• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUSIK GAMAT SEBAGAI MUSIK PROSESI SEBUAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MUSIK GAMAT SEBAGAI MUSIK PROSESI SEBUAH"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MUSIK GAMAT SEBAGAI MUSIK PROSESI (SEBUAH TINJAUAN SOSIAL BUDAYA)

Oleh: Martarosa

Dalam Jurnal: ANTROPOLOGI FISIP Univesitas Andalas Padang, ISSN: 1410-8356 Tahun IV, No. 6. 2002.

I.

Manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa, dalam menciptakan

tata kehidupannya yang unik serta menandai eksistensinya sebagai

makhluk yang berbudaya. Budi daya manusia ditopang oleh

kemampuan berfikir, merasakan dan berbuat, ia mengembangkan

pola dasar kehidupannya dengan cara memberikan penilaian,

penafsiran dan prediksi terhadap alam lingkungan. Inti perjuangan

hidup manusia tersebut pada dasarnya adalah menentukan tata nilai

yang ia hadapi sepanjang waktu sehingga tercipta apa yang kita

kenal sebagai: kebudayaan.1

Kebudayaan ditinjau dari wujudnya paling sedikit mempunyai

tiga wujud, yaitu: (1) wujud sebagai suatu komplek gagasan, konsep,

dan pikiran manusia; (2) wujud sebagai komplek aktivitas; dan (3)

wujud sebagai benda.2 Kebudayaan juga mempunyai isi berupa tujuh

unsur kebudayaan universal, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem teknologi,

(3) sistem mata pencarian hidup atau ekonomi, (4) organisasi sosial,

(5) sistem pengetahuan, (6) religi, dan (7) kesenian.3

1Pranjoto Setjoatmodjo, 1981/1982, “Seni Sebagai Media Komunikasi Budaya”, dalam Analisis Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Tahun II Nomor 3, p. 81.

2 J.J Honigman, 1959, The World of Man, Harper & Brother, New York, pp. 11-12. Honigman menyatakan bahwa kebudayaan dapat berupa: (1) ideas, (2) activities, (3) artifacs.

(2)

Apabila kebudayaan itu digambarkan seperti pengertian di atas,

maka kesenian adalah tidak lain dari unsur kebudayaan yang

bersumber pada rasa, terutama rasa keindahan yang ada pada

manusia. Rasa keindahan itu dapat disentuh lewat panca indra,

yaitu lewat penglihatan mata, pendengaran telinga, penciuman

hidung, perasaan lidah, dan perasaan pucuk jari-jari,4 yang sudah

sejak lama tumbuh dan berkembang dalam suatu kehidupan

masyarakat.

Bentuk dan wujud kesenian menjadi spesifik karena dibentuk

oleh masyarakat yang mempunyai kebiasaan, adat-istiadat, ilmu

pengetahuan, serta dipengaruhi oleh unsur alam tempat tumbuh dan

berkembangnya kesenian tersebut. Bentuk dan wujud kesenian ini

oleh masyarakat pendukungnya dijadikan sebagai lambang

kebanggaan dan akan menjadi ciri khas suatu daerah. Dalam hal ini

tujuan utama penyelenggaraannya adalah untuk menciptakan dan

mendorong rasa kebersamaan antar warga suatu masyarakat.5

Dari beberapa uraian diatas akan terlihat dalam kehidupan manusia, bahwa kesenian khususnya musik sudah merupakan suatu kebutuhan dan memegang peranan tertentu dalam sesuatu bentuk perilaku. Hal demikian tidak dapat disangkal lagi, sungguhpun sampai dimana arti kebutuhan musik tersebut baginya relatif sulit memberi batasan. Dalam artian, suka disini bukan berarti menyenangi semua jenis musik, tetapi setidak-tidaknya satu jenis musik pasti mempunyai arti dan disenanginya antara yang satu dengan yang lainnya.

4Selo Soemardjan, 1980/1981, “Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan”, dalam Analisis Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Tahun I, Nomor 2, p. 19.

(3)

Penegasan selanjutnya seperti diungkapakan Wouter Paap sebagai berikut: “Kalau ada dibicarakan mengenai musikalitas, maka kebanyakan orang akan mengatakan bahwa mereka pada umumnya suka akan musik, tapi selanjutnya tidak tahu apa-apa tentangnya.”6

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musik adalah sebagai bagian dari kebudayaan yang mempunyai kegunaan tersendiri, serta berfungsi untuk membentuk perilaku dalam kehidupan manusia.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, timbul inti permasalahan tentang penggunaan dan fungsi musik gamat sebagai musik prosesi dalam masyarakat Kecamatan Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat; mengapa orang mengatur dan menyelenggarakan pertunjukan musik itu, mengapa mereka menghadirinya. Makna dari kesemua itu, dapat dianggap sebagai suatu peristiwa dari musik tersebut yang mempengaruhi perasaan dan perhatian masyarakat pendukungnya.

