• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN (StudiKasus di DesaKecandranKecamatanSidomukti Kota Salatiga) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN (StudiKasus di DesaKecandranKecamatanSidomukti Kota Salatiga) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

1

PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN

(StudiKasus di DesaKecandranKecamatanSidomukti Kota

Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

FERI FIRDAUS

NIM. 214-13-017

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI

’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

5

MOTTO

Ridhollah Fi RidholWalidain

(6)

6

PERSEMBAHAN

Alhamdulilah puji syukur kepada Allah SWT dengan izin-Nya Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang mendukung penulis dalam menuntut ilmu.

1. Bapak Muhammad Nasori dan ibu Khotijah yang saya hormati dan saya cintai yang telah bersusaha payah menuntun perjalanan kaki saya agar tetap berada pada jalan yang di ridhoi Allah SWT.

2. Kakek H. Muhammad ImrondanHj. Rukanah yang

telahmemberikando’adandukungankepadapenulis

3. Keluarga besar H. RusmandanAlmHj. Khuzaemah yang telah memberikan do’a, dukungan moral maupun material.

4. Ketigaadiksaya yang sayasayangi Faisal Ikhsani, NajihaNisaRizkia, dan Muhammad Rizkiputra.

5. Kakak-kakaksepupusayaFakhriyandanSukriNiami yang selalumemberikanarahan, motivasidandukungankepadapenulis. 6. Sahabat-sahabat tercinta saya NurlailatulMaghfiroh,

AnidaKUmalasari, NurulAzizah, IlhamIndrawan, Diana wulansari, IntanFadlilah, MaulinaHandayani

7. Pak Inam dan bu Inung yang selalu menjadi motifasi buat hidup saya.

(7)

7

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun dalam mengarungi proses pembelajaran akademik di jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Salatiga.

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari

gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan.

Dalam penyelesaian penyusunan skripsiini, yang berjudul “Praktik Jual

Beli Musiman (Studi Kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga)” sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 dalam Hukum Ekonomi Syariah, pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, tentunya tidak terlepas bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, hingga akhirnya skribsi ini dapat terselesaikan dengan segala kekurangannya. Karenannya patutlah penyusun mengucapkan terimakasih kepada mereka yang telah membantu, baik

(8)

8

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Bapak Dr. Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si., selaku Wakil Dekan Fakultas Syariah. 4. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. 5. Bapak Moh. Khusen, M.Ag., M.A., selaku dosen pembimbing akademik.

6. Bapak Sukron Ma‟mun,S.HI,M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenagannya serta pengorbanan

waktunya dalam membimbing penulis skripsi ini.

7. Bapak ibu dosen serta karyawan Institut Agama Islam Negeri Salatigayang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Para Narasumber di Desa Kecandran yang telah memberikan informasi kepada penulis yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

9. Ayahanda Muhammad Nasori dan Ibunda Khotijah yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri Salatiga dan penyusunan skripsi dengan penuh kasih sayang dan

kesabaran.

10.Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah angkatan2013 di Institut

Agama Islam Negeri Salatiga.

(9)

9

Penyusun menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan dalam rangka perbaikan dan

penyempurnaan karya ilmiyah ini. Penyusun berharap skripsi ini bermanfaat khususnya bagi peyusun dan para pembaca pada umumnya.atas bantuan yang

diberikan kepada penyusu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang layak, Amin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 14 Maret 2018

Penulis

FERI FIRDAUS

(10)

10 ABSTRAK

Firdaus, Feri 2018. “Praktik Jual Beli Musiman (Studi Kasus di desa Kecandran

Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga). Skripsi Fakultas Syari‟ah.

Jurusan Hukum Ekonimu Syari‟ah. Institut Agama Islan Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Sukron Ma‟mun, S.HI,M.Si.

Kata Kunci: Praktik, jual beli, musiman.

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang dengan barang atau uang dengan barang. Jual beli dikatakan sah atau tidaknya tergantung dari terpenuhinya rukun-rukun dan syarat akad. Jualbeli yang dilakukan di Desa Kecandran adalah jual beli musiman. Jual beli ini dilakukan karena faktor ekonomi dan kebutuhan mendesak. Sebagaimana yang terjadi dalam praktik jual beli musiman bahwa buah kelengkeng, duku dan durian yang dibeli belum jelas atau belum kelihatan wujudnya. Melihat permasalahan tersebut penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah praktik jual beli musiman di Desa Kecandran? Bagaimanakah menurut perpsektif Hukum Islam tentang praktik jual beli musiman di DesaKecandran?

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang meggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat diskriptif metode yang dipakai menggunakan pendekatan normative sosiologis yang dikaitkan dengan Hukum Islam. Kemudian ditarik sebuah kesimpulan akhir mengenai praktik jual beli musiman.

(11)

11 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

(12)

12

Haramnya Gharar dalam Jua Beli ... 33

Jual beli Buah-buahan ... 34

BAB III DESA KECANDRAN DAN TRADISI JUAL BELI MUSIMAN Profil Desa Kecandran ... 37

LetakGeografis ... 38

Demografi ... 45

Kondisi Sosiologis dan Kultural masyarakat Kecandran ... 48

Potensi pertanian dan perkebunan di Kecandran ... 50

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Praktik Jual Beli Musiman ... 53

Perspektif Hukum Islam Tentang Praktik Jual Beli Musiman ... 58

BAB V PENUTUP Kesimpulan ... 66

Saran-saran ... 67

(13)

13

DAFTAR LAMPIRAN

A. Biografi Penulis

B. Nota Pembimbing Skripsi

C. Surat Permohonan Izin Penelitian

D. Lembar Konsultasi

E. Surat Keterangan Kegiatan

(14)

14 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna karena

manusia diberikan kelebihan akal untuk berfikir dan menjalankan kehidupannya. Dengan kelebihan tersebut, manusia harus bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang haram dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia yang perlu pemilahan untuk dijalani atau di tinggalkan.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi

kebutuhanya sendiri atau dengan kata lain manusia harus bekerjasama dengan manusia lainya, misalnya dalam hal tukar-menukar barang dengan

jual beli, atau sewa-menyewa atau hutang-piutang dan lain-lain. Ketergantungan antar manusia ini membuat manusia hidup secara berkumpul atau berdekatan agar saling melengkapi antara satu dengan

lainya. Kerjasama dengan sesama adalah dianjurkan menurut Islam. Setiap muslim dianjurkan bekerja apapun selama pekerjaan tersebut tidak

bertentangan dengan syari‟at Islam.

Masalah sosial yang sering timbul dan mengakibatkan perselisihan

(15)

15

yang merupakan pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Pasaribu, 1996: 33). Berbagai

aturan telah dijelaskan dalam Islam seperti aturan dalam jual beli.

Perkataan jual beli sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu “jual dan

beli”. Sebenarnya kata “jual” dan “beli” mempunyai arti yang satu sama

lainya bertolak belakang. Kata jual menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli. Dengan

demikian perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan di pihak yang lain membeli,

maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli. Seperti yang ada pada Al-Quran Surat Al-Baqarah 275 yang membahas tentang jual beli.

Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

Dalam kegiatan masyarakat, khususnya di Desa Kecandran terdapat transaksi jual beli yakni hasil panen buah seperti kelengkeng,

duku dan durian yang disebut jual beli musiman. Dimana dalam transaksi jual beli ini, jika ada warga yang membutuhkan uang serta dalam keadaan

yang sangat mendesak dan dia menjual hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian kepada orang lain dengan cara musiman.

Menurut pengamatan sementara di Desa Kecandran, dari segi

kegiatan jual beli hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian yaitu dimana pihak penjual menjual hasil panenya kepada pihak pembeli

(16)

16

untuk duku, lima kali musim panen untuk buah kelengkeng. Kesepakatan yang kedua yaitu jika hasil panen buah kelengkeng, duku, durian baik

maka hasil panen tersebut dimiliki oleh si pembeli, dan apabila hasil panen buah kelengkeng, duku tersebut tidak baik maka hasil panen tersebut

dimiliki oleh si penjual. Tetapi untuk buah durian ketika gagal panen tidak mendapatkan ganti dimusim berikutnya karena pembelianya setiap satu musim sekali. Jika sudah sampai lima kali musim panen dengan hasil

panen yang baik maka hasil panen pohon kelengkeng tersebut akan kembali lagi pada pihak penjual. Untuk buah duku tiga kali musim apabila

ada musim gagal panen maka digantikan satu kali musim kedepan. Tetapi untuk buah durian ketika gagal panen tidak mendapatkan ganti dimusim berikutnya karena pembelianya setiap satu musim sekali. Disini penjual

dan pembeli merupakan orang Islam. Sedangkan dalam jual beli hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian ini, terdapat suatu hal yang

meragukan bila di lihat dari norma Hukum Islam. Seperti pemilik pohon yang menjual hasil panen dengan kesepakatan bahwa hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian tersebut nantinya akan kembali lagi kepada

penjual setelah selesai.

Syarat dalam jual beli sangatlah banyak, dalam melaksanakan jual

beli membutuhkan syarat-syarat untuk melakukan jual beli. Jual beli yang dilakukan yaitu harus terhindar dari gharar. Gharar yaitu jual beli yang

(17)

17

sembelih dan lain-lain. Gharar disini dijelaskan yang wujudnya belum dipastikan diantara ada dan tiada, tidak diketahui kualitasnya dan

kuantitasnya atau sesuatu yang tidak bisa di serahterimakan(Djuwaini, 2002: 85). Dalam praktik jual beli yang saya teliti disini yaitu buah

kelengkeng, duku dan durian yang dibeli belum jelas atau belum kelihatan wujudnya. Jual beli gharar itu merupakan jual beli yang dilarang jadi tidak ada alasan bagi kita untuk melakukan jual beli yang seperti ini.

Fenomena tersebut mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut dan membahas bagaimana praktik transaksi jual beli buah kelengkeng,

duku dan durian musiman tersebut menurut pandangan tokoh agama di Desa Kecandran, kemudian ditinjau dalam Hukum Islam. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam sebuah skripsi yang

berjudul: PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN (Studi kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Salatiga).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah praktik jual beli musiman di desa Kecandran?

2. Bagaimanakah menurut perspektif Hukum Islam tentang praktik jual

beli musiman?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana praktik jual beli musiman di desa Kecandran. 2. Mengetahui bagaimana menurut perspektif Hukum Islam tentang

(18)

18 D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka pada dasarnya adalah untuk menentukan apa

yang telah diteliti orang lain yang berhubungan dengan topik yang akan dilakukan peneliti. Penelitian ini menganalisis tentang “Praktik Jual Beli

Musiman (Studi Kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga)”. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan

perbandingan peneliti yaitu sebgai berikut:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Tsamrotul Fikriyyah (2008) UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

terhadap kontrak pohon mangga di Desa Pawidean Kecamatan Jatibarang

Kabupaten Indramayu” skripsi tersebut membahas tentang sewa pohon

mangga menggunakan sistem musiman seperti satu musim atau dua

musim, ada juga yang menggunakan sistem tahunan. Pohon mangga yang disewakan itu oleh penyewa untuk diambil buahnya, sebagai hasil atau

kemanfaatan barang yang disewakan. Hal ini sudah m enjadi kebiaasan di kalangan masyarakat, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (http://digilib.iun-suka.ac.id/1470 diakses pada tanggal 17 Januari 2018).

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Farida Khiftiyani Ifda (2016)

STAIN Ponorogo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli

sawah tahunan di Desa Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo”

skripsi tersebut membahas tentang sewa menyewa sebidang tanah kepada

(19)

19

waktu tertentu (http://etheses.iainponorogo.ac.id/1940 diakses pada tanggal 17 Januari 2018).

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Mantoro Adi (2014) STAIN

Ponorogo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli buah

jambu alpukat musiman (Studi kasus di Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Sumatra Selatan). Skripsi ini membahas mengenai penetapan harga dalam jual beli buah jambu alpukat. Cara yang pertama

sudah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli dengan demikian sesuai dengan Hukum Islam dimana ada kesepakatan yang menunjukan kerelaan

kedua belah pihak dengan adanya suatu paksaan. Cara kedua tidak memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli dengan demikian tidak sah dan tidak sesuai dengan Hukum Islam. Mengenai penetapan harga jual beli

buah jambu alpukat musiman tidak bertentangan dengan Hukum Islam

karena secara „urf (termasuk „urf‟amm) kebiasaan yang sudah berlaku

turun temurun dan terjadi sampai sekarang diseluruh Kecamatan Warkuk Ranau Selatan (http://etheses.iainponorogo.ac.id/145 diakses pada tanggal 17 Januari 2018).

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan kepada masyarakat guna menjelaskan dan

memberi sekumpulan data tentang praktik jual beli musiman. Dan juga penelitian ini mempunyai hal-hal yang positif dan bermanfaat. Setelah

(20)

20 1. Bagi Akademik

a. Menambah wawasan dan pengetahuan pada penulis yang

ingin mendalami permasalahan ini.

b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh civitas

akademik sebagai bahan informasi dan rujukan bagi mereka yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut. 2. Bagi Praktisi

a. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menjalankan sistem jual beli yang baik dan sesuai syari‟at Islam.

b. Dapat dijadikan referensi bagi masyarakat sebelum melakukan perjanjian jual beli.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan

a) Pendekatan Hukum Normatif

Menurut Soekanto (2010) Hukum Normatif yaitu

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar

untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang

(21)

21

Pendekatan sosiologis yaitu pendekatan yang dasar tujuannya adalah permasalahan-permasalahan yang ada

dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan masalah, faktor, praktik jual beli, maka pendekatan ini digunakan

untuk mengetahui realitas yang ada di masyarakat.

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (fieldresearch) dianggap sebagai pendekatan luas

dalam penelitian kualitatif sebagai metode untuk pengumpulan data kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik,

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,

2011: 6). Penelitian ini adalah Studi kasus seperti yang telah diterangkan di atas bahwasanya penulis akan

melaksakan observasi dan wawancara langsung pada objek kajian sehingga penelitin berada pada lapangan bersama

(22)

22

Peneliti akan menggali permasalahan dan mempelajari praktik jual beli musiman yang sudah terjadi di Desa

Kecandran, Salatiga.

2. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Desa Kecandaran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dengan subyek penelitian praktik jual beli musiman yang telah terjadi di Desa Kecandran Kecamatan

Sidomukti Kota Salatiga. Lokasi ini dipilih oleh peneliti karena : 1. Akademis

Karena sistem jual beli ini sangat langka ditemukan di Desa-desa lainnya.

2. Praktis

Karena di Desa ini sudah ada jual beli seperti ini lokasinya dekat dan mudah dijangkau.

3. Kebutuhan dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui praktik jual beli musiman yang telah terjadi di desa kecandran kecamatan sidomukti

kota salatiga. Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperolehm (Moleong, 2000: 144). Sumber data yang

penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer

(23)

23

informasi atau data tersebut (Idrus, 2009: 86). Jadi sumber data primer yang didapat dari peneliti ini adalah wawancara

langsung antara penjual dengan pembeli di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama,bukan asli) yang memiliki

informasi atau data tersebut. Jadi sumber data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah dengan telaah pustaka

seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal yang serupa.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi (pengamatan)

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis (Idrus, 2009: 101). Observasi yang dilakukan penulis ini untuk

mendapatkan data tentang bagaimana praktik jual beli buah kelengkeng secara musiman ini.

b. Wawancara

(24)

24

pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai perncari informasi atau interviewer

sedangkan pihak lain berfungsi sebagai informan atau responden (Romy, 1990: 71). Dalam penelitian ini penulis

melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan antara penjual dan pembeli yang melakukan praktik jual beli musiman, sebagai pelaku sosial yang

mengetahui dan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.

5. Analisis Data

Analisi data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Analisi data yang dapat digunakan adalah data

primer dan sekunder, dengan menggunakan pola pikir deduktif yang menganalisis sistem jual beli menurut Hukum Islam. Setelah

pengumpulan data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direkduksi,

dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moloeng, 2011: 288).

6. Pengecekan Keabsahan Data

(25)

25

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai suatu pembanding terhadap

data itu (Moloeng, 2002: 178).

Berdasarkan pendapat moloeng diatas, maka penulis

melakukan perbandingan data yang telah diperoleh. Yaitu data-data primer yang diperoleh dari observasi dan wawancara yang sesuai fakta-fakta yang ditemui di lapangan, sehingga kebenaran dari data

yang diperoleh dapat dipercaya dan meyakinkan untuk diambil sebuah kesimpulan.

G. Sistematika Penelitian

Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah serta mudah dipahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka

peneliti akan menyajikan karya ilmiah ini kedalam bentuk sistematika penelitian yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan dalam bab ini berisi mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,Tinjauan Pustaka, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penelitian.

BAB II: Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang jual beli menurut perspektif hukum Islam, diantaranya pengertian jual beli, dasar

hukum jual beli, syarat dan rukun jual beli, khiyar dalam jual beli, pengertian gharar dan dasar Hukum, jual beli buah-buahan dan hal-hal

(26)

26

BAB III : Berisi tentang gambaran umum objek penelitian lokasi penelitian di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

BAB IV : Berisi tentang praktik jual beli musiman di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dan perspektif Hukum

Islam terhadap praktek jual beli musiman di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

BAB V : Berisi kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi. Dalam bab ini mengemukakan keseluruhan kajian yang merupakan jawaban dari permasalahan dan juga dikemukakan

(27)

27 BAB II

TEORI JUAL BELI DALAM ISLAM

A. Pengertian Jual Beli

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai‟,

al-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah SWT berfirman:





Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-pasal 1540 BW. Pasal tersebut untuk masa sekarang ini tentu saja tidak cukup untuk mengatur

segala bentuk atau jenis perjanjian jual beli yang ada dalam masyarakat, akan tetapi cukup untuk mengatur tentang dasar-dasar perjanjian jual beli.

Dalam pasal 1457 BW diatur tentang pengertian jual beli. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar

harga yang telah dijanjikan (Miru, 2012: 134).

Muamalat ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi

manfaat dengan cara yang ditentukan seperti jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam meminjam urusan bercocok tanam, berserikat,

dan usaha lainya (Rasjid, 2014: 278).

Menurut luqhawinya “jual beli” itu artinya saling menukar

(28)

28

atas saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Ghazali, 2002: 214).

Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).





dengan suka sama-suka di antara kamu”.(Q.S. An-Nisa: 29).

Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.

Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar-menukar

sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak

lain.

Jual beli dalam arti khususialah ikatan tukar menukar sesuatu yang

bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukaranya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat dilearisir

(29)

29

yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu (Suhendi , 2014: 69).

Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:

3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesusai dengan syara. 4. Tukar menukar benda dengan denda lain dengan cara yang khusus

(dibolehkan).

5. Penukaran denda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan

atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.

6. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka

jadilah penukaran hak milik secara tetap.

Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa inti dari jual beli

ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima

(30)

30

ketentuan yang telah dibenarkan Syara‟ dan disepakati(Suhendi Hendi,

2014: 68).

Nawawi (juz III, 1995:599) menyatakan bahwa jual beli pemilikan harta benda dengan secara tukar menukar yang sesuai dengan ketentuan

syariah.

B. Macam-Macam Jual Beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi

hukumnya, jual beli ada dua macam, yakni jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum. Dari segi objek jual beli dan segi pelaku

jual beli.

Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi

tiga bentuk:

1. Jual beli benda yang kelihatan, ialah pada waktu melakukan akad

jual beli benda atau barang yang diperjual belikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras di pasar.

2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam

adalah untuk jual beli yang tidak ada tunai (kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang

(31)

31

menyerahkan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu.

3. Jual beli yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama karena barangnya tidak tentu atau masih gelap

sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak (Suhendi, 2014: 75).

Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian, dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan:

1. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat karenan isyarat merupakan pembawaan alami dalam

menampakkan kehendak. Hal yang di pandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan

pernyataan.

2. Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat menyurat sama halnya ijab kabul dengan ucapan, misalnya

via Pos dan Giro.

3. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal

(32)

32 C. Dasar Hukum Kebolehan Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat

manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW (Ghazali, 2010: 66). Orang yang sedang melakukan

transaksi jual beli tidak dilihat sebagai orang yang sedang membantu saudaranya. Bagi penjual, ia sedang memenuhi kebutuhan pembeli. Sedangkan bagi pembeli, ia sedang memenuhi kebutuhan akan keuntungan

yang sedang dicari oleh penjual. Atas dasar inilah aktifitas jual beli merupakan aktifitas mulia, Islam memperkenanya (Afandi, 2009: 54).

Jual beli telah disahkan oleh Al-Quran, sunnah, dan ijma‟. Adapun dalil dari Al-Quran yaitu firman Allah SWT:

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

(QS.Al-Baqarah(2): 275)”

Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad

jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat

tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bai‟yang dapat dijadikan referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum,

(33)

33

minuman keras, bangkai, dan yang lainya dari apa yang disebutkan dalam

sunnah dan ijma‟ para ulama akan larangan tersebut (Azzam, 2010: 26).

Di tempat lain, Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa‟ ayat 29 yang berbunyi:

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan

yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu”

Allah telah mengharamkan memakan harta oranglain dengan cara batil yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil

berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad

yang rusak yang tidak boleh secara syara‟ baik karena ada unsur riba atau

jahalah (tidak diketahui), atau karena kadar ganti yang rusak seperti

minuman keras, babi, dan yang lainya dan jika yang diakadkan itu adalah

harta perdagangan, maka boleh hukumnya, sebab pengecualian dalam ayat di atas adalah terputus karena harta perdagangan bukan termasuk harta yang tidak boleh dijual-belikan. Ada juga yang mengatakan istitsna‟

(34)

34

makanlah dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan antara penjualan dan pembelian.

