• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN NILAI NILAI SARAK OPAT DALAM BUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANAN NILAI NILAI SARAK OPAT DALAM BUD"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL 2018

“Etika dan Profesi Konselor

di Indonesia”

UNJ, 2 Februari 2018

Diterbitkan oleh:

Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Gedung R.A Kartini Lt.7 Kampus UNJ Jalan Rawamangun Muka,

(2)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL 2018

“Etika dan Profesi Konselor

di Indonesia”

UNJ, 2 Februari 2018

Penasihat:

Dr. Sofia Hartati, M.Si

Editor:

Dr. Happy Karlina Marjo, M.Pd., Kons Dr. Wirda Hanim, M.Psi

Reviewer:

Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi Dr. Aip Badrujaman, M.Pd Dra. Michiko Mamesah, M.Psi

Tim Teknis Prosiding:

Muhammad Zulfikar, S.Pd Robbani Alfan, S.T

Yunisa Asih Prasetya, S.Pd Guido Chrisna Hidayat, S.J Mayang Restu Febrianty

Hak cipta dilindungi undang-undang Copyright 2018

ISBN: 978-602-70632-1-1

Diterbitkan oleh:

Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Gedung R.A Kartini Lt.7 Kampus UNJ Jalan Rawamangun Muka,

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Permasalahan demi permasalahan masih kerap dialami oleh guru BK/konselor di Indonesia. Terjadinya malparaktik dalam pelayanan konseling dan juga terdapat tumpang tindih peran guru BK/konselor di sekolah serta berbagai macam problematika berkenaan dengan kode etik konselor yang seolah-olah tidak dapat diselesaikan. Keadaan ini menyebabkan profesionalitas guru BK/konselor menjadi tidak jelas dan diragukan. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) sebagai organisasi tertinggi untuk mewadahi guru BK/konselor di Indonesia pun seolah tak berkutik.

Profesi konselor bukan tidak memiliki kode etik. ABKIN telah merumuskan kode etik bagi anggotanya yang memiliki lima tujuan, yaitu; 1) Melindungi konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan, 2) Mendukung misi Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia, 3) Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, 4) Kode etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang professional, 5) Kode etik menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan yang datang dari anggota asosiasi dalam hal ini ABKIN.

Dengan masih banyaknya permasalahan etik yang dialami oleh guru BK/konselor di Indonesia, kami bersama mahasiswa Magister Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta mengadakan seminar dengan mengusung tema mengenai “Etika dan Identitas Profesi Konselor di Indonesia” dan workshop dengan empat tema yaitu Adminsitrasi BK, Etika dan Profesi Konselor, Teknik Bimbingan dan Konseling, Konseling Multikultur sehingga dengan diadakannya kegiatan ini diharapkan dapat memberikan masukan yang membangun bagi ABKIN sebagai organisasi profesi yang mewadahi guru BK/konselor dan dapat membantu menjawab beragama permasalahan etika dalam ranah kerja guru BK/konselor.

Pada kesempatan ini saya mewakili panitia sebagai Pembina kegiatan menyampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada panitia dan semua peserta yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ke-BK-an kedepannya. Terima kasih

Wassalamualaikum Wr. Wb

Pembina Kegiatan

(4)

i

DAFTAR ISI

1. Pengembangan Program Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Setting

Pendidikan Non Formal (1-10)

AGUNGBUDIPRABOWO

2. Studi Deskripsi Perilaku Cyberbullying Peserta Didik Kelas Xi di SMK

Muhammadiyah 6 Jakarta (11-16)

AHMAD FARIS AL-ANSHARI, HENI MULYATI

3. Konseling Kelompok Cognitif Behavior Therapy Sebagai Upaya Untuk

Meningkatkan Pemahamam Karir Siswa SMK (17-26)

AKHMAD FAJAR PRASETYA

4. Administrasi BK

(27-35)

AMALIA ULFAH

5. Urgensi Kecerdasan Emosional Bagi Konselor Sekolah

Telaah Atas Tulisan Ackerman dan Shelton dalam “Practitioner’s Perspective On School Counseling and Emotional Intelligence”

(36-41)

ANDAR IFAZATUL NURLATIFAH

6. Kompetensi Multikultural Konselor dalam Perspektif LGBT

(42-47)

ANGGA DWI PRASETYA, MIMBAR OKTAVIAN, ANGGIE NURFITRIA SARI

7. Konseling Krisis Psikososial Transisi: Krisis Identitas pada Transgender

(48-55)

ANGGIE NURFITRIA SARI, INDRA LACKSANA, ISHLAKHATUS SA’IDAH

8. Pengelolaan Manajemen Pelayanan Bimbingan Karir di SMA Islam Dian Didaktika

Depok (56-62)

BETTY NURBAETI RACHMAN

9. Teknik Assertive Training Sebagai Usaha Penanganan Masalah Pada Remaja

(63-68)

CITRA TECTONA SURYAWATI

10.Pelayanan Bimbingan dan Konseling Yang Memandirikan untuk Jalur Pendidikan

(5)

ii

(69-75)