Menurut John E. Kaemmer, makna dan manfaat menganut sifat sama sebagai pandangan pengalaman subyektif individu. Makna pada dasarnya akan menunjuk pada reaksi seseorang terhadap peristiwa musik yang diingat atau dialami, sedangkan manfaat adalah cara memadukan makna dalam merancang dan mewujudkan peristiwa musik. Makna yang diberikan orang pada musik merupakan bagian dari motivasinya, sedangkan perwujudan pertunjukan dan suara musik muncul adalah dari motivasi tersebut. Bagian ini menekankan bagaimana makna musik dialihkan ke dalam tindakan sosial dan individu, serta dampak tindakan itu dalam masyarakat. Masalah penggunaan dan fungsi menyangkut kepada sumber motivasi tersebut. Motivasi dan tujuan masyarakat menghadiri

(4)

pertunjukan adalah merupakan persoalan penggunaan musik. Apakah tujuan itu terwujud. Adalah merupakan masalah fungsi.7

Dalam kehidupan sosial masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan musik gamat sebagai musik prosesi disebut musik tradisional, karena sering digunakan dalam upacara-upacara adat seperti upacara perkawinan yang terdiri dari berbagai macam bentuk upacara adat diantaranya: (1) upacara adat maanta anak pisang (mengantar) anak pisang)8: (2) upacara adat maanta marapulai (mengantarkan

mempelai laki-laki),9 (3) upacara adat maanta sirieh (mengantarkan

sirih),10 dan (4) upacara adat maanta anak daro (mengantarkan anak

dara).11 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musik tersebut juga

merupakan suatu indikasi yang eksistensinya berfungsi di tengah-tengah kehidupan masyarakat pendukungnya merupakan nilai tersendiri, yang sampai sekarang masih dapat dilestarikan.

Secara musikologis bentuk komposisi musik gamat sebagai musik prosesi merupakan gabungan musik instrumental dengan musik vokal yang bercorak joget,12 sedangkan bentuk pertunjukannya, para penyaji musik bermain sambil berjalan kaki di sepanjang jalan sesuai dengan jarak tempuh yang diingini oleh penganten yang akan diprosesikan. Adapun instrumen yang disajikan

7John E. Kaemmer, 1993, Music in Human Life Anthropology Perspectives on Music, University of Texas Press, Austin, pp. 142-143.

8Upacara adat maanta anak pisang maksudnya adalah merupakan upacara prosesi untuk pengantin laki-laki atau pengantin perempuan yang dilaksanakan oleh bako (pihak keluarga bapak di Minangkabau). Untuk merayakan upacara tersebut pengantin laki-laki atau pengantin perempuan diprosesikan dari rumah bako ke rumah bapak atau ibu dari masing-masing kedua pengantn tersebut. Upacara ini dilaksanakan sebelum upacara pernikahan ber-langsung.

9Upacara adat maanta marapulai maksudnya adalah merupakan upacara prosesi sebelum penganten laki-laki melaksanakan akad nikah di rumah penganten perempuan. Upacara ini diprosesikan dari rumah penganten laki-laki ke rumah penganten perempuan.

10Upacara adat maanta sirieh maksudnya adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan dari rumah penganten perempuan ke rumah penganten laki-laki. Hal ini dilaksanakan setelah selesainya kedua penganten tersebut melaksanakan upa-cara akad nikah di rumah penganten perempuan.

11Upacara adat maanta anak daro maksudnya adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan setelah pernikahan berlangsung selama dua tahun dan biasanya sudah mempunyai anak. Dalam upacara ini si isteri diprosesikan bersama anaknya dari rumah orang tua suaminya ke rumah orang tua si isteri atau ke rumah mereka sendiri kalau sudah memilikinya.

(5)

terdiri dari: biola, gendang , tambourin dan vokal. Namun tak kalah menariknya juga bentuk garapan syair yang digunakan dalam teks lagu tersebut adalah bersifat strophik (mengulangi melodi yang sama dengan garapan teks yang berbeda), sehingga terwujudnya suasana yng cenderung tidak membosankan bagi penikmatnya. Dalam artian tema apa saja menurut kehendak para penyaji dapat dinyanyikan asalkan sesuai dengan alur melodi yang disajikan.

Dengan demikian untuk membahas masalah penggunaan dan fungsi musik gamat seabagai musik prosesi dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa terdapat perbedaan titik perhatian antara masyarakat sebagai bagian dari pertunjukan (participants), dengan pengamat sebagai seorang asing (outsider) dalam pertunjukan tersebut. Dalam hal ini, masyarakat sebagai participants perhatiannya diatur oleh suatu dinamika kasus yang spesifik, sementara pengamat sebagai orang asing dalam pertunjukan itu motivasinya mencakup bentuk kepentingan khusus dan dampak umum dari penyelenggaraan musik. “Hal ini akan jelas apabila masyarakat menginginkan sesuatu dari peristiwa pertunjukan musik gamat sebagai musik prosesi, maka pengamat lebih tertarik memandang suatu peristiwa musik sebagai hasil untuk mengetahui dampak apa yang diharapkan dan muncul pada situasi pertunjukan berlangsung.” Mengingat kepentingan masyarakat sebagai participants bersifat individu dan khusus serta kepentingan pengamat yang bersifat universal, maka untuk memahami persoalan yang berkembang, dilakukan penelitian motivasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tersebut.

