2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teknologi Informasi
Definisi teknologi menurut beberapa pendapat seperti Harahap (1982),
menyatakan bahwa teknologi adalah (1) Ilmu yang menyelidiki cara-cara kerja
dalam teknik (2) Ilmu pengetahuan yang digunakan dalam pabrik-pabrik dan
industri-industri. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Salim (1985),
mengatakan bahwa teknologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan
dengan industri bangunan, mesin-mesin dan sebagainya.
Sedangkan menurut Rogers (dalam Seels, 1994) teknologi adalah suatu
rancangan langkah instrumental untuk memperkecil keraguan mengenai hubungan
sebab-akibat dalam mencapai hasil yang diharapkan. Menurut Saliman, (1993)
teknologi adalah ilmu pengetahuan mengenai pembangunan dan industri.
Pendapat berbeda dikemukakan Miarso (2007), mengatakan teknologi
adalah proses yang meningkatkan nilai tambah, proses tersebut menggunakan atau
menghasilkan suatu produk, produk yang dihasilkan tidak terpisah dari produk
lain yang telah ada, dan karena itu menjadi bagian dari suatu sistem.
Teknologi informasi menurut Haag dan Keen (1996), mengatakan bahwa
teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu manusia bekerja
dengan informasi dan melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan
pemprosesan informasi. Sedangkan menurut Martin (1999) teknologi informasi
tidak hanya terbatas pada teknologi komputer software, hardware yang digunakan
komunikasi untuk mengirim informasi. Ada juga pendapat yang dikemukakan
oleh William dan Sawyer (2003), teknologi informasi adalah teknologi yang
menggabungkan komputasi atau komputer dengan jalur komunikasi berkecepatan
tinggi yang dapat membawa data, suara dan video serta data digital lainnya.
Menurut Bodnar dan Hopwood (dalam Rahmawati, 2008) bahwa
teknologi informasi meliputi teknologi komputer (computing technology) dan
teknologi komunikasi (communication technology) yang digunakan untuk
memproses dan menyebarkan informasi baik itu yang bersifat finansial atau
nonfinansial. Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi adalah segala
cara atau alat yang terintegrasi yang digunakan untuk menjaring data, mengolah
dan mengirim atau menyajikan secara elektronik menjadi informasi dalam
berbagai format yang bermanfaat bagi pemakainya.
Teknologi informasi dewasa ini menjadi hal yang sangat penting karena
sudah banyak organisasi yang menerapkan teknologi informasi untuk mendukung
kegiatan organisasi. Penerapan teknologi informasi pada tiap perusahaan atau
organisasi tentunya memiliki tujuan yang berbeda karena penerapan teknologi
informasi pada suatu organisasi adalah untuk mendukung kepentingan usahanya.
Adapun yang menjadi tujuan dari adanya teknologi informasi menurut Sutarman
(2009), “tujuan TI untuk memecahkan masalah, membuka kreativitas, dan
meningkatkan efektivitas dan efesiensi dalam melakukan pekerjaan”.
Teknologi informasi berperan penting untuk meningkatkan kualitas
informasi dan juga sebagai alat bantu maupun strategi yang tangguh untuk
mengintegrasikan dan mengolah data dengan cepat dan akurat serta untuk
Selain itu teknologi informasi juga berperan penting bagi perusahaan untuk
mengefisiensikan waktu dan biaya yang secara jangka panjang akan memberikan
efisiensi waktu dan keuntungan ekonomis yang sangat tinggi.
Untuk dapat memahami hubungan antara teknologi informasi dengan
kinerja individu menurut Sugeng dan Indriantoro (dalam Rahmawati, 2008)
berpendapat bahwa perlu adanya model teoritis komprehensif yang kuat dimana
didalamnya tercakup variabel-variabel yang secara signifikan menjadi predictor
langsung maupun tidak langsung bagi kinerja individu. Menurut Theory of
Reasoned Action dari Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa perilaku
seseorang adalah perkiraan dari intensitas dan tindakannya dimana seseorang akan
menggunakan teknologi informasi jika hal itu bermanfaat dan meningkatkan
kinerjanya dan begitu pula sebaliknya. Manfaat dari teknologi informasi ini baru
dapat dirasakan jika pengguna teknologi informasi tersebut “menyadari”
manfaatnya, Ficher (dalam Rahmawati, 2008). Perkembangan teknologi informasi
yang sangat cepat dalam lingkungan kerja menyebabkan pemanfaatan teknologi
informasi menjadi kebutuhan yang mendesak.
