BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengaruh
Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 849), yaitu
“pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang”. Sementara itu, Surakhmad
(1982:7) menyatakan bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau
orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di
sekelilingnya.
Menurut Uwe Becker, pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang yang -
berbeda dengan kekuasaan - tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan
memaksakan kepentingan(
diakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 14.30 WIB). Sedangkan menurut Norman Barry,
pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seseorang yang dipengaruhi agar bertindak
demikian demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan movisai yang
mendorongnya.
Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan
suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala
sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya
diakses pada
2.2 Dukungan Keluarga
2.2.1 Dukungan
Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang
lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan
kegiatan.
2.2.2 Keluarga
2.2.2.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga
merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan
mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi
keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami,
istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama,
dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.
Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu:
1. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap
anggota keluarga (Duvall dan Logan, 1986).
2. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan
3. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan
RI, 1988).
Keluarga adalah pemberi perawatan terbaik anak. Pengaruh keluarga sangatlah
besar dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan anak (Supartini, 2004).
Keluarga juga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan anak.
Oleh karena itu, sebaiknya keluarga harus selalu dilibatkan dalam perawatan anak
(Notosoedirjo, 2005).
Suatu keluarga setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi.
2. Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan
mereka membentuk satu rumah tangga.
3. Memiliki satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling
berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak
dan saudara.
4. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari
kebudayaan umum yang lebih luas.
Disini disebutkan 5 macam sifat yang terpenting dalam keluarga, yaitu :
1. Hubungan suami istri
Hubungan ini mungkin berlangsung seumur hidup dan mungkin dalam waktu yang
singkat saja. Ada yang berbentuk monogami, ada pula yang berbentu poligami.
Bahkan, dalam masyarakat yang sederhana terdapat group married, yaitu sekelompok
2. Bentuk perkawinan dimana suami istri itu diadakan dan dipelihara.
Dalam pemilihan jodoh dapat dilihat, bahwa calon suami/istri itu dipilihkan oleh
orang tua mereka. Sedang pada masyarakat lainnya diserahkan pada yang
bersangkutan. Selanjutnya perkawinan ini ada yang berbentuk indogami (yakni kawin
di dalam golongan sendiri), ada pula yang berbentuk exogami (kawin diluar
golongannya).
3. Susunan nama-nama dan istilah-istilah termasuk cara menghitung keturunan
Di dalam beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki misalnya : di
Batak ini disebut patrilineal. Ada yang melalui garis wanita ini disebut matrilineal,
dimana kekuasaan terletak pada wanita. Di Minangkabau wanita tidak mempunyai
hak apa-apa, bahkan hartanya pun tidak diurusi oleh wanita itu, melainkan diurus oleh
adik atau saudara perempuannya. Sistem ini disebut : Avonculat
4. Milik atau harta benda keluarga
Dimana pun keluarga itu pasti mempunyai harta untuk kelangsungan hidup para
anggota-anggotanya.
5. Pada umumnya keluarga itu mempunyai tempat tinggal bersama/rumah bersama.
Walaupun pada beberapa suku bangsa keluarga suami mengikuti istri, misalnya suku
Peue Blo dan Erecoa di Afrika Selatan. Sistem ini disebut matrilokal, sebaliknya apabila istri
mengikuti ke dalam keluarga suami, misalnya di Batak ini disebut patrilokal.
Disamping sifat-sifat diatas-diatas, keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu:
2. Dasar emosional, merupakan rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu
ras.
3. Pengaruh yang normatif, artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang
pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak daripada
individu.
4. Besarnya keluarga yang terbatas
5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial
6. Pertanggungan jawab dari pada anggota-anggota
7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen.
Karena beberapa sebab misalnya karena perekonomian, pengaruh uang, produksi
atau pengaruh individualisme, sistem kekeluargaan ini makin kabur. Hal ini disebabkan
karena urbanisasi, emansipasi sosial wanita dan adanya pembatasan kelahiran yang disengaja.
Akibat dari pengaruh-pengaruh perkembangan keluarga itu menyebabkan hilangnya
peranan-peranan sosial, yaitu
1. Keluarga berubah fungsinya , dari kesatuan yang menghasilkan menjadi
kesatuan yang memakai semata-mata. Dahulu keluarga menghasilkan sendiri
untuk keluarganya, tetapi lama kelamaan fungsi ini makin jarang karena telah
dikerjakan oleh orang-orang tertentu.
2. Tugas untuk mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada
sekolah-sekolah, kecuali anak-anak kecil yang masih hidup dalam lingkungan
3. Tugas bercengkrama di dalam keluarga menjadi mundur, karena tumbuhnya
perkumpulan-perkumpulan modern, sehingga waktu untuk berada di
tengah-tengah keluarga makin lama makin kecil.
Dalam sejarah kehidupan keluarga terdapat 4 tingkat sebagai berikut :
1. Formatif pre-nupital stage, yaitu tingkat persiapan sebelum berlangsungnya
perkawinan. Dalam tingkat ini adalah masa berkasih-kasihan, hubungan yang
makin lama makin menjadi erat antar pria dan wanita masing-masing berusaha
untuk memperbesar cita-citanya.
2. Nupteap stage, yaitu tingkat sebelum anak-anak/ bayi lahir yang merupakan
permulaan daripada keluarga itu sendiri. Dalam tingkat ini suami-istri hidup
bersama menciptakan rumah tangga, mencari pengalaman baru, sikap baru
terhadap masyarakat.
3. Child rearing stage, yaitu tingkat ini adalah pelaksaan keluarga itu sendiri.
Pertanggung jawab mereka adalah selalu bertambah, berhubung adanya
anak-anak mereka
4. Maturity stage, yaitu tingkat ini timbul apabila anak-anaknya tidak lagi
mebutuhkan pemeliharaan orang tuanya, setelah dilepaskan dari
pertanggungan jawab, kemudian anak-anak itupun melakukan aktivitas baru,
menggantikan yang lama.
Dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu kesatuan sosial yang terkecil yang
terdiri atas suami-istri dan jika ada anak-anak dan didahului oleh perkawinan. Dari pengertian
tersebut berarti ketiadaan anak tidaklah menggugurkan status keluarga, jadi faktor anak
dikarunai anak, tetap mempunyai status sebagai keluarga. Atau dengan kata lain keluarga itu
tetap berhak dirinya sebagai keluarga.
Bukan berarti bahwa ketiadaan anak lalu menggugurkan ikatan keluarga. Memang
salah satu faktor mengapa individu itu membentuk keluarga adalah mengharapkan anak atau
keturunan, tetapi itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan. Disamping faktor
mengharapkan keturunan ada faktor-faktor lain mengapa individu membentuk keluarga ialah:
1. Untuk memenuhi kebutuhan biologis atau kebutuhan seks.
2. Untuk memenuhi kebutuhan sosial, status, penghargaan dan sebagainya.
3. Untuk pembagian tugas misalnya, mendidik anak, mencari nafkah dan sebagainya.
4. Demi hari tua kelak, yaitu pemeliharaan di hari tua.
Suatu ikatan keluarga ditandai atau didahului dengan suatu perkawinan. Hal ini
dimaksudkan bahwa perkawinan merupakan syarat mutlak untuk terbentuknya suatu
keluarga. Tanpa didahului perkawinan sepasang laki-laki dan perempuan tinggal di satu
rumah belum berhak disebut sebagai suatu keluarga. Jadi faktor-faktor yang penting di dalam
keluarga ialah : “adanya ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan, ikata itu didahului
oleh pernikahan”.