(6)

Permasalahan yang akan dibicarakan terhadap obyek tersebut di atas, pada dasarnya adalah mengenai keberadaan musik gamat sebagai musik prosesi dalam budaya masyarakat pendukungnya. Sesuai dengan sasaran yang akan dicapai, maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan interdisipliner dengan konsep-konsep antropologi dan sosiologi. Konsep fungsi dalam ilmu sosial dan antropologi, salah satu dintaranya seperti yang didefinisikan Durkheim, bahwa “fungsi” sesuai institusi sosial ialah hubungan fungsi itu dengan keperluan organisme sosial”.13 Dalam penjelasan

yang lebih konkrit, dapat dipedomani penjelasan Malinowski bahwa, “ Function means, therefore , always the satisfaction of need, from the simplest act eating to the sacramental performance…”.14 Berkaitan

dengan hal di atas menurut S. Budhisantoso pentingnya arti kesenian sebagai ungkapan keindahan, sesungguhnya juga karena ia memiliki delapan macam fungsi sosial yaitu sebagai: (1) sarana kesenangan; (2) bersantai atau hiburan; ungkapan jati diri; (3) sarana jati diri; (4) sarana integratif; (5) sarana penyembuhan (therapeutic significance); (6) sarana pendidikan; (7) sarana integrasi dalam masa kacau; (8) lambang yang penuh makna dan mengandung kekuatan.15

Selanjutnya Soedarsono melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktis dan intergritasnya, mereduksi menjadi tiga fungsi utama, yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri; dan (3) sebagai penyajian estetik.16 Secara umum dari kedua teori di atas,

13Durkheim dalam A.R. Radcliffe-Brown. 1952. Structure and Function in Primitive Society.Terjemahan, Ab. Razak Yahya. 1980. dalam judul Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat Primitif. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian dan Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur. p. 159.

14Bronislaw, Malinowski, 1944. A Scientific Theoryof Culture and other Essays. The University of North Carolina Press, Chapel Hill. p. 159.

15Budhisantosa, “Pendidikan Seni Dan Globalisasi Budaya Dalam Konteks Sentral Dan Strategis”, Makalah seminar Nasional Pendidikan Seni Dan Globalisasi Budaya, ISI Yogyaakarta, 12 Desember 1991.

(7)

cenderung pengertian “fungsi” hampir bersamaan dengan kegunaan. Namun sejalan dengan kedua pendapat tersebut, cenderung musik gamat mempunyai fungsi sosial, ungkapan perasan pribadi yang dapat menghibur diri dan penyajian estetika.

Bertitik tolak dari teori fungsi yang spesifik, disamping tidak mengurangi teori fungsi yang dikemukakan oleh kedua pendapat di atas, secara konseptual Merriam dengan tegas mengemukakan pendapatnya tentang perbedaan arti kata “fungsi” dan “guna” musik dalam suatu masyarakat. Apabila membicarakan fungsi akan berkaitan dengan sebab-sebab kenapa musik digunakan, sehingga akibat dari musik yang dihidangkan itu tercapai tujuan yang paling utama. Dengan perkataan lain, apa yang diberikan musik untuk manusia, itulah fungsi musik baginya. Selanjutnya apabila membicarakan guna, akan berkaitan dengan penggunaannya dalam masyarakat; apakah musik untuk dirinya sendiri atau diperbantukan untuk kegiatan-kegiatan yang lain.17 Selanjutnya lebih jauh Merriam

menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.

Music is “used” in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper “function”. If the lover uses song to woo his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanisms such as dance, prayer, oeganized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is inseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sence of security vis-à-vis the universe. “Use” then, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reasons for its employment and particulary the broader purpose which it serves.18

17Alan P. Merriam, The Anthropology of Music, Chicago: Northewestern University Press, 1980, p.210.

(8)

Memahami kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian kegunaan dan fungsi musik berdasarkan tahap dan dampaknya dalam suatu masyarakat. Musik digunakan dalam situasi yang tepat dan situsi itu menjadi bagian dari musik. Kegunaan dapat atau tidak dapat menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seseorang pecinta menggunakan nyanyian untuk merayu orang yang dicintainya, maka fungsi musik disini dapat di analisis sebagai kontinuitas dan kesenambungan biologis (keturunan). Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, ritual yang teroganisir, dan kegiatan-kegiatan serimonial. “kegunaan” menunjukan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya.

Berkaitan dengan hal tersebut dapat dipahami bahwa kegunaan musik gamat sebagai musik prosesi dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, hanya terbatas pada konteks upacara adat. Oleh karena itu, fungsi lebih ditekankan pada akibat yang ditimbulkan oleh kegunaan musik tersebut.

III

(9)

A. Kegunaan

Dalam kebudayaan Minangkabau perkawinan adalah merupakan persoalan dan urusan kaum kerabat, mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan, dan pernikahan, bahkan sampai kepada segala urusan akibat perkawinan tersebut. Pada hakikatnya perkawinan bukanlah masalah sepasang insan yang hendak membentuk keluarga atau membentuk rumah tangga saja, tetapi hal ini sesuai dengan falsafah Minangkabau yang telah menjadikan semua orang hidup bersama-sama, maka rumah tangga menjadi urusan bersama, sehingga masalah pribadi dalam hubungan suami isteri juga tidak terlepas menjadi masalah bersama. Kesemuanya ini dilakukan oleh karena pola perkawinan mereka bersifat eksogami, sehingga kedua belah pihak atau salah satu pihak dari yang menikah itu tidak lebur ke dalam kaum kerabat pasangannya. 19Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sesuai

dengan struktur masyarakat Minangkabau, setiap orang adalah warga kaum dan suku mereka masing-masing, yang tidak dapat dialihkan, dan setiap orang menjadi kaumnya masing-masing, meskipun telah beranak-pinak dari hasil perkawinan tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, ada dua tatacara perkawinan dalam masyarakat Minangkabau yang harus dilakukan. Pertama menurut agama atau syarak adalah mengucapkan akad nikah di depan khadi, sedangkan yang kedua yaitu menurut adat perlu dilakukan upacara perkawinan. Semua tatacara ini lazim dilakukakan oleh masyarakat yang akan mau berumah tangga, dan akan terasa janggal apabila mereka tidak melakukan semua tatacara tersebut.20