Hubungan teknologi informasi dengan kinerja menurut Lee, dkk (dalam
Kusumo, 2009), “(1) individual IT knowledge and both traditional and electronic
communication methods significantly contribute to the internal process
performance of small firms; (2) internal process performance, organizational IT
knowledge, and electronic communication methods affect customer performance;
and (3) financial performance is affected by process and customer performance”.
Menurut mereka (1) pengetahuan seseorang terhadap IT secara tradisional
internal perusahaan kecil; (2) kinerja proses internal, organisasi TI pengetahuan,
dan metode komunikasi elektronik mempengaruhi kinerja pelanggan, dan (3)
kinerja keuangan adalah dipengaruhi oleh proses dan kinerja pelanggan.
Penerapan teknologi informasi pada tiap perusahaan atau organisasi
tentunya memiliki tujuan yang berbeda karena penerapan teknologi informasi
pada suatu organisasi adalah untuk mendukung kepentingan usahanya. Peran
teknologi informasi bagi suatu perusahaan dapat dilihat dengan menggunakan
kategori, Mulyadi dan Johny (2001), ada 5 peranan mendasar teknologi informasi
disuatu perusahaan, yaitu:
1. Fungsi operasional akan membuat struktur organisasi menjadi lebih ramping, karena telah diambil alih fungsinya oleh teknologi informasi.
2. Fungsi monitoring and control mengandung arti bahwa keberadaan teknologi informasi akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan aktivitas di
level manajerialdalam setiap fungsi manajer, sehingga struktur organisasi unit
terkait dengannya harus dapat memiliki span of control atau peer relationship
yang memungkinkan terjadinya interaksi efektif dengan para manajer di
perusahaan terkait.
3. Fungsi planning and decision mengangkat teknologi informasi ketataran peran yang lebih strategis lagi karena keberadaannya sebagai enabler dari
rencana bisnis perusahaan dan merupakan sebuah knowledge generator bagi
para pimpinan perusahaan yang dihadapkan pada realitas untuk mengambil
sejumlah keputusan penting sehari-harinya.
posisinya sebagai sarana atau media individu perusahaan dalam
berkomunikasi, berkolaborasi, berkooperasi, dan berinteraksi.
5. Fungsi interorganisational merupakan sebuah peranan yang cukup unik karena dipicu oleh semangat globalisasi yang memaksa perusahaan untuk
melakukan kolaborasi atau menjalin kemitraan dengan sejumlah para
pimpinan perusahaan yang dihadapkan pada realitas untuk mengambil
sejumlah keputusan penting sehari-harinya.
Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa teknologi informasi memiliki
tujuan dan fungsi yang berbeda bagi suatu perusahaan dan itu semua tergantung
pada bidang usaha masing-masing perusahaan. Komponen teknologi informasi
merupakan sub sistem yang terbentuk sehubungan dengan penggunaan teknologi
informasi.
2.1.2 Kepuasan kerja
Kepuasaan kerja sebagai sikap, ungkapan emosi, dan hasil persepsi
individu terhadap pekerjaan. Seseorang yang memiliki kepuasan yang tinggi
terhadap pekerjaan cenderung merasa positif, menyukai, dan menghargai
pekerjaannya dengan baik. Para ahli mendefinisikan kepuasaan kerja dari
beberapa sudut pandang, meskipun demikian tampak kesamaan makna di
dalamnya. Kepuasan kerja menurut Newstrom (2007), mengemukakan bahwa
“job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their
work”, yang mempunyai arti bahwa kepuasan kerja berarti perasaan mendukung
Wexley dan Yukl (1977), mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an
employee feels about his or her job”, bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai
merasakan dirinya atau pekerjaannya. Dapat dikatakan bahwa kepuasan adalah
perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya,
kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan pegawai lain, penempatan
kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan
dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan,
Kepuasan kerja menurut Kinicky dan Robert (2006) adalah kecenderungan
emosi terhadap pekerjaan. Kecenderungan emosi ini dikemukakan Newstorm
(2007) sebagai emosi suka atau tidak suka terhadap pekerjaan dan oleh Davis
(1977) didefinisikan sebagai perasaan suka atau tidak suka terhadap pekerjaan.
