• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma - Strategi Dan Pola Komunikasi “IUWASH” (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi dan Pola Komunikasi Indonesia Urban Water Sanitation, and Hygiene dalam Menyalurkan Bantuan Masyarakat di Kecamatan Medan Belawan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma - Strategi Dan Pola Komunikasi “IUWASH” (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi dan Pola Komunikasi Indonesia Urban Water Sanitation, and Hygiene dalam Menyalurkan Bantuan Masyarakat di Kecamatan Medan Belawan)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/ Paradigma

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan

kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar

kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui

model-model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma (Moleong,

2005: 49). Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan

bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan

peneliti terhadap ilmu dan teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana

peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk

menjawab masalah penelitian. Pada umumnya paradigma diartikan sebagai cara atau

sudut pandang yang dipakai oleh seseorang atau satu kelompok dalam melihat,

memandang, atau mendekati suatu gejala yang ada dan atau yang muncul dalam

masyarakat. Secara umum, paradigma penelitian diklasifikasikan dalam 2 kelompok

yaitu penelitan kuantitatif dan penelitian kualitatif.

Masing-masing paradigma atau pendekatan ini mempunyai kelebihan dan juga

kelemahan, sehingga untuk menentukan pendekatan atau paradigma yang digunakan

dalam melakukan penelitian tergantung pada beberapa hal diantaranya, (1) jika ingin

melakukan suatu penelitian yang lebih rinci yang menekankan pada aspek detail yang

kritis dan menggunakan cara studi kasus, maka pendekatan yang sebaiknya dipakai

adalah paradigma kualitatif. Jika penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

kesimpulan umum dan hasil penelitian didasarkan pada pengujian secara empiris,

maka sebaiknya digunakan paradigma kuantitatif dan (2) jika penelitian ingin

menjawab pertanyaan yang penerapannya luas dengan objek penelitian yang banyak,

maka paradigma kuantitatif lebih tepat, dan jika penelitian ingin menjawab pertanyaan

yang mendalam dan detail khusus untuk satu objek penelitian saja, maka pendekatan

naturalis lebih baik digunakan. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(2)

2.1.1 Paradigma Positivisme

Positivik atau dikenal dengan sebutan “Positivisme logis” adalah aliran dari

paradigma pemikiran dalam filsafat yang menjelaskan mengenai gejala sosial, yang

kebenarannya hanya dapat diuji dengan pengamatan ilmiah. Paradigma positivisme

dinyatakan sebagai paradigma tradisional, eksperimental, atau paradigma emprisistis

yang dikembangkan oleh para ahli sosiologi. Auguste Comte adalah orang pertama

kali yang menggunakan istilah “positivism” dalam bukunya The Course Of Positive Philosophy yang diterbitkan pada tahun 1838 (Silalahi, 2009: 68).

Auguste Comte sering disebut sebagai “Bapak Positivisme” karena aliran

filsafat yang didirikannya disebut sebagai “positivisme”. Arti positif bagi Auguste

Comte adalah nyata, tidak khayak. Ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta

diarahkan untuk mencapai kemajuan. Oleh sebab itu Comte mengartikan positif itu

adalah nyata. Disebut ilmu pengetahuan positif apabila pengetahuan tersebut

memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata tanpa ada halangan pertimbangan

lainnya. Ini dapat dilakukan dengan mengukur isinya yang positif dan kebenaran

positif, seperti yang dilakukan dalam pengamatan sosial kontemporer. Metode positif

Auguste Comte menempatkan akal pada tempat yang sangat penting. Ia menolak

anggapan bahwa manusia disebut sebagai “animal rational”. Hanya manusialah yang

mampu memakai akalnya untuk mengubah tingkah laku dan perbuatannya dalam

menyesuaikan diri dengan alam sekitar (Mantra, 2004: 22).

Di pemikiran positivisme, tiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti

tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan untuk menemukan

hukum-hukum seragam melalui ilmu pengetahuan positivis. Dalam pelaksanaan penelitian,

hasil penelitian yang menggunakan pendekatan positivisme dianggap sebagai fakta

objektif, sebagai data yang tidak diganggu oleh value judgements dan idelogy dari para ahli. Hasil observasi menggunakan kriteria-kriteria objektif tertentu yang dapat

dikonfirmasi oleh ahli lain. Akurasinya dapat diperiksa melalui replikasi, yaitu melalui

repetisi dari satu seri pengamatan atau eksperimen dibawah kondisi yang sama. Dari

(3)

manusia. Observasi-observasi perilaku berdasarkan pengukuran objektif akan

membuatnya mungkin menghasilkan pernyataan sebab dan akibat. Teori kemudian

dapat dipikirkan untuk menjelaskan perilaku yang diobservasi. Positivisme juga

menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasioanal yang menyatakan

informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak

mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam

bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi ( Silalahi,2009: 72-73)

Secara epistimologis paradigma ini adalah dualisme dan objetivism. Dualisme

karena peneliti dan objek kajian terpisah dan independen satu sama lain. Dan

objektifitas karena antara peneliti dan yang diteliti tidak saling mempengaruhi.

Penelitian dilakukan seolah-olah hanya satu arah, tidak ada interaksi antara keduanya

jadi tidak ada keraguan bahwa sistem nilai yang dianut para peneliti akan

mempengaruhi objek kajian, begitu juga sebaliknya. Asusmsi aksiologis positivisme

adalah value free: artinya, artinya hubungan antara peneliti dengan objek kajian, individu atau komunitas adalah beebas nilai, maksudnya bahwa sistem nilai yang

dianut oleh peneliti harus tidak memepengaruhi penelitian yang sedang dilakukan,

begitu pula sistem nilai yang dibawa oleh responden (objek kajian), tidak

mempengaruhi kegiatan penelitian, dengan demikian hasil penelitian adalah objektif.

Dan asumsi metodologi positivism adalah experimental dan manipulatif: pertanyaan dan atau hipotesi diformulasikan sebelum pengumpulan data, mengikuti setting

natural science yang mengikut. 2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi

Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama. Para ahli mendefenisikan komunikasi

menurut sudut pandang mereka masing-masing. Hoveland mendefenisikan komunikasi

(4)

lebih yang semula monopoli oleh satu atau beberapa orang) (dalam Fajar, 2009:

31-32)

Harold Laswell juga mendefenisikan komunikasi berdasarkan pertanyaan yang

dapat menjawab bagaimana proses komunikasi berlangsung. Pertanyaan yang

dikemukakan Laswell sebagai berikut: Who Says what In Which Channel To Whom With What Effect? (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana (Wiryanto, 2005: 5-6). Berdasarkan pertanyaan yang dibuat oleh

Laswell, pertanyaan tersebut diharapkan dapat menjadi defenisi komunikasi organisasi

yang mudah dimengerti. Dengan kata lain komunikasi adalah sebuah proses

pengiriman pesan dari komunikator (Pengirim) kepada komunikan (penerima) melalui

media atau saluran untuk mendapatkan pengaruh atau dampak dari pesan yang

diterima.

Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan

umat manusia. Kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan sesamanya dan sifat

manusia untuk menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain,

merupakan awal keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui

lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti

setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal (Cangara, 2007: 5).