Kalau dilihat secara umum tatacara adat dalam upacara perkawinan di Minangkabau adalah sama. Namun ditinjau dari

kultur-19A.A. Navis, 1984, Alam Terkembang Jadi Guru: Adat Dan Kebudayaan Minangkabau, Temprin, Jakarta. p 193.

(10)

historis, cenderung untuk daerah rantau yaitu daerah Pesisir Minangkabau lebih banyak “bersentuhan” dengan pendatang-pendatang asing,21 maka untuk merayakan pelaksanaan upacara adat

dalam penggunaan musikpun pada daerah tersebut juga berbeda dibanding dengan daerah-daerah lainnya (di luar Pesisir Minangkabau). Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan berkembangnya musik gamat sebagai musik prosesi dalam masyarakat Pesisisr Minangkabau khususnya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan.

Keberadaan musik gamat sebagai musik prosesi di daerah tersebut biasanya digunakan untuk kegiatan sosial masyarakat antara lain adalah untuk upacara perkawinan yang terdiri dari berbagai macam bentuk upacara adat sebagai berikut.

1. a. Upacara Adat Maanta Anak Pisang untuk Pengantin Perempuan

Acara puncak dari upacara maanta anak pisang untuk pengantin perempuan, adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan oleh bako (pihak keluarga bapak/ayah di Minangkabau) untuk pengantin perempuan sebelum waktu menikah berlangsung. Untuk merayakan upacara tersebut pengantin perempuan diprosesikan dari rumah bako ke rumah bapak atau ibu sipengantin perempuan (ke tempat upacara perhelatan berlangsung). Dalam pelaksanaan upacara ini bako mengundang masyarakat kampung dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam artian secara tak langsung bako juga mengadakan perhelatan kecil yaitu khusus untuk kaum ibu-ibu yang dianggap karip dengannya. Tujuannya adalah untuk merayakan pelanjut keturunan ayahnya yang sesudah ini akan menjalani hidup berumah tangga.

(11)

Kira-kira jam 13.00 siang pengantin perempuan dan beberapa pengiringnya biasanya anak-anak perempuan dari pihak keluarga pengantin tersebut dijemput dari rumahnya dibawa ke rumah bako oleh beberapa anak gadis dari pihak bako. Disana telah menunggu keluarga bako, semenda dekat bako dan beberapa mamak (saudara laki-laki ibu) keluarga tersebut. Di kamar bako perlengkapan pakaian untuk pengantin perempuan berserta pengiringnya itu sudah tersedia sekaligus dengan orang yang akan memasangkannya. Sesudah pengantin dan pengiringnya tersebut berpakaian lalu dipersilahkan makan dan berdo’a bersama-sama, yang dihadiri oleh ayah pengantin perempuan dan pihak keluarga bako. Setelah itu pengantin perempuan bersalaman dengan kelurga yang hadir tersebut. Jika ayahnya telah meninggal dunia, pada saat itu terdengarlah isak tangis kedua belah pihak. Dalam tangisan itu terdengarlah suara dari bako mengatakan kepada pengantin perempuan itu bahwa “ayah telah pergi dan kami (bako)lah sebagai wakilnya”. Fenomena yang demikain kadang-kadang membuat suatu peristiwa yang mengesankan dari kedua belah pihak, karena memunculkan suasana sedih dan gembira.

(12)

1. b. Upacara adat Maanta Anak Pisang untuk Penganten Laki-laki

Acara puncak dari upacara adat maanta anak pisang untuk pengantin laki-laki adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan oleh bako dari pihak pengantin laki. Pengantin laki-laki diprosesikan dari rumah bako ke rumah bapak atau ibu dari pengantin tersebut (ke tempat upacara perhelatan berlangsung).Untuk pelaksanaan upacara ini pihak bako juga mengundang masyarakat kampung khusus kaum ibu-ibu yang dianggap karip dengannya, yang tujuannya sama dengan upacara prosesi yang dilakukan pengantin perempuan sepeti telah diuraikan di atas. Walaupun ada sedikit perbedaan dalam bentuk prosesi yang dilakukan.

2. Upacara Adat Maanta Marapulai

Acara puncak dari upacara adat maanta marapulai adalah merupakan upacara prosesi sebelum pengantin lakil-laki melaksanakan akad nikah di rumah pengantin perempuan. Upacara ini dapat dilaksanakan ketika pengantin laki-laki sudah dijemput oleh utusan dari pihak pengantin perempuan. Pihak yang menjemput tersebut ada kalanya salah satu dari mamak pengantin perempuan atau semenda yang diiringi oleh seorang pemuda pembawa cerana yang berisikan sirih serta syarat-syarat lainnya menurut ketentuan daerah tersebut.