Robbins dan Timothy (2008) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil evaluasi
karakteristik-karakteristiknya. Pendapat ini sejalan dengan McShane dan Glinow (2008) yang
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah hasil penilaian seseorang terhadap
pekerjaan. Meskipun demikian menurut McShane dan Glinow (2008) penilaian
tersebut juga diberikan kepada konteks pekerjaan sesuai dengan persepsinya
terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja dan pengalaman emosi di
dalamnya.
Menurut Levi (2002) ada 5 aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja,
1. Pekerjaan itu sendiri (work it selft), setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau
tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan kerja,
2. Atasan (supervisor), atasan yang baik adalah atasan yang mau menghargai
pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur
ayah/ibu dan sekaligus atasannya,
3. Teman sekerja (workers), merupakan faktor yang berhubungan antar pegawai
dengan atasannya dan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda
jenis pekerjaannya,
4. Promosi (promotion), merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan
atau tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama
bekerja.
5. Gaji/upah (pay), merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup yang
dianggap layak atau tidak,
Ada beberapa aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja seperti yang
dikutip dari Mangkunegara (2001), antara lain:
1. Kerja yang secara mental menantang, kebanyakan karyawan menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan
umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini
membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang tidak terlalu
menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang
sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan,
2. Ganjaran yang pantas, para karyawan menginginkan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, dan segaris dengan
pengharapan mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan
pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan, tidak semua orang mengejar
uang. Banyak orang bersedia menerima uang yang lebih kecil untuk bekerja
dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang
menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang
mereka lakukan dalam jam-jam kerja. Upah dengan kepuasan bukanlah
jumlah mutlak yang dibayarkan, yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
Karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih
banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu
yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi yang lebih banyak, dan
status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair
dan just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan
mereka,
3. Kondisi kerja yang mendukung, karyawan peduli akan lingkungan kerja, baik
untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas.
Studi-studi menyatakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar
kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu
banyak atau sedikit),
4. Rekan kerja yang mendukung, orang-orang mendapatkan lebih daripada
sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan
karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenangkan akan dapat
meningkatkan kepuasan kerja. Tetapi perilaku atasan juga merupakan
determinan utama dari kepuasan,
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, pada hakikatnya orang yang tipe
kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang
mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka.
Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada
pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini mempunyai
kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dalam
kerja mereka.
Menurut Baron dan Byrne (2000) ada 2 kelompok faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: 1) faktor organisasi yang berisi kebijakan
perusahaan dan iklim kerja; dan 2) faktor individual atau karakteristik karyawan.
Kemampuan kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan mendorong
karyawan untuk mencari pekerjaan lain, hal ini menjadi penyebab ketidakpuasan
dalam bekerja. Akan tetapi karyawan yang memiliki ketertarikan dan tantangan
dengan maksimal. Fakor-faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut
Wexley dan Yulk (1977) mengemukakan bahwa kepuasan kerja dengan
memperhatikan faktor pekerjaan maupun faktor individunya, antara lain gaji,
kondisi kerja, mutu pengawasan, teman bekerja, jenis pekerjaan, keamanan kerja,
dan kesempatan kerja untuk maju serta faktor individu yang berpengaruh antara
lain kebutuhan yang dimilikinya, nilai-nilai yang dianut, dan sifat kepribadian.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli dan Brown (dalam Ciptono dan
Yamit, 2005) ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, antara lain 1)
kedudukan (posisi), pada umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang
bekerja pada posisi pekerjaan yang tinggi akan merasa lebih puas daripada
karyawan yang bekerja pada posisi yang lebih rendah. Akan tetapi pada beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi perubahan
dalam tingkat pekerjaan yang mempengaruhi kepuasan kerja; 2) pangkat
(golongan), pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaaan golongan atau
tingkatan, sehingga pekerjaan tersebut akan memberikan kedudukan golongan
pada orang yang melakukannya; 3) usia, bahwa terdapat hubungan antara
kepuasan kerja dengan usia karyawan. Usia diantara 25 sampai 34 tahun dan usia
40 sampai 45 tahun merupakan usia yang dapat menimbulkan perasaan kurang
puas atas pekerjaan yang dilakukannya; 4) jaminan finansial dan sosial, masalah
jaminan finansial dan sosial membuat banyak karyawan yang mencari atau
berpindah pekerjaan yang memiliki jaminan finansial dan sosial yang lebih baik,
sehingga kepuasan dalam bekerja akan timbul jika pekerjaan tersebut menjamin
finansial dan sosial pekerja; 5) mutu pengawasan, kepuasan karyawan dapat
karyawan, sehingga karyawan akan merasa dirinya merupakan bagian yang
penting dari perusahaan.