Adapun dalil sunah diantaranya adalah hadist yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW beliau bersabda:”sesungguhnya jual beli itu atas

dasar saling ridha”. Ketika ditanya tentang usaha apa yang paling utama,

Nabi Muhammad SAW menjawab:”usaha seseorang dengan tanganya

sendiri, dan setiap jual beli yang mabrur.” Jual beli yang mabrur adalah

setiap jual beli yang tidak ada dusta dan hianat, sedangkan dusta itu adalah menyembunyikan aib barang dari penglihatan pembeli. Adapun makna

hianat ia lebih umum dari itu sebab selain menyamarkan bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seperti dia menyifatkan dengan sifat yang tidak benar atau memberi tahu harga yang dusta (Azzam, 2010: 27).

Sedangkan para ulama telah sepakat mengenai kebolehan akad jual

beli. Ijma‟ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia

berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan begitu saja, namun harus ada kompensasi sebagai imbal baliknya. Sehingga dengan

disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara untuk merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada dasarnya,

(35)

35 D. Rukun dan Syarat Jual Beli

Di kalangan fuqaha terdapat perbedaan mengenai rukun jual beli.

Menurut fuqaha kalangan Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan kabul. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun jual beli terdiri dari akad (ijab

dan kabul), „aqid (penjual dan pembeli), ma‟qud alaih (objek akad).

Akad adalah kesepakatan (ikatan) antara pihak pembeli dengan pihak penjual. Akad ini dapat dikatakan sebagai inti dari proses

berlangsungnya jual beli, karena tanpa adanya akad tersebut, jual beli belum dikatakan sah. Disamping itu akad ini dapat dikatakan sebagai

bentuk kerelaan (keridhaan) antara dua belah pihak. Kerelaan memang tidak dapat dilihat, karena ia berhubungan dengan hati (batin) manusia, namun indikasi adanya kerelaan tersebut dapat dilihat dengan adanya ijab

dan kabul antara dua belah pihak (Huda, 2011: 55).

Adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan berhubungan

(36)

36

saling merelakan” (Riwayat Ibn Hibban dan Ibn Majah).

Jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual beli sesuatu yang

menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul, ini adalah pendapat jumhur. Menurut fatwa ulama syafiiyah, jual beli barang-barang

yang kecilpun harus ijab dan kabul, tetapi menurut imam Al-Nawawi dan

ulama mutaakhirin Syafi‟iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang

-barang yang kecil dengan tidak ijab dan qabul seperti membeli sebungkus rokok (Suhendi, 2014: 70).

Oleh karena perjanjian jual beli ini merupakan perbuatan hukum

yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesusatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya

dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat syahnya jual beli. Adapun yang menjadi rukun dalam perbuatan hukum jual beli terdiri dari :

1. Adanya pihak penjual dan pembeli 2. Adanya uang dengan benda, dan

(37)

37

Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun ini hendaklah dipenuhi, sebab andai kata salah satu rukun tidak terpenuhi, maka

perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli. Agar jual beli yang dilakukan oleh pihak penjual dan pihak

pembeli sah, haruslah dipenuhi syarat-syarat yaitu :

1. Penjual dan Pembeli.

a. Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang. Batal akad

anak kecil, orang gila, orang bodoh, sebab mereka tidak pandai mengendalikan harta. Oleh karena itu, anak kecil,

orang gila dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya, Allah berfirman:

ُثْؤُث َلَ َو

)ة:ءٓآسنلا( ْ ُكَُلاَوْمَا َءٓآَهَف ُّسلاا ؤ

“Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada

orang-orang yang bodoh” (Al-Nisa:5)

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh

diserahkan kepada orang bodoh. „Illat larangan tersebut

ialah karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta, orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam

mengelola harta sehingga orang gila dan anak kecil juga tidak sah melakukan ijab qabul.

b. Kehendak sendiri (bukan pksaan)

(38)

38

c. Tidak mubazir (pemborops), sebab harta orang yang mubazir itu ditangan walinya.

d. Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang

menjual hambanya yang beragama selain Islam sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang

orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk

2. Ma‟qud „Alaih (barang atau harga).

Menurut Aziz (2010: 47) bahwa al-ma‟uqud alaih adalah harga dan barang yang dihargakan. Untuk melengkapi

keabsahan jual beli, barang atau harga harus memenuhi syaratnya yaitu:

a. Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan benda-benda seperti anjing, babi dan yang

(39)

39

b. Memberi manfaat menurut syara‟, maka dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut

syara‟, seperti menjual babi, kala, cicak dan yang lainnya.

c. Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan

kepada hal-hal lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu.

d. Tidak dibatasi waktunya, seperti kujual motor ini kepada

Tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah sebab jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan

secara penuh yang tidak dibatasi apapun kecuali ketentuan

Syara‟.

e. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat.

f. Milik sendiri. g. Diketahui (dilihat).

3. Lafaz shighat (Aziz, 2010: 29). a. Pengertian Lafadz shighat

Shighat adalah ijab dan qabul. Ijab diambil dari kata anjaba

yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu pemberian hak milik, dan qabul yaitu orang yang menerima

hak milik(Aziz, 2010: 29).

(40)

40

a) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan

sebaliknya.

b) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab

dan qabul.

c) Beragam Islam, syarat khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang

dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam, sebab

besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan

kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin.

E. Khiyar dalam Jual Beli

Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakakh akan mneruskan jual bila atau akan membatalkannya. Karena

terjadinya oleh sesuatu hal, khiar dibagi menjadi tiga macam berikut ini:

1. Khiyar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh

memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masiyh ada dalam satu tempat (majelis),

(41)

41

)لمسمو ىراخبلا هاور( اَفَّرَفَتَي ْمَلاَم ِراَيِخْل ِبِ ِناَعْيَبْلَا

“penjual dan pembeli boleh khiar selama belum berpisah”

(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka

khiar mejelis tidak berlaku lagi, batal.

2. Khiyar Syarat, yaitu penjual yang didalamnya di syaratkan

“kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli selama

tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi).

3. Khiyar „aib, artinya dalam jual beli ini disyaratkan

kesempurnaan benda-benda yang dibeli, seperti seseorang

berkata: “saya beli mobil itu seharga sekian, bila mobil itu

cacat akan saya kembalikan”, seperti yang diriwayatkan oleh

Ahmad dan Abu Daud dari Aisah r.a. bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu di

(42)

42

4. Khiyar Ta‟yin, adalah hak yang dimiliki oleh pembeli untuk

memastikan pilihan atas sejumlah benda sejenis atau setara

sifat atau harganya. Khiyar ini hanya berlaku pada akad

mu‟awadhah al-maliyah yang mengakibatkan perpindahan hak

milik, seperti jual beli. Keabsahan khiyar ta‟yin menurut madhab Hanafi harus memehuhi tiga syarat sebagai berikut:

a. Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek akad.

b. Sifat dan nilai benda-benda yang menjadi obyek pilihan harus setara dan harganya harus jelas. Jika nilai dan

sifat masing-masing benda berbeda jauh, maka khiyar

ta‟yin ini menjadi tidak berarti.

c. Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih dari tiga hari.