(13)

Selanjutnya di rumah pengantin laki-laki pihak yang menjemput tersebut dinanti pula oleh ninik mamak berserta para undangan dengan cerana berisi sirih dan pinang sebagai tanda atau lambang berdirinya adat di rumah tersebut. Upacara ini merupakan acara adu fasih lidah, mengungkap ujung kata dan bersahut-sahutan antara pihak pengantin perempuan yang datang dengan pihak penganten laki-laki yang menunggu. Pada hakikatnya adalah menyampaikan maksud menjemput marapulai bersama anak muda yang diundangnya sebagai pengiring atau penggembira ke rumah penganten perempuan untuk melaksanakan akad nikah.

Setelah acara tersebut selesai dengan waktu yang telah ditentukan barulah penganten laki-laki ini diprosesikan kerumah calon istrinya yang disemarakkan dengan musik gamat sebagai musik prosesi. Sungguhpun bentuk prosesinya sedikit berbeda dengan upacara maanta anak pisang baik untuk pengantin perempuan maupun untuk pengantin laki-laki yang upacara iringannya khusus untuk kaum perempuan, sedangkan pada upacara maanta marapulai khusus untuk kaum laki-laki kecuali pembawa juadah (makanan) dan para pesumendan.

3. Upacara Adat Maanta Sirieh

Acara puncak dari upacara adat maanta sirieh adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan oleh kedua pengantin laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dilaksanakan ketika sudah selesainya kedua pengantin tersebut melaksanakan upacara akad nikah di rumah pengantin perempuan, maka pada waktu itu juga kedua pengantin tersebut diprosesikan.

(14)

sudah selesai menikah dan sudah dianggap resmi untuk hidup berumah tangga, maka ketika itu juga pihak pengantin perempuan bersama pengantin laki-laki mengunjugi rumah mertuanya. Upacara ini disemarakkan dengan musik gamat sebagai musik prosesi.

4. Upacara Adat Maanta Anak Daro

Acara puncak dari upacara adat maanta anak daro adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan untuk anak-anak dari rumah bakonya kerumah bapak/ibunya. Tujuannya adalah untuk mempererat hubungan silatuhrahimi antara pihak keluarga bako dengan pihak keluarga anak menantu perempuan mereka serta anak-anaknya. Dalam artian pelaksanaan upacara ini adalah merupakan tanggung jawab bako, terhadap anak menantunya apabila mereka sudah mempunyai anggota keluarga.

(15)

B. Fungsi.

Bertitik tolak dari musik gamat sebagai musik prosesi digunakan untuk menyemarakkan upacara adat dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, maka pertunjukan tersebut mempunyai beberapa fungsi bagi masyarakatnya sebagai berikut. 1. Hiburan.

Berkaitan dengan fungsi musik sebagai hiburan dalam masyarakat, Merriam menjelaskan sebagai berikut:

Music provides an entertainment function in all societies. It needs only to be pointed out that a distinction must probably be drawn between “pure” entertainment, which seems to be a particular feature of music in Western society, and entertainment combined with other functions. The latter may well be a more prevalent feature of nonliterate societies.22

Dari kutipan di atas, secara umum musik memberikan fungsi hiburan pada semua masyarakat. Konsep demikian tepat melihat fungsi yang terjadi dalam musik gamat sebagai musik prosesi dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan. Menurut pengamatan penulis fungsi yang utama dalam pertunjukan musik gamat adalah berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat peserta upacara tersebut.. Hal ini dapat dirasakan melalui nilai-nilai estetik musikal yang disajikan oleh kelompok musik gamat sebagai musik prosesi melalui musik instrumental dan vokal yang bernuansa riang dan gembira bagi mereka lazim disebut joget.

Bentuk komposisi musik gamat sebagai musik prosesi merupakan gabungan antara musik instrumental dan vokal yang tidak dapat dipisahkan. Kedua bentuk musik tersebut adalah merupakan satu jalinan terkait, seperti musik keroncong, pop dangdut dan sebagainya. Oleh karena itu yang menarik pada musik tersebut, disamping perjalanan melodinya yang khas, juga syair-syair atau

(16)

pantun-pantun yang dilagukan berkaitan dengan kisah-kisah kehidupan masyarakat. Kadang-kadang tak mengherankan kisah yang dilagukan tersebut menyangkut kisah masyarakat setempat atau kisah para penyaji itu sendiri, pertunjukan musik gamat sebagai musik prosesi disajikan. Dalam artian terciptalah suasana haru, lucu, dan sebagainya, sehingga fungsi musik gamat sebagai musik prosesi dapat terlihat sebagai hiburan masyarakat dalam upacara prosesi tersebut.

Namun, berkaitan dengan pertunjukan musik gamat sebagai musik prosesi, dalam rangka menyemarakkan upacara-upacara adat, maka dapat memberikan hiburan disamping kepada peserta iringannya juga kepada orang-orang disekitarnya. Hal demikian juga pemberi semangat kepada para peserta agar tidak merasa keletihan dalam mengikuti upacara tersebut. Adapun peserta prosesi yang dimaksud adalah para kerabat pihak penyelenggara perhelatan.

Terhibur atau tidaknya seseorang oleh pertunjukan musik tersebut hampir tidak terucapkan oleh mereka. Hal ini, secara umum dapat terlihat dan tercermin dalam perilaku mereka yang penuh semangat dalam mengikuti upacara prosesi tersebut dengan suasana; gembira, ceria, dan penuh canda gurau tentunya yang berkaitan dengan materi yang disajikan oleh musik tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan dengan hadirnya musik gamat sebagai musik prosesi dalam upacara adat, disamping untuk menyemarakkan upacara tersebut, juga untuk memberi semangat kepada kaum kerabat pihak penyelenggara yang mengikutinya.