2.1.3 Kejelasan Peran
Suseno (2001), menjelaskan kejelasan peran sebagai pengertian dan
penerimaan seorang individu atas tugas yang dibebankan kepadanya adalah
merupakan faktor yang cukup penting bagi prestasi kerja. Makin jelas pengertian
seorang pekerja mengenai persyaratan dan sasaran pekerjaannya, makin banyak
energi yang dapat dikerahkannya bagi kegiatan-kegiatan kearah tujuan, tentu saja
dengan asumsi bahwa pekerja tersebut menerima baik peranan yang ditetapkan
untuknya (Steers, 1997). Dari uraian tersebut diatas dapat dipertegas bahwa salah
satu syarat bagi individu dalam melaksanakan tugasnya dalam meningkatkan
prestasi kerjanya adalah bagaimana individu tersebut menerima perannya secara
jelas. Kejelasan tugas ini sangat penting karena jika seorang pegawai tidak tahu
apa peran mereka, apa tugas mereka maka tugas atau pekerjaan yang ada dalam
organisasi tersebut tidak akan terselesaikan dengan optimal atau bahkan tujuan
organisasi yang telah ditetapkan tidak akan terwujud.
Snock dan Rosenthal (dalam Suseno, 2001) bahwa kekaburan peran dalam
susunan organisasi disebabkan oleh 3 faktor, yaitu: (1) perubahan yang cepat
dalam organisasi; (2) meningkatnya kerumitan dalam organisasi; (3) falsafah
manajemen mengenai komunikasi (yaitu kebijakan dan tindakan yang
mengakibatkan komunikasi yang buruk).
Steers (1997) berpendapat bahwa dalam kegiatan organisasi terdapat 2
1. Kekaburan peran, dalam susunan organisasi disebabkan oleh 3 faktor, yaitu:
a) Perubahan yang cepat dalam organisasi
b)Meningkatnya kerumitan dalam organisasi
c) Falsafah manajemen mengenai komunikasi
Dalam pengelolaan dana BOS di sekolah oleh bendahara dana BOS
mengalami beberapa persoalan yang berkaitan dengan kapasitas sekolah
dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS), peraturan dalam pencairan dana dari rekening sekolah, penggunaan
dana, dan ketidakjelasan aturan mengenai bunga bank dan pembayaran pajak
menyebabkan beberapa sekolah menggunakan peran kepala sekolah dalam
memutuskan penggunaan dana BOS dan penyusunan RAPBS.
2. Konflik peran, setiap orang mempunyai harapan yang berbeda untuk
aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan peran yang dijalankan. Perbedaan harapan
ini menyebabkan tekanan pada pelaksana peran untuk menunjukkan kinerja
yang lebih baik antara satu orang dengan yang lain. Hal ini mengarah pada
konflik peran yang mempengaruhi secara langsung terhadap efektivitas
organisasi apabila ketentuan peran para pekerja yang berhubungan dengan
tujuan bertentangan dengan tuntutan-tuntutan lainnya yang diminta oleh
pegawai. Nimran (2004) menyatakan beberapa ciri-ciri seseorang yang berada
dalam konflik peran antara lain: 1) mengerjakan hal-hal yang tidak perlu; 2)
posisi diantara dua atau lebih kepentingan yang berbeda; 3) menerima perintah
atau permintaan yang bertentangan; 4) mengerjakan sesuatu dengan keadaan
dimana perintah pimpinan dalam organisasi tidak dipatuhi. Role conflict dan
disfungsional dalam pekerjaan seperti ketidakpuasan dalam bekerja,
kecenderungan untuk meninggalkan organisasi, dan komitmen yang rendah.
