1
PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN
(StudiKasus di DesaKecandranKecamatanSidomukti Kota
Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
FERI FIRDAUS
NIM. 214-13-017
PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI
’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
5
MOTTO
Ridhollah Fi RidholWalidain
6
PERSEMBAHAN
Alhamdulilah puji syukur kepada Allah SWT dengan izin-Nya Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang mendukung penulis dalam menuntut ilmu.
1. Bapak Muhammad Nasori dan ibu Khotijah yang saya hormati dan saya cintai yang telah bersusaha payah menuntun perjalanan kaki saya agar tetap berada pada jalan yang di ridhoi Allah SWT.
2. Kakek H. Muhammad ImrondanHj. Rukanah yang
telahmemberikando’adandukungankepadapenulis
3. Keluarga besar H. RusmandanAlmHj. Khuzaemah yang telah memberikan do’a, dukungan moral maupun material.
4. Ketigaadiksaya yang sayasayangi Faisal Ikhsani, NajihaNisaRizkia, dan Muhammad Rizkiputra.
5. Kakak-kakaksepupusayaFakhriyandanSukriNiami yang selalumemberikanarahan, motivasidandukungankepadapenulis. 6. Sahabat-sahabat tercinta saya NurlailatulMaghfiroh,
AnidaKUmalasari, NurulAzizah, IlhamIndrawan, Diana wulansari, IntanFadlilah, MaulinaHandayani
7. Pak Inam dan bu Inung yang selalu menjadi motifasi buat hidup saya.
7
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun dalam mengarungi proses pembelajaran akademik di jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Salatiga.
Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari
gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian penyusunan skripsiini, yang berjudul “Praktik Jual
Beli Musiman (Studi Kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga)” sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 dalam Hukum Ekonomi Syariah, pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, tentunya tidak terlepas bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, hingga akhirnya skribsi ini dapat terselesaikan dengan segala kekurangannya. Karenannya patutlah penyusun mengucapkan terimakasih kepada mereka yang telah membantu, baik
8
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
3. Bapak Dr. Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si., selaku Wakil Dekan Fakultas Syariah. 4. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. 5. Bapak Moh. Khusen, M.Ag., M.A., selaku dosen pembimbing akademik.
6. Bapak Sukron Ma‟mun,S.HI,M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenagannya serta pengorbanan
waktunya dalam membimbing penulis skripsi ini.
7. Bapak ibu dosen serta karyawan Institut Agama Islam Negeri Salatigayang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Para Narasumber di Desa Kecandran yang telah memberikan informasi kepada penulis yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.
9. Ayahanda Muhammad Nasori dan Ibunda Khotijah yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri Salatiga dan penyusunan skripsi dengan penuh kasih sayang dan
kesabaran.
10.Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah angkatan2013 di Institut
Agama Islam Negeri Salatiga.
9
Penyusun menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan dalam rangka perbaikan dan
penyempurnaan karya ilmiyah ini. Penyusun berharap skripsi ini bermanfaat khususnya bagi peyusun dan para pembaca pada umumnya.atas bantuan yang
diberikan kepada penyusu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang layak, Amin
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 14 Maret 2018
Penulis
FERI FIRDAUS
10 ABSTRAK
Firdaus, Feri 2018. “Praktik Jual Beli Musiman (Studi Kasus di desa Kecandran
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga). Skripsi Fakultas Syari‟ah.
Jurusan Hukum Ekonimu Syari‟ah. Institut Agama Islan Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Sukron Ma‟mun, S.HI,M.Si.
Kata Kunci: Praktik, jual beli, musiman.
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang dengan barang atau uang dengan barang. Jual beli dikatakan sah atau tidaknya tergantung dari terpenuhinya rukun-rukun dan syarat akad. Jualbeli yang dilakukan di Desa Kecandran adalah jual beli musiman. Jual beli ini dilakukan karena faktor ekonomi dan kebutuhan mendesak. Sebagaimana yang terjadi dalam praktik jual beli musiman bahwa buah kelengkeng, duku dan durian yang dibeli belum jelas atau belum kelihatan wujudnya. Melihat permasalahan tersebut penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah praktik jual beli musiman di Desa Kecandran? Bagaimanakah menurut perpsektif Hukum Islam tentang praktik jual beli musiman di DesaKecandran?
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang meggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat diskriptif metode yang dipakai menggunakan pendekatan normative sosiologis yang dikaitkan dengan Hukum Islam. Kemudian ditarik sebuah kesimpulan akhir mengenai praktik jual beli musiman.
11 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
12
Haramnya Gharar dalam Jua Beli ... 33
Jual beli Buah-buahan ... 34
BAB III DESA KECANDRAN DAN TRADISI JUAL BELI MUSIMAN Profil Desa Kecandran ... 37
LetakGeografis ... 38
Demografi ... 45
Kondisi Sosiologis dan Kultural masyarakat Kecandran ... 48
Potensi pertanian dan perkebunan di Kecandran ... 50
BAB IV PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Praktik Jual Beli Musiman ... 53
Perspektif Hukum Islam Tentang Praktik Jual Beli Musiman ... 58
BAB V PENUTUP Kesimpulan ... 66
Saran-saran ... 67
13
DAFTAR LAMPIRAN
A. Biografi Penulis
B. Nota Pembimbing Skripsi
C. Surat Permohonan Izin Penelitian
D. Lembar Konsultasi
E. Surat Keterangan Kegiatan
14 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna karena
manusia diberikan kelebihan akal untuk berfikir dan menjalankan kehidupannya. Dengan kelebihan tersebut, manusia harus bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang haram dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia yang perlu pemilahan untuk dijalani atau di tinggalkan.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi
kebutuhanya sendiri atau dengan kata lain manusia harus bekerjasama dengan manusia lainya, misalnya dalam hal tukar-menukar barang dengan
jual beli, atau sewa-menyewa atau hutang-piutang dan lain-lain. Ketergantungan antar manusia ini membuat manusia hidup secara berkumpul atau berdekatan agar saling melengkapi antara satu dengan
lainya. Kerjasama dengan sesama adalah dianjurkan menurut Islam. Setiap muslim dianjurkan bekerja apapun selama pekerjaan tersebut tidak
bertentangan dengan syari‟at Islam.
Masalah sosial yang sering timbul dan mengakibatkan perselisihan
15
yang merupakan pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Pasaribu, 1996: 33). Berbagai
aturan telah dijelaskan dalam Islam seperti aturan dalam jual beli.
Perkataan jual beli sebenarnya terdiri dari dua suku kata yaitu “jual dan
beli”. Sebenarnya kata “jual” dan “beli” mempunyai arti yang satu sama
lainya bertolak belakang. Kata jual menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli. Dengan
demikian perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan di pihak yang lain membeli,
maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli. Seperti yang ada pada Al-Quran Surat Al-Baqarah 275 yang membahas tentang jual beli.