2. Pengintegrasian Masyarakat.

Berkaitan dengan fungsi musik sebagai sarana pengintegrasian masyarakat Merriam menjelaskan sebagai berikut.

(17)

signalled by music which draw its members together and reminds them of their unity.23

Memahami kutipan di atas, terlihat bahwa fungsi musik adalah sebagai wadah untuk berkumpul para anggota masyarakat dan mengajak warga tersebut untuk turut serta beraktivitas, serta mengingatkan akan pentingnya mereka sebagai satu kesatuan kelompok. Namun tidak semua pertunjukan musik berfungsi sebagai sarana intergrasi, tetapi setiap masyarakat mempunyai musik seperti yang digambarkan di atas. Konsep yang dikemukakan di atas digunakan untuk melihat fungsi musik gamat sebagai musik prosesi untuk sarana pengintegrasian dalam masyarakat Kecamatan Koto XI Tarusan.

Menurut pengamatan penulis hadirnya musik gamat sebagai musik prosesi untuk menyemarakkan berbagai upacara adat dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, dapat dijadikan sebagai sarana untuk integrasi masyarakat diantaranya; antar suku-suku yang berbeda, sesuku-suku, dan antar keluarga (seperut). Kehadiran musik gamat sebagai musik prosesi dalam upacara adat, adalah pemberi semangat bagi para peserta prosesi dalam mengikutinya. Walaupun para peserta resmi diundang oleh pihak penyelenggra perhelatan, namun kehadiran musik tersebut berpengaruh dan sangat penting terhadap upacara adat yang dilakukan. Dapat dikatakan bahwa tidak hadirnya musik gamat sebagai musik prosesi pada upacara adat, mungkin saja upacara prosesi tidak jadi dilakukan oleh pihak penyelenggaranya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi pertunjukan musik gamat sebagai musik prosesi dalam rangka menyemarakkan upacara adat, bagi para peserta prosesi disamping untuk wadah

(18)

integrasi masyarakat juga dapat dikatakan sebagai pemberi semangat para peserta prosesi dalam mengikuti upacara tersebut. 3. Komunikasi

Berkaitan dengan fungsi musik sebagai sarana komunikasi Merriam mengemuka-kan sebagai berikut.

Music is not a universal language, but rather is shaped in terms of the culture of which it is a part. In the song texts it employs, it communicates direct information to those who undestand the language in which it is couched. It conveys emotion, or something similar to emotion , to those who understand its idiom. The fact that music is shared as a human activity by all peoples may mean that it communicates a certain limited understanding simply by its existence.24

Dari kutipan di atas, disamping musik itu sendiri jelas terlihat, bahwa teks lagu dapat berfungsi sebagai salah satu sarana komunikasi. Namun musik itu sendiri bukanlah suatu bahasa yang universal yang dapat dimengerti oleh siapa saja ,karena setiap jenis musik yang lahir dan tumbuh pada suatu masyarakat tertentu dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Konsep ini dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi musik gamat sebagai musik prosesi untuk sarana komunikasi dari berbagai upacara adat dalam budaya masyarakat Kecamata Koto XI Tarusan.

Berfungsinya musik gamat sebagai musik prosesi salah satu untuk sarana komunikasi dalam budaya masyarakatnya, disamping melalui musik intrumental khusus untuk para pemain musik, juga melalui musik vokal untuk pengikutnya.. Melalui musik vokal berfungsi sebagai sarana komunikasi yang dapat diterapkan dalam situasi dimana kritik atau keluhan terbuka sulit untuk disampaikan pada masyarakat tersebut. Terwujudnya komunikasi dalam musik vokal dapat dilakukan adalah lewat penciptaan pantun-pantun secara spontanitas yang bertitik tolak dari keadaan sesaat. Pantun-pantun yang disajikan melalui musik tersebut baik bersifat riang gembira

(19)

atau sentimental dapat ditafsirkan sebagai media komunikasi, untuk menyampaikan pesan, kesan, dan kritik sosial lainnya. Adapun salah satu contoh pantun yang bersifat pesan atau kritik yaitu diciptakan oleh seorang penyayi musik gamat secara spontan ditujukan kepada salah seorang perantau masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan yang kebetulan mereka berada ditempat pertunjukan sebagai berikut.

Karawang tangah jalan ka Jawa Kini Da Nujie manggaleh nasi Jaan disangko sanan hiduit di Jawa Kuranglah iman cilako diri25

(Kerawang tengah jalan ke Jawa Kini kakak Nujie berjualan nasi

Jangan disangka senang hidup di Jawa Kuranglah iman celaka diri).