2.1.4 Kinerja Bendahara Bantuan Operasional Sekolah
Bendahara BOS merupakan individu guru dari sekolah yang diberikan
tugas tambahan untuk mengurusi penyaluran dana BOS dari Pemerintah dalam
rangka membebaskan iuran kepada siswa. Bendahara BOS dituntut akan kinerja
yang baik dalam menjalankan tugasnya mengingat terdapat beberapa persoalan
dalam pengelolaan dana BOS oleh sekolah. Kinerja bendahara BOS mempunyai
hubungan yang erat dengan kinerja sekolah secara keseluruhan, dimana bendahara
BOS mempunyai keahlian yang tinggi, bersedia bekerja dengan upah atau honor
yang telah disepakati, kerjasama, kepribadian, kepemimpinan, keselamatan,
pengetahuan pekerjaan, kesetiaan, ketangguhan, dan inisiatif.
Kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh individu dalam
melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya dengan kriteria tertentu yang berlaku
pada pekerjaan tersebut. Robbins (1998) menyatakan bahwa kinerja individu
merupakan sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi. Gibson
(1998) menyatakan bahwa respon efektif seseorang terhadap pekerjaan
merupakan kepuasan individu dalam melakukan pekerjaan. Gibson (1998) juga
menjelaskan suatu dimensi khusus yang menunjukkan karakteristik pekerjaan
yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pekerjaan suatu individu.
Kinerja individu dapat diukur dengan berbagai dimensi pekerjaan antara lain jenis
pekerjaan, supervisi, gaji, promosi, serta kondisi dan suasana kerja.
menginteraksikan dimensi pengukuran yang beragam, begitu juga halnya dengan
mengukur kinerja bendahara BOS dalam menjalankan tugasnya. Tsui (dalam
Mas’ud, 2004) menyatakan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja sumber
daya manusia terdapat 11 kriteria berdasarkan perilaku yang spesifik yaitu: 1)
kuantitas kerja karyawan; 2) kualitas kerja karyawan; 3) efisiensi karyawan; 4)
standar kualitas karyawan; 5) usaha karyawan; 6) standar professional karyawan;
7) kemampuan karyawan terhadap kemampuan inti; 8) kemampuan karyawan
menggunakan fikiran yang sehat; 9) ketepatan karyawan; 10) pengetahuan
karyawan; dan 11) kreativitas karyawan.
Peningkatan kinerja sekolah yang efisien, efektif dan produktif, penciptaan
motivasi, kepuasan kerja, kinerja individu akan mampu menahan tekanan-tekanan
dari pihak luar dan dalam sekolah baik secara psikologis maupun materil bagi
sekolah. Bendahara BOS perlu melakukan perilaku-perilaku inovatif dan spontan,
sehingga perlu melakukan perilaku-perilaku berikut untuk mencapai kinerja yang
baik, antara lain: (1) kerja sama bendahara BOS dengan rekan-rekan sejawat
untuk membantu dalam mencapai tujuan-tujuan sekolah; (2) tindakan-tindakan
protektif dengan bekerja sama dengan individu atau organisasi lain dalam
mengatasi ancaman-ancaman yang terjadi; (3) gagasan-gagasan konstruktif dalam
memberikan sumbangan ide dan kreatif; (4) pendidikan dan pelatihan kepada
bendahara BOS untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola dana BOS di
sekolah; (5) mengembangkan sikap-sikap yang menguntungkan sekolah, diantara
guru, orang tua siswa, dan masyarakat umum.
Sesuai dengan publikasi Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah oleh
terkait dengan aspek-aspek yang dijelaskan sebagai berikut: (1) aspek finansial,
terdiri atas belanja rutin dan belanja pembangunan dari setiap instansi; (2) aspek
kepuasan pelanggan (Customer), yaitu bagaimana instansi pemerintah merespon
tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas dengan memberikan
pelayanan yang prima secara terus menerus; (3) aspek kepuasan pegawai dalam
setiap organisasi, pegawai merupakan aset yang harus dikelola dengan baik,
terutama dalam organisasi yang banyak melakukan inovasi dan peran strategis; (4)
aspek kepuasan komunitas dan stakeholders, informasi dan pengukuran kinerja
harus didesain untuk mengakomodasi kepuasan dari para stakeholder; (5) aspek
waktu/ukuran, waktu adalah merupakan variabel penting dalam desain
pengukuran kinerja.