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Dalam kegiatan masyarakat, khususnya di Desa Kecandran terdapat transaksi jual beli yakni hasil panen buah seperti kelengkeng,
duku dan durian yang disebut jual beli musiman. Dimana dalam transaksi jual beli ini, jika ada warga yang membutuhkan uang serta dalam keadaan
yang sangat mendesak dan dia menjual hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian kepada orang lain dengan cara musiman.
Menurut pengamatan sementara di Desa Kecandran, dari segi
kegiatan jual beli hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian yaitu dimana pihak penjual menjual hasil panenya kepada pihak pembeli
16
untuk duku, lima kali musim panen untuk buah kelengkeng. Kesepakatan yang kedua yaitu jika hasil panen buah kelengkeng, duku, durian baik
maka hasil panen tersebut dimiliki oleh si pembeli, dan apabila hasil panen buah kelengkeng, duku tersebut tidak baik maka hasil panen tersebut
dimiliki oleh si penjual. Tetapi untuk buah durian ketika gagal panen tidak mendapatkan ganti dimusim berikutnya karena pembelianya setiap satu musim sekali. Jika sudah sampai lima kali musim panen dengan hasil
panen yang baik maka hasil panen pohon kelengkeng tersebut akan kembali lagi pada pihak penjual. Untuk buah duku tiga kali musim apabila
ada musim gagal panen maka digantikan satu kali musim kedepan. Tetapi untuk buah durian ketika gagal panen tidak mendapatkan ganti dimusim berikutnya karena pembelianya setiap satu musim sekali. Disini penjual
dan pembeli merupakan orang Islam. Sedangkan dalam jual beli hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian ini, terdapat suatu hal yang
meragukan bila di lihat dari norma Hukum Islam. Seperti pemilik pohon yang menjual hasil panen dengan kesepakatan bahwa hasil panen buah kelengkeng, duku dan durian tersebut nantinya akan kembali lagi kepada
penjual setelah selesai.
Syarat dalam jual beli sangatlah banyak, dalam melaksanakan jual
beli membutuhkan syarat-syarat untuk melakukan jual beli. Jual beli yang dilakukan yaitu harus terhindar dari gharar. Gharar yaitu jual beli yang
17
sembelih dan lain-lain. Gharar disini dijelaskan yang wujudnya belum dipastikan diantara ada dan tiada, tidak diketahui kualitasnya dan
kuantitasnya atau sesuatu yang tidak bisa di serahterimakan(Djuwaini, 2002: 85). Dalam praktik jual beli yang saya teliti disini yaitu buah
kelengkeng, duku dan durian yang dibeli belum jelas atau belum kelihatan wujudnya. Jual beli gharar itu merupakan jual beli yang dilarang jadi tidak ada alasan bagi kita untuk melakukan jual beli yang seperti ini.
Fenomena tersebut mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut dan membahas bagaimana praktik transaksi jual beli buah kelengkeng,
duku dan durian musiman tersebut menurut pandangan tokoh agama di Desa Kecandran, kemudian ditinjau dalam Hukum Islam. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam sebuah skripsi yang
berjudul: PRAKTIK JUAL BELI MUSIMAN (Studi kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Salatiga).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah praktik jual beli musiman di desa Kecandran?
2. Bagaimanakah menurut perspektif Hukum Islam tentang praktik jual
beli musiman?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana praktik jual beli musiman di desa Kecandran. 2. Mengetahui bagaimana menurut perspektif Hukum Islam tentang
18 D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka pada dasarnya adalah untuk menentukan apa
yang telah diteliti orang lain yang berhubungan dengan topik yang akan dilakukan peneliti. Penelitian ini menganalisis tentang “Praktik Jual Beli
Musiman (Studi Kasus di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota
Salatiga)”. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan
perbandingan peneliti yaitu sebgai berikut:
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Tsamrotul Fikriyyah (2008) UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
terhadap kontrak pohon mangga di Desa Pawidean Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Indramayu” skripsi tersebut membahas tentang sewa pohon
mangga menggunakan sistem musiman seperti satu musim atau dua
musim, ada juga yang menggunakan sistem tahunan. Pohon mangga yang disewakan itu oleh penyewa untuk diambil buahnya, sebagai hasil atau
kemanfaatan barang yang disewakan. Hal ini sudah m enjadi kebiaasan di kalangan masyarakat, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (http://digilib.iun-suka.ac.id/1470 diakses pada tanggal 17 Januari 2018).
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Farida Khiftiyani Ifda (2016)
STAIN Ponorogo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli
sawah tahunan di Desa Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo”
skripsi tersebut membahas tentang sewa menyewa sebidang tanah kepada
19
waktu tertentu (http://etheses.iainponorogo.ac.id/1940 diakses pada tanggal 17 Januari 2018).
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Mantoro Adi (2014) STAIN
Ponorogo yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap jual beli buah
jambu alpukat musiman (Studi kasus di Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Sumatra Selatan). Skripsi ini membahas mengenai penetapan harga dalam jual beli buah jambu alpukat. Cara yang pertama
sudah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli dengan demikian sesuai dengan Hukum Islam dimana ada kesepakatan yang menunjukan kerelaan
kedua belah pihak dengan adanya suatu paksaan. Cara kedua tidak memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli dengan demikian tidak sah dan tidak sesuai dengan Hukum Islam. Mengenai penetapan harga jual beli
buah jambu alpukat musiman tidak bertentangan dengan Hukum Islam
karena secara „urf (termasuk „urf‟amm) kebiasaan yang sudah berlaku
turun temurun dan terjadi sampai sekarang diseluruh Kecamatan Warkuk Ranau Selatan (http://etheses.iainponorogo.ac.id/145 diakses pada tanggal 17 Januari 2018).
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan kepada masyarakat guna menjelaskan dan
memberi sekumpulan data tentang praktik jual beli musiman. Dan juga penelitian ini mempunyai hal-hal yang positif dan bermanfaat. Setelah
20 1. Bagi Akademik
a. Menambah wawasan dan pengetahuan pada penulis yang
ingin mendalami permasalahan ini.
b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh civitas
akademik sebagai bahan informasi dan rujukan bagi mereka yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut. 2. Bagi Praktisi
a. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menjalankan sistem jual beli yang baik dan sesuai syari‟at Islam.
b. Dapat dijadikan referensi bagi masyarakat sebelum melakukan perjanjian jual beli.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan
a) Pendekatan Hukum Normatif
Menurut Soekanto (2010) Hukum Normatif yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar
untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang
21
Pendekatan sosiologis yaitu pendekatan yang dasar tujuannya adalah permasalahan-permasalahan yang ada
dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan masalah, faktor, praktik jual beli, maka pendekatan ini digunakan
untuk mengetahui realitas yang ada di masyarakat.
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (fieldresearch) dianggap sebagai pendekatan luas
dalam penelitian kualitatif sebagai metode untuk pengumpulan data kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,
2011: 6). Penelitian ini adalah Studi kasus seperti yang telah diterangkan di atas bahwasanya penulis akan
melaksakan observasi dan wawancara langsung pada objek kajian sehingga penelitin berada pada lapangan bersama
22
Peneliti akan menggali permasalahan dan mempelajari praktik jual beli musiman yang sudah terjadi di Desa
Kecandran, Salatiga.
2. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Kecandaran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dengan subyek penelitian praktik jual beli musiman yang telah terjadi di Desa Kecandran Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga. Lokasi ini dipilih oleh peneliti karena : 1. Akademis
Karena sistem jual beli ini sangat langka ditemukan di Desa-desa lainnya.
2. Praktis
Karena di Desa ini sudah ada jual beli seperti ini lokasinya dekat dan mudah dijangkau.
3. Kebutuhan dan Sumber Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui praktik jual beli musiman yang telah terjadi di desa kecandran kecamatan sidomukti
kota salatiga. Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperolehm (Moleong, 2000: 144). Sumber data yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer
23
informasi atau data tersebut (Idrus, 2009: 86). Jadi sumber data primer yang didapat dari peneliti ini adalah wawancara
langsung antara penjual dengan pembeli di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama,bukan asli) yang memiliki
informasi atau data tersebut. Jadi sumber data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah dengan telaah pustaka
seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal yang serupa.
4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi (pengamatan)
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis (Idrus, 2009: 101). Observasi yang dilakukan penulis ini untuk
mendapatkan data tentang bagaimana praktik jual beli buah kelengkeng secara musiman ini.
b. Wawancara
24
pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai perncari informasi atau interviewer
sedangkan pihak lain berfungsi sebagai informan atau responden (Romy, 1990: 71). Dalam penelitian ini penulis
melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan antara penjual dan pembeli yang melakukan praktik jual beli musiman, sebagai pelaku sosial yang
mengetahui dan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.
5. Analisis Data
Analisi data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Analisi data yang dapat digunakan adalah data
primer dan sekunder, dengan menggunakan pola pikir deduktif yang menganalisis sistem jual beli menurut Hukum Islam. Setelah
pengumpulan data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direkduksi,
dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moloeng, 2011: 288).
6. Pengecekan Keabsahan Data
25
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai suatu pembanding terhadap
data itu (Moloeng, 2002: 178).
Berdasarkan pendapat moloeng diatas, maka penulis
melakukan perbandingan data yang telah diperoleh. Yaitu data-data primer yang diperoleh dari observasi dan wawancara yang sesuai fakta-fakta yang ditemui di lapangan, sehingga kebenaran dari data
yang diperoleh dapat dipercaya dan meyakinkan untuk diambil sebuah kesimpulan.
G. Sistematika Penelitian
Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah serta mudah dipahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka
peneliti akan menyajikan karya ilmiah ini kedalam bentuk sistematika penelitian yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan dalam bab ini berisi mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,Tinjauan Pustaka, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penelitian.
BAB II: Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang jual beli menurut perspektif hukum Islam, diantaranya pengertian jual beli, dasar
hukum jual beli, syarat dan rukun jual beli, khiyar dalam jual beli, pengertian gharar dan dasar Hukum, jual beli buah-buahan dan hal-hal
26
BAB III : Berisi tentang gambaran umum objek penelitian lokasi penelitian di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
BAB IV : Berisi tentang praktik jual beli musiman di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dan perspektif Hukum
Islam terhadap praktek jual beli musiman di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
BAB V : Berisi kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi. Dalam bab ini mengemukakan keseluruhan kajian yang merupakan jawaban dari permasalahan dan juga dikemukakan
27 BAB II
TEORI JUAL BELI DALAM ISLAM
A. Pengertian Jual Beli
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai‟,
al-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah SWT berfirman:
Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-pasal 1540 BW. Pasal tersebut untuk masa sekarang ini tentu saja tidak cukup untuk mengatur
segala bentuk atau jenis perjanjian jual beli yang ada dalam masyarakat, akan tetapi cukup untuk mengatur tentang dasar-dasar perjanjian jual beli.
Dalam pasal 1457 BW diatur tentang pengertian jual beli. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar
harga yang telah dijanjikan (Miru, 2012: 134).
Muamalat ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditentukan seperti jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam meminjam urusan bercocok tanam, berserikat,
dan usaha lainya (Rasjid, 2014: 278).
Menurut luqhawinya “jual beli” itu artinya saling menukar
28
atas saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Ghazali, 2002: 214).
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).
dengan suka sama-suka di antara kamu”.(Q.S. An-Nisa: 29).
Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.
Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar-menukar
sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak
lain.
Jual beli dalam arti khususialah ikatan tukar menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukaranya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat dilearisir
29
yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu (Suhendi , 2014: 69).
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:
3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesusai dengan syara. 4. Tukar menukar benda dengan denda lain dengan cara yang khusus
(dibolehkan).
5. Penukaran denda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan
atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
6. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka
jadilah penukaran hak milik secara tetap.
Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa inti dari jual beli
ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima
30
ketentuan yang telah dibenarkan Syara‟ dan disepakati(Suhendi Hendi,
2014: 68).
Nawawi (juz III, 1995:599) menyatakan bahwa jual beli pemilikan harta benda dengan secara tukar menukar yang sesuai dengan ketentuan
syariah.
B. Macam-Macam Jual Beli
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi
hukumnya, jual beli ada dua macam, yakni jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum. Dari segi objek jual beli dan segi pelaku
jual beli.
Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi
tiga bentuk:
1. Jual beli benda yang kelihatan, ialah pada waktu melakukan akad
jual beli benda atau barang yang diperjual belikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras di pasar.
2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam
adalah untuk jual beli yang tidak ada tunai (kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang
31
menyerahkan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu.
3. Jual beli yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama karena barangnya tidak tentu atau masih gelap
sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak (Suhendi, 2014: 75).
Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian, dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan:
1. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat karenan isyarat merupakan pembawaan alami dalam
menampakkan kehendak. Hal yang di pandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan
pernyataan.
2. Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat menyurat sama halnya ijab kabul dengan ucapan, misalnya
via Pos dan Giro.
3. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal
32 C. Dasar Hukum Kebolehan Jual Beli
Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat
manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW (Ghazali, 2010: 66). Orang yang sedang melakukan
transaksi jual beli tidak dilihat sebagai orang yang sedang membantu saudaranya. Bagi penjual, ia sedang memenuhi kebutuhan pembeli. Sedangkan bagi pembeli, ia sedang memenuhi kebutuhan akan keuntungan
yang sedang dicari oleh penjual. Atas dasar inilah aktifitas jual beli merupakan aktifitas mulia, Islam memperkenanya (Afandi, 2009: 54).
Jual beli telah disahkan oleh Al-Quran, sunnah, dan ijma‟. Adapun dalil dari Al-Quran yaitu firman Allah SWT:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
(QS.Al-Baqarah(2): 275)”
Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad
jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat
tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bai‟yang dapat dijadikan referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum,
33
minuman keras, bangkai, dan yang lainya dari apa yang disebutkan dalam
sunnah dan ijma‟ para ulama akan larangan tersebut (Azzam, 2010: 26).