DEASY DWI CAHYANINGTYAS ARIFIN, FITRI WIDYA NINGSIH

11.Urgensi Sensitifitas Budaya dalam Konseling

(76-81)

DESPHA DENDI IRAWAN, NUR’AINI SAFITRI

12.Mengembangkan Kompetensi Profesional Konselor Sebagai Upaya Menghadapi

MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) (82-93)

DETA FIRDA OCTIVASARI , KHILDA WULIDATIN NOOR, RIMA HAZRATI

13.Profesionalitas Konselor Indonesia di Era Globalisasi

(94-101)

ENDAH KURNIAWATI

14.Identitas Budaya dan Konseling Multikultur

(102-111)

EPON SUPINAH

15.Cognitive Behavior Therapy (Cbt) untuk Mengatasi Depresi pada Mahasiswa :

Literature Review (112-116)

FAIRUZ NABILA

16.Analisis Peranan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan

Motivasi Belajar Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nusantara 2 Jakarta

(117-122)

FAUZI NUR ILAHI, MUHAMMAD AMIEN , FIRMASNYAH , YUSUF MAULANA PRAWATA

17.Peningkatan Efektifitas Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah Dengan

Pengembangan Program Bimbingan Karier di Sekolah Menengah Pertama Negeri 88 Jakarta

(123-131)

FEBRI DAHLIA

18.Karakter Ideal Konselor Sebagai Suatu Identitas Berdasarkan Nilai-Nilai Ajaran

Ki Hadjar Dewantara (132-139)

FERISA PRASETYANING UTAMI

19.Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Konselor Sebaya Di SMPN

(6)

iii

FUAD ZEN

20.Kompetensi Pedagogik Konselor Guru Bimbingan dan Konseling Di SMA Al-Azhar

Summarecon Bekasi (150-155)

GUIDO CHRISNA HIDAYAT

21.Karakteristik Konselor yang Efektif dalam Konseling Lintas Budaya

(156-163)

HARTIKA UTAMI FITRI, KUSHENDAR

22.Peran Penting Konseling Multikultur di dalam Bimbingan dan Konseling

(164-170)

HERU HERMAWAN

23.Konseling Values Clarification untuk Menumbuhkan Karakter Positif Siswa

(171-179)

I MADE SONNY GUNAWAN, M. ZUHDI ZAINUL MAJDI

24.Internalisasi Nilai-Nilai Budaya Reog Ponorogo dalam Konseling Multikultural

Berbasis Komunitas Sebagai Upaya Memasyarakatkan Bimbingan Dan Konseling (180-190)

IMAM SETYO NUGROHO, RIZKA ELIZA PERTIWI, KHAYATUN NUFUS AKHSANIA

25.Hidup Sebagai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Dan Transgender): Pandangan

Masyarakat Indonesia Terkait Fenomena LGBT dan Peran Konselor Multikultural (191-199)

INDRA LACKSANA, ISHLAKHATUS SA’IDAH, ANGGA DWI PRASETYA

26.Meningkatkan Sikap Prososial dengan Menggunakan Teknik Role Playing

(200-208)

KHILDA WULIDATIN NOOR, RATNASARI, AHMAD FARIS AL ANSHARI

27.Meningkatkan Hasil Layanan Bimbingan Kelompok Melalui Metode Simulasi pada

Satuan Layanan Kemampuan Komunikasi Siswa Kelas Xi Teknik Pendingin dan Tata Udara

(209-218) KRISTIANI

28.Assertiveness Training Berbasis Bimbingan Kelompok Melalui Bermain Peran

untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal (219-230)

(7)

iv

29.Nilai – Nilai Budaya Batak Mandailing dan Implikasinya Terhadap Konseling

Pernikahan (228-238)

MASKHAIARANI HARAHAP

30.Pentingnya Peningkatan Kompetensi dan Profesionalisme Konselor di Sekolah

dalam Menghadapi Era Globalisasi (239-248)

MIMBAR OKTAVIANA, ANGGA DWI PRASETYA, INDRA LACKSANA

31.Optimalisasi Peran Konselor Masa Kini dalam Pelayanan Bimbingan dan

Konseling (249-255)

MUHAMMAD RIDHA, MUHAMMAD ZULFIKAR

32.Penegakan Kode Etik dalam Membentuk Konselor Bermartabat

(256-261)

MUHAMMAD ZULFIKAR, HARID ISNAENI

33.Internalisasi Prinsip Indegenous Budaya Lampung (Fiil) dalam Praktik Konseling

Multikultural (262-273)

NEDI KURNAEDI, USWATUN CHASANAH

34.Pengembangan Pendidikan Karakter Siswa Melalui Kegiatan Layanan dan

Bimbingan (274-281) NURBAITI

35.Cbt Therapy: Upaya Berhenti Merokok pada Remaja Menggunakan Pendekatan

Konseling (282-288)