Beberapa pendapat yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja yang dikutip dari Mathis dan Jackson (2002) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1) kemampuan mereka; 2)
motivasi; 3) dukungan yang diterima; 4) keberadaan pekerjaan yang mereka
lakukan, dan 5) hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di
atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas
dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas
tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh
dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. menurut Mangkunegara
(2001) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : 1)
Faktor kemampuan secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan), oleh karena itu
Faktor motivasi, terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental
merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai
potensi kerja secara maksimal. Mc Cleland (dalam Mangkunegara, 2001),
berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan
pencapaian kerja”. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang
untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu
mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc.
Clelland (dalam Mangkunegara, 2001), mengemukakan 6 karakteristik dari
seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1) memiliki tanggung jawab
yang tinggi; 2) berani mengambil risiko; 3) memiliki tujuan yang realistis; 4)
memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan
tujuan; 5) memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja
yang dilakukan; 6) mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan. Menurut Gibson (1998) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja : 1) faktor individu : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang; 2) faktor psikologis:
persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; 3) faktor
organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system). Menurut Kopelman (1988), faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah: individual characteristics (karakteristik
individual), organizational charasteristic (karakteristik organisasi), dan work
kinerja selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga sangat tergantung dari
karakteristik individu seperti kemampuan, pengetahuan, keterampilan, motivasi,
norma dan nilai. Dalam kaitannya dengan konsep kinerja, terlihat bahwa
karakteristik individu seperti kepribadian, umur dan jenis kelamin, tingkat
pendidikan suku bangsa, keadaan sosial ekonomi, pengalaman terhadap keadaan
yang lalu, akan menentukan perilaku kerja dan produktivitas kerja, baik individu
maupun organisasi sehingga hal tersebut akan menimbulkan kepuasan bagi
pelanggan atau pasien. Karakteristik individu selain dipengaruhi oleh lingkungan,
juga dipengaruhi oleh: (1) karakteristik organisasi seperti reward system, seleksi
dan pelatihan, struktur organisasi, visi dan misi organisasi serta kepemimpinan;
(2) karakteristik pekerjaan, seperti deskripsi pekerjaan, desain pekerjaan dan
jadwal kerja.
Untuk mengetahui kinerja bendahara dalam melaksanakan tugas-tugas
yang menjadi tanggungjawab bendahara, maka perlu dilakukan penilaian terhadap
kinerja bendahara. Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai seberapa baik
bendahara telah melaksanakan pekerjaannya dan apa yang harus mereka lakukan
untuk menjadi lebih baik dimasa mendatang. Ini dilaksanakan dengan merujuk
pada isi pekerjaan yang mereka lakukan dan apa yang mereka harapkan untuk
mencapai setiap aspek dari pekerjaan. Isi dari suatu pekerjaan merupakan dasar
tetap untuk perumusan sasaran yang akan dicapai dari suatu tugas utama yang
dapat dirumuskan sebagai target kuantitas, standar kinerja suatu tugas atau proyek
tertentu untuk diselesaikan (Rivai, 2005).
Kinerja bendahara BOS pada dasarnya merupakan hasil kerja bendahara
standar, target atau sasaran, dan kinerja yang telah ditentukan atau telah disepakati
bersama. Hal ini sejalan dengan Handoko (1998) bahwa penilaian prestasi kinerja
merupakan proses dimana melalui organisasi-organisasi mengevaluasi atau
menilai evaluasi prestasi kinerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki
keputusan-keputusan bendahara dana BOS dan memberikan umpan balik kepada
bendahara dana BOS tentang pelaksanaan kinerja. Lebih lanjut Handoko (1998)
menjelaskan bahwa kegunaan penilaian prestasi kinerja itu adalah untuk
memperbaiki prestasi kinerja, dapat menyesuaikan kompensasi yaitu bisa
mengevaluasi prestasi kerja bagi pengambil keputusan dalam menentukan
kenaikan upah, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi lainnya, juga
mengambil keputusan-keputusan dalam penempatan seperti promosi, transfer, dan
demosi biasanya didasarkan pada prestasi kinerja masa lalu. Demikian juga
dengan kinerja yang baik mencerminkan potensi yang harus dikembangkan,
perencanaan, dan pengembangan karir juga merupakan kegunaan dalam penilaian
prestasi kinerja, sebagai umpan balik prestasi dalam mengarahkan
keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti,
penyimpangan-penyimpangan proses staffing, dalam hal ini prestasi kinerja yang
baik atau jelek akan mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing
departemen personalia. Menggantungkan keputusan pada informasi-informasi
yang tidak akurat menyebabkan keputusan personalia yang diambil tidak tepat,
sehingga kegunaan penilaian prestasi kinerja dapat membantu mengetahui
kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Penilaian prestasi kinerja membantu
yang diambil tanpa diskriminasi dan menghindarkan dari faktor-faktor penganggu
yang berasal dari luar orgnisasi.