Komunikasi pada dasarnya dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan. Peristiwa

komunikasi dapat berlangsung tidak saja dalam kehidupan manusia, tetapi juga dalam

kehidupan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk hidup lainnya. Namun

demikian, objek pengamatan dalam komunikasi difokuskan pada peristiwa-peristiwa

komunikasi dalam konteks hubungan antarmanusia atau komunikasi antarmanusia

(human communication) (Ardianto dan Harun, 2011: 19).

Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang

menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi

hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan

efek. Unsur-unsur tersebut juga bisa disebut sebagai komponen atau elemen

(5)

massa ataupun komunikasi antarpribadi akan melibatkan elemen komunikasi. Berikut

ini adalah beberapa unsur atau elemen yang penting dalam komunikasi.

1. Komunikator

Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber (source) atau pengirim pesan, yaitu dimana gagasan, ide atau pikiran berasal, yang kemudian

disampaikan kepada pihak lainnya, yaitu penerima pesan. Sumber atau

pengirim pesan sering dikenal dengan komunikator. Sebagai pelaku utama

dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan yang sngat

penting, terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Komunikator

bisa jadi adalah individu, kelompok, bahkan organisasi.

2. Pesan

Pesan memiliki wuj ud (physical) yang dapat dirasakan dan diterima indra. Dominick mendefenisikan pesan sebagai the actual physical product that the source encodes (produk fisik aktual yang telah diendkoding sumber. Pesan sering kali dianggap sebagai informasi yang sed ang dibicarakan oleh pengirim

dengan penerima. Pesan dalam komunikasi bisa disampaikan dalam bentuk

bahasa verbal ataupun nonverbal.

3. Saluran

Saluran atau channel adalah jalan yang dilalui pesan untuk sampai pada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau channel. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam

komunikasi antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi.

Selain indra manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat,

telegram.

4. Komunikan atau penerima.

Penerima atau komunikan atau sering disebut juga audiens adalah sasaran atau

target dari pesan. Penerima dapat berupa satu individu, satu kelompok,

lembaga, atau bahkan suatu kumpulan besar manusia yang tidak saling

mengenal.

(6)

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dirasakan, dan dilakukan

oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi

pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang. Oleh karena itu,

pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada

pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.

Setiap penjelasan beberapa unsur diatas menjelaskan bahwa unsur memiliki

peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi. Bahkan unsur

tersebut saling tergantung satu sama lain. Artinya, tanpa keikutsertaan unsur akan

memberi pengaruh pada jalannya komunikasi.

Selain didukung oleh unsur- unsur atau elemen penting dalam komunikasi,

komunikasi juga memiliki fungsi dan tujuan. Rudolph F. Verderber mengemukakan

bahwa komunikasi itu mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk

tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan

memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu, seperti: apa yang

akan kita makan pagi hari, apakah kita akan kuliah atau tidak, bagaimana belajar akan

menghadapi tes. Sebagian keputusan ini dibuat setelah berkonsultasi dengan orang

lain. Sebagian keputusan bersifat emosional, dan sebagian lagi berdasarkan

pertimbangan yang matang. Komunikasi selalu menjadi kegiatan yang penting untuk

setiap orang tidak terkecuali pada saat apapun. Komunikasi juga dapat berfungsi untuk

pembentukan diri seseorang. Dengan berkomunikasi kita dapat mengenal atau

memandang diri kita sendiri melalui orang lain dengan cara saling berkomunikasi.

2.2.1.1 Model Komunikasi

Model atau representasi dari suatu fenomena dengan menonjolkan unsur-unsur

penting dari fenomena tersebut. Menurut Littlejohn, dalam pengertian luas model

menunjuk pada setiap represntasi simbolis dari suatu benda, proses atau gagasan ide.

Dengan demikian model dapat diartikan sebagai representasi dari suatu peristiwa

komunikasi. Model komunikasi digunakan untuk menjelaskan proses komunikasi

(7)

statis hingga ke yang sifat dinamis. Melalui model-model komunikasi dapat dilihat

faktor-faktor yang terlibat dalam proses komunikasi. Menurut ahli komunikasi,

Gordon Wiseman dan Larry Barker, model komunikasi mempunyai tiga fungsi yaitu

(Fajar, 2009: 89-90) :

1. Melukiskan proses komunikasi. 2. Menunjukkan hubungan visual.

3. Membantu dalam menemukan dan memperbaiki kemacetan informasi

Model- model komunikasi memberikan gambaran tentang struktur dan hubungan

fungsional dari unsur atau faktor yang ada dalam suatu sistem. Melalui model kita

akan dapat memahami dengan lebih mudah dan komprehensif mengenai struktur dan

fungsi da ri unsur yang terlibat dalam proses komunikasi,baik dalam konteks

individual, diantara dua orang atau lebih, kelompok atau organisasi maupun dalam

konteks komunikasi dengan masyarakt secara luas (Fajar, 2009: 90).

Ada beberapa jenis model komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan

pesan kepada peneriman, yaitu komunikasi satu tahap, komunikasi dua tahap, dan

komunikasi tahap ganda.

2.2.1.1.1 Model Komunikasi Satu Tahap (One Step Flow)

One step flow communications atau komunikasi satu tahap merupakan proses dimana komunikator dapat mengirim pesan (sesuai dengan tujuan instansinya)

langsung kepada komunikan/masyarakat , sehingga akan timbul kemungkinan terjadi

proses komunikasi satu arah (tidak ada respon dari masyarakat) atau proses

komunikasi dua arah (adanya umpan balik dari masyarakat). Dalam hal ini petugas

atau komunikator harus dapat membedakan pesan-pesan yang disampaikan dengan

cara komunikasi satu tahap (Widjaja, 1986: 89). Model ini menyatakan bahwa media

massa sebagai saluran komunikasi langsung berpengaruh pada audiens, tanpa

(8)

antara model jarum hipodermis dengan model komunikasi satu tahap terletak pada

kenyataan bahwa (Depari dan MaCandrews, 1988: 20)

2.2.1.1.2 Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow)

Model komunikasi dua tahap merupakan salah satu model komunikasi yang digunakan

untuk menjangkau masyarakat atau massa yang cukup banyak. Lazarsfeld dan Menzel

menyatakan:

“Studi yang mereka lakukan mencoba untuk mengetahui seberapa jauh mass media berperan dalam perubahan. Hasilnya mengejutkan,mengingat bahwa pengaruh media massa kecil sekali. Orang lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan antar pribadinya dalam menentukan keputusan politiknya daripada dipengaruhi oleh mass media (media massa)”

Pernyataan yang diungkapkan oleh Lazarsfeld dan Menzel membuktikan bahhwa

penggunaan media massa masih belum menjamin orang lain untuk menentukan

keputusan melainkan komunikasi yang digunakan secara pribadi dapat lebih

memudahkan seseorang untuk menentukan keputusan. Model komunikasi dua tahap

merupakan salah satu cara atau proses yang digunakan oleh seseorang yang memiliki

kepentingan untuk menyampaikan informasi selain menggunakan media massa.

Model komunikasi dua tahap ini , dalam prosesnya mengalami beberapa tahap,

yakni: tahap pertama, dari sumber informasi kepemuka pendapat, tahap ini merupakan

proses pengalihan informasi; tahap kedua dari pemuka pendapat dilanjutkan kepada

pengikutnya atau dilanjutkan kemasyarakat yang lebih banyak lagi, tahap ini

merupakan proses penyebarluasan. Model komunikasi dua tahap dapat membantu

untuk menempatkan perhatian pada peranan media massa yang dihubungkan dengan

komunikasi antarpesona. Berbeda dengan model jarum hipordermik yang senantiasa

memandang massa sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari individu-individu yang

pasif terikat pada media tetapi terpisah hubungan sosialnya, maka model komunikasi

dua tahap memandang massa sebagai individu-individu yang aktif berinteraksi

(Ardianto dan Erdinaya, 2004: 67).

