses segregasi gen sebagai akibat dari kegiatan perbanyakan dan penyebaran benih
yang mudah dan umum dilakukan oleh para petani yaitu melalui biji. Di samping itu, karena
proses adaptasi tanaman untuk masing-masing lokasi pengembangan sudah cukup lama, dan
2
sentuhan tangan para petani, maka dari populasi-populasi yang ada sangat memungkinkan
untuk diperolehnya materi-materi tanaman unggul dengan susunan gen yang berbeda dengan
induknya. Dalam hal ini metode pemuliaan yang paling konvensional, yaitu seleksi, sudah
berjalan di tingkat petani. Selanjutnya, materi-materi tanaman yang dinilai memiliki keunggulan tersebut biasanya mudah tersebar melalui informasi “dari mulut ke mulut”, dan umumnya para petani dari berbagai daerah pengembangan memiliki animo yang sama untuk
dapat menanamnya. Melalui proses seleksi seperti itu yang berlangsung secara berulang dan
terus menerus akan dapat menambah variasi dan jumlah populasi tanaman unggul menjadi
jauh lebih banyak dan tersebar di berbagai daerah pengembangan.
Tanaman perkebunan pada umumnya merupakan jenis tanaman tahunan sehingga
untuk merakit varietas unggul memerlukan waktu yang relatif lama, bisa mencapai 10-20
tahun. Namun demikian, salah satu metode pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mempercepat penemuan varietas unggul tanaman perkebunan adalah melalui metode
observasi. Metode ini dilakukan terhadap populasi tanaman yang sudah ada di lapangan dan
tersebar secara luas. Materi-materi tanaman tersebut telah memperlihatkan potensi genetiknya
serta telah menjadi preferensi bagi para petani. Keunggulan yang dimiliki oleh materi
tersebut tidak terlepas dari adanya andil para petani dalam proses seleksi yang dilakukan
secara terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya seperti yang telah
dikemukakan di atas. Jadi, dalam hal ini petani secara langsung maupun tidak langsung telah
ikut terlibat dalam suatu kegiatan pemuliaan tanaman untuk memperoleh varietas unggul.
Pelibatan petani seperti ini adalah merupakan salah satu pendekatan pemuliaan tanaman
secara partisipatif, atau lebih dikenal dengan metode Pemuliaan Tanaman Partisipatif (PTP).
Oleh karena itu, metode observasi dalam upaya mempercepat penemuan varietas unggul
tanaman perkebunan didasari oleh metode PTP.
Perakitan varietas unggul berdasarkan pada metode Pemuliaan Tanaman Formal
(PTF) yang umum dilakukan oleh lembaga penelitian, berawal dari evaluasi plasma nutfah
yang kemudiaan diikuti oleh teknik pemuliaan yang sesuai (seleksi, hibridisasi, mutasi,
transfer gen, dan lain sebagainya) untuk mendapat materi tanaman sebagai bahan untuk diuji
multilokasi atau uji adaptasi. Uji multilokasi adalah pengujian materi genetik tanaman pada
minimal tiga lingkungan (agroekologis) yang berbeda selama minimal tiga tahun berproduksi
(contoh pada Gambar 1). Analisis data untuk percobaan semacam ini adalah analsis ragam
tergabung (combined analysis of variance). Maksudnya dilakukan pada tiga lingkungan yang
berbeda adalah agar dapat diuji nilai stabilitasnya dari materi-materi genetik yang sedang
3
G1 G2
Ulangan-1
Ulangan-2
Ulangan-3
G3 G1
Ulangan-1
Ulangan-2
Ulangan-3
G1 G3
G3 G4 G5 G2 G6 G5
G5 G6 G4 G6 G4 G2
G4 G6 G6 G5 G3 G1
G2 G1 G2 G3 G5 G6
G5 G3 G1 G4 G2 G4
G3 G6 G1 G4 G5 G2
G4 G2 G6 G5 G1 G3
G1 G5 G3 G2 G6 G4
Lokasi-1 Lokasi-2 Lokasi-3
Gambar 1. Contoh denah tata letak uji multilokasi enam genotipe kopi (keterangan: Gn = genotipe kopi ke-n)
oleh umumnya peneliti adalah metode Eberhart dan Russell (1966) yang merupakan
pengembangan dari metode Finlay dan Wilkinson (1963). Konsep dasar dari kedua metode
itu adalah metode regresi dengan derajat bebas (db) regresinya pada analisis ragam (analysis
of variance) adalah (n-2). Oleh karena itu, persyaratan uji multilokasi minimal pada tiga
lingkungan dan atau minimal tiga tahun berproduksi agar db regresinya lebih besar dari 0
(nol). Rumus dasar uji stabilitas Eberhart dan Russell (1966) adalah sebagai berikut:
Keterangan : Yij = rata-rata genotipe ke-i pada lingkungan ke-j µ = rata-rata umum genotipe
bi = koefisien regresi genotipe ke-i terhadap indeks lingkungan Ij = indeks lingkungan
ij = simpangan regresi genotipe ke-i lingkungan ke-j ij = rata-rata galat percobaan
Pada metode observasi, populasi tanaman calon varietas unggul yang akan dilepas
distratifikasi menjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan kondisi lingkungan biofisik maupun
lingkungan lainnya yang kelihatan berbeda secara tegas. Lingkungan hasil stratifikasi ini
merupakan lingkungan tempat dilakukan uji multilokasi seperti pada PTF. Pengamatan
dilakukan secara mendalam terhadap materi-materi genetik calon varietas unggul untuk
ketiga lokasi tersebut dengan beberapa ulangan selama tiga tahun produksi. Diperlukan juga
pengujian DNA serta penelusuran silsilah dari materi-materi genetik yang dimaksud agar
diperoleh informasi bahwa materi genetik tersebut memang berbeda dengan materi induknya
yang telah dilepas sebelumnya. (Edi Wardiana/ediwardiana@yahoo.com).