Di tempat lain, Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa‟ ayat 29 yang berbunyi:
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu”
Allah telah mengharamkan memakan harta oranglain dengan cara batil yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil
berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad
yang rusak yang tidak boleh secara syara‟ baik karena ada unsur riba atau
jahalah (tidak diketahui), atau karena kadar ganti yang rusak seperti
minuman keras, babi, dan yang lainya dan jika yang diakadkan itu adalah
harta perdagangan, maka boleh hukumnya, sebab pengecualian dalam ayat di atas adalah terputus karena harta perdagangan bukan termasuk harta yang tidak boleh dijual-belikan. Ada juga yang mengatakan istitsna‟
34
makanlah dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan antara penjualan dan pembelian.
Adapun dalil sunah diantaranya adalah hadist yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW beliau bersabda:”sesungguhnya jual beli itu atas
dasar saling ridha”. Ketika ditanya tentang usaha apa yang paling utama,
Nabi Muhammad SAW menjawab:”usaha seseorang dengan tanganya
sendiri, dan setiap jual beli yang mabrur.” Jual beli yang mabrur adalah
setiap jual beli yang tidak ada dusta dan hianat, sedangkan dusta itu adalah menyembunyikan aib barang dari penglihatan pembeli. Adapun makna
hianat ia lebih umum dari itu sebab selain menyamarkan bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seperti dia menyifatkan dengan sifat yang tidak benar atau memberi tahu harga yang dusta (Azzam, 2010: 27).
Sedangkan para ulama telah sepakat mengenai kebolehan akad jual
beli. Ijma‟ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia
berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan begitu saja, namun harus ada kompensasi sebagai imbal baliknya. Sehingga dengan
disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara untuk merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada dasarnya,
35 D. Rukun dan Syarat Jual Beli
Di kalangan fuqaha terdapat perbedaan mengenai rukun jual beli.
Menurut fuqaha kalangan Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan kabul. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun jual beli terdiri dari akad (ijab
dan kabul), „aqid (penjual dan pembeli), ma‟qud alaih (objek akad).
Akad adalah kesepakatan (ikatan) antara pihak pembeli dengan pihak penjual. Akad ini dapat dikatakan sebagai inti dari proses
berlangsungnya jual beli, karena tanpa adanya akad tersebut, jual beli belum dikatakan sah. Disamping itu akad ini dapat dikatakan sebagai
bentuk kerelaan (keridhaan) antara dua belah pihak. Kerelaan memang tidak dapat dilihat, karena ia berhubungan dengan hati (batin) manusia, namun indikasi adanya kerelaan tersebut dapat dilihat dengan adanya ijab
dan kabul antara dua belah pihak (Huda, 2011: 55).
Adanya kerelaan tidak dapat dilihat sebab kerelaan berhubungan
36
saling merelakan” (Riwayat Ibn Hibban dan Ibn Majah).
Jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual beli sesuatu yang
menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul, ini adalah pendapat jumhur. Menurut fatwa ulama syafiiyah, jual beli barang-barang
yang kecilpun harus ijab dan kabul, tetapi menurut imam Al-Nawawi dan
ulama mutaakhirin Syafi‟iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang
-barang yang kecil dengan tidak ijab dan qabul seperti membeli sebungkus rokok (Suhendi, 2014: 70).
Oleh karena perjanjian jual beli ini merupakan perbuatan hukum
yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesusatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya
dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat syahnya jual beli. Adapun yang menjadi rukun dalam perbuatan hukum jual beli terdiri dari :
1. Adanya pihak penjual dan pembeli 2. Adanya uang dengan benda, dan
37
Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun ini hendaklah dipenuhi, sebab andai kata salah satu rukun tidak terpenuhi, maka
perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli. Agar jual beli yang dilakukan oleh pihak penjual dan pihak
pembeli sah, haruslah dipenuhi syarat-syarat yaitu :
1. Penjual dan Pembeli.
a. Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang. Batal akad
anak kecil, orang gila, orang bodoh, sebab mereka tidak pandai mengendalikan harta. Oleh karena itu, anak kecil,
orang gila dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya, Allah berfirman:
ُثْؤُث َلَ َو
)ة:ءٓآسنلا( ْ ُكَُلاَوْمَا َءٓآَهَف ُّسلاا ؤ
“Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada
orang-orang yang bodoh” (Al-Nisa:5)
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh
diserahkan kepada orang bodoh. „Illat larangan tersebut
ialah karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta, orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam
mengelola harta sehingga orang gila dan anak kecil juga tidak sah melakukan ijab qabul.
b. Kehendak sendiri (bukan pksaan)
38
c. Tidak mubazir (pemborops), sebab harta orang yang mubazir itu ditangan walinya.
d. Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang
menjual hambanya yang beragama selain Islam sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang
orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
2. Ma‟qud „Alaih (barang atau harga).
Menurut Aziz (2010: 47) bahwa al-ma‟uqud alaih adalah harga dan barang yang dihargakan. Untuk melengkapi
keabsahan jual beli, barang atau harga harus memenuhi syaratnya yaitu:
a. Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan benda-benda seperti anjing, babi dan yang
39
b. Memberi manfaat menurut syara‟, maka dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut
syara‟, seperti menjual babi, kala, cicak dan yang lainnya.
c. Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan
kepada hal-hal lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu.
d. Tidak dibatasi waktunya, seperti kujual motor ini kepada
Tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah sebab jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan
secara penuh yang tidak dibatasi apapun kecuali ketentuan
Syara‟.
e. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat.
f. Milik sendiri. g. Diketahui (dilihat).
3. Lafaz shighat (Aziz, 2010: 29). a. Pengertian Lafadz shighat
Shighat adalah ijab dan qabul. Ijab diambil dari kata anjaba
yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu pemberian hak milik, dan qabul yaitu orang yang menerima
hak milik(Aziz, 2010: 29).
40
a) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan
sebaliknya.
b) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab
dan qabul.
c) Beragam Islam, syarat khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang
dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam, sebab
besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan
kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin.
E. Khiyar dalam Jual Beli
Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakakh akan mneruskan jual bila atau akan membatalkannya. Karena
terjadinya oleh sesuatu hal, khiar dibagi menjadi tiga macam berikut ini:
1. Khiyar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh
memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masiyh ada dalam satu tempat (majelis),
41
)لمسمو ىراخبلا هاور( اَفَّرَفَتَي ْمَلاَم ِراَيِخْل ِبِ ِناَعْيَبْلَا
“penjual dan pembeli boleh khiar selama belum berpisah”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka
khiar mejelis tidak berlaku lagi, batal.
2. Khiyar Syarat, yaitu penjual yang didalamnya di syaratkan
“kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli selama
tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi).