Adapun Imam Syafi‟i dan Ahmad Ibn Hanbal menyangkal

keabsahan khiyar ta‟yin ini, dengan alasan bahwa salah satu syarat

obyek akad adalah harus jelas.

5. Khiyar Ru‟yah (melihat) adalah hak pembeli untuk

membatalkan atau tetap melangsungkan akad ketika dia

melihat obyek akad dengan syarat dia belum melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya dia pernah melihatnya

dalam batas waktu yang memungkinkan telah terjadi perubahan atasnya

6. Khiyar Naqd (pembayaran) tersebut terjadi apabila dua pihak

(43)

43

melunasi pembayaran, atau pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu maka pihak yang dirugikan

mempunyai hak untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad (Huda, 2001: 46-47).

F. Pengertian Gharar dan Dasar Hukumnya

Gharar artinya jual beli yang mengandung kesamaran (Nawawi, 2012:88). Gharar ialah semua jenis jual beli yang mengandung jahalah

(kemiskinan) atau mukhatharah (spekulasi) atau qamaar (permainan taruhan) (Sabiq, 1987: 75).

Jual beli dengan cara gharar yaitu jual beli yang barangnya tidak bisa diketahui keadaanya, seperti binatang yang masih dalam kandungan, ikan di air yang menggenang, daging sebelum di sembelih dan lain-lain.

Jual beli gharar tidak boleh, haram hukumnya, sesuai dengan sabda Nabi :

ىَهَن

ْنَع

)لمم هاور(ِر َرَغلا عِيَب

Artinya: “Nabi melarang jual beli dengan tipuan” (HR. Muslim).

Maka tidak boleh jual beli susu yang masih dalam tetek binatang,

buah-buahan yang belum tampak (masih berupa kembang atau muda yang belum dapat dimanfaatkan), dan lain-lain (Salomo, 1978: 191).

Dalam sitem jual beli gharar terdapat unsur memakan harta orang

(44)

44

Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 188:



dapat memakan sebagian harta orang lain, padahal kalian mengetahui.

Gharar merupakan suatu kegiatan yang memiliki potensi untuk

membuat kita meraup keuntungan yang banyak, maka dari itu manusia

biasanya tertarik dengan jual beli ini. Pada zaman Nabi Muhammad SAW jual beli gharar sangar marak sekali dan Nabi Muhammad SAW melarang

umatnya melakukan jual beli gharar karena itu sangat dilarang oleh agama dan merugikan orang. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

َُتَْثَثا َلَ

gharar dalam benda yang berlaku pada aqadnya.

(45)

45

Gharar pada sighat yaitu bahwa aqad terjadi dengan

kriteria yang mengandung unsur gharar. Gharar bentuk ini

berhubungan langsung dengan aqad. Unsur gharar pada jenis bisnis ini karena kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli

tidak mengetahui apakah hal yang disyariatkan terpenuhi atau tidak, sehingga tidak mengetahui apakah jual beli ini jadi atau tidak. Juga tidak jelas dari segi waktunya, kapan transaksi tersebut

terjadi. Begitu jugga dari segi suka atau tidak suka, terkadang pembeli pada saat ini ingin membeli, tetapi pada waktu yang lain

sudah tidak suka dan membetuhkan lagi. Dalam gharar sighat dibagi menjadi:

1) Dua jual beli dalam satu jual beli

2) Jual beli urban 3) Jual beli munabazah

4) Jual beli hasah 5) Jual beli mulasamah

6) Aqad yang digantungkan dan aqad yang disandarkan

b. Gharar dalam benda yang berlaku pada aqadnya

Gharar bentuk ini lebih buruk lagi, karena tidak jelas

harga, jenis, sifat dan ukuranya. Jika salah satu dari keempat hal tadi tidak diketahui maka sudah termasuk gharar. Gharar dalam

(46)

46

1) Ketidakjelasan pada dzat benda yang ditransaksikan

2) Ketidakjelasan pada jenis barang yang ditransaksikan

3) Ketidakjelasan pada macam barang yang ditransaksikan

4) Ketidakjelasan pada sifat sifat benda yang ditransaksikan

5) Ketidakjelasan kadar benda yang ditransaksikan

6) Ketidakjelasan pada tempo penentuan harga

7) Tidak adanya kemampuan menyerahkan benda yang

ditransaksikan

8) Transaksi pada benda yang tidak ada

9) Tidak bisa melihat benda yang ditransaksikan.

2. Haramnya Gharar Dalam Jual Beli

Menurut Ibn Jazi Al-Maliki, gharar yang dilarang ada sepuluh

macam yaitu:

a. Tidak diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam

kandungan induknya.

b. Tidak diketahui harga dan barang

c. Tidak diketahui sifat barang atau harga barang

(47)

47

e. Tidak diketahui masa yang akan datang

f. Menghargakan dua kali dalam satu barang

g. Menjual barang yang diharapkan selamat

h. Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain, maka wajid

membelinya.

i. Termasuk dalam transaksi gharar adalah menyangkut kuantitas barang. Dalam transaksi disebutkan kualitas barang yang

berkualitas nomor satu, sedangkan dalam realisasinya kualitas berbeda. Hal ini mungkin diketahui dua belah pihak (ada

kerjasama) atau sepihak saja (pihak pertama).

G. Jual Beli Buah-Buahan

Jual beli buah-buahan yang belum sempurna keadaanya (ngijo

masih kembang, muda belum musimnya) tidak boleh, termasuk jual beli

gharar. Jual beli buah-buahan yang masih dipohonya, tetapi sudah

sempurna keadannya, sudah tua, sudah masak atau sudah bisa dimanfaatkan (yang segera dipetik) boleh, sebab sudah jelas keadannya.

Sesuai dengan sabda Nabi SAW :

َمَثلا ُعاَبُث َلَ

(48)

48

Bertalian dengan persoalan di atas, ada beberapa masalah terkenal yang akan kami sebutkan pokok-pokoknya. Sebab menjual buah-buahan

terkadang dilakukan sebelum terjadi dan terkadang sesudah terjadi. Apabila sudah terjadi, maka kadang sesudah dipetik dan kadang sebelum

matang atau sesudahnya. Dan masing-masing dari kedua bentuk yang terakhir ini kadang berupa penjualan bebas atau dengan syarat tetap di pohon, atau dengan syarat dipotong.

1. Menjual Buah-buahan Sebelum Terjadi

Tentang menjual buah-buahan sebelum terjadi, para ulama

sepakat melarangnya karena termasuk dalam bab larangan menjual sesuatu yang belum jadi dan bab penjualan tahunan.

Diriwayatkan dari Nabi Saw :

(49)

49

Sedangkan menjual buah-buahan sesudah datang masa memetiknya, tidak diperselisihkan lagi kebolehannya.

2. Menjual Buah-buahan Sesudah Terjadi

Menjual buah-buahan sesudah terjadi dibolehkan oleh

kebanyakan ulama, berdasarkan rincian yang akan kami kemukakan. Kecuali apa yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin Abdurrahman dan dari Ikrimah yang menyatakan bahwa menjual buah-buahan tidak

dibolehkan kecuali sesudah datang masa memetiknya.