Dari contoh pantun sebagai sarana komunikasi seperti di atas, terlihat pesan atau kritik yang disampaikan kepada seseorang perantau, bahwa kehidupan dikota tidak semudah dibayangkannya. Oleh karena itu sesuatu yang dikerjakan harus mempunyai perencanaan yang matang dan percaya diri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ignas Kleden bahwa kritik seni seperti itu akan dapat mengungkapkan persoalan secara artistik dan menyadarkan orang untuk menyelesaikannya, atau dia menyembunyikan persoalan yang sama di balik selubung estetik dan menggantikan penyelesaian sosial dengan kepuasan estetik. Pada titik itu kesenian bukanlah ekspresi estetik kondisi masyarakatnya, tetapi substitusi estetik untuk kondisi masyarakatnya.26

4. Ekspresi emosional

Selanjutnya berkaitan dengan fungsi musik sebagai sarana ekspresi emosional

25Syahrial adalah seseorang vokalis musik gamat di daerah Kecamatan Koto XI Tarusan.

(20)

Merriam berpendapat sebagai berikut.

There is considerable evidence to indicate that music function widely and on number of level as a means of emotional expression. In discussing song texts, we have had occasion to point out that one of their outstanding feature is the fact that they provide a vehicle for the expression of ideas and emotions not vealed in ordinary discourse. On amore general level, however, music seems clearly to involved with emotion and to be a vehicle for its expression, wether such emotion be special (obscenity, censure, etc).27

Memahami kutipan di atas terlihat bahwa musik mempunyai daya yang besar sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa/emosi para penyaji musik yang dapat menimbulkan rasa/emosi para pendengarnya. Namun rasa yang diungkapkan sangat beraneka ragam diantaranya: rasa sedih; rasa rindu; rasa birahi; rasa tenang dan sebagainya. Konsep ini akan dipakai untuk menggambarkan fungsi musik gamat sebagai musik prosesi untuk sarana ekspresi emosi dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan.

Menurut pengamatan penulis serta sejalan dengan konsep yang telah dipaparkan di atas, berfungsinya musik gamat sebagai musik prosesi untuk sarana ekspresi emosi disamping untuk para pemain musik juga untuk masyarakat yang mengikuti upacara tersebut. Adapun pantun-pantun yang disajikan oleh vokalis musik gamat sebagai musik prosesi, tak luput dari keterkaitan antara musik instrumental dan musik vokal dalam mewujudkan ekpersi emosionalnya, yaitu melalui pantun-pantun yang berkaitan dengan kihidupan sosial baik yang terjadi pada diri seorang penyanyi itu sendiri maupun masyarakatnya.

Pada umumnya pantun-pantun yang diciptakan oleh penyanyi atau para vokalis musik gamat di daerah Kecamatan Koto XI Tarusan, adalah pantun-pantun yang menyangkut masalah sosial yang terjadi

(21)

pada dirinya sendiri. Mereka juga ahli menciptakan pantun sesuai dengan peristiwa sosial yang terjadi pada masyarakat sekitarnya. Pantun tersebut diciptakan secara spontan dan langsung dinyanyikan ketika pertunjukan berlangsung sebagai berikut.

Rami pasa balai Tarusan Raminyo sampai patang hari Kok dikana untuangnyo badan Banyak nan tidak padonyo lai. 28

(Ramai pasar balai Tarusan Ramainya sampai petang hari Kalau diingat untungnya badan

Banyak yang tidak dari pada dipunyai).

Begitu juga pantun yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada seseorang penyanyi musik tersebut, mungkin saja gagal dalam berkasih sayang atau juga terjadi pada masyarakat sekitarnya, seperti diungkapkannya sebagai berikut.

Dagu dagah pedati putieh Patah sumbu di tangah jalan Iyo bedo bamain kasih

Kalua tak jadi maggilo surang.29

(Dagu dagah pedati putih Patah sumbu di tengah jalan Jika benar bermain kasih

Kalau tak jadi menggila sendiri)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekspresi emosional yang diungkapkan oleh para penyanyi melalui musik gamat sebagai musik prosesi dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, dalam rangka menyemarakkan upacara adat, disamping mengungkapkan masalah sosial yang terjadi pada masyarakat, juga tidak menutup kemungkinan mengungkapkan masalah sosial yang terjadi pada para penyanyi musik itu sendiri.

28Asril adalah seorang pemain gendang dan vokalis musik gamat di Kecamatan Koto XI Tarusan.

(22)

IV

Bentuk komposisi musik gamat sebagai musik prosesi merupakan gabungan musik instrumental dengan musik vokal yang bercorak joget, sedangkan bentuk pertunjukannya, para penyaji musik bermain sambil berjalan kaki disepanjang jalan sesuai dengan jarak tempuh yang diingini oleh penganten yang akan diprosesikan. Adapun instrumen yang disajikan terdiri dari: biola, gendang , tambourin dan vokal. Namun tak kalah menariknya juga bentuk garapan syair yang digunakan dalam teks lagu tersebut adalah bersifat strophik (mengulangi melodi yang sama dengan garapan teks yang berbeda), sehingga terwujudnya suasana yng cenderung tidak membosankan bagi penikmatnya. Dalam artian tema apa saja menurut kehendak para penyaji dapat dinyanyikan asalkan sesuai dengan alur melodi yang disajikan.

(23)

CATATAN:

1. Pranjoto Setjoatmodjo, 1981/1982, “Seni Sebagai Media Komunikasi Budaya”, dalam Analisis Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Tahun II Nomor 3, p. 81.

2. J.J Honigman, 1959, The World of Man, Harper & Brother, New York, pp. 11-12. Honigman menyatakan bahwa kebudayaan dapat berupa: (1) ideas, (2) activities, (3) artifacs.