Menurut Desler (1992) penilaian kinerja merupakan upaya
membandingkan prestasi akrual karyawan dan prestasi kerja yang diharapkan.
Penilaian kinerja bendahara BOS tidak hanya menilai dari fisik, tetapi
pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan mengenai berbagai bidang seperti
kemampuan kerja, kerajinan, kedisiplinan, hubungan kerja, dan hal-hal lainnya
yang berhubungan dengan bidang dan tingkatan pekerjaan. Beberapa faktor
penilaian kinerja bendahara BOS sebagai berikut: (1) kualitas pekerjaan, meliputi
akurasi, ketelitian, penampilan, dan penerimaan hasil pekerjaan; (2) kuantitas
pekerjaan, meliputi volume keluaran dan kontribusi; (3) supervisi yang
dibutuhkan, meliputi kebutuhan saran, arahan, dan perbaikan; (4) kehadiran,
meliputi ketepatan waktu, disiplin, dan dapat dipercaya; (5) konservasi, meliputi
pencegahan pemborosan, kerusakan, dan pemeliharaan peralatan.
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini terdapat 3 penelitian yang digunakan sebagai review
penelitian terdahulu. Penelitian Simorangkir (2013) digunakan sebagai review
dalam menguji pengaruh teknologi informasi terhadap kinerja bendahara BOS
pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian yang dilakukan
Simorangkir (2013) dengan judul pengaruh teknologi informasi, sistem
pengukuran kinerja dan sistem reward terhadap kinerja manajerial dengan total
quality management sebagai variabel moderating pada PT. Pelabuhan Indonesia I
reward, satu variabel moderating yaitu total quality management, dan 1 variabel
dependen yaitu kinerja manajerial. Hasil penelitian Simorangkir (2013)
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh teknologi informasi, sistem pengukuran
kinerja dan sistem reward terhadap kinerja manajerial secara parsial dan simultan
pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan. Akan tetapi total quality
management bukan merupakan variabel moderating yang dapat memperkuat atau
memperlemah hubungan antara teknologi informasi, sistem pengukuran kinerja,
dan sistem reward dengan kinerja manajerial pada perusahaan PT. Pelabuhan
Indonesia-I Medan.
Penelitian yang digunakan sebagai review dalam menguji kepuasan kerja
terhadap kinerja bendahara BOS pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Deli
Serdang menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Muslim (2006). Penelitian
yang dilakukan Muslim (2006) dengan judul pengaruh gaya kepemimpinan dan
kepuasan karyawan terhadap kinerja karyawan Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Penelitian Muslim (2006) menggunakan dua variabel independen yaitu gaya
kepemimpinan dan kepuasan karyawan, sedangkan kinerja karyawan sebagai
variabel dependen. Hasil penelitian Muslim (2006) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh gaya kepemimpinan dan kepuasan karyawan terhadap kinerja karyawan
Politeknik Negeri Lhokseumawe secara parsial dan simultan.
Penelitian Dalimunthe (2010) digunakan sebagai review untuk menguji
pengaruh kepuasan kerja dan kejelasan peran terhadap kinerja bendahara BOS
pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Deli Serdang. Dalimunthe (2010)
menganalisis hubungan antara kepuasan kerja, kejelasan peran, dan kinerja
Dalimunthe (2010) menunjukkan bahwa kepuasan kerja, kejelasan peran dan
kinerja bendahara BOS saling mempengaruhi. Secara rinci, penelitian-penelitian
review tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu