• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN AMERIKA SERIKAT tinjauan TERKAIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDEKATAN AMERIKA SERIKAT tinjauan TERKAIT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN AMERIKA SERIKAT TERKAIT

PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CHINA SELATAN

PADA PERIODE 2009-2013

Fizka Febi Alsofyan (20170510064)

PENDAHULUAN

Laut Cina Selatan merupakan salah satu perairan yang terdapat di kawasan asia pasifik,

kawasan ini mengandung sumber daya alam yang cukup banyak seperti keanaekaragaman

biota laut, minyak dan juga mineral. Fakta lain dari perairan ini adalah sebagai jalur

perdagangan internasional tersibuk dan hubungan strategis antara Samudra Pasifik dan

Samudra Hindia, mengintensifkan kebutuhan negara-negara yang ada di sekitarnya.

Terkait dua pulau utama yang menjadi flashpoint yaitu Kepulauan Spratly (Spratly

Islands) dan Kepulauan Paracel (Paracel Islands) diduga kuat mengandung cadangan mineral

misalnya 2,5 milyar barel dan 25,5 Tcf gas alam yang belum digarap (U.S. Energy

(2)

mempunyai potensi minyak sebesar 17 milyar ton. Jumlah ini lebih besar daripada potensi

minyak Kuwait yang hanya mencapai 13 milyar ton (Ma, 2006), posisi strategis LCS juga

menyebabkan LCS menjadi incaran banyak negara untuk menggunakannya sebagai sistem

pertahanan (Maksum, 2017).

Dengan faktor-faktor tersebut ,mengakibatkan sering terjadinya konflik di kawasan asia

pasifik, negara-negara disekitranya mencoba untuk mengusai perairan ini . Beberapa dekade

ini, kondisi kawasan asia pasifik sedang memanas hal ini disebabkan beberapa claim dari

Filipina, China, Malaysia, Brunei Darusslam, dan Taiwan. Keterlibatan China sebagai negara

adidaya dalam sengketa ini ,memaksa Vietnam dan Filipina mengambil langkah .

Filipina mengklaim bahwa kapal nelayan China secara illegal memsauki wilayah

perairan Filipina. Ini adalah salah satu potensi konflik terbesar, sejak 1,5 juta orang di daerah

tersebut bergantung pada perikanan dan karena eksploitasi berlebihan yang saling tumpang

tindih di wilayah “nine-dash line” Laut Cina Selatan (Hakansson C. , 2013). Untuk

menghindari masalah berkepanjangan Vietnam dan Filipina meminta bantuan Amerika

Serikat sebagai salah satu negara peace keeper untuk turun tangan menyelesaikan konflik

Laut Cina Selatan.

Dalam menghadapi sengketa ini Amerika Serikat mendukung segala bentuk perdamaian

secara damai dan diplomatis. Amerika berprinsip bahwa untuk menangani sengketa Laut

Cina Selatan adalah menghindari dan tidak menggunakan kekuatan militer. Sengketa Laut

Cina Selatan akan dihindarkan dari terjadinya perang terbuka. Hal yang memperkukuh

prinsip ini adalah pernyataan Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, bahwa

Amerika Serikat tidak memihak pada salah satu negara-negara pengklaim

(http://nrmnews.com/2012/06/12/kebijakan-luar-negeri-amerika-serikat-di-asia-tenggara/,

(3)

Selain itu, Hillary juga menyerukan "suatu proses diplomatik kolaboratif oleh semua

negara-negara pengklaim untuk menyelesaikan berbagai sengketa territorial tanpa

paksaan."Pemerintah Amerika juga mendukung negara penuntut klaim territorial sesuai

dengan Konvensi PBB tentang HukumLaut (United Nations Convention on the Law of the

Sea), dan memyerukan kepada pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai kesepakatan

mengenai kode etik laut. Dan memberikan dukungan penuh terhadap panduan kode etik yang

dipertegas dalam “ASEAN-China Declaration on the Conduct (DOC) of the Parties in the

South China Sea” yang disepakati antara the Association of Southeast Asian Nations

(ASEAN) dan China pada tahun 2002, dan telah meminta negara-negara yang bersangkutan

untuk merumuskan “kode etik” yang mengikat secara hukum (Zao, 2011).