3. Koentjaraningrat, 1985, “Persepsi tentang Kebudayaan Nasional”, dalam Persepsi tentang Kebudayaan, Alfian (ed.), Gramedia, Jakarta, p. 102.

4. Selo Soemardjan, 1980/1981, “Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan”, dalam Analisis Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Tahun I, Nomor 2, p. 19.

5. Edy Sedyawati, 1981, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta: Sinar Harapan, p. 119.

6. Wouter Paap, Bagaimana Mengerti Dan Menikmati Musik, Saduran: J.A. Dungga, PT. Aksara Kencana, Jakarta, 1986, p. 10.

7. John E. Kaemmer, 1993, Music in Human Life Anthropology Perspectives on Music, University of Texas Press, Austin, pp. 142-143.

8. Upacara adat maanta anak pisang maksudnya adalah merupakan upacara prosesi untuk pengantin laki-laki atau pengantin perempuan yang dilaksanakan oleh bako (pihak keluarga bapak di Minangkabau). Untuk merayakan upacara tersebut pengantin laki-laki atau pengantin perempuan diprosesikan dari rumah bako ke rumah bapak atau ibu dari masing-masing kedua pengantn tersebut. Upacara ini dilaksanakan sebelum upacara pernikahan ber-langsung.

9. Upacara adat maanta marapulai maksudnya adalah merupakan upacara prosesi sebelum penganten laki-laki melaksanakan akad nikah di rumah penganten perempuan. Upacara ini diprosesikan dari rumah penganten laki-laki ke rumah penganten perempuan.

10. Upacara adat maanta sirieh maksudnya adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan dari rumah penganten perempuan ke rumah penganten laki-laki. Hal ini dilaksanakan setelah selesainya kedua penganten tersebut melaksanakan upa-cara akad nikah di rumah penganten perempuan.

11. Upacara adat maanta anak daro maksudnya adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan setelah pernikahan berlangsung selama dua tahun dan biasanya sudah mempunyai anak. Dalam upacara ini si isteri diprosesikan bersama anaknya dari rumah orang tua suaminya ke rumah orang tua si isteri atau ke rumah mereka sendiri kalau sudah memilikinya.

12. Joget; sejenis tempo dalam musik gamat yang menggunakan syair berirama cepat dan bersuasana riang dan gembira.

13. Durkheim dalam A.R. Radcliffe-Brown. 1952. Structure and Function in Primitive Society.Terjemahan, Ab. Razak Yahya. 1980. dalam judul Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat Primitif. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian dan Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur. p. 159.

14. Bronislaw, Malinowski, 1944. A Scientific Theoryof Culture and other Essays. The University of North Carolina Press, Chapel Hill. p. 159.

15. Budhisantosa, “Pendidikan Seni Dan Globalisasi Budaya Dalam Konteks Sentral Dan Strategis”, Makalah seminar Nasional Pendidikan Seni Dan Globalisasi Budaya, ISI Yogyaakarta, 12 Desember 1991.

16. Soedarsono, “Pendidikan Seni Dalam kaitannya dengan keparawisataan”. Makalah Seminar Dalam Rangka Peringatan Hari Jadi Jurusan Pendidikan Sendratasik ke-10 FPBS IKIP Yogyakarta, 12 Pebuari 1995.

17. Alan P. Merriam, The Anthropology of Music, Chicago: Northewestern University Press, 1980, p.210.

(24)

19. A.A. Navis, 1984, Alam Terkembang Jadi Guru: Adat Dan Kebudayaan Minangkabau, Temprin, Jakarta. p 193.

20. Ibid., p. 197.

21. Dada Meuraxa, 1974, Sejarah Kebudayaan Jakarta, p. 467. 22. Alan P. Merriam, op. cit., p. 223.

23. Ibid., p. 227.

24. Alan P. Merriam, op. cit., p. 223.

25. Syahrial adalah seseorang vokalis musik gamat di daerah Kecamatan Koto XI Tarusan.

26. Ignas Kleden, Kesenian dan Simbolisme Kebudayaan” Konggres Kesenian Indonesia I, Kompas 17 Desember, Jakarta, 1955, p. 17.

27. Alan P. Merriam, op. cit., p. 219.

28. Asril adalah seorang pemain gendang dan vokalis musik gamat di Kecamatan Koto XI Tarusan.

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sayyid Sabiq bahwa yang dapat di kenai hukuman qishas adalah orang yang sudah dewasa sedangkan anak yang di bawah umur tidak dikenai sanksi pidana atas

Data Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Penerapan Metode Problem Solving Pada Siklus II..

[r]

Pengendalian intern PT. BTN Syariah Cabang Jombang pada saat proses pencairan pembiayaan sudah diterapkan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa aspek

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapakan bermanfaat untuk memberi gambaran dan informasi kepada peneliti selanjutnya tentang keanekaragaman

Dalam hal ini, cerpen Kopi Kola boleh dikelaskan sebagai sebuah karya mediokriti jika dilihat dari sudut tema cerpen iaitu kisah percintaan remaja yang membawa

 Ketika bahan melewati laras, ulir akan mengadoni bahan sehingga menjadi massa yang semi-padat dan plastis4.  Jika bahan dipanaskan > 100 o C maka

Berbagai aplikasi permainan tentang nutrisi yang dipaparkan oleh Bogden (2015) membuktikan bahwa suatu promosi kesehatan untuk anak bisa dikemas sedemikian kreatif