3. Khiyar „aib, artinya dalam jual beli ini disyaratkan
kesempurnaan benda-benda yang dibeli, seperti seseorang
berkata: “saya beli mobil itu seharga sekian, bila mobil itu
cacat akan saya kembalikan”, seperti yang diriwayatkan oleh
Ahmad dan Abu Daud dari Aisah r.a. bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu di
42
4. Khiyar Ta‟yin, adalah hak yang dimiliki oleh pembeli untuk
memastikan pilihan atas sejumlah benda sejenis atau setara
sifat atau harganya. Khiyar ini hanya berlaku pada akad
mu‟awadhah al-maliyah yang mengakibatkan perpindahan hak
milik, seperti jual beli. Keabsahan khiyar ta‟yin menurut madhab Hanafi harus memehuhi tiga syarat sebagai berikut:
a. Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek akad.
b. Sifat dan nilai benda-benda yang menjadi obyek pilihan harus setara dan harganya harus jelas. Jika nilai dan
sifat masing-masing benda berbeda jauh, maka khiyar
ta‟yin ini menjadi tidak berarti.
c. Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih dari tiga hari.
Adapun Imam Syafi‟i dan Ahmad Ibn Hanbal menyangkal
keabsahan khiyar ta‟yin ini, dengan alasan bahwa salah satu syarat
obyek akad adalah harus jelas.
5. Khiyar Ru‟yah (melihat) adalah hak pembeli untuk
membatalkan atau tetap melangsungkan akad ketika dia
melihat obyek akad dengan syarat dia belum melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya dia pernah melihatnya
dalam batas waktu yang memungkinkan telah terjadi perubahan atasnya
6. Khiyar Naqd (pembayaran) tersebut terjadi apabila dua pihak
43
melunasi pembayaran, atau pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu maka pihak yang dirugikan
mempunyai hak untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad (Huda, 2001: 46-47).
F. Pengertian Gharar dan Dasar Hukumnya
Gharar artinya jual beli yang mengandung kesamaran (Nawawi, 2012:88). Gharar ialah semua jenis jual beli yang mengandung jahalah
(kemiskinan) atau mukhatharah (spekulasi) atau qamaar (permainan taruhan) (Sabiq, 1987: 75).
Jual beli dengan cara gharar yaitu jual beli yang barangnya tidak bisa diketahui keadaanya, seperti binatang yang masih dalam kandungan, ikan di air yang menggenang, daging sebelum di sembelih dan lain-lain.
Jual beli gharar tidak boleh, haram hukumnya, sesuai dengan sabda Nabi :
ىَهَن
ْنَع
)لمم هاور(ِر َرَغلا عِيَب
Artinya: “Nabi melarang jual beli dengan tipuan” (HR. Muslim).Maka tidak boleh jual beli susu yang masih dalam tetek binatang,
buah-buahan yang belum tampak (masih berupa kembang atau muda yang belum dapat dimanfaatkan), dan lain-lain (Salomo, 1978: 191).
Dalam sitem jual beli gharar terdapat unsur memakan harta orang
44
Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 188:
dapat memakan sebagian harta orang lain, padahal kalian mengetahui.Gharar merupakan suatu kegiatan yang memiliki potensi untuk
membuat kita meraup keuntungan yang banyak, maka dari itu manusia
biasanya tertarik dengan jual beli ini. Pada zaman Nabi Muhammad SAW jual beli gharar sangar marak sekali dan Nabi Muhammad SAW melarang
umatnya melakukan jual beli gharar karena itu sangat dilarang oleh agama dan merugikan orang. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
َُتَْثَثا َلَ
gharar dalam benda yang berlaku pada aqadnya.
45
Gharar pada sighat yaitu bahwa aqad terjadi dengan
kriteria yang mengandung unsur gharar. Gharar bentuk ini
berhubungan langsung dengan aqad. Unsur gharar pada jenis bisnis ini karena kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli
tidak mengetahui apakah hal yang disyariatkan terpenuhi atau tidak, sehingga tidak mengetahui apakah jual beli ini jadi atau tidak. Juga tidak jelas dari segi waktunya, kapan transaksi tersebut
terjadi. Begitu jugga dari segi suka atau tidak suka, terkadang pembeli pada saat ini ingin membeli, tetapi pada waktu yang lain
sudah tidak suka dan membetuhkan lagi. Dalam gharar sighat dibagi menjadi:
1) Dua jual beli dalam satu jual beli
2) Jual beli urban 3) Jual beli munabazah
4) Jual beli hasah 5) Jual beli mulasamah
6) Aqad yang digantungkan dan aqad yang disandarkan
b. Gharar dalam benda yang berlaku pada aqadnya
Gharar bentuk ini lebih buruk lagi, karena tidak jelas
harga, jenis, sifat dan ukuranya. Jika salah satu dari keempat hal tadi tidak diketahui maka sudah termasuk gharar. Gharar dalam
46
1) Ketidakjelasan pada dzat benda yang ditransaksikan
2) Ketidakjelasan pada jenis barang yang ditransaksikan
3) Ketidakjelasan pada macam barang yang ditransaksikan
4) Ketidakjelasan pada sifat sifat benda yang ditransaksikan
5) Ketidakjelasan kadar benda yang ditransaksikan
6) Ketidakjelasan pada tempo penentuan harga
7) Tidak adanya kemampuan menyerahkan benda yang
ditransaksikan
8) Transaksi pada benda yang tidak ada
9) Tidak bisa melihat benda yang ditransaksikan.
2. Haramnya Gharar Dalam Jual Beli
Menurut Ibn Jazi Al-Maliki, gharar yang dilarang ada sepuluh
macam yaitu:
a. Tidak diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam
kandungan induknya.
b. Tidak diketahui harga dan barang
c. Tidak diketahui sifat barang atau harga barang
47
e. Tidak diketahui masa yang akan datang
f. Menghargakan dua kali dalam satu barang
g. Menjual barang yang diharapkan selamat
h. Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain, maka wajid
membelinya.
i. Termasuk dalam transaksi gharar adalah menyangkut kuantitas barang. Dalam transaksi disebutkan kualitas barang yang
berkualitas nomor satu, sedangkan dalam realisasinya kualitas berbeda. Hal ini mungkin diketahui dua belah pihak (ada
kerjasama) atau sepihak saja (pihak pertama).
G. Jual Beli Buah-Buahan
Jual beli buah-buahan yang belum sempurna keadaanya (ngijo
masih kembang, muda belum musimnya) tidak boleh, termasuk jual beli
gharar. Jual beli buah-buahan yang masih dipohonya, tetapi sudah
sempurna keadannya, sudah tua, sudah masak atau sudah bisa dimanfaatkan (yang segera dipetik) boleh, sebab sudah jelas keadannya.
Sesuai dengan sabda Nabi SAW :
َمَثلا ُعاَبُث َلَ
48
Bertalian dengan persoalan di atas, ada beberapa masalah terkenal yang akan kami sebutkan pokok-pokoknya. Sebab menjual buah-buahan
terkadang dilakukan sebelum terjadi dan terkadang sesudah terjadi. Apabila sudah terjadi, maka kadang sesudah dipetik dan kadang sebelum
matang atau sesudahnya. Dan masing-masing dari kedua bentuk yang terakhir ini kadang berupa penjualan bebas atau dengan syarat tetap di pohon, atau dengan syarat dipotong.
1. Menjual Buah-buahan Sebelum Terjadi
Tentang menjual buah-buahan sebelum terjadi, para ulama
sepakat melarangnya karena termasuk dalam bab larangan menjual sesuatu yang belum jadi dan bab penjualan tahunan.
Diriwayatkan dari Nabi Saw :
49
Sedangkan menjual buah-buahan sesudah datang masa memetiknya, tidak diperselisihkan lagi kebolehannya.
2. Menjual Buah-buahan Sesudah Terjadi
Menjual buah-buahan sesudah terjadi dibolehkan oleh
kebanyakan ulama, berdasarkan rincian yang akan kami kemukakan. Kecuali apa yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin Abdurrahman dan dari Ikrimah yang menyatakan bahwa menjual buah-buahan tidak
dibolehkan kecuali sesudah datang masa memetiknya.
Hadis sahih dari Ibnu Umar r.a. berbunyi:
ِنْب ِ ّللّا ِدْبَع ْنَع
“Dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW melarang
menjual buah-buahan sebelum tampak kematangannya, beliau
melarang penjual dan pembelinya." (HR. Bukhari - Muslim) (Rusyd,
2007: 750).
Tidak boleh menjual buah-buahan yang masih ada di pohon tanpa dengan menjual pohonya secara mutlak, artinya tanpa ada syarat dipetik atau dipanen, kecuali setelah tampak kebaikan atau kelayakan
50
tidak dapat berubah warnanya yaitu sampai pada suatu keadaan sehingga buah-buahan tersebut sudah sesuai dengan yang dimaksud menurut
umumnya. Seperti manisnya tebu, asamnya delima dan lunak atau lembeknya buah tin.
Dan bagi buah-buahan yang dapat berubah warnanya, yaitu dengan berubah warna menjadi merah, atau hitam, atau kuningseperti anggur, juwet dan kurma mentah. Adapun buah-buahan yang dijual sebelum
tampak kelayakanyan, maka tidak sah menjualnya secara mutlak tidak sahnya itu berlaku bagi pemilik pohon dan yang lainnya, kecuali dengan
janji bersedia memanen atau memetik, baik berlaku kebiasaan memanen atau memetik buah-buahan atau tidak.
Bila pohon yang berubah di pohon, maka boleh menjual buahnya,
tanpa ada syarat harus memetik buahnya. Tidak boleh menjual tanaman (berbiji) yang masih hijau yang ternanam di bumi (sawah), kecuali dengan
syarat memetiknya atau mencabutnya, jika tanaman (berbiji) itu dijual besrta tanahnya atau disendirikan tanpa menyertakan tabahnya setelah bijinya menjadi keras, maka boleh menjualnya tanpa syarat.
Barang siapa yang menjual buah-buahan atau tanaman (berbiji) yang belum tampak kelayakannya, maka wajib bagi penjual untuk
menyiramnya, sekiranya dengan siraman tersebut dapat menaikkan atau mengembangkan keadaan buh dan aman darim kerusakan, baik si pembeli
51
Sebagaimana ketidak bolehan berjual beli buah-buahan yang masih hijau kecuali terus dipetik, juga tidak boleh berjual beli pada yang baru
menghiaju kecuali harus dipetik juga. Maka membeli padi yang masih hijau dan dipetik sesudah kuning nanti, tidak boleh (ngijo). Demikian juga
52 BAB III
Desa Kecandran dan Tradisi Jual Beli Musiman
A. Profil Desa Kecandran
Kelurahan Kecandran dibentuk pada Tahun 1992 yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Selanjutnya pada Tahun 1993 dengan Dasar Hukum
Pembentukan PP Nomor 69 Tahun 1992 Tentang Perubahan Batas Wilayah. Pada tanggal 1 agustus 1993, Desa Kecandran masuk
wilayah Kota Madya Salatiga dalam proses pemekaran wilayah Kota Salatiga. Status wilayahnya masih menggunakan nama DESA dan Kepala wilayahnya masih tetap Kepala Desa dan Pemilihannya masih
tetap menggunakan sistem PILKADES, dimana warga masyarakat dapat memilih Kepala Desanya secara langsung dengan mencoblos
tanda gambar.
Pada tanggal 2 Juli 2003, nama Desa Kecandran berubah menjadi Kelurahan Kecandran sesuai Perda No.11 Tahun 2003 tentang
Perubahan Desa Menjadi Kelurahan. Kepala Desa yang selama ini dipilih langsung oleh masyarakat melalui PILKADES, Sejak Tanggal
53
Tipologi Kelurahan Kecandran yaitu kawasan Perladangan, Jasa dan Perdagangan. Kondisi wilayahnya berada diluar Ibu Kota
Kecamatan dan bukan merupakan daerah rawan bencana. Adapun Nomor Kode Wilayah 33 73 04 1001 Nomor Kode Pos 50723.
1. Letak Geografis a.Luas Wilayah
Luas Wilayah : 600,6 Ha
b.Topografi
Topografi Kelurahan Kecandran terdiri dataran rendah dan tinggi.
Dataran rendah terletak di sebelah utara sampai timur dan dataran tinggi di sebelah barat dan selatan. Curah hujan pertahun 2.583 mm. suhu rata-rata ± 26° C. adapun rincian gambaran lingkungan
Kelurahan Kecandran meliputi : Persawahan, Perladangan, Perkebunan, Peternakan, Kerajinan dan Industri Kecil maupun
Industri sedang, Jasa dan Perdagangan. c. Peta Wilayah
Peta Wilayah Kelurahan Kecandran sebagai berikut:
54
55 d.Jarak dari keluarahan
Orbitrasi ( jarak dari pusat Pemerintahan ) :
1. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 7 km
2. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota : 5 km 3. Jarak dari Kota/Ibukota Kabupaten : 5 km 4. Jarak dari Ibukota Provinsi : 46 km
e.Perubahan status pengunaan lahan
Sesuai Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 – 2030 lokasi Lahan atau Tanah berada pada Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah, Sehingga Zonasi tanah harus memenuhi ketentuan umum sebagai
berikut:
1.Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah merupakan
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, dengan
ketentuan zonasi :
a) Pembangunan rumah atau perumahan wajib
mengikuti persyaratan teknis, ekologis dan administrative.
56
penunjangnya, pelayanan pemerintah dan lain – lain sejenis.
c) Kegiatan perdagangan dan jasa, perkantoran, industry rumah tangga diperbolehkan dikawasan
peruntukan perumahan dengan syarat mematuhi ketentuan yang berlaku.
d) Kawasan peruntukan perumahan tidak
diperbolehkan untuk kegiatan industry besar. e) Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada.
f) Tidak berada pada pada daerah rawan bencana (lonsor, banjir, erosi).
g) Memiliki sistem drainase baik sampai sedang.
h) Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/mata air/saluran pengairan.
i) Tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian / penyangga.
j) Menghindari sawah irigasi teknis.
2.Perumahan Diizinkan dengan ketentuan:
a) Melaksanakan penyusunan dokumen lingkungan.
b)Melaksanakan penyusunan dokumen lalu lintas. c) Mendapat persetujuan dari RT dan RW setempat.
57
3.Kegiatan Perumahan dengan ketentuan Intensitas Lahan: a) KWT (Koefisien Wilayah Terbangun) Maksimum
60 % dari luas lahan, Ruang Terbuka (prasarana dan Sarana Utilitas) 40 % dari luas lahan.
b)KDB (Koefisien Dasar Bangunan) per kavling maksimum 60 % dari Luas Kavling.
c) KLB (Koefisien Lantai Bangunan) Maksimum 1,2
dan Ketinggian bangunan Maksimum 10m (1-2 lantai).
d)KDH (Koefisien Dasar Hijau) per kavling minimum 10 % dari luas kavling ditanami pohon pelindung atau dapat didalam Pot ditambah perdu dan semak,
serta penutup tanah atau rumput. 4.Ketentuan Tata Masa Bangunan:
Sempadan jalan lingkungan perumahan: a) Ruang Milik Jalan (Rumija) 5m.
b)Ruang pengawasan Jalan (Ruawasja) 7m.
c) Pagar depan harus berjarak minimal 2,5 meter dari AS jalan.
58 5.Ketentuan Perumahan:
a) Setiap orang yang membangun perumahan wajib
dengan hunian berimbang, kecuali diperuntukan untuk rumah sederhana dan/ atau rumah susun
umum. Komposisi penyelenggaraan perumahan hunian berimbang dengan perbandingan jumlah rumah sekurang – kurangnya 3:2:1 (tiga
berbanding dua berbanding satu), yaitu 3 (tiga) atau lebih rumah sederhana berbanding 2 (dua)
rumah menengah berbanding 1 (satu) rumah mewah sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dengan hunian berimbang.
b)Dalam hal rumah sederhana tidak dibangun dalam satu hamparan, maka pembangunan rumah
sederhana oleh setiap orang harus memenuhi persyaratan: dibangun dalam satu wilayah
Kabupaten/Kota; dan penyediaan akses ke pusat pelayanan dan tempat kerja, sebagaimana
59
Nomor 10 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman dengan
Hunian Berimbang.
c) Bersedia membuat surat pernyataan di atas materai
kesanggupan untuk menyerahkan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Perumahan dan Permukiman dari Pengembang kepada Pemerintah
Daerah dalam bentuk sertifikat atas nama PEMKOT SALATIGA, dengan tujuan untuk
menjamin keberlanjutan pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, Sarana dan Utilitas di Lingkungan Perumahan dan Permukiman.
f. Keadaan iklim
Berdasarkan letak geografisnya, Kelurahan Kecandran
beriklim tropis dengan dua pergantian musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan terjadi pada bulan Nopember–April dipengaruhi oleh angin muson barat,
sedang musim kemarau terjadi antara bulan Mei–Oktober yang dipengaruhi oleh angin muson timur.
g.Batas wilayah keluarahan
1. Sebelah Utara : Kelurahan Pulutan
60
4. Sebelah Timur : Kelurahan Dukuh
2. Demografi
a.Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Desa / Kelurahan Laki – Laki
Perempuan Jumlah
1 Kecandran 3323 3266 6589
b.Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah
1. Tidak / BelumSekolah 1142
2. BelumTamat SD / Sederajat 689
3. Tamat SD/ Sederajat 1748
4. SLTP/ Sederajat 1042
5. SLTA/ Sederajat 1179
6. Diploma I/II 30
7. Akademi / Diploma III SarjanaMuda 104
8. Diploma IV/ Strata I 251
61
10. Strata III 1
c. Jumlah Penduduk menurut Agama dan Aliran kepercayaan
No. AGAMA LAKI -
LAKI
PEREMPUAN JUMLAH
1 Islam 3262 3214 6476
2 Kristen Protestan 29 20 49
3 Katolik 25 24 49
4 Hindu 0 0 0
5 Bundha 2 2 4
6 Konghucu 0 0 0
62
d.Banyaknya Kelahiran dan Kematian
No. Bulan Kelahiran Kematian
L P JML L P JML
1. Januari 2017 0 2 2 2 1 3
2. Februari 2017 6 8 14 3 0 3
3. Maret 2017 1 8 9 0 5 5
4. April 2017 6 3 9 3 1 4
5. Mei 2017 3 6 9 2 2 4
6. Juni 2017 0 0 0 2 1 3
7. Juli 2017 4 5 9 2 1 3
8. Agustus 2017 8 5 13 2 2 4
9. September 2017 8 6 14 3 3 6
10 Oktober 2017 5 4 9 1 2 3
e.Mutasi penduduk
63
L P JML L P JML
1 AntarDesa / Kelurahan
2 1 3 7 3 10
2 AntarKecamatan 3 3 6 16 11 27
3 AntarKab / Kota 13 18 41 29 30 59
4 AntarProvinsi 1 4 5 6 9 15
5 Antar Negara 0 0 0 0 0 0
B. Kondisi Sosiologis dan Kultural Masyarakat Kecandran
Kondisi sosiologis masyarakat Kecandran ditentukan dari hasil
mata pencaharian yang rata-rata adalah buruh lepas, karyawan swasta, petani kebun. Mayoritas penduduk Kecandran merupakan lulusan SMP dan SMA sedangkan lulusan S1 dan S2 hanya sedikit. Masyarakat desa
Kecandran cenderung berhubungan baik dengan tetangga karena interaksi sosial dijalin dengan baik.
Kondisi sosial agama masyarakat Kecandran lebih dari 90% Islam dan masyarakat disini rata-rata Islam Nahdhatul Ulama yang selalu
64
Kondisi kultural masyarakat Kecandran terkait dengan kebiasaan masyarakat yang meliputi organisasi dan tradisi. Di desa Kecandran juga
terdapat banyak organisasi dan banyak tradisi-tradisi sebagai berikut : 1. Organisasi
a. Takmir Masjid
Takmir Masjid adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan Masjid.
b. Remaja Masjid
Remaja Masjid adalah perkumpulan pemuda Masjid
yang melakukan aktifitas sosial di lingkungan masjid. c. Karang Taruna
Karang Taruna adalah organisasi sosial wadah
pengembangan atas dasar kesadaran dan taggung jawab sosial masyarakat dan untuk masyarakat terutama
bergerak di bidang usaha kesejahteraan masyarakat. d. Pkk (pembinaan kesejahteraan keluarga)
Pkk adalah organisasi kemasyarakatan yang
memberdayakan wanita untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia
2. Tradisi a. Nyadran
65
berupa kenduri selamatan di Makam leluhur. Nyadranan di Kecandran dilakukan satu tahun dua kali.
b.Berzanji
Berzanji adalah suatu doa-doa puji-pujian dan pencitraan
riwayat Nabi Muhammad SAW yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahira, khitanan, pernikahan dan Maulid Nabi
Muhammad SAW . c. Tahlilan
Tahlilan adalah upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam untuk memperingati atau mendoakan orang yang telah meninggal.
d. Masa‟i
Masa‟i adalah kegiatan mengaji yang dilakukan pada
waktu bulan Ramadhan setiap sore sebelum berbuka puasa.
e. Mauludan
Mauludan adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad Saw yang dirayakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam
penanggalan Hijriah.