Segala tindakan yang diupayakan oleh Amerika Serikat disebut “Smart Power”. Smart

Power adalah penggunaan seluruh alat diplomatic baik politik, militer,

ekonomi,hukum,budaya,adat, dan lain-lain. Smart Power diplomasi sudah sejak lama

dijalankan oleh Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara dan membangun hubungan erat

dengan sekutunya seperti Singapura dan Australia, untuk hubungan dengan Vietnam, Laos,

dan Myanmar masih tergolong sangat dini (Capie, 2012). Smart Power diplomasi

memberikan bukti bahwa cara ini mampu meningkatkan kepercayaan negara-negara di

kawasan Asia Tenggara, seperti keterlibatan Amerika dalam forum regional seperti ASEAN

(Thayer, 2010 ). Selain itu, Filipina dan Vietnam memutuskan mempercayai Amerika untuk

terlibat dalam sengketa Laut Cina Selatan.

Dengan keterlibatan Amerika dalam sengketa ini, mengakibatkan China melakukan

sikap yang lebih tegas. Amerika cenderung hati-hati dalam melakukan tindakan agar tidak

menimbulkan konflik yang lebih besar pada wilayah tersebut, walaupun tidak dapat

dipungkiri bahwa sikap China telah merugikan banyak pihak.Dari latar belakang yang telah

(4)

pemetintah Amerika pada periode 2009-2013 dalam menangani sengketa Laut Cina

Selatan terkesan lunak? Padahal tindakan tegas China telah merugikan Amerika juga,

China berupaya untuk mengintimidasi ExxonMobil dan perusahaan minyak lainnya untuk

menghentikan kegiatan mereka di perairan Vietnam dibawah kontrak dengan pemerintah

Vietnam.

DISKUSI

Kajian teori politik luar negeri

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada konsep dan teori yang digunakan. Sebuah

konsep dan teori mengenai politik luar negeri oleh (Holsti, 1983)diartikan sebagai

kebijaksanaan, sikap, tindakan, atau pemikiran yang disusun oleh para pembuat keputusan

untuk menanggulangi permasalahan atau untuk mengusahakan perubahan dalam lingkungan

internasional. Politik luar negeri bisa dilihat dari perspektif negara dengan menjelaskan

tingkah laku negara yang mengacu pada lingkungan eksternal dan terutama mengacu pada

keadaan domestik yang mempengaruhi pembuatan kebijakan.

Untuk itu, Amerika memiliki kebijakan Luar Negeri tersendiri dalam keterlibatannya di

konflik Laut Cina Selatan, dimana Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat ini disampaikan

oleh US State Departement Spokesperson yang mencakup 5 elemen yakni :

1. Peaceful Resolution of the Disputes : “The United States

strongly opposes the use or threat of force to resolve competing claims

and urges all claimants to exercise restraint and avoid destabilizing

actions”

2. Peace and Stability : “The United States has abiding interest

(5)

3. Freedom of Navigation : “Maintaining freedom of navigation

is a fundamental interest of US. Unhindered navigation by all ships and

aircraft in the South China Sea is essential for the peace and prosperity

of the entire Asia- Pacific region, including the US.

4. Neutrality in disputes : “The United States takes no position

on the legal merits of the competing claims to sovereignty over the

various island, reefs, atolls, and cays in the South China Sea”

5. Respect of International principles : “The US would,

however, view with serious concern any maritime claim or restriction on

maritime activity in the South China Sea that was not consistent with

international law including the 1982 UNCLOS. (Fravel, 2012)

Terdapat 4 faktor yang menjadi titik berat pemerintah Amerika dalam sengketa Laut

Cina Selatan yakni factor politik domestik, ekonomi-militer, dan situasi internasional. Ketiga

faktor di atas kemudian dapat dikaitkan dengan konsep kepentingan nasional. Kepentingan

nasional dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang

mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar

negerinya (Perwita, 2006). Dalam lingkungan kebijakan domestik dan internasional antar

negara, akan bersinggungan dengan kepentingan fundamental, yaitu kepentingan ekonomi

dan pertahanan.

Menurut (Nuechterlein, 1979), terdapat empat kepentingan fundamental yang

dimaksud, yaitu kepentingan pertahanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tatanan dunia,

dan kepentingan ideologi. Kepentingan yang terjadi pada sengketa ini adalah kepentingan

pertahanan dan kepentingan ekonomi sebagai kepentingan untuk mempertahankan keamanan

(6)

yang saling berkaitan. Apabila sengketa ini tidak dapat terselesaikan maka kepentingan

pemerintah Amerika mengalami keterhambatan.

Kepentingan Amerika Serikat mencakup berbagai isu, baik domestik maupun global.

Dalam lingkungan kebijakan domestik dan internasional antar negara, akan bersinggungan

dengan kepentingan fundamental, yaitu kepentingan ekonomi dan pertahanan. Sehingga

konsep kepentingan nasional bermanfaat dalam menjawab permasalahan ini, yaitu untuk

mengklasifikasi atau menunjukkan kepentingan Amerika Serikat terhadap Laut China

Selatan.

Kepentingan nasional yang telah dirancang dapat berubah sesuai dengan isu politik

yang sedang terjadi di dalam negeri maupun ranah internsional. Dalam hal ini, kekuatan

ekonomi dan militer China yang menjadi sorotan. Maka, munculah presepsi yang tertuju

kepada China yang disebut image. Image dipahami sebagai total kognitif, afektif, dan

evaluatif dalam struktur perilaku pengambilan keputusan, atau merupakan pandangan internal

negara dalam memandang dirinya dan lingkungan internasional. Menurut (Boulding, 1969),

dalam pengambilan keputusan, pembuat kebijakan tidak selalu melihat dari realita obyektif,

melainkan didasarkan pada image mereka terhadap situasi yang dihadapi.

Image Amerika Serikat terhadap China dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi

permusuhan-persahabatan melalui dinamika hubungan Amerika Serikat dan China. Amerika

Serikat memandang China sebagai teman yang potensial tetapi di sisi lain rival yang

mengancam Amerika Serikat. Dimensi yang kedua adalah dimensi kekuatan-kelemahan

melalui kekuatan ekonomi dan militer China yang mengalami perkembangan pesat dalam

beberapa tahun terakhir, baik di Asia maupun di dunia.

Image China dengan kekuatan ekonomi dan militer yang baru kemudian dikaitkan

dengan kepentingan ekonomi dan militer Amerika Serikat yang ingin menciptakan stabilitas

(7)

dibandingkan melakukan tindakan offensive terhadap China. Berdasarkan konsep, teori, dan

pendekatan tersebut, ditemukan jawaban bahwa pendekatan yang dilakukan Amerika Serikat

pada masa pemerintahan Barack Obama dalam usaha membantu menyelesaikan sengketa

Laut China Selatan ini yang cenderung lunak dilandasi adanya faktor kepentingan ekonomi

dan pertahanan Amerika Serikat itu sendiri, faktor kekuatan ekonomi dan militer China, dan

persepektif Amerika Serikat terhadap China. Faktor – faktor tesebutlah yang menjadi landasan dalam pengarahan kebijakan-kebijakan pemerintahan Barrack Obama dalam

sengketa Laut Cina Selatan.

Kepentingan Ekonomi dan Pertahanan Amerika Serikat

Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang memiliki ekonomi paling besar dan

secara teknologi paling kuat dan paling penting sedunia, dengan GDP per kapita sebesar

$48.900 (Economy Watch, US Economy).Ketika Amerika Serikat menyumbang hanya

sekitar 4% dari populasi dunia, GDP-nya adalah 26% dari total output ekonomi dunia. Sejak

tahun 1960an, ekonomi Amerika Serikat bertanggung jawab akan penyerapan tabungan

global. Terlepas tantangan dari negara berkembang, Amerika Serikat tetap menjadi negara

paling banyak investasi ke negara-negara di dunia, dengan foreign direct investment senilai

$2,398 triliun pada tahun 1990, Amerika Serikat juga merupakan investor terbesar di dunia,

dengan investasi keluar negeri senilai $3,259 trilliun pada 2010.