(9)

jika variasi dari pemuka pendapat bersifat negatif maka hal ini menyebabkan

terjadinya pengikisan (erosi) volume informasi. Dengan perkataan lain, para opinion leader ini menjadi “kunci” atau “penjaga gawang”.Penggunaan pemuka pendapat dalam model komunikasi dua tahap ini untuk mempermudah sebuah kepentingan,

terutama dalam kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat yang cukup banyak.

Hal tersebut dikarenakan pemuka pendapat lebih mengetahui sifat-sifat dari

masyarakat dan dapat mempermudah pemuka pendapat melancarkan proses

komunikasinya (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 68).

2.2.1.1.3 Komunikasi Banyak Tahap (Multi Step Flow Communications)

Model komunikasi banyak tahap menyatakan bahwa bagi lajunya komunikasi

dari komunikator terdapat sejumlah saluran yang berganti-ganti. Artinya, beberapa

komunikan menerima pesan langsung dari komunikatormelalui saluran media massa

lalu menyebrkannya kepada komunikan lainnya. Pesan terpindahlan beberapa kali dari

sumbernya melalui beberapa tahap (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 70). Suatu jenis

pesan dari suatu instansi tidak selamanya dapat dilakukan dengan satu arah dan dua

arah, karena ada jenis pesan yang disampaikan melalui banyak cara, misalnya pemuka

pendapat memperkenalkan produksinya, disamping lewat tatap muka (door to door) dengan mendatangi rumah-rumah penduduk dan menawarkan hasil produksinya,

disamping itu juga dipakai cara menggunakan pedagang tertentu kemudian diteruskan

kepada masyarakat (two step flow communications). Disamping itu, cara ini juga digunakan melalui pemasangan iklan lewat surat kabar, majalah, radio amatir, RRI dan

sebagainya, sehingga langkah-langkah yang ditempuh oleh komunikator

barmacam-macam (Widjaja, 1986: 90).

2.2.2 Komunikasi Pembangunan

Pembangunan sebagai sebuah kegiatan nyata dan berencana, menjadi menonjol

sejak selesainya Perang Dunia II. Dengan merdekanya bangsa-bangsa yang tadinya

berada dibawah jajahan negara kolonial, maka sejak saat itu pulalah mereka mulai

berkesempatan untuk membenahi nasib masing-masing, dalam arti membangun negara

(10)

secara tersamar mendefenisikan pembangunan dalam arti apa yang dikerjakan

pemerintah untuk (dan bagi) rakyatnya. Keputusan-keputusan tentang pembangunan

yang diperlukan dibuat oleh pemerintah nasional di ibukota negara kemudian

pelaksanaannya melalui program-program pembangunan dijalankan oleh

pegawai-pegawai pemerintah yang berhubungan dengan masyarakat guna memberitahukan

serta mengajak mereka untuk mengubah beberapa aspek tingkah laku mereka.

Pembangunan sebagai proses perubahan sosial menuju ke tataran hidup

masyarakat yang lebih baik, bukanlah merupakan fenomena baru. Peradaban manusia

tidak akan mencapai wujudnya yang sekarang, apabila tidak terjadi proses perubahan

sosial yang terus menerus, meskipun dengan intensitas yang bervariasi, pada masa

yang lalu. Akan tetapi, pembangunan sebagai upaya manusia yang sadar, terencana

dan melembaga, merupakan fenomena unik abad 20 ini, lebih dari suatu proses yang

bebas nilai. Pembangunan memperoleh sifat sebagai konsep transcendental, sebagai

meta-diciplinary phenomenon, bahkan memperoleh bentuk sebgai ideology. Pembangunan juga dianggap sebagai proses perubahan dari situasi nasional yang satu

ke situasi nasional yang lain yang lebih tinggi. Dengan kata lain, pembangunan

menyangkut proses perbaikan (Ardianto dan Harun, 2011: 11-12)

Inayatullah juga mengatakan bahwa sebuah pembangunan adalah suatu

perubahan menuju pola masyarakat yang memungkinkan terwujudnya nilai-nilai

manusiawi yang lebih baik, yang memungkinkan suatu masyarakat memperluas fungsi

pengawasannya terhadap lingkungan mereka serta atas tujuan politik mereka sendiri,

dan memperkenakan setiap pribadi untuk mengatur diri secara lebih bebas (Rogers,

1985: 163). Pembangunan sebagai suatu alternatif untuk menyeimbangkan setiap

negara sehingga tidak lagi ada negara miskin dan negara kaya. Negara-negata yang

lebih maju harus mampu bekerja sama dan mendorong negara yang tertinggal untuk

lebih maju dan seimbang dengan negara maju lainnya. Menurut Servaes (dalam

Nasution, 2002: 25)masalah keterbelakangan atau ketertinggalan yang terdapat di

negara miskin dapat diatasi dengan penerapan (yang kurang lebih secara mekanisitik)

sistem ekonomi dan politik yang ada di Barat ke negara-negara dunia ketiga.

(11)

adalah dalam hal derajat (degree), ketimbang jenis pembangunan itu sendiri. Karena itu unsur sentral pemikiran pembanguan ketika itu adalah metafora pertumbuhan

growth” dan mengidentikkan pertumbuhan dengan kemajuan “progress”. Pemikiran seperti inilah yang menimbulkan kesan seolah-olah pembangunan adalah sesuatu yang

organik, tetap ada (immanent), terarah (directional), kumulatif, purposif, dan tidak dapat diubah lagi (irreversible) (Nasution, 2002: 25)

Munculnya alternatif-alternatif terhadap paradigma lama tentang pembangunan

menyiratkan bahwa peranan komunikasi dalam pembangunan juga harus berubah.

Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang saling

mendukung, tidak bisa dipisahkan. Secara konseptual, komunikasi dan pembangunan

memandang perubahan sebagai proses sosial yang tak terpisahkan dalam kehidupan

masyarakat. Dengan komunikasi, setiap individu dan kelompok dalam masyarakat

mampu melihat, menafsirkan, dan memaknai tentang diri, dan realitas sosialnya.

Proses inilah yang kemudian dikenal dengan efek perubahan sebagaimana defenisi

komunikasi yang telah kita pahami. Jika komunikasi didefenisikan sebagai usaha atau

tindakan yang mengarah pada perubahan, perubahan didefenisikan sebagai proses

pembangunan yang terencana, sistematis, dan menyeluruh dari suatu kondisi menuju

kondisi yang lebih baik lagi. Pada konteks ini, komunikasi dipandang sebagai sarana,

alat atau saluran penyampaian ide dan gagasan pembangunan (Dilla, 2007: 113-114).

Sedangkan rumusan yang lebih sederhana lagi dikemukakan oleh Widjaja A.W

dan Hawab, serta Arsyik (dalam Dilla, 2007: 115) mengartikan komunikasi

pembangunan sebagai komunikasi berisi pesan-pesan pembangunan. Komunikasi

pembangunan ini ada pada segala macam tingkatan, dari seorang petani sampai

pejabat, pemerintah dan negara, termasuk juga didalamnya dapat berbentuk

pembicaraan kelompok, musyawarah pada lembaga resmi siaran, dan lain-lain.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komunikasi pembangunan merupakan suatu

inovasi yang diterima oleh masyarakat melalui proses komunikasi (Dilla, 2007: 115).

(12)

about development”. Komunikasi sebagai perangkat alat yang dapat mewujudkan sebuah pembangunan Kehadiran komunikasi pembangunan dipandang sebagai suatu

perwujudan respons dari kalangan disiplin komunikasi untuk menjawab tantangan dan

tuntutan pembangunan. Respons tersebut sama dengan tumbuhnya kontribusi dari

berbagai disiplin ilmu yang lain, yang juga mengkhususkan diri bagi pelaksanaan

pembangunan seperti: ekonomi pembangunan, administrasi pembangunan, sosiologi

pembangunan dan lain sebagainya. Hal itu sekaligus menandakan bahwa

pembangunan sebagai suatu fenomena sosial, yang menuntut perlakuan dan

penanganan khusus, terutama mengingat berbagai faktor yang mempengaruhinya,

seperti: waktu, biaya, keterlibatan masyarakat, lingkup dan besaran kegiatan, serta

efek yang ditimbulkannya bagi kehidupan sosial secara menyeluruh (Dilla, 2007: 115).

Komunikasi mempunyai peranan penting dalam pembangunan, adapun peran

komunikasi yang bisa dilakukan dalam pembangunan adalah (Dilla, 2007: 124-125)

a. Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap, mental, dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi.

b. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan baru, baca tulis, hingga lingkungan.

c. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.

d. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis bagi kepribadian.

e. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi sebagai perangsang untuk bertindak.

f. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan harmonisasi massa transisi.

g. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi membuat keputusan dalam masyarakat.

h. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat tradisional dengan pengetahuan massa melalui informasi.

i. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan, sebagai sesuatu yang mengatasi kesetian-kesetian lokal.

j. Komunikasi dapat membantu eksistensi mayoritas populasi sebagai warga negara, sehingga membantu meningkatkan aktivitas politik.

(13)

l. Komunikasi dapat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri

Hal utama yang dilakukan komunikasi pembangunan adalah membuka

pemahaman, wawasan berpikir, pengayaan pengetahuan dan keterampilan, serta

pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh. Sebagai proses perubahan dan

pembaharuan masyarakat, pembangunan membutuhkan kontribusi komunikasi, baik

sebagai bagian dari kegiatan masyarakat maupun sebagai ilmu yang terus berkembang

dari waktu ke waktu. Berbagai gejala sosial yang diakibatkan oleh proses tersebut,

telah memberikan inspirasi bagi penemuan konsep baru dalam bidang komunikasi.

perilaku komunikasi suatu kelompok masyarakat terus berubah mengikuti perubahan

yang diakibatkan oleh proses perubahan sehingga proses adaptasi juga terus

berlangsung. Akhir dari proses adapatasi akan mempermudah penemuan konsep

komunikasi yang akan ikut memetakan berbagai problema pembangunan yang

muncul, mengikuti arus perubahan dan pembaharuan yang hampir tidak pernah

mengenal kata akhir.

Komunikasi pembangunan bersifat timbal balik mementingkan adanya dialog

antara kedua belah pihak yang memberikan penerangan atau menyampaikan pesan

dengan pihak yang menerima pesan/penerangan, dan antara khalayak sendiri. Arus

penerangan bukan saja mengalir dari atas kebawah, tetapi juga dari bawah ke atas

dalam bentuk umpan balik. Untuk itu kegiatan komunikasi sosial dan pembangunan

yang bersifat timbal balik harus dikembangkan antara pemerintah dan masyarakt,

antara masyarakat dan pemerintah, dan antara golongan-golongan dalam masyarakat

sendiri. Banyak proses pembangunan tidak mencapai sasarannya hanya karena

rendahnya frekuensi informasi dan komunikasi kepada masyarakat sehingga tidak

menimbulkan tingkat partisipasi yang memadai. Padahal, partisipasi masyarakat

sangat penting bagi usaha pencapaian tujuan pembangunan. Partisipasi menjadi sebuah

sarana untuk mengikat hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Dengan

adanya partisipasi masyarakat selain mempermudah berlangsung proses komunikasi

dan penerimaan informasi juga mengikat hubungan yang lebih baik lagi antara

pemerintah atau lembaga swasta dengan masyarakat yang menjadi sasaran

(14)

2.2.2.1 Partisipasi dan Komunikasi Pembangunan

Partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota sistem sosial dalam proses

pengambilan keputusan. Tingkat partisipasi anggota sistem sosial dalam pembuatan

keputusan berhubungan positif dengan kepuasan mereka terhadap keputusan inovasi

kolektif. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan untuk mewujudkan

pembangunan sangat diperlukan, karena oembangunan yang berhasil harus didukung

oleh semua komponen bangsa, agar masyarakat memiliki sense of belonging (rasa memiliki) dan sense of responbility (rasa tanggung jawab terhadap pembangunan itu sendiri).

Pembangunan sebenarnya merupakan suatu proses perubahan yang

direncanakan atau dikehendaki. Setidaknya pembangunan pada umumnya merupakan

kehendak masyarakat yang terwujud dalam keputusan-keputusan yang diambil oleh

pemimpinnya, yang kemudian disusun dalam suatu perencanaan yang selanjutnya

dilaksanakan. Pembangunan mungkin hanya menyangkut suatu bidang kehidupan saja,

namun mungkin dilakukan secara simultan terhadap pelbagai bidang kehidupan yang

saling berkaitan. Di samping tujuan-tujuan yang direncanakan dan dikehendaki, tidak

mustahil pembangunan mengakibatkan terjadinya dampak pada subsistem

kemasyarakatan.

Fokus dalam partisipasi masyarakat pada era 80-an telah menjadi saksi dari

meningkatnya pengakuan terhadap pemerintahan nasional, agensi multilateral, dan

Lembaga Swadaya Masyarakar (LSM) sebagai kepentingan pembangunan aspek

sosial. Ada dua hal yang diperhatikan dalam partisipasi dalam komunikasi

pembangunan (Ardianto dan Harun, 2011: 256-261).

1. Operasional Partisipasi

Ascroft dan Masilela, dalam Melkote memaparkan bahwa konsep dan proses dari

partisipasi ditetapkan dengan kurang baik dan internalnya tidak konsisten, abstrak dan

ambigu dalam ilmu sosial. Usaha operasionalisasi dalam bagian ini menggeser

paradigma dominan yang berinkarnasi secara halus, partisipasi diartikan sebagai

(15)

kebutuhan dasar dan partisipasi sebagai sebuah akhir pendekatan (Ardianto dan Harun,

2011: 256-257)

Kebutuhan akan berpikir, mengekspresikan diri sendiri, memiliki kelompok,

diakui sebagai individu, dihargai dan dihormati adalah penentu krusial yang

berpengaruh atas kehidupan seseorang, yang merupakan esensi pembangunan individu

seperti halnya pada makan, minum, dan tidur. Dan partisipasi dalam aktivitas

bermakna adalah sebuah alat yang mengantarkan kebutuhan-kebutuhan di atas

terpenuhi. Partisipasi sebagai sebuah proses pemberian kuasa kepada masyarakat

sehingga diberikan wewenang agar dapat mengatur dan berpendapat demi

pembangunannya sendiri. Meski secara politiknya sedikit beresiko kepada kuasa yang

lebih tinggi, tetapi juga merupakan konsekuensi yang ideal dari partisipasi. Di sini

individual aktif dalam program dan proses pembangunan, mereka berkontribusi,

mengambil inisiatif, mengartikulasikan kebutuhan dan permasalahan mereka, dan

menonjolkan otonomi masing-masing (Ardianto dan Harun, 2011: 257).

2. Forum-forum Dialogis Kalangan Bawah

Jika pembangunan memiliki relevansi dengan orang-orang yang paling

memerlukannya, pembangunan tersebut harus dimulai dari awal kebutuhan riil dan

masalah muncul, misalnya didaerah pedesaan yang miskin, perkampungan kumuh

dikota, dan lain-lain. Orang-orang yang hidup dalam lingkungan tersebut harus

didorong untuk menemukan kebutuhan riil dan mengidentifikasikan masalah riil

mereka. pada skala yang luas, orang-orang ini belum mampu melakukannya karena

kurangnya partisipasi riil dalam strategi pembangunan yang dapat mengatasi masalah

mereka. Strategi-strategi komunikasi alternatif sebagai pendekatan bottom-up menjadi klise dan kurang substansial.

Beberapa pendekatan yang lebih baru memilih partisipasi aktif rakyat dan

masyarakat kalangan bawah lainnya dalalm membangun negara. Dilihat dari luar, ini

menandakan perubahan positif dari pendekatan preskriptif awal yang hierarkis.

Namun, struktur dominasi elit tidak terpengaruh. Dalam pendekatan-pendekatan

(16)

berpartisipasi dalam aktivitas swadaya, namun solusi dasar untuk masalah lokal telah

dipilih oleh badan-badan pembangunan eksternal. Sering kali, partisipasi masyarakat

diarahkan karena tujuan proyek pembangunan adalah untuk mendapatkan kerja sama

formal dan nonformal yang lebih baik, dan lain-lain. Dengan demikian masyarakat

kalangan bawah diikutsertakan dalam aktivitas yang akan memenuhi kebutuhan

konsumen barang-barang industri mereka dalam waktu jangka panjang. Oleh karena

itu, partisipasi merupakan cara untuk mengakhiri ketergantungan massa yang lebih

besar terhadap pasar yang dikendalikan oleh kaum elit, baik nasional maupun

internasional. Meski demikian, partisipasi sesungguhnya harus melebihi tujuan

pragmatik seperti tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kebiasaan hidup sehat yang

lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, dalam tindakan sosial dan politik yang

dilakukan oleh massa disemua tingkat. Tujuan upaya-upaya memfasilitasi

conscientization rakyat pada struktur sosial, politik, dan spacial yang sangat pincang dalam masyarakt.

Freire menggunakan foto, gambar atau lukisan yang merepresentasikan realitas

yang ada. Kemudian diadakan suatu diskusi yang bertujuan untuk membedah segala

sesuatunya harus demikian adanya, apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki

situasi tersebut, dan lain-lain. Dengan kata lain jalur komunikasi digunakan dalam

pendekatan untuk memicu dialog, untuk membantu orang sama-sama berbicara dan

memahami satu sama lain. Dengan demikian, komunikasi merupakan suatu alat untuk

pembebasan dari belenggu mental dan psikologis yang mengikat rakyat pada situasi

yang ada. Dengan banyak cara, komunikasi menjalankan fungsi sejatinya, yaitu

mengomunikasikan atau membangun kesamaan (Ardianto dan Harun, 2011: 259-260).

2.2.2.2 Strategi Baru Komunikasi Pembangunan

Pemilihan startegi komunikasi merupakan hal yang utama dan penting dalam

perencanaan pembangunan. Menurut rogers fungsi komunikasi dalam konteks

pembangunan merupakan sebuah mekanisme untuk mendapatkan dukungan dan

partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan rencana pembangunan. Pemerintah

(17)

menyampaikan pesan sehingga efeknya sesuai dengan harapan. Para ahli komunikasi

terutama di negara-negara berkembang mempunyai perhatian yang sangat besar

terhadap strategi komunikasi dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan

nasional di negara masing-masing. Para ahli komunikasi memandang efektivitas

komunikasi bergantung pada strategi komunikasi yang digunakan (Dilla, 2007: 13).

Strategi baru komunikasi pembangunan menjadi hal penting dalam

menciptakan sebuah perencanaan pembangunan. Strategi baru komunikasi menjadi

lanjutan dari beberapa strategi yang sudah digunakan dalam pembangunan. Strategi

baru komunikasi diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam

pembangunan terutama terhadap masalah yang muncul dalam bidang komunikasi.

Pembangunan membutuhkan dukungan komunikasi untuk mencapai tujuannya oleh

karena itu diperlukannya strategi-strategi baru komunikasi pembangunan.

Agar komunikasi pembangunan lebih berhasil mencapai sasarannya serta dapat

menghindarkan adanya kemungkinan efek yang tidak diinginkan ada beberapa prinsip

dalam strategi komunikasi yang dirumuskan Rogers dan Adhikarya agar

permasalahan yang ada dapat diperkecil, dan prinsip-prinsip tersebut:

a. Penggunaan pesan yang dirancang khusus untuk khalayak yang spesifik. Sebagai misal, bila hendak menjangkau khalayak miskin pada perumusan pesan, tingkat bahasa, gaya penyajian, dan sebagainya disusun begitu rupa agar dapat dimengerti dan serasi dengan kondisi mereka.

b. Pendekatan “ceiling effect” yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan bagi golongan yang tidak dituju (katakanlah golongan atas) merupakan redundansi (tidak lagi begitu berguna karena sudah dilampaui mereka) atau kecil manfaatnya, namun tetap berfaedah bagi golongan khalayak yang hendak dijangkau. Dengan cara ini, dimaksudkan agar golongan khalayak yang benar-benar berkepentingan tersebut mempunyai kesempatan untuk mengejar ketertinggalannya, dan dengan demikian diharapkan dapat mempersempit jarak efek komunikasi.

c. Penggunaan pendekatan “narrow casting” atau melokalisir penyampaian pesan bagi kepentingan khalayak. Lokalisasi di sini berarti disesuaikannya penyampaian informasi yang dimaksud dengan situasi kesempatan di mana khalayak berada

(18)

e. Pengenalan para pemimpin opini di kalangan lapisan masyarakat yang berkekurangan, dan meminta bantuan mereka untuk menolong mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan.

f. Mengaktifkan keikutsertaan agen-agen perubahan yang berasal dari kalangan masyarakat sendiri sebagai petugas lembaga pembangunan yang beroperasi di kalangan rekan sejawat mereka sendiri.

g. Diciptakan dan dibina cara-cara atau mekanisme bagi keikutsertaan khalayak (sebagai pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri) dalam proses pembangunan, yaitu sejak tahap perencanaan sampai evaluasinya

Menurt AED ada empat strategi komunikasi pembangunan yang digunakan selama

ini, yaitu strategi-strategi yang didasarkan pada media yang dipakai, strategi-strategi

desain intruksional, strategi-strategi partisipatori, dan strategi-strategi pemasaran.

1. Strategi-strategi Berdasarkan media.

Para komunikator menggunakan strategi ini biasanya mengelompokkan kegiatan

mereka di sekitar medium tertentu yang mereka sukai. Strategi ini memang merupakan

teknik yang paling mudah, paling populer, dan tentunya yang paling kurang efektif.

Strategi media di sini secara tipikal memulai rencananya dengan mepertanyakan: “Apa

yang dapat saya lakukan dengan menggunakan radio?”. Bagaimana caranya agar saya

dapat menggunakan televisi untuk menyampaikan pesan saya?” Sejumlah penelitian

yang diarahkan pada strategi media tertentu telah dilakukan terutama untuk

mengetahui:”Media manakah yang terbaik?” Media apakah yang murah biayanya?”

Media apakah yang terbaik untuk mengajarkan, mempopulerkan, memantapkan, atau

mengingatkan suatu hal?”

Masing-masing strategi mencerminkan suatu rangkaian prioritas tertentu mengenai

bagaimana menggunakan komunikasi untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan

pembangunan. Kategori ini sendiri tidak dimaksudkan dalam arti yang kaku, karena

dalam kenyataannya bukan sedikit program komunikasi pembangunan yang

merupakan gabungan dari beberapa strategi. Gabungan-gabungan dari beberapa

strategi tersebut diupayakan untuk mengefektifkan berjalannya pembangunan yang

didukung oleh strategi komunikasi.

Ada beberapa peranan baru dalam komunikasi pembangunan yang digunakan

(19)

1. Komunikasi dan pengembangan kapasitas diri.

Rogers (dalam Dilla, 2007: 132) memberi jalan keluar permasalahan

pembangunan dinegara-negara Dunia Ketiga. Rogers menyarankan ide pembangunan

semestinya dimulai dari dalam diri masyarakat dalam rangka membangun kapasitas

dirinya. Kesadaran inilah yang akan menuntun pada perubahan yang lebih luas. Unsur

utama model pengembangan kapasitas atau pembangunan diri dalam strategi

komunikasi adalah partisipasi, sosialisasi, mobilisasi, kerja sama dan tanggung jawab

diantara individu-kelompok dalam perencanaan pembangunan. Upaya pengembangan

kapasitas diri dimaksudkan untuk memberikan pencerahan, penguatan, dan

pemberdayaan masyarakat dalam menggali, mengembangkan, dan meningkatkan

potensi dan kemampun mereka. Masyarakat harus berdiskusi bersama,

mengidentifikasikan kebutuhan, keinginan dan harapan termasuk memutuskan

tindakan mereka. Selanjutnya, memilih informasi dan media komunikasi yang paling

sesuai dengan kebutuhan mereka.

Havelock memberikan sebauh model problem solving untuk menekankan pada kebutuhan para pengguna dan diagnosa mereka sendiri terhadap permasalahannya.

Pada model ini, kebutuhan dan pemecahan dipelajari secara intensif. Posisi dan

dukungan komunikasi dimaknai sebagai sebauh mekanisme dalam perubahan pikiran,

sikap, dan tindakan sosial individu, kelompok, dan masyarakat. pada hal ini

masyarakat yang umumnya dari individu, keluarga, dan unit-unit kelompok lainnya,

merupakan kesatuan yang membutuhkan sentuhan pembangunan dalam

pengembangan kapasitasnya. Pengembangan yang dimaksud, meliputi usaha

perbaikan pendidikan dan kesehatan, dan pelayanan umum lainnya melalui upaya

penyebarluasan informasi dan penerangan. Dengan begitu masyarakat dapat mengenal,

mengetahui dan memahami kualitas, kemampuan dan potensi diri dan lingkungan

sekitarnya (dalam Dilla, 2007: 133).

Peranan komunikasi dalam konteks pengembangan kapasitas atau

pembangunan diri yang dikemukakan oleh Rogers berbeda dengan apa yang telah

(20)

pembangunan dalam paradigma dominan diposisikan sebagai pelayan dalam

mengumpulkan informasi teknis, bukan yang memberi petunjuk. Kini aliran-aliran

komunikasi ditujukan untuk merespons kebutuhan pihak yang menggunakannya.

Rogers merangkum peran utama komunikasi dalam berbagai upaya pembangunan diri

sebagai berikut (dalam Dilla, 2007: 134).

a. Menyediakan informasi teknis tentang berbagai masalah dan kemungkinan pembangunan, serta berbagai inovasi yang tepat untuk menjawab berbagai permintaan lokal.

b. Menyebarkan informasi tentang pencapaian-pencapaian pembangunan diri dari kelompok-kelompok lokal sehingga kelompok lain dapat memperoleh keuntungan dari pengalaman kelompok lainnya dan dapat menjadi motivasi untuk meraih pencapaian serupa.

Peran media komunikasi dalam kegiatan pengembangan kapasitas atau

pembangunan diri merupakan peran katalisator dalam perubahan ketimbang sebagai

penyebab tunggal. Yang terpenting saluran komunikasi tersebut dapat memprakarsai

suatu dialog antara para pengguna dan sumber, serta membantu mereka berdialog

bersama.

2. Menyempitkan jurang pemisah melalui redundansi.

Tichenor, Donohue dan Olien membuktikan bahwa munculnya kesenjangan

pengetahuan dan ketrampilan pada khalayak diakibatkan oleh informasi yang dapat

diakses, mediapun dapat meningkatkan ketidakseimbangan sosial-ekonomi di antara

para audiensnya. Namun, Shingi dan Mody membuktikan kekeliruan kesimpulan

tersebut pada sebuah eksperimen komunikasi yang mereka lakukan. Dalam studinya,

Shingi dan Mody menemukan bahwa media dapat menyempitkan jurang pemisah dan

membawa keuntungan sosial ekonomi, namun hal ini akan membutuhkan penggunaan

strategi komunikasi yang tepat. penemuan utama dari studi tersebut mengindikasikan

bahwa bagian-bagian dari audiens itu (misalnya: kelompok- kelompok berstatus

sosial-ekonomi rendah) yang sebelumnya sangat tidak acuh, akhirnya mereka

mendapatkan paling banyak keuntungan dari program televisi meski pengetahuan

mereka masih rendah dbandingkan para audiens yang berpengetahuan tinggi (dalam

(21)

Pada faktanya jurang pemisah tersebut dipersempit jika menggunakan

strategi-strategi komunikasi yang tepat dalam aktivitas-aktivitas difusi (Dilla, 2007: 140) :

a. Para petani kecil lainnya (masyarakat umumnya) yang berpengetahuan rendah dan dikategorikan terbelakang dalam akses informasi, selayaknya menyimak pertunjukkan di televisi dan diberi akses untuk memperoleh satu set penerima. b. Isi pesan selayaknya sederhana dan mudah dimengerti oleh para audiens

non-elit. Jika memang ada, jargon teknis selayaknya disederhanakan. Sumber-sumber berkredibilitas tinggi dan berkemampuan untuk dimengerti pun selayaknya dipergunakan.

c. Daya tarik dan penyajian informasi selayaknya disesuaikan dengan kondisi para audiens. Sehingga jika para audiens berpengetahuan lebih rendah, mereka dapat “mengejar” kemampuan rekan pengimbang yang berpengetahuan lebih tinggi, yang mungkin akan menemukan kekurangan nilai dan daya tarik dalam pesan-pesan tersebut yang berhubungan dengan redudansi.

Bagaimana pun strategi ini perlu dibangun agar menjadi proyek pendukung

pembangunan yang on going, fleksibel, adaptif, institusional, dan berkesinambungan sehingga dapat mencapai tujuan. Dengan informasi intensif dari berbagai media

komunikasi, usaha pembangunan yang mengandung resiko pun akan mudah dicapai.

Sebaliknya, strategi yang tidak sesuai akan berdampak pada ketiadaan, perubahan

perilaku yang signifikan diantara para penerimanya.

3. Menanggulangi bias Pro-Literacy.

Fakta membuktikan bahwa mayoritas masyarakat di negara Dunia Ketiga

berstatus sosial-eknomi rendah dan merupakan orang-orang yang illiterate. Kondisi kemiskinan dan ketergantungan akibat pembangunan tidak memihak rakyat, membuat

mereka mengalami keterbelakangan dalam segala aspek kehidupan. Buta aksara

(huruf), miskin informasi, miskin pengetahuan dan keterampilan yang rendah, serta

terisolir dalam pergaulan dunia merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari.

Bias pro-literacy ini muncul akibat kekeliruan penafsiran sumber komunikasi yang memposisikan para audiensnya sebagai seseorang yang memiliki keahlian utama dan

pendukung terhadap pesan yang disampaikan. Bahkan tidak jarang, saluran-saluran

komunikasi yang ada menganggap para audiens memiliki pengetahuan dan pendidikan

formal dan informal. Strategi tersebut diterapkan dengan memadukan ide

(22)

yang dimiliki diterapkan pada kaum miskin pedesaan dan perkotaan (Dilla, 2007:

141).

Bias pro-literacy ini telah menjadi pembatas dan penghalang utama difusi informasi pada audiens illiterate dan proliterate. Kondisi ini mencegah strategi penyaringan informasi, pengetahuan, dan berbagai keahlian pada para audiens illterate yang secara kebetulan bagian terbesar dari populasi di daerah pedesaan. Sementara itu,

hal tersebut telah mengarahkan akses informasi ysng lebih mudah bagi

kelompok-kelompok elit di daerah-daerah pinggiran. Strategi komunikasi pembangunan yang

berorientasi kapada kebutuhan rakyat perlu mengidentifikasi dan menganggulangi bias

pro-literacy sebagai keseluruhan pendekatan pembangunan.

4. Memaksimalkan peran komunikator sebagai agen pembangunan

Sebagai suatu strategi komunikasi dalam perubahan sosial dan pembangunan,

dibutuhkan langkah-langkah operasional dalam penerapannya. Langkah ini ditempuh

dengan melibatkan berbagai pihak yang berkompeten dan berkepentingan sehingga

seluruh program pembangunan bisa berjalan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu,

dibutuhkan tenaga-tenaga terampil dan profesional, baik perorangan maupun

kelompok yang paham dibidangnya masing-masing. Melalui tenaga terdidik atau

terampil, diharapkan dapat memelopori, menggerakkan, membuka wawasan berpikir,

ataupun menyebarluaskan proses perubahan tersebut. Para tenaga tersebut memiliki

kualifikasi dan kemampuan sehingga disebut agen perubahan atau dalam istilah

populernya disebut agent of change. Para agen ini bisa saja berasal dari pemerintahan (governmnent) atau organisasi bukan pemerintahan (non government organization). Mereka terdiri dari: birokrat, politisi, kelompok profesi, Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), KSM, organisasi masyarakat dan lain-lain yang concern, peduli terhadap pemberdayaan masyarakat di tingkat bawah. Peran mereka sangatlah penting

dalam penerapan strategi ini (Dilla, 2007: 142).

Seorang agen (komunikator) mampu melakukan perubahan sikap, pendapat,

dan tingkah laku sasarnnya (komunikan) apabila dalam dirinya terdapat faktor-faktor

(23)

komunikator dipersepsi sebagai suatu kepercayaan dan kemampuan oleh penerima.

Hovland dalam penelitiannya mengatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh

komunikator yang berkredibilitas tinggi akan lebih banyak memberi pengaruh kepada

perubahan sikap dalam penerimaan pesan daripada disampaikan oleh komunikator

yang berkredibilitas rendah. Menurut Rakhmat, dalam berkomunikasi yang

berpengaruh terhadap komunikan bukan hanya apa yang akan disampaikan, melainkan

juga keadaan komunikator secara keseluruhan. Jadi, ketika komunikator

menyampaikan suatu pesan, komunikan tidak hanya mendengarkan pesan tersebut,

tetapi ia juga memperhatikan siapa yang menyampaikannya (dalam Dilla, 2007: 143).

pada tataran pragmatis, fungsi agen perubahan ini meliputi fungsi

pemberi-penerus informasi dan penghubung serta penjelas (explanation). Untuk tujuan tersebut, posisi dan status para agen perlu dibedakan antara orang dalam (insiders) atau orang luar (outsiders) sebab suatu perubahan membutuhkan pemahaman lebih lanjut. Peran orang dalam atau orang luar dalam kegiatan ini sangat menentukan

keberhasilan suatu ide, gagasan atau inovasi diterima atau ditolak. Melalui agen

perubahan suatu ide, gagasan, atau inovasi baru yang berguna dapat dipergunakan atau

diperkenalkan.

5. Menyusun pesan berorientasi kepada audiens

Pada saat agen pembangunan memutuskan untuk mengarahkan tujuannya pada

para audiens atau masyarakat, tugas terpenting yang harus dilakukan adalah

memotivasi, menggerakkan, dan mengajak audiens menjadi bagian penting dari proses

komunikasi. Di sini para audiens diajak berkomunikasi dengan menggunakan simbol,

tanda, atau bahasa yang dipahami bersama dengan mempertimbangkan kebutuhan dan

kepentingan mereka sebagai penerima pesan. Untuk masyarakat perkotaan yang

umumnya sudah memiliki banyak media, penyajian pesan harus disampaikan

sedemikian rupa sesuai dengan tingkat pendidikan dan kebutuhan. Kelompok yang

berstatus ekonomi lebih rendah amatlah berbeda dalam hal pendidikan, sistem-sistem

kepercayaan, pola-pola membuat keputusan, kebiasaan-kebiasaan berkomunikasi

(24)

efektifnya. Saat ini pesan utama masih tetap sama (keadaannya), kualitas pesan

(relevansi, desain, dan perlakuan) selayaknya dibuat bagi kelompok-kelompok

berstatus ekonomi sosial yang lebih rendah. Strateg komunikasi ini akan

membutuhkan evaluasi formatif para audiens, seperti persiapan profil audiens dan

studi penilaian kebutuhan, dan persiapan materi-materi prototipe harus diuji terlebih

dulu sebelum materi-materi tersebut diproduksi secara massal (Dilla, 2007: 145-146).

6. Memanfaatkan jasa teknologi komunikasi.

Pengaruh teknologi komunikasi telah menyebabkan berbagai macam jenis dan

bentuk perubahan dalam masyarakat. Demikian juga sebaliknya, dinamika perubahan

yang terus berlangsung dalam spektrum sosial masyarakat telah ikut mendorong

penemuan berbagai teknologi mutakhir, praktis, akurat, dan relevan. Karenanya,

teknologi dan dinamika sosial masyarakat saling mengisi dan mendukung.