Hadis sahih dari Ibnu Umar r.a. berbunyi:

ِنْب ِ ّللّا ِدْبَع ْنَع

“Dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW melarang

menjual buah-buahan sebelum tampak kematangannya, beliau

melarang penjual dan pembelinya." (HR. Bukhari - Muslim) (Rusyd,

2007: 750).

Tidak boleh menjual buah-buahan yang masih ada di pohon tanpa dengan menjual pohonya secara mutlak, artinya tanpa ada syarat dipetik atau dipanen, kecuali setelah tampak kebaikan atau kelayakan

(50)

50

tidak dapat berubah warnanya yaitu sampai pada suatu keadaan sehingga buah-buahan tersebut sudah sesuai dengan yang dimaksud menurut

umumnya. Seperti manisnya tebu, asamnya delima dan lunak atau lembeknya buah tin.

Dan bagi buah-buahan yang dapat berubah warnanya, yaitu dengan berubah warna menjadi merah, atau hitam, atau kuningseperti anggur, juwet dan kurma mentah. Adapun buah-buahan yang dijual sebelum

tampak kelayakanyan, maka tidak sah menjualnya secara mutlak tidak sahnya itu berlaku bagi pemilik pohon dan yang lainnya, kecuali dengan

janji bersedia memanen atau memetik, baik berlaku kebiasaan memanen atau memetik buah-buahan atau tidak.

Bila pohon yang berubah di pohon, maka boleh menjual buahnya,

tanpa ada syarat harus memetik buahnya. Tidak boleh menjual tanaman (berbiji) yang masih hijau yang ternanam di bumi (sawah), kecuali dengan

syarat memetiknya atau mencabutnya, jika tanaman (berbiji) itu dijual besrta tanahnya atau disendirikan tanpa menyertakan tabahnya setelah bijinya menjadi keras, maka boleh menjualnya tanpa syarat.

Barang siapa yang menjual buah-buahan atau tanaman (berbiji) yang belum tampak kelayakannya, maka wajib bagi penjual untuk

menyiramnya, sekiranya dengan siraman tersebut dapat menaikkan atau mengembangkan keadaan buh dan aman darim kerusakan, baik si pembeli

(51)

51

Sebagaimana ketidak bolehan berjual beli buah-buahan yang masih hijau kecuali terus dipetik, juga tidak boleh berjual beli pada yang baru

menghiaju kecuali harus dipetik juga. Maka membeli padi yang masih hijau dan dipetik sesudah kuning nanti, tidak boleh (ngijo). Demikian juga

(52)

52 BAB III

Desa Kecandran dan Tradisi Jual Beli Musiman

A. Profil Desa Kecandran

Kelurahan Kecandran dibentuk pada Tahun 1992 yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Selanjutnya pada Tahun 1993 dengan Dasar Hukum

Pembentukan PP Nomor 69 Tahun 1992 Tentang Perubahan Batas Wilayah. Pada tanggal 1 agustus 1993, Desa Kecandran masuk

wilayah Kota Madya Salatiga dalam proses pemekaran wilayah Kota Salatiga. Status wilayahnya masih menggunakan nama DESA dan Kepala wilayahnya masih tetap Kepala Desa dan Pemilihannya masih

tetap menggunakan sistem PILKADES, dimana warga masyarakat dapat memilih Kepala Desanya secara langsung dengan mencoblos

tanda gambar.

Pada tanggal 2 Juli 2003, nama Desa Kecandran berubah menjadi Kelurahan Kecandran sesuai Perda No.11 Tahun 2003 tentang

Perubahan Desa Menjadi Kelurahan. Kepala Desa yang selama ini dipilih langsung oleh masyarakat melalui PILKADES, Sejak Tanggal

(53)

53

Tipologi Kelurahan Kecandran yaitu kawasan Perladangan, Jasa dan Perdagangan. Kondisi wilayahnya berada diluar Ibu Kota

Kecamatan dan bukan merupakan daerah rawan bencana. Adapun Nomor Kode Wilayah 33 73 04 1001 Nomor Kode Pos 50723.

1. Letak Geografis a.Luas Wilayah

Luas Wilayah : 600,6 Ha

b.Topografi

Topografi Kelurahan Kecandran terdiri dataran rendah dan tinggi.

Dataran rendah terletak di sebelah utara sampai timur dan dataran tinggi di sebelah barat dan selatan. Curah hujan pertahun 2.583 mm. suhu rata-rata ± 26° C. adapun rincian gambaran lingkungan

Kelurahan Kecandran meliputi : Persawahan, Perladangan, Perkebunan, Peternakan, Kerajinan dan Industri Kecil maupun

Industri sedang, Jasa dan Perdagangan. c. Peta Wilayah

Peta Wilayah Kelurahan Kecandran sebagai berikut:

(54)

54

(55)

55 d.Jarak dari keluarahan

Orbitrasi ( jarak dari pusat Pemerintahan ) :

1. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 7 km

2. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota : 5 km 3. Jarak dari Kota/Ibukota Kabupaten : 5 km 4. Jarak dari Ibukota Provinsi : 46 km

e.Perubahan status pengunaan lahan

Sesuai Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 – 2030 lokasi Lahan atau Tanah berada pada Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah, Sehingga Zonasi tanah harus memenuhi ketentuan umum sebagai

berikut:

1.Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah merupakan

kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, dengan

ketentuan zonasi :

a) Pembangunan rumah atau perumahan wajib

mengikuti persyaratan teknis, ekologis dan administrative.

(56)

56

penunjangnya, pelayanan pemerintah dan lain – lain sejenis.

c) Kegiatan perdagangan dan jasa, perkantoran, industry rumah tangga diperbolehkan dikawasan

peruntukan perumahan dengan syarat mematuhi ketentuan yang berlaku.

d) Kawasan peruntukan perumahan tidak

diperbolehkan untuk kegiatan industry besar. e) Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada.

f) Tidak berada pada pada daerah rawan bencana (lonsor, banjir, erosi).

g) Memiliki sistem drainase baik sampai sedang.

h) Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/mata air/saluran pengairan.

i) Tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian / penyangga.

j) Menghindari sawah irigasi teknis.

2.Perumahan Diizinkan dengan ketentuan:

a) Melaksanakan penyusunan dokumen lingkungan.

b)Melaksanakan penyusunan dokumen lalu lintas. c) Mendapat persetujuan dari RT dan RW setempat.

(57)

57

3.Kegiatan Perumahan dengan ketentuan Intensitas Lahan: a) KWT (Koefisien Wilayah Terbangun) Maksimum

60 % dari luas lahan, Ruang Terbuka (prasarana dan Sarana Utilitas) 40 % dari luas lahan.

b)KDB (Koefisien Dasar Bangunan) per kavling maksimum 60 % dari Luas Kavling.

c) KLB (Koefisien Lantai Bangunan) Maksimum 1,2

dan Ketinggian bangunan Maksimum 10m (1-2 lantai).

d)KDH (Koefisien Dasar Hijau) per kavling minimum 10 % dari luas kavling ditanami pohon pelindung atau dapat didalam Pot ditambah perdu dan semak,

serta penutup tanah atau rumput. 4.Ketentuan Tata Masa Bangunan:

Sempadan jalan lingkungan perumahan: a) Ruang Milik Jalan (Rumija) 5m.

b)Ruang pengawasan Jalan (Ruawasja) 7m.

c) Pagar depan harus berjarak minimal 2,5 meter dari AS jalan.