Ekonomi Amerika Serikat berorientasi pada sistem pasar bebas yang mana perusahaan

swasta mendapat intervensi yang terbatas dari pemerintah dalam bidang-bidang seperti

kesehatan, transportasi, dan pensiun. Dalam ekonomi yang berorientasi pada pasar, pelaku

bisnis, baik individu dan perusahaan, membuat hampir semua keputusan, dan pemerintahan

negara dan federal membeli barang dan jasa yang dibutuhkan sebagian besar di pasar swasta

(8)

Amerika Serikat mendukung penuh pasar bebas, namun peran pemerintah tetap

memerankan peran utamanya sebagai pembuat regulasi perekonomian mengenai masalah

yang dihadapi sektor swasta. Seiring waktu pemrintah Amerika juga melindungi perusahaan

domestic dari kompetisi asing. Oleh karena itu, perekonomian Amerika merupakan refleksi

ekonomi campuran dimana struktur ekonomi ditegakkan melalui interaksi antara sector

swasta, publik, dan internasional.

Pada tahun 2009, karena krisis keuangan global yang memburuk, Amerika Serikat dan

negara maju lainnya jatuh kedalam resesi, kemudian terjadi penurunan defisit perdagangan

yang memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat

(Williams, 2012). Namun karena kondisi ekonomi global sedang goyah yang menyebabkan

permintaan akan impor terus menurun, dan karenanya terjadi penurunan defisit perdagangan,

hal itu juga menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa domestik. Pada tahun 2010

dan 2011, Amerika Serikat berusaha bangkit dan memaksa perusahaan untuk semakin

bersaing dengan impor untuk terus menghadapi permintaan yang berkurang karena ekonomi

domestik tetap berjalan lamban. Kondisi ini juga meningkatkan tekanan terhadap kekuatan

politik untuk melindungi industri dalam negeri dari impor, tidak hanya di Amerika Serikat

tetapi juga di seluruh dunia.

Hubungan perdagangan sering memicu kepada semakin dalamnya hubungan bilateral

dengan negara-negara lain seperti, perjanjian politik dan keamanan. Pemeliharaan

perdamaian, stabilitas, dan aliran perdagangan bebas tergantung pada keseimbangan

kapabilitas dan kehadiran militer. Sehingga, kepentingan ekonomi dan militer Amerika

Serikat saling berkaitan satu sama lain. Kepentingan ekonomi dan militer Amerika Serikat

pada pemerintahan Barack Obama terkait erat dengan perkembangan yang membentang dari

Pasifik Barat dan Asia Timur ke wilayah Samudera Hindia dan Asia Selatan, menciptakan

(9)

sementara militer Amerika Serikat terus memberikan kontribusi bagi keamanan global,

Amerika Serikat juga akan menyeimbangkan kebutuhan dalam kawasan Asia Pasifik.

Menilai kepentingan Amerika Serikat dapat menggunakan dua kategori. Kategori

pertama adalah kepentingan absolut atau vital (Committee, 2012). Kepentingan vital yang

dimaksud, meliputi melindungi tanah air dari serangan luar, melindungi aliansi-aliansi dari

serangan, dan memastikan akses tanpa hambatan pada global commons. Kemudian, terdapat

kepentingan kondisional. Pertama, intervensi dalam konflik intra-negara untuk menegakkan

tanggung jawab pemerintah untuk melindungi warga negaranya sendiri dari genosida,

kejahatan terhadap kemanusiaan, pembersihan etnis, atau kejahatan perang serius dan

sistematis. Kedua adalah menstabilkan pemerintahan di negara-negara lain untuk

menghindari munculnya ancaman baru bagi kepentingan Amerika Serikat, seperti

pembentukan kelompok teroris.

Amerika Serikat adalah negara yang kuat dalam bidang ekonomi dan militer. Sebagai

negara kuat, Amerika Serikat juga secara otomatis bertanggung jawab sebagai penstabil

kondisi di dunia. Meskipun begitu, Amerika Serikat tetap membutuhkan negara lain untuk

mempertahankan stabilitas dunia, sekuat apapun itu. Produksi domestik tidak mampu

mengatasi permintaan, sehingga banyak dari komoditas barang dan jasa yang harus diimpor

dari negara lain. Asia, menjadi salah satu mitra terbesar Amerika Serikat, baik dalam ekspor

maupun impor, terutama China.

China merupakan salah satu penyuplai barang impor bagi Amerika Serikat. Dalam

bidang ekspor, Amerika Serikat menyuplai barang ke terutama ke Hongkong dan Singapura.