Dengan demikian keluarga merupakan bentuk yang paling jelas dari face to face
group, dimana keluarga itu mempunyai hubungan yang erat dan intensif. Tahap-tahap sampai
terbentuknya suatu keluarga adalah sebagai berikut :
1. Tahap perkenalan
2. Tahap berpacaran
4. Tahap pernikahan
Ada empat tahap yang biasanya dilalui oleh sepasang muda-mudi sampai
terbentuknya suatu keluarga. Perlu diketahui bahwa tahap-tahap itu sifatnya umum, bukan
berarti setiap keluarga pasti melalui empat tahap untuk sampai pada suatu keluarga. Ada yang
hanya dari perkenalan langsung ke perkawinan seperti pada zaman dulu, tetapi ada juga
secara penuh dari tahap ke 1 sampai dengan ke 4. Masing-masing keluarga mempunyai
keunikan sendiri-sendiri dan bersifat individual.
2.2.2.2 Keluarga Batih
Dalam setiap masyarakat manusia, pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear
family). Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang yang terdiri dari
suami,istri, beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut lazimnya
juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah
dari proses pergaulan hidup.
Suatu keluarga batih dianggap sebagai suatu sistem pokok sosial, oleh karena
memiliki unsur-unsur sistem sosial yang pada pokoknya mencakup kepercayaan, perasaaan,
tujuan, kaidah-kaidah, kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi, kekuasaan, dan
fasilitas. Kalau unsur-unsur itu diteraokan pada keluarga batih, maka akan ditemui keadaan
sebagai berikut :
1. Adanya kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga batih merupakan suatu kodrat
yang Maha Pencipta
2. Adanya perasaan-perasaan tertentu pada diri anggota-anggota keluarga batih yang
3. Tujuan, yaitu bahwa keluarga batih merupakan suatu wadah dimana manusia
mengalami proses sosialisasi, serta mendpatkan suatu jaminan akan ketentraman
jiwanya.
4. Setiap keluarga batih senantiasa diatur oleh kaidah-kadah yang mengatur timbal-balik
antara anggota-anggotanya, maupun dengan pihak-pihak luar keluarga batih yang
bersangkutan.
5. Keluarga batih maupun anggota-anggota mempunyai kedudukan dan peranan tertentu
dalam masyarakat.
6. Anggota-anggota keluarga batih, mialnya suami dan istri sebagai ayah dan ibu,
mempunyai kekuasaan yang menjadi salah satu dasar bagi pengawasan proses
hubungan kekeluargaan.
7. Masing-masing anggota keluarga batih mempunyai posisi sosial tertentu dalam
hubungan kekeluargaan, kekerabatan, maupun dengan pihak luar
8. Lazimnya sanksi-sanksi positif maupun negatif diterapkan dalam keluarga tersebut,
bagi mereka yang patuh serta terhadap mereka yang menyeleweng.
9. Fasilitas untuk mencapai tujuan berkeluarga biasanya juga ada, misalya, sarana-sarana
untuk mengadakan proses sosialisasi.
Dengan demikian, maka suatu keluarga batih pada dasarnya mempunyai
fungsi-fungsi sebagai berikut :
2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses dimana anggota-anggota
masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami,
mentaati, dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai berlaku.
3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis
4. Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan
perlindungan bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.
Fungsi-fungsi terebut paling sedikit mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi
tertentu, misalnya pada pihak orang tua yang terdiri dari suami/ayah dan istri/ibu. Hal ini
terutama terarah kepada anak-anak, disamping pihak-pihak lain. Anak-anak itu yang kelak
akan menggantikan kedudukan dan peranan orang tuanya, oleh karena lazimnya mereka juga
akan berkeluarga.
2.2.2.3 Dasar Pembentukan Keluarga
Di dalam membicarakan masalah pebentukan keluarga tidak dapat lepas dari pembentukan
kelompok pada umumnya. Ada beberapa pendapat yang mendasari apa sebab individu
membentuk kelompok :
Pendapat I : Pembentukan kelompok atas dasar kesamaan
Pendapat II : Pembentukan kelompok atas dasar perbedaan
Pendapat III : Pembentukan kelompok atas dasar hubungan yang tertentu baik
persamaan maupun perbedaan
Oleh karena adanya bermacam-macam pendapat itu maka setiap masyarakat
mempunyai tuntutan yang berbeda-beda dalam hal pemilihan jodoh. Masing-masing
menuntut pola ukuran yang berbeda pula. Disamping faktor-faktor itu berikut ini perlu
diperhatikan pula ialah :
1. Faktor objektif : kesiapan dalam hal ekonomi. Kedewasaan mental
2. Faktor subjektif : adanya dasar saling mencintai
Ada suatu kriteria atau pedoman yang dipakai untuk pemilihan jodoh, yaitu :
1. Faktor biologis kesehatan, ras, umur, warna rambut/kulit
2. Faktor intelegensia, kecerdasan
3. Faktor temperamen dan karakter
4. Faktor agama
5. Faktor kebangsaan
6. Faktor ekonomi
7. Faktor asal-usul
Pedoman semacam itu tidak selalu sama untuk masing-masing suku atau bangsa. Untuk
orang Jawa ada sutu pedoman tertentu dalam pemilihan jodoh yaitu :
1. Bibit : asal-usul keturunan, orang tuanya berpenyakit menurun atau tidak
2. Bebet : namanya didalam masyarakat, pernah mendapat naama cemar dari
msyarakat atau tidak
3. Bobot : kedudukannya dalam masyarakat, misalnya jabatan, status sosial,
Apabila ditelaah lingkungan sosial-budaya madya, maka akan ditemui ciri-ciri pokok, sebagai
berikut :
1. Hubungan keluarga tetap kuat, akan tetapi hubungan dalam masyarakat setempat agar
mengendor, oleh karen amunculnya gejala-gejala hubungan atas dasar perhitungan
ekonomis.
2. Adat-istiadat masih dihormati, akan tetapi sikap terbuka terhadap pengaruh-pengaruh
dari luar mulai berkembang
3. Kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib masih ad, kalau manusia sudah kehabisan
akal menanggulangi masalah
4. Dalam masyarakat timbul lembaga-lembaga pendidikan formal, sampai pada tingkat
pendidikan menengah
5. Tingkat buta huruf tergerak menurun
6. Sistem ekonomi mulai mengarah pada produksi untuk pasaran, sehingga peranan uang
semakin besar.
7. Gotong-royong secara tradisional terbatas pada kalangan keluarga luas dan tetangga,
oleh karne hubungan kerja atas dasar pemberian upah sudah mulai berkembang.
2.2.2.4 Posisi keluarga dalam menentukan tingkat disiplin diri anak
Esensi pendidikan umum adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang
memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik memperluas dan memperdalam
makna-makna esensial untuk mencapai kehidupan yang manusiawi (Phenix, 1964:10). Dalam hal ini,
sangat diperlukan adanya kesengaajaan atau esadaran (niat) untuk mengundangnya
Esensi pendidikan umum, mencakup dua dimensi, yaitu dimensi pedagogis dan
dimensi substantif. Dimensi pedagogis adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang
memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik terundang untk memperluas dan
memperdalam dimensi substantif. Sedangkan dimensi substantif adalah makna-makna
esensial. Makna-makna esensial menurut spektrum Phenix (1964 : 6) adalah makna simbolik,
makna empiri, maknaestetik, makna sintetik, makna etik dan makna sinoptik (religi, filsafat
dan sejarah).
Orang tua dapat merealisasikannya dengan cara menciptakan situasi dan kondisi yang
dihayati olh anak-anak agar memiliki dasar-dasar dalam mengembangkan disiplin diri.
Dengan upaya ini berarti orang tua telah merealisasikan pelaksanaan Undang-Undang no 11
tahun 1989 tenteng Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang menyebutkan :
Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang moral
dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan, dan sikap hidup yang
mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kepada anggota
keluarga yang bersangkutan.
Anak yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai
budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi
dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya tanggung jawab orang tua adalah
mengupayakan agar anak berdisiplin diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang
menciptakannnya, dirinya sendiri, sesama manusia, dan lingkungan alam dan makhluk hidup
lainnya berdasarkan nilai moral. Orang tua yang mampu berprilaku seperti yang diatas,
berarti mereka telah mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggung jawab untuk
mengupayakannya (Wayson, 1985:229).
Dalam kajian ilmu sosial tentang keluarga, para peneliti dan para analisis keluarga
menerapkan beragam pandangan dan penedekatan mengenai keluarga. Pendekatan
fungsional-struktural mulai dikembangkan oleh para antropolog dan sosiolog pada permulaan
abad ke 20. Dan sampai tahn-tahun 1960-an masih merupakan kerangka konseptual yang
dominan digunakan dalam kajian tentang keluarga (Leslie dan Korman, 1985:196).
Dalam kerangka pikir fungsional-struktural, masyarakat, dipandang sebagai suatu
sistem yang dinamis, yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling
berhubungan. Dalam analisis terhadap sistem ini yang dikaji adalah apakah konsekuensi dari
setiap bagian dari sistem untuk setiap bagian lainnya dan untuk sistem sebagai keseluruhan.
Kemudian perlu pula diberitahu bahwa sistem dalam pendekatan ini berada pada lapisan
individual (perkembangan kepribadian), lapisan institusional (keluarga) dan pada lapisan
masyarakat. Suatu analisis fungsional terhadao keluarga menekankanpada hubungan antara
keluarga dan masyarakat luas, hubungan-hubungan internal diantara subsistem-subsistem
yang ada dalam keluarga dan atau hubungan diantara keluarga dan kepribadian dari para
anggota keluarga sebagai pribadi.
2.2.2.6 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1998, dikutip dari Setiadi, 2008) fungsi keluarga dibagi
menjadi lima yaitu :
a) Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu
untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
b) Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang
c) Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d) Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
Sedangkan dalam UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis fungsi keluarga
dalam delapan bentuk yaitu :
a. Fungsi Keagamaan
1.Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota
keluarga.
2.Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh
anggota keluarga.
3.Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari ajaran
agama.
4.Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang
kurang diperolehnya disekolah atau masyarakat.
5.Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama sebagai pondasi
menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
b. Fungsi Budaya
1. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan
2. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya
asing yang tidak sesuai.
3. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari
pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia.
4. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berpartisipasi
berperilaku yang baik sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi
tantangan globalisasi.
5. Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan budaya
masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil
bahagia sejahtera.
c. Fungsi Cinta Kasih
1. Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga
ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus-menerus.
2. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara kuantitatif
dan kualitatif.
3. Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam
keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.
4. Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu memberikan dan
menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia
sejahtera.
d. Fungsi Perlindungan
1. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang
2. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk
ancaman dan tantangan yang datang dari luar.
3. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal
menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
e. Fungsi Reproduksi
1. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik
bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
2. Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal
usia, pendewasaan fisik maupun mental.
3. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu
melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam
keluarga.
4. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju
keluarga kecil bahagia sejahtera.
f. Fungsi Sosialisasi
1. Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana
pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.
2. Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai pusat
tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang
3. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukan
untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang tidak,
kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.
4. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga
tidak saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua, dalam rangka
perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagia
sejahtera.
g. Fungsi Ekonomi
1. Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga
dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.
2. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.
3. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan perhatiannya
terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang.
4. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan
keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
h. Fungsi Pelestarian Lingkungan
1. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan intern keluarga.
2. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan ekstern keluarga.
3. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi, selaras
dan seimbang dan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat
4. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkunganhidupsebagai pola
hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera (Setiadi, 2008).
2.2.2.7 Peran Keluarga
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam
konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan,
yang berhubungan dengan individu (Setiadi, 2008). Dalam UU kesehatan nomor 23 tahun
1992 pasal 5 menyebutkan ”Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluargadan lingkungan”. Dari
pasal di atas jelas bahwa keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara kesehatan
dalam upaya meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga. Menurut Effendy (1998) peran itu
dibagi menjadi tiga yaitu :
a) Peran Ayah
Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai
anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya.
b) Peran Ibu
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus
rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai
lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarganya.
c) Peran Anak
Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
2.2.3 Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga juga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal,
saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab
dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.
Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega
karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya
(Smet,1994).
2.2.3.1 Komponen Dukungan Keluarga
Cara untuk meningkatkan efektivitas keberadaan atau sumber potensial terdapatnya
dukungan dari keluarga yang menjadi prioritas penelitian. Keluarga cenderung terlibat
dalam pembuatan keputusan atau proses terapeutik dalam setiap tahap sehat dan sakit para
anggota keluarga yang sakit. Proses ini menjadikan seorang pasien mendapatkan pelayanan
kesehatan meliputi serangkaiaan keputusan dan peristiwa yang terlibat dalam interaksi
antara sejumlah orang, termasuk keluarga, teman-teman dan para profesional yang
menyediakan jasa pelayanan kesehatan (White, 2004)
Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil
penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif
menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari
keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang
besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi
oleh usia.Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa
merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan
ibu-ibu yang lebih tua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial
ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan
orang tua dan tingkat pendidikan.Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang
lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan
yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah
mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua
dengan kelas sosial bawah.
2.3 Keberfungsian Sosial
2.3.1 Fungsi Sosial
Fungsi Sosial berarti : Proses sosialisasi telah memungkinkan seseorang tumbuh dan
berkembang menjadi orang dewasa yang dapat menjalankan:
a. berbagai peranan sosialnya sesuai dengan kedudukan sosial yang dicapainya dalam
b. kemampuan menjalankan multi status dan multi peranan tersebut dibentuk melalui
proses pembelajaran di lingkungan budaya di mana nilai-nilai dan norma-norma sosial
berlaku di lingkungan tersebut.
Kemampuan untuk menjalankan multi peranan dalam bermacam kedudukan sosial,
sesuai dengan tuntutan lingkungannya, menunjukkan keberfungsian sosial manusia.
Disamping itu keberfungsian sosial juga mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dirinya dan
orang-orang yang menjadi tanggungannya. Kebutuhan dasar manusia itu mencakup
aspek-aspek kebutuhan (1) fisik; (2) pengembangan diri; (3) emosional; dan (4) konsep diri yang
memadai.
Maslow menggunakan jenjang-jenjang kebutuhan. Perkembangan diri yang optimal
ditandai oleh karakteristik yang berjenjang tinggi, seperti penerimaan terhadap dirinya
sendiri, orang lain, dan alam, mengupayakan keadilan, kebenaran, ketertiban, kesatuan dan
keindahan, memiliki kemampuan mengatasi masalah, mandiri, kaya akan respon emosional,
memiliki relasi antar manusia yang memuaskan dan berkembang, kreatif dan memiliki dan
menjunjung tinggi nilai-nilai moral.
2.3.2 Keberfungsian Sosial
Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan
kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu
yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya
dalam masyarakat. Konsep ini pada intinya menunjuk pada “kapabilitas” (capabilities)
individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya.
tugasnya, menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam
melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa
adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan
hidupnya
tanggal 15 Mei 2013 pukul 15.00 WIB)
Baker, Dubois dan Miley (1992) menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan
dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta
dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Konsepsi ini mengedepankan nilai
bahwa manusia adalah subyek dari segenap proses dan aktifitas kehidupannya. Bahwa
manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses
pertolongan. Bahwa manusia memiliki dan/atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan
memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya. Pendekatan keberfungsian
sosial dapat menggambarkan karakteristik dan dinamika kemiskinan yang lebih realistis dan
komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi
permasalahan sosial-ekonomi yang tekait dengan situasi kemiskinannya.Selaras dengan
adagium pekerjaan sosial, yakni ‘to help people to help themselves’, pendekatan ini
memandang orang miskin bukan sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan
karakteristik kemiskinan. Melainkan orang yang memiliki seperangkat pengetahuan dan
keterampilan yang sering digunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan seputar
kemiskinannya.
Ada empat poin yang diajukan pendekatan keberfungsian sosial dalam studi
kemiskinan: Pertama, kemiskinan sebaiknya tidak dilihat hanya dari karakteristik si miskin
secara statis, melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan si
miskin dalam merespon kemiskinannya. Kedua, indikator untuk mengukur kemiskinan
rumah tangga. Ketiga, konsep kemampuan sosial (social capabilities) dipandang lebih
lengkap daripada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi sekaligus dinamika
kemiskinan. Keempat, pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada
beberapa key indicators yang mencakup kemampuan keluarga miskin memperoleh mata
pencaharian (livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic needs fulfillment),
mengelola asset (asset management), menjangkau sumber-sumber (access to resources),
berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan (access to social capital), serta kemampuan
dalam menghadapi goncangan dan tekanan (cope with shocks and stresses) (sumber :
pukul 15.05 WIB).
Keberfungsian sosial memiliki peran yang sangat besar di dalam kemiskinan sebab
keberfungsian sosial mencakup aspek-aspek sebuah cara seseorang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup, cara memecahkan masalah dan bagaimana seseorang menjalankan
peran-peran dalam kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa keberfungsian sosial menjadi pemicu
munculnya kemiskinan karena keberfungsian sosial memiliki unsur-unsur antara lain :
a) Kemampuan melaksanakan peran sosial, orang miskin hidup dengan memiliki
keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Dalam hal ini orang miskinpun
memiliki status sosial. Di kalangan sesama orang miskin ada juga strata sosial dan
norma yang mengatur status sosial tersebut.
b) Interaksional, yang dimaksud disini adalah setiap status sosial memiliki
pasangannnya. Misalnya istri memiliki suami jika seorang istri tidak memiliki suami
tetapi memiliki anak maka akan mengalami disfungsi sosial atau peran ganda sebagai
keluarganya. Dan dalam hal ini istri dapat dimasukkan dalam golongan wanita rawan
sosial.
c) Tuntutan dan Harapan, dalam katagori ini yang dimaksud adalah bahwa harapan tidak
selalu sesuai dengan kenyataan. Setiap orang akan memiliki harapan untuk hidup
layak tetapi jika kenyataan tidak sesuai maka akan mengakibatkan frustasi, depresi,
penyimpangan perilaku, kriminal dan patologi sosial.
d) Tingkah Laku, dalam hal ini berkaitan dengan peranan yang positif dan negatif. Jika
seseorang bersikap positif sesuai dengan tuntutan masyarakat sekeliling maka orang
tersebut akan menjadi panutan bagi masyarakat disekitarnya tetapi jika bersikap
negatif dianggap tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat sekitar maka orang tersebut
akan dicemooh tetapi sikap dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan
sosialnya. Distorsi perilaku ini akan menimbulkan kemiskinan kebudayaan sebab
bebudayaan sangat berkaitan dengan nilai-nilai hidup.
e) Situasional, situasi sosial akan memperngaruhi tingkah laku manusia jadi orang
miskin akan mudah melakukan tindakan-tindakan radikal jika situasi sosial mereka
tidak memberikan rasa aman bagi mereka. Misalnya seorang wanita susila yang
terpaks
diakses pada tanggal 15 Mei 2013 pukul 15.10 WIB).
2.4 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)
2.4.1 Sejarah HIV/AIDS di Indonesia
Secara resmi, setiap pernyataan menyebutkan bahwa kasus HIV/AIDS yang pertama
di Indonesia , ditemukan April 1987, ketika seorang turis Belanda pengidap HIV/AIDS
luar, kendati menurut beberapa sumber yang layak dipercaya, beberapa kasus dengan gejala
ARC (penyakit menumpang pada AIDS) sudah ditemukan pada tahun 1983, lewat sebuah
penelitian yang dilakukan oleh sebuah tim dari Fakultas Kedokteran UI dan RSCM di
kalangan waria di Jakarta.
Ternyata itu bukan kasus yang pertama, melainkan seorang perempuan muda yang
merupakan pasien hemolitik autoimun di Rumah Sakit Islam Jakerta yang ditemukan tahun
1985. Ada dugaan kuat dia tertular virus mematikan ini melalui transfusi darah yang kerap
diterimanya berkaitan dengan penyakit yang dideritanya. Sebenarnya kesimpulan bahwa dia
mengidap HIV sudah diketahui sejak 1985, melalui pemeriksaan darah dengan cara Elisa.
Selain pemeriksaan darah, tanda-tanda klinis yang dijumpai paa pasien memperkuat
kesimpulan tersebut ((Djoerban, 2000:21)
Kasus HIV-positif yang diidap pertama kali diumumkan secara resmi oleh pemerintah
lewar Departemen Kesehatan, menyangkut 2 pekerja seks komersial dari lokalisasi pelacuran
di Surabaya, Dolli dan Bangunsari, pada tanggal 14 Nopember 1991, yakni 2 hari sesudah
peristiwa Dilli yang menghebohkan itu. Epidemi HIV/AIDS sudah berlangsung selama
kurang lebih 20 tahun dan diduga masih akan berkepanjangan karena masih terapatnya
faktor-faktor yang memudahkan penularan penyakit ini. Dalam beberapa tahun mendatang,
penyakit ini diperkirakan belum akan dapat ditanggulangi secara baik sehingga dikhawatirkan
akan berdampak luas terhadap kehidpuan ekonomi dan sosial.
HIV/AIDS ini menjadi penyakit yang menarik perhatian karena penularannya
berhubungan dengan perubahan-perubahan fenomena sosial, kultural, dan ekonomi
masyarakat, dan selain itu virus ini adalah penyakit infeksi seumur hidup yang fatal berakhir
dengan kematian, belum ada obat dan vaksinnya. Pada umumya HIV/AIDS dimasa sekarang
Pemerintah Indonesia juga menaruh perhatian yang besar terhadap penyebaran virus
ini. Mulai tahun 1987 itu pula kegiatan-kegiatan penanggulangan telah dilaksanakan oleh
sektor terkait, yang kemudian diikuti dengan beberapa keputusan-keputusan dan instruksi,
antara lain KEPPRES No. 36 tahun 1994 tentang pembentukan Komisi Nasional
Penanggulangan AIDS, Keputusan Menko Kesra No 8/Kep/Menko/Kesra/VI/94 dan No
9/Kep/Menko/Kesra/VI/94 yang isinya memberi instruksi untuk segera merumuskan
kebijaksanaan nasional pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengendalian, dan penyuluhan
bahaya HIV/AIDS, serta Kep.MenNeg.Kependudukan/KA.BKKBN No 375/KT.401/E6/94
tanggal 10 November 1994, tentang pembentukan Tim Tehnis Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS. Berbagai langkah operasional telah diambil, dengan langkah
strategis dan politis, yang berpuncak pada dicanangkannya Gerakan Keluarga Sejahtera Sadar
HIV/AIDS pada bulan Maret 1995 di Kalimantan Timur oleh Presiden Soeharto.
HIV/AIDS secara khusus merupakan sebuah virus yang menginfeksi seumur hidup,
pengidap HIV terlihat sehat tetapi membawa penyakit (healthy carrier), penularan dapat
melalui hubungan seksual, transfusi darah, dan perinatal, serta sejarah asal-usul infeksi yang
baru sebagian masyarakat yang mengetahui. HIV juga dapat menyerang susunan syaraf pusat,
senantiasa mempunyai interaksi dengan penyakit lainnya, sementara sasarannya terutama
golongan usia produktif. Juga berakibat fatal, belum ada obat dan vaksin, dan sulit
menentukan jumlah pengidap karena berlakunya fenomena gunung es.
2.4.2 Penjelasan HIV/AIDS
2.4.2.1 HIV
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk
RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik.
Virus HIV pertama kali ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Perancis pada
seorang pasien limfadenopati. Oleh karena itu dinamakan LAV (Lymph Adenopathy Virus).
Kemudian pada bulan Maret 1984, Robert Gallo di Amerika Serikat menemukan virus serupa
pada penderita AIDS yang disebut HTLV-III. Pada bulan Mei 1986 Komisi Taksonomi
Internasional memberi nama HIV.
Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas karena memiliki ensim reverse
transcriptase, yaitu ensim yang memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang
berada dalam RNA kedalam bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan kedalam informasi
genetik sel limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme
sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV. HIV
dapat ditemukan dan diisolasikan dari sel limfosit T, limfositB. Sel makrofag (di otak dan
paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi sampai saat ini hanya darah dan air mani yang
jelas terbukti sebagai sumber penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke
bayinya.
Dengan analisis sekuens genetik dikenal 8 varian utama HIV yaitu subtipe
A,B,C,D,E,F,G dan H. Kemudian ditemukan subtipe O yang pertama kali ditemukan di
Kamerun, Afrika. Selanjutnya ditemukan subtipe J pada tahun 1997, dan terakhir subtipe N
pada tahun 1998. Subtipe ini terutama penting untuk diketahui sebarannya didunia dan dinilai
sifat dan perilaku virus misalnya dalam hal kemungkinan menimbulkan resistensi obat dan
kemampuan deteksi reagens tes antibodi HIV. Di Thailand misalnya subtipe B dan E
mendominasi infeksi baru HIV pada pengguna narkotika suntikan. Saat ini subtipe A sampai
H dapat dideteksi dengan reagensia yang biasa digunakan. Namun hanya kurang lebih 50%
reagensia tersebut mampu mendeteksi suptipe O. Oleh karena itu di daerah dimana prevalensi
Sistem imun manusia adalah sangat kompleks dan memiliki kaitan yang rumit antara
berbagai jaringan dan sel dalam tubuh. Kerusakan pada salah satu komponen sistem imun
akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan terutama apabila komponen tersebut
adalah komponen yang menentukan fungsi-fungsi komponen sistem lainnya.
Didalam tubuh kita terdapat sel darah putih yang disebut sel CD4, fungsinya seperti
saklar yang menghidupkan dan memadamkan kegiatan sistem kekebalan tubuh, tergantung
ada tidaknya kuman yang harus dilawan. HIV yang masuk ke tubuh menularkan sel ini,
‘membajak’ sel, dan kemudian menjadikannya ‘pabrik’ yang membuat miliaran tiruan virus.
Ketika proses tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke CD4 yang lain.
Sel yang ditinggalkan menjadi rusak, atau mati. Jika sel-sel ini hancur, maka sistem
kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit.
Keadaan ini membuat tubuh mudah terserang berbagai penyakit.
Setelah tubuh terinfeksi, maka tidak langsung sakit, tubuh mengalami masa tanpa
gejala khusus. Walaupun tetap ada virus didalam tubuh, tubuh tidak mempunyai masalah
kesehatan akibat infeksi HIV, dan merasa baik-baik saja. Masa tanpa gejala ini bisa
bertahun-tahun lamanya. Karena tidak ada gejala penyakit pada bertahun-tahun-bertahun-tahun awal terinfeksi HIV,
sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak tahu ada virus didalam tubuhnya. Hanya
dengan tes darah dapat mengetahui jika terinfeksi atau tidak.
Menjalani cara hidup yang baik dan seimbang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan
dapat memperpanjang masa tanpa gejala. Cara hidup ini termasuk makan makanan yang
bergizi, kerja dan istirahat yang seimbang, olahraga yang teratur tetapi tidak berlebihan, serta
tidur yang cukup. Sebaiknya hindari merokok, memakai narkoba dan minum minuman
beralkohol yang berlebihan. Jauhkan diri dari stres dan mencoba untuk selalu berpikir positif.
HIV menular melalui :
1. Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang
HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu senggama yang
dilakukan tanpa kondom, melalui vagina atau dubur, walau dengan kemungkinan
kecil)
2. Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung darah
yang terinfeksi HIV
3. Menerima tranfusi darah yang terinfeksi HIV
4. Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika menyusui
dari ASI.
Prinsip penularan HIV dikenal dengan ESSE :
EXIT : keluar
SUFFICIENT : cukup
SURVIVE : virusnya hidup
ENTER : masuk
Jadi kesimpulannya HIV keluardari tubuh dalam jumlah cukup dan dalam keadaan hidup,
masukke dalam tubuh yang negatif.