(58)

58 5.Ketentuan Perumahan:

a) Setiap orang yang membangun perumahan wajib

dengan hunian berimbang, kecuali diperuntukan untuk rumah sederhana dan/ atau rumah susun

umum. Komposisi penyelenggaraan perumahan hunian berimbang dengan perbandingan jumlah rumah sekurang – kurangnya 3:2:1 (tiga

berbanding dua berbanding satu), yaitu 3 (tiga) atau lebih rumah sederhana berbanding 2 (dua)

rumah menengah berbanding 1 (satu) rumah mewah sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman dengan hunian berimbang.

b)Dalam hal rumah sederhana tidak dibangun dalam satu hamparan, maka pembangunan rumah

sederhana oleh setiap orang harus memenuhi persyaratan: dibangun dalam satu wilayah

Kabupaten/Kota; dan penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja, sebagaimana

(59)

59

Nomor 10 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman dengan

Hunian Berimbang.

c) Bersedia membuat surat pernyataan di atas materai

kesanggupan untuk menyerahkan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Perumahan dan Permukiman dari Pengembang kepada Pemerintah

Daerah dalam bentuk sertifikat atas nama PEMKOT SALATIGA, dengan tujuan untuk

menjamin keberlanjutan pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, Sarana dan Utilitas di Lingkungan Perumahan dan Permukiman.

f. Keadaan iklim

Berdasarkan letak geografisnya, Kelurahan Kecandran

beriklim tropis dengan dua pergantian musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan terjadi pada bulan Nopember–April dipengaruhi oleh angin muson barat,

sedang musim kemarau terjadi antara bulan Mei–Oktober yang dipengaruhi oleh angin muson timur.

g.Batas wilayah keluarahan

1. Sebelah Utara : Kelurahan Pulutan

(60)

60

4. Sebelah Timur : Kelurahan Dukuh

2. Demografi

a.Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No. Desa / Kelurahan Laki – Laki

Perempuan Jumlah

1 Kecandran 3323 3266 6589

b.Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah

1. Tidak / BelumSekolah 1142

2. BelumTamat SD / Sederajat 689

3. Tamat SD/ Sederajat 1748

4. SLTP/ Sederajat 1042

5. SLTA/ Sederajat 1179

6. Diploma I/II 30

7. Akademi / Diploma III SarjanaMuda 104

8. Diploma IV/ Strata I 251

(61)

61

10. Strata III 1

c. Jumlah Penduduk menurut Agama dan Aliran kepercayaan

No. AGAMA LAKI -

LAKI

PEREMPUAN JUMLAH

1 Islam 3262 3214 6476

2 Kristen Protestan 29 20 49

3 Katolik 25 24 49

4 Hindu 0 0 0

5 Bundha 2 2 4

6 Konghucu 0 0 0

(62)

62

d.Banyaknya Kelahiran dan Kematian

No. Bulan Kelahiran Kematian

L P JML L P JML

1. Januari 2017 0 2 2 2 1 3

2. Februari 2017 6 8 14 3 0 3

3. Maret 2017 1 8 9 0 5 5

4. April 2017 6 3 9 3 1 4

5. Mei 2017 3 6 9 2 2 4

6. Juni 2017 0 0 0 2 1 3

7. Juli 2017 4 5 9 2 1 3

8. Agustus 2017 8 5 13 2 2 4

9. September 2017 8 6 14 3 3 6

10 Oktober 2017 5 4 9 1 2 3

e.Mutasi penduduk

(63)

63

L P JML L P JML

1 AntarDesa / Kelurahan

2 1 3 7 3 10

2 AntarKecamatan 3 3 6 16 11 27

3 AntarKab / Kota 13 18 41 29 30 59

4 AntarProvinsi 1 4 5 6 9 15

5 Antar Negara 0 0 0 0 0 0

B. Kondisi Sosiologis dan Kultural Masyarakat Kecandran

Kondisi sosiologis masyarakat Kecandran ditentukan dari hasil

mata pencaharian yang rata-rata adalah buruh lepas, karyawan swasta, petani kebun. Mayoritas penduduk Kecandran merupakan lulusan SMP dan SMA sedangkan lulusan S1 dan S2 hanya sedikit. Masyarakat desa

Kecandran cenderung berhubungan baik dengan tetangga karena interaksi sosial dijalin dengan baik.

Kondisi sosial agama masyarakat Kecandran lebih dari 90% Islam dan masyarakat disini rata-rata Islam Nahdhatul Ulama yang selalu

(64)

64

Kondisi kultural masyarakat Kecandran terkait dengan kebiasaan masyarakat yang meliputi organisasi dan tradisi. Di desa Kecandran juga

terdapat banyak organisasi dan banyak tradisi-tradisi sebagai berikut : 1. Organisasi

a. Takmir Masjid

Takmir Masjid adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan Masjid.

b. Remaja Masjid

Remaja Masjid adalah perkumpulan pemuda Masjid

yang melakukan aktifitas sosial di lingkungan masjid. c. Karang Taruna

Karang Taruna adalah organisasi sosial wadah

pengembangan atas dasar kesadaran dan taggung jawab sosial masyarakat dan untuk masyarakat terutama

bergerak di bidang usaha kesejahteraan masyarakat. d. Pkk (pembinaan kesejahteraan keluarga)

Pkk adalah organisasi kemasyarakatan yang

memberdayakan wanita untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia

2. Tradisi a. Nyadran

(65)

65

berupa kenduri selamatan di Makam leluhur. Nyadranan di Kecandran dilakukan satu tahun dua kali.

b.Berzanji

Berzanji adalah suatu doa-doa puji-pujian dan pencitraan

riwayat Nabi Muhammad SAW yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahira, khitanan, pernikahan dan Maulid Nabi

Muhammad SAW . c. Tahlilan

Tahlilan adalah upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam untuk memperingati atau mendoakan orang yang telah meninggal.

d. Masa‟i

Masa‟i adalah kegiatan mengaji yang dilakukan pada

waktu bulan Ramadhan setiap sore sebelum berbuka puasa.

e. Mauludan

Mauludan adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad Saw yang dirayakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam

penanggalan Hijriah.

C. Potensi Pertanian dan Perkebunan di Kecandran

(66)

66

didukung dengan keadaan tanah yang cukup subur. Sehingga potensi pertanian di Desa Kecandran sangat prospektif untuk kedepannya. Untuk

mendukung kegiatan dan pengetahuan para petani di desa Kecandran, para petani bergabung dalam Kelompok Tani. Hasil padi di Desa Kecandran

ada yang dijual dan ada yang di konsumsi sendiri.

Selain pertanian, sudah banyak diketahui bahwa desa Kecandran mempunyai potensi perkebunan yang baik yaitu hasil perkebunan seperti

salak, langsep, duku, kokosan, kelengkeng dan durian walaupun untuk durian tidak begitu banyak. Selain karena tanahnya yang subur, di Desa

Kecandran didukung dengan adanya SDM yang aktif merawat perekbunan mereka. Hasil perkebunan buah langsep, duku, kokosan dan kelengkeng biasanya dijual dengan cara tebasan. Tebasan yaitu pembelian hasil

tanaman sebelum dipetik atau sebelum masa panen.