Pemanfaatan jasa teknologi komunikasi pada perubahan sosial sangat membantu

kegiatan komunikasi pembangunan. Yang termasuk teknologi komunikasi di

antaranya: penyiaran televisi, perekam video-kaset, komputer, komunikasi satelit,

telepon, tele-konferensi, dan audio-konferensi. Sedangkan beberapa jenis teknologi

baru komunikasi secara umum disebut cyber communication (komunikasi dunia maya dan internet.

2.2.3 Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga

bahkan lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif di antara mereka satu sama

lainnya, terutama kelompok primer, intensitas hubungan diantara mereka merupakan

persyaratan utama yang dilakukan orang-orang dalam kelompok tersebut. Kelompok

memiliki tujuan dan aturan-aturan yang dibuat sendiri dan merupakan kontribusi arus

informasi di antara mereka sehingga mampu menciptakan atribut kelompok sebagai

bentuk karakteristik yang khas dan melekat pada kelompok itu. Kelompok yang baik

adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap muka yang intensif diantara

(25)

makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan sentimen-sentimen kelompok

serta kerinduan di antara mereka.

Kelompok juga memiliki tujuan-tujuan yang diperjuangkan bersama, sehingga

kehadiran setiap orang dalam kelompok diikuti dengan tujuan-tujuan pribadinya.

Dengan demikian, kelompok memiliki tujuan utama, yaitu tujuan masing-masing

pribadi dalam kelompok dan tujuan kelompok itu sendiri. Setiap tujuan individu harus

sejalan dengan tujuan kelompok, sedangkan tujuan kelompok harus memberi

kepastian kepada tercapainya tujuan-tujuan individu. Kelompok juga memberi

identitas terhadap individu, melalui identitas ini setiap anggota kelompok secara tidak

langsung berhubungan satu sama lain. Melalui identitas ini individu melakukan

pertukaran fungsi dengan individu lain dalam kelompok. Pergaulan ini akhirnya

menciptakan aturan-aturan yang harus ditaati oleh setiap individu dalam kelompok

sebagai sebuah kepastian hak dan kewajiban mereka dalam kelompok. Aturan-aturan

inilah bentuk lain dari karakter sebuah kelompok yang dapat dibedakan dengan

kelompok lain (Bungin,2007: 271-272).

Muhammad (2005) menjelaskan suatu kumpulan individu yang dapat

memepengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain,

berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan

berkomunikasi tatap muka. Komunikasi kelompok yakni kegiatan komunikasi yang

berlangsung diantara suatu kelompok. Pada tingkatan ini, setiap individu yang terlibat

masing-masing berkomunikasi sesuai dengan perandan kedudukannya dalam

kelompok. Menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan

komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih,

dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagai informasi, menjaga diri,

pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat meningkatkan karakteristik

pribadi anggota-anggotanya yang lain secara tepat.

Pesan atau informasi yang disampaikan menyangkut kepentingan seluruh

anggota kelompok, bukan bersifat pribadi. komunikasi kelompok juga bisa diartikan

(26)

sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan

memandang mereka menjadi salah satu bagian dari kelompok tersebut. (Fajar, 2009:

65).

Adapun karakteristik dari komunikasi kelompok antara lain (Fajar, 2009:66) :

a. Komunikasi dalam kelompok bersifat homogen.

b. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan tindakan pada saat itu juga.

c. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung.

d. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional dan emosional. e. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun

hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikasi interpersonal. f. Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan melalui dua hal, yaitu

norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana

orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu sama lainnya. Norma

oleh para sosiolog disebut juga dengan hukum ataupun aturan, yaitu perilaku-perilaku

apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok.

Sedangkan peran sebagai karakterisik komunikasi kelompok memiliki makna sebagai

aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Peran

dibagi menjadi tiga, yaitu peran aktif, peran partisipatif, dan peran pasif. Peran aktif

adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok karena kedudukannya di dalam

kelompok sebagai aktivis kelompok, seperti pengurus, pejabat, dan sebagainya. Peran

partisipatif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya

kepada kelompoknya, partisipasi anggota macam ini akan memberikan sumbangan

yang sangat berguna bagi kelompok itu sendiri. Sedangkan peran pasif adalah

sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, di mana anggota kelompok

menahan diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok

(27)

Keberadaan suatu komunikasi kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh

adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup

fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan

keputusan, serta fungsi terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan

masyarakat, kelompok, dan para anggota kelompok itu sendiri. Beberapa fungsi

tersebut mempunyai peranan masing-masing dalam kegiatan komunikasi kelompok.

Keberadaan komunikasi dalam kelompok membantu setiap masing-masing anggota

kelompok untuk membentuk kerja sama antara anggota menjadi lebih baik dan mampu

menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam kelompok.

Masalah yang muncul dalam kelompok kerap kali menjadi hal penting bagi

setiap anggotanya untuk mencari cara dalam penyelesaian masalah. Permasalahan

yang terjadi dapat saja diakibatkan kurangnya efektivitas dalam sebuah kelompok.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas kelompok, yaitu

1. Faktor situasional, meliputi: ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, dan kepemimpinan.

2. Faktor personal, meliputi: kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, dan peranan.

Aktivitas penting lainnya di dalam kelompok adalah pengambilan keputusan.

Pembuatan keputusan dalam kelompok berbeda dengan pemecahan masalah secara

individu karena adanya hubungan-hubungan interpersonal. Setiap kali dua orang atau

lebih bersama-sama menangani sebuah masalah, kendala-kendala interpersonal juga

timbul. Kendala-kendala tersebut meliputi kebutuhan untuk memperjelas

gagasan-gagasan kepada orang lain, mengatasi konflik, mengendalikan perbedaaan-perbedaan,

dan sebagainya. Perbedaan dasar antara pekerjaan tugas dan hubungan interpersonal

sudah menjadi sebuah hirauan utama dalam penelitian dan teori tentang komunikasi

kelompok kecil. Kedua jenis perilaku tersebut penting untuk menjadi produktif dan

setiap analisis tentang pemecahan masalah kelompok harus berhadapan dengan

keduanya. Para pendidik melihat komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan

yang efektif. para manajer menemuka komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat

untuk melahirkan gagasan-gagasan kreatif. Para psikiater juga mendapatkan bahwa

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tolak ukur apa saja yang dapat dikategorikan sebagai praktek bisnis curang dan bagaimana penyelesaian sengketa

judul “ Pengaruh Jumlah Dana Pihak ketiga dan Tingkat Margin Terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (Pada BRI Syariah Cabang Cirebon)”.

(3) Mengetahui terdapat peningkatan atau tidak kemampuan penalaran matematika setelah diterapkannya pendekatan konstruktivisme pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Plered.

analisis matematika pada bidang fisika atau mata kuliah fisika lainnya. Tingkat. analisis matematika yang digunakan rnenentukan tingkat kedalaman

Dalam hal ini, sekelompok masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Ali Wafa telah membuktikan bahwa meskipun pemerintah absen dalam hambatan dan kendala

Pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah aplikasi yang baru dapat diintegrasikan dengan aplikasi yang lama, basis data yang telah berjalan, ataupun sistem

Kelompok Kerja (Pokja) Khusus Unit Layanan Pengadaan (ULP) Atas Paket Pengadaan Jasa Konsultan Perencanaan Detail Desain Aplikasi Dan Rancangan Enterprise

“Stage Complete!” , jika tidak berakhir maka permainan masih berlanjut. Kemudian muncul tampilan Highscore