Tahap-tahap HIV: Stage 1
1. Biasanya tanpa gejala (asimptomatik)
3. Sistem kekebalan kita masih kuat
4. Pelan-pelan sel CD4 kita berkurang
5. Masih hidup sehat dan nyaman
Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 1 : Pola hidup yang lebih sehat (olah raga, tidak
merokok, tidak minum miras, makan yang sehat dll), sering kontrol di doktor, periksa IMS,
melakukan seks yang aman dan sehat
Tahap-tahap HIV: Stage 2
1. CD4 turun ke 350mm3
2. Sering mengalamTahap-tahap HIV: Stage 2
3. infeksi seperti jamur di mulut, ruam, demam, ISPA
4. Turun berat badan
5. Masih bisa hidup normal
Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 2 : Sama dengan Stage 1 (pola hidup yang sehat,
kontrol di doktor, immunisasi, seks yang sehat dan aman), infeksi yang muncul secepatnya
diobati
Tahap-tahap HIV: Stage 3
1. CD4 dibawah 200mm3
2. OI yang lebih serious muncul, seperti paru-paru
3. Diare yang kronis, demam, TB, jamur yang parah
5. Kehidupan sehari-hari terganggu
Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 3 sama dengan Stage 1 (pola hidup yang sehat, kontrol di doktor, immunisasi, seks yang sehat dan aman) , Antiretrovirals (Infeksi yang
muncul secepatnya diobati).
Tahap-tahap HIV: Stage 4
1. CD4 sangat berkurang, kadang sampai 0mm3
2. Selalu sakit, susah bangun
3. OI yang cukup parah muncul, seperti PCP, TB, Kaposis Sarcoma, CMV dll
4. Berat badan jauh dibawah normal
Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 4 Pengobatan OI, Antiretrovirals, perawatan di
rumah atau di rumah sakit
HIV tidak menular melalui bersentuhan, bersalaman, berpelukan, tinggal serumah
dengan orang dengan HIV/AIDS (Odha), duduk bersama dalam satu ruangan tertutup,
peralatan makan dan minuman, berbagi : kamar mandi, kolam renang, dan gigitan nyamuk.
HIV tidak dapat menular melalui udara, virus ini juga cepat mati jika berada diluar tubuh.
HIV dapat dibunuh jika cairan tubuh yang mengandungnya dibersihkan dengan cairan
pemutih seperti Bayclin atau Chlorox, atau dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap
oleh kulit yang tidak terluka.
2.4.2.2 AIDS
Pada saat kekebalan tubuh mulai melemah, maka timbullah masalah kesehatan. Gejala
yang umumnya timbul antara lain demam, batuk, atau diare yang terus-menerus. Kumpulan
memiliki kepanjangan Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Dengan kata lain, AIDS
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV.
AIDS adalah penyakit yang fatal, sudah banyak penderita AIDS yang meninggal.
Sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan AIDS, obat yang
sekarang hanya bermanfaat mengurangi penderitaan, memperbaiki kualitas hidup, dan
memperpanjang lama hidup penderita AIDS.
Kasus AIDS di Indonesia sering terlmbat diketahui, artinya ketika ditemuka pasien
yang sudah berada pada tingkat penyakit lanjut. Setelah pasien keluar masuk beberapa rumah
sakit, barulah diagnosis AIDS ditegakkan. Tampaknya hal ini disebabkan karena
keterampilan dokter dlam mendiagnosa AIDS masih kurang. Padahal infeksi HIV/AIDS
ditemukan dalam tahap dini, niscya banyak manfaatnya untuk pasie, keluarganya,
masyarakat, ataupun dokter yang mengobatinya.
Sama seperti di negara-negara Barat, infeksi Candida Albicans merupakan penyakit
jamur yang palin sering ditemukan pada pasien AIDS di Indonesia. Tempat infeksi yang
sering adalah di murkosa mulut, tenggorokan dan esofagus. zGejala yang ditemukan biasanya
mulut kering, gangguan indra perasa lidah, bercak-bercak putih dilidah, tenggorokan, dan
gusi serta ulkus di mulut dan kesukaran serta nyeri untuk menelan. Semua pasien AIDS yang
diteliti pada umumnya menunjukkan gejala panas lama, dan lebih dari 90% kasu disertai
dengan batuk.
2.4.3 Orang Dengan HIV/AIDS (Odha)
Saat dinyatakan terinfeksi suatu penyakit, banyak hal dalam kehidupan seseorang
dapat berubah. Apalagi jika infeksi itu sifatnya berjangka panjang, seperti HIV. Odha (Orang
terhadap sikap orang lain yang merendahkan, menghakimi, mengucilkan, dan melanggar hak
asasi. Hal ini dapat terjadi sejak menjalani tes sampai hari-hari bahkan tahun-tahu berikutnya.
Tiga juta orang meninggal akibat AIDS dan ada beberapa Odha melakukan bunuh diri
karena merasa penyakit yang dideritanya tidak bisa disembuhkan lagi, ditambah dengan
perilaku diskriminasi masyarakat terhadap Odha (Kompas,2006).
Dalam kehidupan sehari-hari, Odha sebaiknya menjadi pasien yang aktif. Karena
belum ada penyembuhnya, Odha sebaiknya ikut memikirkan jalan keluar lain agar jiwa dan
raganya tetap sehat. Pasien dengan HIV dan dokter sebenarnya sama-sama berusaha untuk
mengatasi HIV dalam segala keterbatasan obat-obatan. Pasien dengan HIV belajar hidup
dengan virus didalam tubuhnya. Pasien dengan HIV mencari berbagai cara hidup sehat,
berusaha mengikuti kemajuan obat-obatan, dan dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri.
2.4.3.1 Aspek Medik yang dihadapi Odha
Odha memerlukan pelayanan kesehatan serupa dengan penderita penyakit yang
menahun lain. AIDS adalah penyakit menahun yang ditandai dengan serangan-serangan
oportunistik. Penderitanya memerlukan pelayanan kesehatan berkesinambungan,
pemantauan yang seksama untuk mencagah infeks, dan pengobatan segera agar infeksi
sekunder tidak berlarut-larut dan menyebabkan cacat atau kematian.
Seringkali merawat Odha bahkan lebih sulit dari penyakit kronik lain, karena :
a. Terbatasnya tenaga yang terdidik dan terlatih
b. Penderita memerlukan dukungan emosi yang khusus
c. Pemantauan medik untuk mencegah kekambuan sehingga dapat dicegah peraatan di
d. Beberapa tenaga kesehatan sendiri masih cemas dan ketakutan untuk merawat karena
belum mendapat penerangan dan pendidikan yang baik
Fasilitas kesehatan yang diperlukan antara lain rumah sakit untuk layanan rawat inap,
rawat jalan, unit gawat darurat, laboratorium, kamar jenazah dan juga puskesmas. Selain itu
Odha yang sedang tidak dirawat di rumah sakit juga memerlukan dukungan medik dari
anggota keluarga di rumah, ataupun semacam shelter yang merupakan tempat dukungan
masyarakat. Di indonesia ada beberapa masalah medik yang harus dihadapi Odha dan harus
ditangani, seperti :
1. Kesiapan rumah sakit
2. Masalah tindakan bedah/prosedur invasif
3. Pencegahan infeksi
4. Penatalaksanaan jenazah
5. Masalah keterlambatan diagnosis
6. Masalah kekurangan saran diagnosis dan penunjang lain
7. Masalah perawatan di rumah
8. Masalah pengadaan obat
2.4.3.2 Layanan ARV untuk Odha
ARV adalah singkatan dari Antiretroviral, sebuah pengobatan yang dapat
menghentikan reproduksi HIV didalam tubuh. Bila pengobatan tersebut bekerja secara
efektif, maka kerusakan kekebalan tubuh dapat ditunda bertahun – tahun dan dalam rentang
Penemuan obat antiretroviral pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan
bagi orang terinfeksi HIV di negara maju. Peningkatan jumlah orang yang terinfeksi HIV
terjadi secara drastis sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1987.