Luas persawahan di Kecandran 35M2 sebelah barat berbatasan

dengan Desa Candi sebelah utara Desa pulutan dan sebelah timur dengan Banyuputih. Pertanian di Kecandran mayoritas tanamanya yaitu tanaman padi karena air disini mudah di dapatkan dari sungai-sungai sekitar sawah.

Sebagian persawahan dimiliki bengkok yaitu sawah milik Desa, sawah ini biasanya di kontrak salah satu orang Desa lalu di garap oleh petani yang

mau dan hasilnya dibagi dua. Biasanya hasil padi sebagian di konsumsi dan sebagian dijual untuk kebutuhan pokok keluarga. Pertanian di

(67)

67

juga ada petani pembenihan ikan, terdapat 35 kolam yang luasnya 741M2 dan menghasilkan 1.025.000 per tiga bulan.

Perkebunan di Kecandran sangat luas di banding Kelurahan lain se Kecamatan Sidomukti. Batas wilayah Kecandran sebelah selatan dusun

Gamol, disana perkebunan masih luas karena belum begitu padat pemukimanya, sebelah barat dusun Karang Rejo, sebelah utara dusn Winong, dusun Winong ini area persawahan dan ladang, sebelah timur

dusun Winong dan Sawahan. Dusun ini masih terdapat banyak perkebunan salak. Kecandran masih terdapat banyak perkebunan dan ladang, tetapi

tidak seperti dulu di tahun 90an karena sekarang sudah banyak yang dibuat rumah pemukiman ataupun perumahan dan juga adanya jalan baru Salatiga memakan banyak area perkebunan dan persawahan di Kecandran ini.

Perkebunan sekarang di Kecandran sekarang kalau di total sekitar 60M2. Kecandran adalah centra buah-buahan yang mempunyai ciri khas seperti

(68)

68 BAB IV

Praktik Jual Beli Musiman Dalam Perspektif Hukum Islam

D. Praktik Jual Beli Musiman

Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna karena

manusiadiberikan kelebihan akal untuk berfikir dan menjalankan kehidupannya. Dengan kelebihan tersebut, manusia harus bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang haram dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia yang perlu pemilahan untuk dijalani atau ditinggalkan.

Penjual merupakan seseorang yang memiliki pohon kelengkeng, duku dan durian sedangkan pembeli adalah yang membeli buah kelengkeng, duku dan durian dengan cara musiman seperti halnya yang

terjadi di Kecandran Kecamatan Sidomukti Salatiga. Ada yang berbeda mengenai sistem jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli di

Kecandran. Berikut hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan narasumber yang berkenaan dengan hal tersebut dalam hal ini sebagai narasumbernya ialah penjual dan pembeli.

Penjual adalah orang yang memiliki hak penuh atas pohon kelengkeng, duku dan durian yang dijual. Pada saat buah kelengkeng,

duku dan durian masih muda (pentil) penjual biasanya mencari pembeli untuk membelinya dengan sistem musiman.

(69)

69

Kecamatan Sidomukti Salatiga, satu narsumber atau informan dari pihak penjual yaitu sebagi berikut :

Data informan penjual buah

No Nama Penjual Buah Pekerjaan

1. Muhadi Kelengkeng Petani

2. Masrukhan Duku Wiraswasta

3. Siti Mariyam Duku Pedagang

4. Rokhim Durian Petani

Pembeli adalah orang yang membeli buah kelengkeng, duku dan

durian secara musiman, dalam hal ini buah kelengkeng, duku dan durian masih muda (pentil). Pada saat buah kelengkeng masih muda (pentil) pembeli mulai membungkus (brongsong) buah kelengkeng supaya tidak

dimakan hewan (codot). Setelah tiba musim panen pembeli mulai memanennya, biasanya untuk memanen buah kelengkeng dan duku itu

caranya sama yaitu satu pohon membutuhkan waktu satu hari. Beda dengan durian membutuhkan waktu agak lama karena tingkat kematangan dari setiap buah itu berbeda.

Dalam penelitian ini terdapat informan atau narasumber dari pihak pembeli buah musiman yaitu sebagai berikut :

(70)

70

No Nama Pekerjaan Pembeli Buah

1. Mustamim Wiraswasta Kelengkeng

2. Suroso Pedagang Duku

3. Poyo Serabutan Durian

4. Sukemi Pegawai Swasta Duku

Perjanjian yang dilakukan oleh penjual dan pembeli di Kecandran ini sebenarnya sudah lama dilakukan, sebagaimana temuan penulis dalam

wawancara dengan narasumber.

“sistem jual beli musiman ini sudah dilakukan sejak lama mas, kira-kira sepeuluh tahun yang lalu”/wawancara dengan Bapak Muhadi penjual buah kelengkeng 20 Januari 2018.

“saya sudah melakukan jual beli musiman ini kira-kira hampir

limabelas tahun mas sudah cukup lama”/wawancara dengan Ibu Siti Mariyam penjual buah duku pada tanggal 14 Maret 2018.

Sistem jual beli yang dilakukan penjual dan pembeli yaitu sistem jual beli musiman.

“sistem jual beli disini dari sepuluh tahun terakhir ini menggunakan

sistem jual beli musiman, mengenai perjanjiannya mas, yaitu perjanjian telah sepakat untuk lima kali masa panen, dan apabila selama lima kali masa panen itu ada musim panen yang kurang baik atau gagal panen maka akan di ganti tahun

berikutnya”/wawancara dengan Bapak Mustamim pembeli buah kelengkeng 20 Februari 2018.

“jual beli musiman ini saya lakukan beberapa tahun terakhir ini

Gambar

Gambar 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, Kepedulian Sosial dalam Film Pesan dari Samudra, Disusun oleh Yuli Astuti (2014). Penelitian ini bertujuan tersebut untuk mendeskripsikan kepedulian sosial yang

Adanya penimbunan (ikhtikar) oleh segelintir penjual. Adanya persaingan yang tidak sehat, menggunakan cara-cara yang tidak fair, antara penjual sehingga harga yang

Metode pengukuran dalam penelitian ini menggunakan Kuantitatif diamana data yang disajikan berbentuk angka atau kualitatif yang di angkakan, sampel yang digunakan adalah

“Pembelajaran sebaiknya diselenggarakan dengan memeperhatikan unsur-unsur yang mempengaruhi pencapaian tujuan”. Edgar Dale meyakini bahwa proses dan hasil belajar akan

Pihak BMT dalam memberikan pembiayaan kepada anggota dibuatlah suatu akad atau perjanjian di mana dalam akad tersebut terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang harus

Tabel 4.2.4.1 Frekuensi Pernyataan Responden Terhadap Tangibles Tabel 4.2.4.2 Frekuensi Pernyataan Responden Terhadap Reliability Tabel 4.2.4.3 Frekuensi Pernyataan Responden

Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dari segi responden, penelitian ini menggunakan responden para Dosen akuntansi pada perguruan tinggi negeri dan

Berdasarkan kerangka konseptual di atas maka yang dimaksud penulis dengan judul skripsi “Pemutusan Perjanjian Sepihak Oleh Nasabah Pada Pelaksanaan Akad Pembiayaan