NURUL AZIZAH ZAIN, ALIF NURJANAH, NIMAS SAFITRI KUSUMANINGRUM

36.Perspektif Kritis Hubungan Masyarakat: Identifikasi Masalah Sosial dan Gender

and Sexual Diversity Therapy (GSDt) Sebagai Intervensi pada LGBT (289-298)

NURUL ENGGAR PERMANA SARI

37.Evaluasi Manajemen Program Bimbingan dan Konseling

(299-305)

OLGA DIANI RAHMAWATY

38.Nilai-Nilai Toleransi Sosial Budaya di Pondok Pesantren Sebagai Implementasi

(8)

v

RAUDATUL JANNAH, SITI NURFAIDATUL MUNAWARA

39.Dampak Psikososial Terhadap Anak Jalanan

(313-320) RENI YUNITA

40.Kompetensi Konselor dalam Konseling Multikultur

(321-330)

RESTI SUSANTI

41.KESADARAN MULTIKULTURAL KONSELOR SEKOLAH

(331-342)

RIANA WIBI PANGESTUTI, NIDYA JUNI PARTI

42.Ancaman Disrupsi Teknologi Bagi Profesi Konselor

(343-349)

ROBBANI ALFAN, HAPPY KARLINA MARJO

43.Konseling Indigenous Berbasis Tata Nilai Budaya Lampung ”Piil Pesenggiri“

dalam Pembentukkan Karakter Siswa di Lampung (350-359)

SITI ZAHRA BULANTIKA, ANUGRAH INTAN CAHYANI

44.Peranan Nilai-Nilai Sarak Opat dalam Budaya Masyarakat Gayo Terhadap

Pemahaman Karir (Indigenous Counseling Reviewed with Social Cognitive Career Theory)

(360-367)

SOFYAN ABDI, ZARA MAYRA KUSHENDAR, AYU PERNAMA

45.Konseling Multikultural: Pengetahuan Konselor Mengenai Perbedaan Budaya

Persepsi Orang dan Atraktifitas (368-373)

SRI RAHMAH RAMADHONI, TOMI KURNIAWAN

46.Meningkatkan Pemahaman Diri Melalui Pendekatan Johari Window

(374-379) TATY FAUZI

47.Peningkatan Kompetensi Profesional Guru BK yang Dirindukan Oleh Siswa SMA

dalam Pemberian Layanan di Sekolah (380-387)

ULFA DANNI ROSADA

48.Pola Komunikasi Coordinator Bimbingan dan Konseling dengan Guru Bimbingan

(9)

vi

ULFATUL MUTAHIDAH

49.Nilai Waja Sampai Kaputing dalam Praktik Konseling Multikultur

(396-402)

USWATUN CHASANAH, BERKATULLAH AMIN, BELARDO FARJANTOKY

50.Manajemen Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru

Bimbingan dan Konseling (403-411)

YAN AZMI

51.Pentingnya Model Evaluasi Diri Profesional dalam Menjalankan Tugas Profesi di

Setting Pendidikan (412-419)

(10)

369

PERANAN NILAI-NILAI SARAK OPAT DALAM BUDAYA MASYARAKAT GAYO TERHADAP

PEMAHAMAN KARIR

(INDIGENOUS COUNSELING REVIEWED WITH SOCIAL COGNITIVE CAREER THEORY)

Sofyan Abdi 1

Zara Mayra 2

Kushendar 3

Ayu Pernama 4

Abstrak

Keputusan karir adalah bagian yang dihadapi oleh setiap siswa, oleh karena itu layanan konseling karir yang dilakukan oleh konselor harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan konseling dan teori karir. Orang Gayo adalah orang-orang yang tinggal di provinsi Aceh Tengah, dengan beragam nilai budaya, dengan melihat peluang ini, konselor profesional dapat menggunakan dan mengembangkan pendekatan konseling berdasarkan budaya dan kearifan lokal (Konseling Adat). Alasan penggunaan pendekatan ini adalah konselor percaya bahwa dengan teori karir SCCT menggunakan konseling Masyarakat Gayo, konselor profesional dapat melakukan konseling yang lebih inovatif dan menghindari rintangan yang mungkin terjadi.

Kata kunci:Konseling Adat, Sarak Opat, Karir SCCT

Abstract

Career decisions are part faced by every student, therefore career counseling services conducted by counselors should be done by using counseling approach and career theory. Gayo people are people living in the province of Central Aceh, with a rich variety of cultural values, by looking at these opportunities professional counselors are able to use and develop a counseling approach based on culture and local wisdom (Indigenous Counseling). The reason for using this approach is that counselors believe that with the SCCT career theory using Indigenous counseling on Gayo society, professional counselors are able to conduct more innovative counseling and avoid possible obstacles.

Keywords: Indigenous Counseling, Sarak Opat, Career SCCT

1

Pascasarjana Unnes, email : sofyanabdi3014@gmail.com

2

Pascasarjana Unnes, , email zaramayra@gmail.com

3

Pascasarjana Unnes, , email sofyanabdi3014@gmail.com

4

(11)

370 PENDAHULUAN

Indigenous Konseling merupakan

bentuk pelayanan konseling yang menjadi solusi terhadap hambatan-hambatan budaya entah dari aspek nilai norma maupun bahasa di masyarakat. Konseling indigenous erat kaitannya dengan budaya di masyarakat berada, atau pelaksanaan konseling yang berakar pada praktek nilai-nilai budaya masyarakat yang menginternalisasikan pengetahuan sampai dengan pola prilaku (Uswatun, 2015).

Menjadi dasar pelaksanaan konseling

indigenous dengan meninternalisasikan proses konseling berbasis budaya. Dalam pengertian ini budaya merupakan suatu konstruk individual psikologis sekaligus konstruk sosial-makro, artinya sampai batas tertentu budaya ada didalam setiap diri individu sebagai konstruk sosial global (Matsumoto, 2008). Meskipun berbasis budaya tetapi konsep konseling Indigenous tidak mengesampingkan nilai-nilai konseling pada umumnya. Pengakaran kepada “setempat” ini tidak berarti mengabaikan konsep-konsep konseling, konsep-konsep psikologi yang dianggap universal, yang biasanya dihasilkan oleh negara-negara Amerika Serikat (Uswatun, 2015).

Indigenous konseling yang tumbuh dari kearifan lokal sebagai salah satu solusi dalam menghadapi pergeseran budaya yang terkotaminasi budaya Barat, seperti materialisme dan individualisme (Uswatun, 2015). Indigenous konseling menjadi solusi terhadap hambatan-hambatan yang kemungkinan terjadi pada proses konseling pada umumnya, karena fokus dari pelaksanaan konseling ada pada konselor. Menurut Iswari (2017) Keefektifan konselor akan sangat tergantung pada keefektifan komunikasi dengan orang lain (klien), adalah merupakan keharusan bagi konselor untuk mempelajari komunikasi antar budaya, karena dalam proses konseling seorang konselor akan bertanya kepada klien tentang daerah asal klien

dengan penuh rasa kebersamaan atau kekeluargaan, ini merupakan cermin dan budaya timur. Dengan memahami bahwa budaya penting dipahami khususnya pada pelaksaan konseling maka konsep konseling indigenous dapat menjadi solusi terhadap hambatan yang mungkin terjadi.

Tujuan dari konseling Indigineous

diharapkan dengan konseling yang memakai nilai-nilai budaya setempat dalam konseling bisa membantu individu dalam kebutuhan pemecahan masalah, kebutuhan pengetahuan dan kebijaksanaan, dan atau kebutuhan pemenuhan spiritual (Uswatun, 2015).

Konseling indigenous menjadi solusi terhadap permasalahan dengan menyentuh nilai-nilai yang dimiliki masyarakat setempat, karena konseling indigenous membantu menstruktur pemahmahan konseling terhadap budaya yang dimiliki masyarakat. Karena pada dasarnya konseling indigenous ini akan mengkonstruk pandangan masyarakat terhadap manusia dan alam semesta. Konseling indigenous juga akan menunjukkan pemahaman mereka terhadap person, self, tujuan hidup, dan nilai-nilai yang dijadikan pijakan (Arifin, 2013).

Beberapa penelitian yang menggunakan konseling indigenous berbasis kearifan lokal. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Tohirin (2013) pada suku Sakai di pedalalaman Riau, dengan melihat potensi siswa terhadap layanan konseling, hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan pelayanan konseling berbasis kearifan lokal masyarakat suku Sakai menyimpulkan bahwa secara akademik siswa suku Sakai tidak terlalu menonjol pada bidang akademik, tetapi menonjol pada bidang fisik, seperti olahraga dll.

(12)

371 kearifan lokal (Indigenous) terhadap

nilai-nilai kebajikan santri untuk mengurangi prilaku melanggra peraturan dengan mengunakan pendekatan konseling taktik

“megek klemar ainga se tak lekko-a” ini dapat pula berarti, sebuah strategi memperhitungkan situasi dan kondisi masyarakat sekitarnya. Selanjutnya konsep konseling indigenous dalam mengatasi permasalahan karir, pada penelitian Nanda et,al (2017) penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mendeskripsikan nilai-nilai kerja (work value) dalam serat Wedhatama. Dalam Serat Wedhatama meliput religisu, ebrhati-hati dalam bertindak dan bertutur kata, tendah hati, menerapkan nasihat baik, memafkan sesama dan tanggung jawab, terhadap sikap pilihan pekerjaan atau disebut Wirya (kekuasaan) arta (harta) dan winasis (pengetahuan) dan hasil penelitian menunjukan bahwa pendekatan konseling Wedhatama untuk dijadikan inspirasi terhadap permasalahan karir siswa.

Berdasarkan penelitian diatas dapat diketahui bahwa pendekatan indigenous konseling berbasis kearifan lokal menjadi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi konseli dan menjadi model yang diharapkan mampu digunakan dengan pendekatan budaya yang dimiliki masyarakat khususnya pada penelitian yang dilakukan pada masyarakat Gayo, dengan mengunakan konseling berbasis Sarak Opat terhadap pemahaman karir mengunakan pendekatan konseling karir SCCT.

PEMBAHASAN

Pada tahun 2002, Pemerintahan daerah Kabupaten Aceh Tengah telah mengeluarkan satu Qanun, Nomor : 10 tahun 2002 tentang

Hukum Adat Gayo. Adapun dasar pertimbangan menerbitkan Qanun ini, oleh karena Hukum Adat adalah merupakan nilainilai, norma sosial budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat gayo Kabupaten Aceh Tengah, untuk itu perlu

dikembangkan dalam tatanan sosial kehidupan masyarakat (Darmawan, 2010)

Pertimbangan lainnya adalah dalam rangka menyelenggarakan keistimewaan Aceh perlu menghimpun Hukum Adat, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan

sehingga dapat dijadikan pegangan dan pedoman kehidupan masyarakat. Dalam pasal 4 Qanun Adat Gayo ini, disebutkan bahwa pemberdayaan

Hukum Adat, Adat Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan dan Lembaga adat adalah untuk meningkatkan peranan nilai-nilai adat untuk menunjang kegiatan penyelenggraan pemerintahan daerah dalam kelangsungan pembangunan kemasyarakatan, serta turut serta mendorong ketertiban masyarakat. Selanjutnya disebutkan, bahwa dengan berlakunya Hukum Adat, Adat istiadat, Kebiasaan-kebiasaan dan Lembaga Adat adalah untuk menata kehidupan masyarakat dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang tumbuh dan berkembang.

Pada masa yang lalu sistem pemerintaan di Gayo berpusat pada belah

(daerah). Di setiap belah terdapat unsur pelaksana pemerintahan yang terdiri dari

Sarak Opat, yaitu Reje (pengulu), imem,

petue dan rayat (sudere). Masing masing unsur ini mempunyai peranan sendiri yang sangat penting pada tatarannya. Antara mereka dalam sarak opat ada pembagian kerja yang tegas dengan sifat tugas yang jelas (Daud Ali. 1991). Berikut penjelasan nilai-nilai yang terkandung dalam Sarak Opat pada masyarakat Gayo (Darmawan, 2010) :

(13)
(14)

373

Reje Yang menjadi kepala masyarakat hukum adat, memegang kekuasaan puncak dalam menata kehidupan masyarakat. Dalam melakukan kekuasaannya ia senantiasa harus musuket sipet dalam makna berusaha selalu menegakkan keadilan, kebenaran, kasih sayang di antara anggota belahnya. Ia juga senantiasa harus suci (cuci) atau bersih dari sifat-sifat yang negatif, supaya dapat mensucikan kehidupan dalam masyarakat yang dipimpinnya. Dalam mengambil sesuatu keputusan, seseorang raja harus senantiasa adil dan bijaksana, mempergunakan satu ukuran dalam menyelesaikan masalah yang sama, ia harus menimbang sama berat dan dapat membayangkan segala akibat dari keputusannya. Dengan demikian, reje harus arif, bijaksana dan memiliki wawasan luas serta jangkauan ke depan. Di samping musuket sipet seperti yang disebutkan di atas reje juga harus melakukan peranannya dengan baik menurut norma adat yang tersimpan dalam berbagai ungkapan adat gayo.

Imem Dalam masyarakat Gayo mempunyai peranan tertentu yang dalam

adat gayo disebut muperlu sunet. Ungkapan adat ini dengan jelas menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh imem dalam kehidupan masyarakat belahnya. Ia berkewajiban menegakkan norma-norma agama (Islam), caranya adalah dengan jalan mengajarkan anggota belahnya. Hukum-hukum Islam yang dilambangkan perkataan Perlu dan Sunet berasal dari kata-kata Fardhu dan Sunnat dalam lima kategori Hukum Islam yang disebut Al-ahkam Khamsah. Selain dari menyebarkan ajaran Islam, imem juga berkewajiban menjaga agar norma-norma agama Islam tidak terlanggar dalam setiap perbuatan yang dilakukan oleh anggota belahnya dan keputusan yang dilakukan oleh reje atau pengulu.

Petue

Rayat

Dalam melakukan peranannya petue harus musidik sasat. Yang dimaksud oleh ungkapan adat ini adalah bahwa seseorang petue harus senantiasa mengamati, menyelidiki dan (bahkan) mengetahui semua perkembangan yang terjadi dalam belahnya. Ia harus segera menanggapi dan menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara para anggota belahnya, dan segera menyampaikan apa yang diketahuinya dan soal-soal yang tidak dapat dipecahkannya kepada reje. Reje

sebagaimana disebutkan di atas berkewajiban menyelesaikan setiap masalah sebagaimanapun sulitnya, secara bijaksana, adil dan benar.

(15)

374 Nilai-nilai Sarak Opat terhadap pemilihan keputusan karir, pendekatan karir yang digunakan menggunakan pendekatan Karir SCCT. Sosial Kognitif Karir Teori (Lent, Brown, & Hackett, 1994) adalah pendekatan yang lumayan baru untuk memahami teka-teki karir. Hal ini dimaksudkan untuk menawarkan kerangka pemersatu untuk membawa potongan umum, atau elemen, diidentifikasi oleh teori karir seperti sebelumnya yaitu Super, Holland,

Krumboltz, dan Lofquist dan Dawis, mereka mengatur bagaimana orang (1) mengembangkan kepentingan kejuruan, (2) membuat (remake) pilihan pekerjaan, dan (3) mencapai berbagai tingkat keberhasilan karir dan stabilitas. Dasar utama untuk pendekatan ini terletak pada (1986) teori umum kognitif sosial Bandura, yang menekankan cara yang rumit dimana orang, perilaku mereka, dan lingkungan saling mempengaruhi satu sama lain.

Teori Karir Kognitif Sosial menunjukkan sejumlah ide untuk intervensi perkembangan, pencegahan, dan perbaikan karir, untuk mempromosikan pengembangan akademik minat siswa / karir dan kompetensi, untuk mencegah atau forestalling kesulitan yang berhubungan dengan karir, dan untuk membantu orang mengatasi permasalahan yang ada dalam memilih atau menyesuaikan diri dengan bekerja. Saran untuk aplikasi perkembangan dan preventif dapat diturunkan dari dasar model interest, pilihan, dan kinerja SCCT khususnya dari hipotesis tentang bagaimana self-efficacy dan variabel kognitif sosial lainnya berkembang di masa kecil dan remaja. Dalam aplikasi perbaikan, teori dapat digunakan sebagai kerangka kerja baik untuk mengadaptasi metode konseling yang ada dan untuk mengembangkan teknik intervensi baru. Pada bagian ini, kita mempertimbangkan caracara di mana SCCT dapat digunakan dalam menangani

masalah karir perkembangan dan perbaikan yang dipilih.

Bandura (dalam Tang, 1986) menemukan bahwa individu-individu dengan suatu kendali perasaan positif, yang dikombinasikan dengan suatu pandangan optimis masa depan, akan lebih baik dalam menghadapi tekanan dan tantangan; dengan kata lain mereka memperlihatkan afikasi diri (self-efficacy) yang tinggi. Afikasi diri didefinisikan sebagai pertimbangan seseorang atas kemampuannya untuk memenuhi tugastugas tertentu. Bandura menyatakan bahwa keyakinan afikasi diri (self-efficacy beliefs) berpengaruh terhadap capaian kinerja, kemampuan belajar, persuasi sosial, dan kekuatan atau stabilitas emosional. Afikasi diri mempengaruhi kinerja dan kinerja dipengaruhi oleh afikasi diri. Hal ini berinteraksi dengan motivasi kapabilitas pribadi, dan faktor-faktor lingkungan atau variabel-variabel kontekstual (Tang dan Russ, 2007).

Menurut Tang dan Russ (2007) efikasi diri (self-efficacy) menempatkan peran sebagai media utama antara perkembangan minat karier, pilihan karier, dan pribadi individu serta variabel kontekstual. SCCT melalukan konsolidasi

pada variabel-variabel yang mempengaruhi pilihan dan perkembangan

karier. Salah satu kekuatan besar SCCT adalah pengenalan pengaruh kontekstual pada perkembangan karier seseorang dan peran afikasi diri (self-efficacy) sebagai media perilaku seseorang untuk pencapaian suatu bidang karier.

(16)

375 mulai dari lahir sampai dengan umur 14

atau 15 tahun. 2. Tahap eksplorasi, dari umur 15 tahun sampai dengan 24 tahun. 3. Tahap pembentukan, mulai umur 25 tahun sampai umur 44 tahun. 4. Tahap pemeliharaan, mulai umur 45 tahun sampai umur 64 tahun, dan 5. Tahap kemunduran, dari umur 65 tahun keatas. Mahasiswa pada jenjang sarjana masuk dalam kategori tahap eksplorasi dengan karakteristik fase sementara (tentative), dimana fase ini individu mempersempit pilihanya namun belum final.

Tugas utama perkembangan karir tahap eksplorasi adalah mengeksplorasi jabatan, dan uji coba peranan untuk memperoleh kesesuaian antara konsep diri dan faktor-faktor lingkungan pekerjaan atau pendidikan yang mempersipkan mereka pada suatu jabatan. Social Cognitive Career Theory (SCCT) yang berdasarkan pada teori sosio kognitif Albert Bandura (dalam Tang, 2007) merupakan salah satu teori yang menjelasan proses pengambilan keputusan karir. Budaya secara signifikan mempengaruhi pilihan karier seseorang (Tang et al 2007).

Budaya merupakan keseluruhan kompleks yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, norma, adat kebiasaan dan kapabilitas lain, serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seseorang manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Selanjutnya (Triandis dalam Tang 2007) mengungkapkan, orang-tua menanamkan nilai-nilai budaya kepada anak-anaknya (giving) melalui interaksi sosial yang berlangsung dalam kehidupan keluarga, sedangkan Berry, Poortinga, Seegal, dan Dosen (Tang, 2007) menyatakan bahwa budaya mempengaruhi perilaku anak melalui pewarisan budaya (cultural transmission). Bahwa budaya dapat mempengaruhi pilihan karier seseorang melalui proses pewarisan budaya (cultural transmission), penanaman budaya (cultural giving) oleh orang-tua kepada anak-cucunya, dan pengaruh

budaya masyarakat di mana seseorang bertempat tinggal.

Ada tiga prosedur/teknik perilaku konselor yang diambil dari pendekatan belajar sosial terhadap teori perkembangan karir (social learning approaches

to career development theory)

dalam proses konseling karir (Tang, 2007):

Penguatan (reinforcement),

dalam teknik ini konselor membantu klien dalam hal penyelesaian tujuan dari konseling karier yaitu memilih alternative karier yang tepat;

Pengguanaan peranan model (role

model), dalam teknik ini konselor

membantu konseli dengan bertindak sebagai model atau dengan menyediakan model peran terhadap mereka. Dengan menggambarkan cara membuat keputusan yang tepat dan strategi pembuatan keputusan yang efektif, konselor menjadi model peran bagi konseli; Simulasi

(simulation) kegiatan ini dapat membantu klien dalam mensimulasikan suatu pengalaman karir. Selain itu dalam pengambilan keputusan karir sangat diperlukan adanya peranan kognitif.

Dalam peranan sarak opat yang terdiri dari reje, petue, imem dan rayat

selama masa eksplorasi karir peranan

sarak opat ini dapat berperan sebagi elemen-elemen penting dalam pengambilan keputusan karir berdasarkan peranan masing-masing bagian sarak opat.

Teori Karir Kognitif Sosial menunjukkan sejumlah ide untuk intervensi perkembangan, pencegahan, dan perbaikan

karir, untuk mempromosikan pengembangan akademik minat siswa / karir dan kompetensi, untuk mencegah

atau forestalling kesulitan yang

(17)

376 Dukungan elemen peranan sarak opat

yang pertama adalah reje yang fungsinya adalah harus mampu menimbang sama berat dan dapat membayangkan segala akibat dari keputusannya. Di samping

musuket sipet, seperti yang dinyatakan di

atas, reje juga harus melakukan

peranannya dengan baik menurut norma norma adat yang tersimpan dalam berbagai ungkapan adat gayo. Pengambilan keputusan karir dalam teori SCCT disebutkan bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang indidividu adalah dapat menafsirkan keberhasilan masa lalu dan masa sekarang dengan car-cara yang mempromosikan, kompetensi yang dimiliki sekarang dan juga pernanan ini berperan agar individu dapat Ulasan masa lalu terkait pengalaman sukses (Lent, Brown, & Hackett, 1994). Dukungan

elemen kedua adalah imem, Ia

berkewajiban menegakkan norma-norma agama dengan cara mengajarkan anggota

belahnya. Imem juga berkewajiban

menjaga agar norma-norma agama tidak terlanggar dalam setiap perbuatan yang dilakukan oleh anggota belahnya dan keputusan yang dilakukan oleh reje atau pengulu.

Elemen selanjutnya adalah petue yang harus musidik sasat, yang artinya harus senantiasa mengamati, menyelidiki dan (bahkan) mengetahui semua perkembangan yang terjadi. Petue harus

segera menanggapi dan menyelesaikan perselisihan yang terjadi, dan segera menyampaikan apa yang diketahuinya dan soal-soal yang tidak dapat dipecahkannya kepada reje.

Dalam penelitian Tang dan Russ (2007) menunjukkan bahwa SCCT secara khusus berkualitas sebagai teori karier yang secara rinci menyelidiki bagaimana lingkunga pribadi dan kepercayaan budaya mempengaruhi pilihan-pilihan karier seseorang.

Begitu juga peran seorang petue dan nilai-nilai yang berada pada peran tersebut

dalam pemilihan dan pemahaman karir mampu menjadi reinforcement bagi pemahaman karir individu dimana peran

petue sebagai pengamat dan meluruskan jika apa yang dimiliki dan dikerjakan individu tersebut tidak sesuai dengan norma adat istiadat.

Elemen terakhir dan menajdi puncah dalam pemahaman karir adalah rayat atau dengan kata lain adalah individu itu sendiri. Dalama sarak opat peran rayat

berada pada posisi tertinggi dimana rayat

berfungsi sebagi pengamat dan pengawas dari 3 peran dalam sarak Opat seperti reje, imem, dan petue. Dalam kepentingan dan pilihan karir sangat berkaitan dengan keyakinan diri dan harapan seseorang. Bagaimana harapan dan peran rayat dapat menjadi acuan untuk mengembangkan potensi diri dan mengenali kemampuan diri. SCCT menjelaskan tiga model dalam pengembangan karier seseorang yaitu (a). pengembangan akademik dan minat jurusan, (b) bagaimana individu membuat pilihan pendidikan dan karier, dan (c) kinerja dan stabilitas diri. Ketiga model ini memiliki penekanan berbeda yang berpusat pada tiga variabel utama yaitu self efficacy, harapan dari pelaksanan karir, dan tujuan pribadi. (Alvin Leung:2008). Dan ketiga aspek harus dimasuki nilai-nilai budaya dalam hal ini sarak opat agar ketika individu membuat pilihan akademik dan minat, pendidikan dan karir, juga terhadap pemilihan dan pemahaman mengenai kinerja dan stabilitas diri masih berada pada nilai-nilai kebudayaan dimana individu tersebut tinggal dan peran-peran dari nilai rayat dapat untuk menggerakkan motivasi, sumber-sumber kognitif, dan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari situasi yang dihadapi.

KESIMPULAN

(18)

377 memberikan pelayanan karir untuk membantu permasalahan siswa. Dengan menggunakan berbagai pendekatan konseling dan teori karir. Pendekatan Konseling Indigenous berbasis nilai-nilai

Sarak Opat masyarakat Gayo merupakan solusi yang digunakan konselor dalam melihat bahwa permasalahan karir yang dihadapi siswa khususnya pada masyarakat Gayo dengan tanpa menghilangkan unsur-unsur penting dari pendekatan konseling secara umum. Teori SCCT hadir digunakan sebagai teori yang pas digunakan sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendekatan konseling berbasis nilai-nilai Sarak Opat pada masyarakat Gayo. Harapannya dengan mengunakan konseling berbasis nilai-nilai

Sarak Opat konseli dapat menyadari bahwa keputusan karir yang dibutuhkan dapat optimal dengan pemberian layanan yang dilakukan oleh konselor menggunakan teori karir SCCT, melalui pendekatan Konseling berbasis nilainilai

Sarak Opat masyarakat Gayo.

DAFTAR PUSTAKA

Aman Pinan, AR Hakim. (2002). Syariat Islam dan Adat Istiadat. Takengon: Yayasan Mahkamam Mahmuda.

Alvin Leung. 2008. The Big Five Career Theories. J.A. Athanasou, R. Van Esbroeck (eds.) International

Handbook of Career Guidance.

China: Business Media B.V.

Arifin, S. (2013). Konseling indigenous

Berbasis Pesantren :Jurnal Lisan

Al-Hal 5(1), 93–115.

Darmawan. (2010). Peranan Sarak Opat Dalam Masyarakat Gayo. (The Roles Of Sarak Opat In Gayo Community). KANUN No. 50

Gibson, R. L. dan Mitchell, M.H. (1995).

Intoduction to Counseling and Guidance. Englewood Cliffs-New

Jersey: Prentice-Hall Inc.

Istiqomah, N., Muslihati, M., & Atmoko, A. (2017). Work Value Dalam Serat Wedhatama Dan Implikasinya Terhadap Bimbingan Karier Berbasis Budaya Jawa. Jurnal Pendidikan:

Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 2(6), 806–811.

Lent, Robert. W., Brown, Steven D. 2002. Social Cognitive Career Theory. Duena Brown etl (Eds). (Career Choice and Development Fourth Edition). New York: Wiley Campany.

Matsumoto David. (2008).

Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Muhammad Daud Ali. (1995). Hukum Adat Gayo, Penelitian Awal Mengenai Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam Masyarakat. Indonesia, Jakarta.

Tang, M., and Russ, K. (2007). Understanding and Facilitating Career Development of People of Appalachian Culture: an Integrated Approach. Career Development Quarterly.

Tohirin (2013) The Potential Students and Guidance Counseling Services Policy (Case Study on Stu. (n.d.), 33–44.

Riau: Toleransi FPsikologi UIN

Sultan Syarif Kasim Riau Vol. 5 No. 1

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap total hasil tangkapan untuk setiap shortening menunjukkan bahwa perlakuan shortening berpengaruh terhadap total hasil tangkapan.

Keseragaman Landrace dengan Yorkshire pada ukuran panjang badan hal ini diduga kekerabatan yang dekat, seperti hasil penelitian Kim et al, (2005) yang menunjukkan

Penelitian ini difokuskan pada Pengaruh Customer Relationship Management dan Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen Sepeda Motor Yamaha (Suatu Studi pada Konsumen

Jadi berdasarkan hasil uji validitas di atas pertanyaan 1 sampai Pertanyaan 9 memiliki r hitung yang lebih besar dari r tabel sehingga dinyatakan VALID sedangkan untuk pertanyaan

ANALISIS KEMAMPUAN BERTANYA SISWA DALAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR (PENELITIAN DESKRIPTIF KUALITATIF PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DI

Tipe-tipe vegetasi yang ada pada setiap petak di Hutan Wanagama I merupakan gambaran dari tipe-tipe habitat bagi Rusa Timor.. Hutan Wanagama I terdiri dari beberapa

[r]

Model tersebut berupa suatu sistem persamaan diferensial dengan lima variabel, yang menyatakan banyaknya vektor pada masa inkubasi, banyaknya vektor terinfeksi,