Dengan semakin meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV tersebut, ARV memiliki
peran penting dalam menciptakan masyarakat sehat melalui strategi penanggulangan AIDS
yang memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan.
Sesuai dengan Rencana Aksi penanggulangan AIDS Nasional akan pentingnya penyediaan
dan distribusi ARV secara baik dan berkesinambungan di Indonesia, Pemerintah Republik
Indonesia merealisasikan keseriusan penyediaan dan distribusi ARV melalui Keputusan
Presiden No. 83 Tahun 2004 mengenai paten ARV agar Indonesia dapat memproduksi 2 jenis
ARV didalam negeri. KEPPRES tersebut diperbaharui dengan KEPPRES No.6 Tahun 2007
dengan 3 jenis obat yang menjelaskan 3 jenis obat untuk diproduksi didalam negeri.
Pada tahun 2004, Kementrian Kesehatan mengeluarkan sebuah pedoman Nasional
mengenai terapi ARV. Pada tahun 2007 buku pedoman tersebut disempurnakan dengan versi
kedua memuat rekomendasi tentang terapi dan pemantauan terapi ARV sebagai satu
komponen paket perawatan serta menyediakan petunjuk sederhana dengan standar baku
tatalaksana klinis ODHA dan penggunaan antiretroviral sebagai bagian dari perawatan HIV
yang komprehensif dengan standar jumlah CD4 dibawah 350 sebagai prasyarat minimum
untuk memulai terapi ARV.
Meskipun ARV belum mampu menyembuhkan penyakit secara total namun secara
dramatis ARV mampu menurunkan angka kematian dan kesakitan yang berdampak
peningkatan kualitas hidup orang terinfeksi HIV sekaligus meningkatkan harapan masyarakat
penyakit yang dapat dikendalikan seperti diabetes, asma atau darah tinggi dan tidak lagi
dianggap sebagai penyakit yang pembunuh yang menakutkan.
Layanan HIV/AIDS dalam seksi ini menjabarkan realisasi komitmen Negara dalam
menjalankan kewajibannya melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak
dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diperlukan banyak cara tidak saja
untuk membangun kepercayaan masyarakat atas layanan publik yang dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk.
Layanan HIV dan AIDS harus menjadi layanan publik, dimana upaya
penanggulangan AIDS harus dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pengaturan
yang jelas terkait dengan konteks layanan publik dijaminkan oleh UU No 25 Tahun 2009.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin informasi pelayanan publik sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik JOTHI berusaha membangun
pintu komunikasi terkait layanan HIV dan AIDS di Indonesia. Bagian layanan juga
membahas inisiatif masyarakat dalam merespon permasalahan HIV dan AIDS yang timbul
dengan berbagai pendekatan program. Berbagai organisasi masyarakat sipil telah membangun
upaya untuk menanggulangi AIDS di berbagai daerah. Seksi ini akan menjabarkan kegiatan -
kegiatan lapangan beserta capaian yang ada.
2.5 Dukungan Keluarga terhadap Keberfungsian Sosial Odha
Dukungan sosial diartikan sebagai tindakan menolong yang diperoleh melalui
hubungan sosial (Norris, 1996). Nietzel dkk (1998) juga mengatakan bahwa dukungan sosial
sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan individu, mengingat individu adalah
akan memberi pengalaman pada individu bahwa dirinya dicintai, dihargai, dan diperhatikan.
Adanya perhatian dan dukungan dari orang lain terutama keluarga akan menumbuhkan
harapan untuk hidup lebih lama, sekaligus dapat mengurangi kecemasan individu.
Sebaliknya, kurang atau tidak, tersedianya dukungan sosial akan menjadikan individu
merasa tidak berharga dan terisolasi (Pearson dalam Toifur dan Prawitasari, 2003).
Dukungan sosial terutama dapat berasal dari dukungan keluarga (Meywrowitz, 1980).
House (Winnusbst dkk; sarafino dalam Smet, 1994) membedakan empat jenis atau dimensi
dukungan sosial yaitu :
1. Dukungan Penilaian
Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian depresi
dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat digunakan dalam
menghadapi stressor. Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada
ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang
yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi
pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, persetujuan
terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang
dengan orang lain. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi
koping individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang
berfokus pada aspek-aspek yang positif.
2. Dukungan Instrumental
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,
bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support material
praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi
atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan,
menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami
depresi yang dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif
bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata
keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.
3. Dukungan Informasional
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama,
termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat,
pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang.
Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi
yang baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor.
Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan
masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed back. Pada
dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi
informasi.
4. Dukungan Emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional, sedih,
cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan seseorang
akan hal dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan individu perasaan
nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat,
berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan
memberikan semangat.
Adanya dukungan dari keluarga yang berupa dukungan emosional, dukungan
informasi, dukungan instrumental, dan penilaian diri akan memberikan pengalaman kepada
Odha bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan disayangi. Pengalaman tersebut akan dapat
menuntun Odha pada suatu keyakinan bahwa dirinya masih berarti bagi orang-orang
terdekatnya. Selanjutnya pengalaman tersebut akan dapat menyadarkan Odha bahwa dirinya
masih pantas untuk hidup meskipun menderita HIV/AIDS sehingga pemikiranuntuk
berfungsi kembali secara sosial. Ketika odha menerima dukungan emosional berupa
kehangatan, kepedulian dan empati maka Odha akan merasa diperhatikan. Selanjutnya
perasaan ini akan mengantarkan Odha pada perasaan bahwa dirinya masih berarti bagi
orang-orang terdekatnya.
Dukungan berupa penghargaan positif dari orang-orang terdekat yang berupa
penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan terhadapa gagasan akan menyadarkan
kepada odha bahwa dirinya masih dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat. Hal ini akan
meninbulkan perasaan puas bahwa dirinya telah melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam
hidupnya.Berbagai dukungan ini akan dapat mengarahkan Odha pada perasaan berarti atau
kepantasan hidup. Selain itu, Odha yang bergabung dalam suatu organisasi masyarakat atau
LSM biasanya akan melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan tersebut antara lain melakukan
ceramah atau penyuluhan tentang hal-hal yang terkait dengan HIV/AIDS, memperjuangkan
hak-hak anggota, menjadi relawan pendamping Odha yang lain dan sebagainya.
Tanggapan positif dari teman dan masyarakat terhadap apa yang dilakukan Odha akan
memberikan perasaan bahwa dirinya berguna atau bermanfaat bagi orang lain. Perasaan
dirinya mengidap HIV/AIDS. Sehingga Odha akan lebih banyak lagi melakukan
kegiatan-kegiatan positif dalam sisa hidupnya dan akan lebih bersyukur karena masih diberi
kehidupan.