C. Potensi Pertanian dan Perkebunan di Kecandran
66
didukung dengan keadaan tanah yang cukup subur. Sehingga potensi pertanian di Desa Kecandran sangat prospektif untuk kedepannya. Untuk
mendukung kegiatan dan pengetahuan para petani di desa Kecandran, para petani bergabung dalam Kelompok Tani. Hasil padi di Desa Kecandran
ada yang dijual dan ada yang di konsumsi sendiri.
Selain pertanian, sudah banyak diketahui bahwa desa Kecandran mempunyai potensi perkebunan yang baik yaitu hasil perkebunan seperti
salak, langsep, duku, kokosan, kelengkeng dan durian walaupun untuk durian tidak begitu banyak. Selain karena tanahnya yang subur, di Desa
Kecandran didukung dengan adanya SDM yang aktif merawat perekbunan mereka. Hasil perkebunan buah langsep, duku, kokosan dan kelengkeng biasanya dijual dengan cara tebasan. Tebasan yaitu pembelian hasil
tanaman sebelum dipetik atau sebelum masa panen.
Luas persawahan di Kecandran 35M2 sebelah barat berbatasan
dengan Desa Candi sebelah utara Desa pulutan dan sebelah timur dengan Banyuputih. Pertanian di Kecandran mayoritas tanamanya yaitu tanaman padi karena air disini mudah di dapatkan dari sungai-sungai sekitar sawah.
Sebagian persawahan dimiliki bengkok yaitu sawah milik Desa, sawah ini biasanya di kontrak salah satu orang Desa lalu di garap oleh petani yang
mau dan hasilnya dibagi dua. Biasanya hasil padi sebagian di konsumsi dan sebagian dijual untuk kebutuhan pokok keluarga. Pertanian di
67
juga ada petani pembenihan ikan, terdapat 35 kolam yang luasnya 741M2 dan menghasilkan 1.025.000 per tiga bulan.
Perkebunan di Kecandran sangat luas di banding Kelurahan lain se Kecamatan Sidomukti. Batas wilayah Kecandran sebelah selatan dusun
Gamol, disana perkebunan masih luas karena belum begitu padat pemukimanya, sebelah barat dusun Karang Rejo, sebelah utara dusn Winong, dusun Winong ini area persawahan dan ladang, sebelah timur
dusun Winong dan Sawahan. Dusun ini masih terdapat banyak perkebunan salak. Kecandran masih terdapat banyak perkebunan dan ladang, tetapi
tidak seperti dulu di tahun 90an karena sekarang sudah banyak yang dibuat rumah pemukiman ataupun perumahan dan juga adanya jalan baru Salatiga memakan banyak area perkebunan dan persawahan di Kecandran ini.
Perkebunan sekarang di Kecandran sekarang kalau di total sekitar 60M2. Kecandran adalah centra buah-buahan yang mempunyai ciri khas seperti
68 BAB IV
Praktik Jual Beli Musiman Dalam Perspektif Hukum Islam
D. Praktik Jual Beli Musiman
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna karena
manusiadiberikan kelebihan akal untuk berfikir dan menjalankan kehidupannya. Dengan kelebihan tersebut, manusia harus bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang haram dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia yang perlu pemilahan untuk dijalani atau ditinggalkan.
Penjual merupakan seseorang yang memiliki pohon kelengkeng, duku dan durian sedangkan pembeli adalah yang membeli buah kelengkeng, duku dan durian dengan cara musiman seperti halnya yang
terjadi di Kecandran Kecamatan Sidomukti Salatiga. Ada yang berbeda mengenai sistem jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli di
Kecandran. Berikut hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan narasumber yang berkenaan dengan hal tersebut dalam hal ini sebagai narasumbernya ialah penjual dan pembeli.
Penjual adalah orang yang memiliki hak penuh atas pohon kelengkeng, duku dan durian yang dijual. Pada saat buah kelengkeng,
duku dan durian masih muda (pentil) penjual biasanya mencari pembeli untuk membelinya dengan sistem musiman.
69
Kecamatan Sidomukti Salatiga, satu narsumber atau informan dari pihak penjual yaitu sebagi berikut :
Data informan penjual buah
No Nama Penjual Buah Pekerjaan
1. Muhadi Kelengkeng Petani
2. Masrukhan Duku Wiraswasta
3. Siti Mariyam Duku Pedagang
4. Rokhim Durian Petani
Pembeli adalah orang yang membeli buah kelengkeng, duku dan
durian secara musiman, dalam hal ini buah kelengkeng, duku dan durian masih muda (pentil). Pada saat buah kelengkeng masih muda (pentil) pembeli mulai membungkus (brongsong) buah kelengkeng supaya tidak
dimakan hewan (codot). Setelah tiba musim panen pembeli mulai memanennya, biasanya untuk memanen buah kelengkeng dan duku itu
caranya sama yaitu satu pohon membutuhkan waktu satu hari. Beda dengan durian membutuhkan waktu agak lama karena tingkat kematangan dari setiap buah itu berbeda.
Dalam penelitian ini terdapat informan atau narasumber dari pihak pembeli buah musiman yaitu sebagai berikut :
70
No Nama Pekerjaan Pembeli Buah
1. Mustamim Wiraswasta Kelengkeng
2. Suroso Pedagang Duku
3. Poyo Serabutan Durian
4. Sukemi Pegawai Swasta Duku
Perjanjian yang dilakukan oleh penjual dan pembeli di Kecandran ini sebenarnya sudah lama dilakukan, sebagaimana temuan penulis dalam
wawancara dengan narasumber.
“sistem jual beli musiman ini sudah dilakukan sejak lama mas, kira-kira sepeuluh tahun yang lalu”/wawancara dengan Bapak Muhadi penjual buah kelengkeng 20 Januari 2018.
“saya sudah melakukan jual beli musiman ini kira-kira hampir
limabelas tahun mas sudah cukup lama”/wawancara dengan Ibu Siti Mariyam penjual buah duku pada tanggal 14 Maret 2018.
Sistem jual beli yang dilakukan penjual dan pembeli yaitu sistem jual beli musiman.
“sistem jual beli disini dari sepuluh tahun terakhir ini menggunakan
sistem jual beli musiman, mengenai perjanjiannya mas, yaitu perjanjian telah sepakat untuk lima kali masa panen, dan apabila selama lima kali masa panen itu ada musim panen yang kurang baik atau gagal panen maka akan di ganti tahun
berikutnya”/wawancara dengan Bapak Mustamim pembeli buah kelengkeng 20 Februari 2018.
“jual beli musiman ini saya lakukan beberapa tahun terakhir ini