2.6 Rumah Singgah Caritas PSE
Caritas PSE adalah lembaga sosial kemanusian Keuskupan Agung Medan yang ikut
terpanggil untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan anggota masyarakat yang rentan
terhadap persoalan-persoalan sosial di Sumatera Utara. Caritas PSE bersinergi dengan
lembaga-lembaga sosial kemanusiaan lainnya di Sumatera Utara untuk mengurangi
kerentanan masyarakat dari permasalahan yang mereka hadapi . salah satu bentuk
pelayanannya adalah Rumah Singgah Caritas.
Rumah Singgah Caritas PSE adalah sebuah pusat informasi dan kegiatan (Drop In
Center) yang bergerak dalam bidang pelayanan seputar narkotika, HIV/AIDS. Kesehatan
reproduksi bahkan persoalan psikologis. Rumah Singgah Caritas diresmikan pada 6 Agustus
2010 oleh Uskup Agung Mgr. DR. Anicetus.B.Sinaga OFM Cap.
Tujuan Rumah Singgah Caritas PSE :
1. Meningkatkan akses informasi dan pelayanan kesehatan bagi pengguna narkotika
yang hidup dalam resiko tinggi dan masyarakat umum.
2. Pusat informasi narkotika, HIV dan AIDS bagi warga kota Medan.
3. Pusat kegiatan komunitas peduli isu Narkoba, HIV dan AIDS untuk menjalin kerja
sama dalam penanggulangan dampak buruk Narkoba, HIV dan AIDS.
2.7 Kerangka Pemikiran
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
ketergantungan, saling menghormati, saling mendengarkan dan saling mendukung antara
anggota keluarga yang satu dengan yang lain. Salah satu tempat terbaik merawat orang
dengan HIV/AIDS (Odha) adalah rumah, dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya.
Banyak Odha dapat tetap hidup aktif untuk waktu yang lama tanpa harus di rumah sakit
karena dukungan dan perawatan dari keluarga. Sebenarnya penyakit yang berhubungan
dengan Odha biasanya akan cepat membaik, dengan kenyamanan rumah, dengan dukungan
dari teman, keluarga dan orang-orang yang dicintainya.
Bahkan seseorang yang sudah mendekati tahap AIDS kritis mampu berubah menjadi
HIV-positif berkat dukungan keluarga. Odha yang didukung keluarga biasanya akan lebih
mudah untuk berbabur, menerima dan memberi informasi. Bahkan mereka mampu untuk
menjadi pendidik sebaya bagi rekan-rekan mereka yang baru mengetahui status menjadi
HIV-positif.
Mental seorang Odha lebih mudah rapuh sebab Odha harus bisa menerima status
dirinya, disini peran tanggung jawab keluarga sangat penting. Sebab keluarga dan Odha
sendiri saling bekerja sama untuk memutuskan apa yang harus dilakukan, berapa banyak
yang harus mereka perbuat, dan lapangan pertolongan tambahan dilakukan. Dengan
menghadapi tantangan merawat Odha, keluarga dapat berbagi pengalaman yang memuaskan
secara emosional, bahkan kegembiraan dengan orang yang dicintainya.
Akan tetapi dukungan keluarga tidak menjadi patokan yang dominan untuk seorang
Odha berfungsi secara sosial. Sebab, faktanya ada juga Odha yang mampu berfungsi sosial
dengan baik walau dia telah ditolak bahkan dikucilkan oleh keluarganya. Mungkin diawal
mereka sempat merasa rendah diri atau bahkan tidak dapat menerima keadaannya, tetapi
dengan munculnya kesadaran dan semangat dalam diri mereka maka mereka pun
menerima informasi dan mengetahui bagaimana proses penularan HIV/AIDS dan
pencegahannya kemudian memberi informasi tersebut kepada masyarat luas melalui jaringan
yang telah dibentuk atau diikutinya.
Dari sisi sudut pandang yang lain, terdapat juga Odha yang tidak mampu berfungsi
sosial secara baik salah satu faktornya tidak terdapt dukungan dari keluarga. Terdapat mental
seseorang yang lemah dan pasrah pada keadaan, seorang Odha yang tidak mampu atau tidak
mau memberdayakan dirinya ke hal yang positif. Kebanyakan Odha seperti ini berasal dari
kaum pemakai narkoba khusunya pengguna narkoba jarum suntik (penasun). Mereka bahkan
terus memakai narkoba walaupun sudah ada virus didalam tubuhnya, bahkan sesama
pendidik sebaya telah mendekati sekaligus mencoba mengubah pola pikir mereka tetapi Odha
yang seperti ini tetap menutup diri. Seorang pekerja sosial yang menangani Odha yang
berasal dari golongan penasun harus memiliki kesabaran yang lebih karena pendekatan yang
dilakukan dilakukan dengan bertahap. Jika hal itu dilakukan berhasil maka akan
menghasilkan pendidik sebaya yang baru, apalagi Odha yang seperti ini lebih gampang untuk
Bagan Alur Kerangka Pemikiran
menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu
Keberfungsian Sosial Odha :
1) Siap belajar dan menerima apa yang terjadi dalam tubuhnya
2) Mampu menanggapi permasalahannya sendiri, serta mendorong ikut terlibat dalam penanggulangan AIDS
3) Memperluas pemerolehan dukungan dan perawatan di tingkat lokal
4) Bekerja sama dengan dokter untuk
mengatasi HIV dalam segala keterbatasan obat-obatan
5) Menjaga pola makan, hidup bersih dan sehat 6) Teratur dalam mengikuti terapi pengobatan
ARV
7) Melakukan pekerjaan sehari-hari 8) Belajar mengenai pengobatan HIV 9) Berani mengambil keputusan sendiri 10)Menjadi pendidik sebaya (peer educator)
bagi sesama Odha
11)Meningkatkan pemerolehan obat-obatan HIV/AIDS
12)Menegakkan hak asasi manusia
13)Mampu bekerja untuk mencari finansial
sendiri
2.8 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara. Hipotesis yang baik harus menyatakan
hubungan yang jelas dan tegas antara dua atau lebih variabel dan juga membenarkan, bahkan
memerlukan pengujian atas kebenaran pernyataan yang dirumuskan (Siagian, 2011:148).
Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial orang dengan
HIV/AIDS di Rumah Singgah Caritas PSE Medan.
Ho : Tidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap keberfungsian sosial orang dengan
HIV/AIDS di Rumah Singgah Caritas PSE
2.9 Definisi Konsep
Defenisi konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan
berbagai peristiwa, obyek, kondisi, situasi dan hal-hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan
dengan mengelompokkan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri
yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang
digunakan secara mendasar dan meyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta
menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:
112).
Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan obyek
penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan peneliti harus menegaskan dan
membatasi makna-makna konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan
defenisi disini diartikan sebagai batasan arti. Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas
dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 138).
Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Pengaruh dalam penelitian ini adalah suatu daya atau kekuatan yang timbul dari
sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga
mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya.
2. Dukungan keluarga dalam penelitian ini adalah sebagai informasi verbal atau non
verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang
yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan
hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya.
3. Keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi
masyarakat.
4. Rumah Singgah Caritas PSE Medan sebuah pusat informasi dan kegiatan (Drop In
Center) yang bergerak dalam bidang pelayanan seputar narkotika, HIV/AIDS,
kesehatan reproduksi bahkan persoalan psikologis.
2.10 Definisi Operasional
Perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi
konsep. Definisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi konsep.
Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi
dinamis. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar
terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat
dan terbuka. Definisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel dapat diukur