Dan ketika mitra dagangnya terlibat sengketa, hal ini juga membuat Amerika Serikat tidak

bisa tinggal diam. Karena selain mengganggu kestabilan kawasan tersebut tetapi juga

(10)

Amerika Serikat, yang menjadi sengketa adalah salah satu jalur perdagangan penting dunia,

juga bagi Amerika Serikat.

Sejak awal kemerdekaan, Amerika Serikat bersedia untuk berjuang dalam

mempertahankan kebebasan laut, kepentingan sangat penting berkaitan dengan pergerakan

sumber daya energi. Amerika Serikat juga menyatakan bahwa semua negara harus dapat

secara bebas mengeksploitasi sumber daya di bawah dasar laut di perairan internasional.

Hukum Perjanjian Laut menyusun aturan untuk membedakan antara perairan teritorial, zona

ekonomi nasional, dan perairan internasional. Amerika Serikat juga mengerahkan sumber

daya militer untuk mempertahankan penggunaan luar angkasa untuk tujuan militer dan sipil,

dan global commons lain yang dapat terancam oleh negara, individu, atau kelompok.

Sehingga ada kebutuhan bagi Amerika Serikat untuk ikut serta membantu penyelesaian

sengketa tersebut.

Hubungan Amerika dan China, secara politik, juga bisa dibilang mengalami pasang

surut.Selama paruh pertama abad ke-20, Amerika Serikat mendekati China, tapi China

menolak.Amerika Serikat membayangkan adanya konvergensi kepentingan dan nilai-nilai

China dan Amerika Serikat, akan tetapi tidak memahami kekuatan penuh nasionalisme

China. Akan tetapi pada tahun 1970an, hubungan Amerika Serikat dan China membaik

karena memiliki kepentingan geostrategis yang sama untuk melawan Uni Soviet. Namun

pada tahun 1989, selama terjadinya peristiwa penumpasan Tianamanen di China, keduanya

berselisih paham kembali.Dengan serangan terhadap New York dan Washington pada 11

September 2001, rekonsilisasi muncul.

Pada masa lalu, Amerika Serikat melihat China sebagai bangsa yang berseberangan

dengan mereka. Banyak citra negatif yang muncul untuk menggambarkan China dalam

pandangan Amerika Serikat. Sehingga, pada saat itu Amerika Serikat menganggap China

(11)

Serikat yang coba mereka terapkan di luar Amerika Serikat. Apalagi, China juga tidak

menerima adanya nilai-nilai yang diterapkan Amerika Serikat. Sehingga, hubungan Amerika

Serikat dan China mengalami pasang surut. Hubungan mereka membaik ketika ada

kepentingan yang sama dan akhirnya mereka memutuskan untuk bekerja sama. Ketika

kepentingan berseberangan, maka mereka akan berselisih kembali. Pada sengketa Laut China

Selatan, kepentingan keduanya berseberangan.

Ketika masa pemerintahan pertama Obama, Amerika Serikat memutuskan untuk ikut

campur dalam penyelesaian sengketa, China merasa ini serangan untuk meruntuhkan China.

Akan tetapi, Pemerintahan Obama menekankan bahwa Amerika Serikat hanya ingin

membantu dan menganggap negara-negara pengklaim adalah mitra yang butuh penengah

agar tidak terjadi salah paham. Sehingga, pemerintahan Obama juga menganggap bahwa

China adalah mitra, bukanlah musuh, dan meminta untuk saling melupakan sejarah masa lalu

yang kelam dalam hubungan Amerika Serikat dan China. Persepsi ini mempengaruhi

kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dalam upaya penyelesaian sengketa Laut

China Selatan menjadi lunak. Meskipun dalam konflik tersebut China melakukan tindakan

yang tegas, namun Amerika Serikat berusaha agar China ikut dalam usaha perdamaian

(12)

KESIMPULAN

Salah satu bentuk Politik Global Amerika adalah dengan kebijakan Luar Negeri untuk

ikut campur dalam konflik Laut Cina Selatan, hal ini dapat terjadi dengan penerapan

smartpower Amerika yang kemudian menyebabkan negara ini dapat diundang dalam

penyelesaian kasus ini. Amerika memutuskan untuk ikut campur dalam kasus ini dengan 4

alasan yakni menjungjung tinggi hukum internasional yang berlaku,mendukung sepenuhnya

kebebasan navigasi, keamanan dan stabilitas regional, serta jalur perdagangan dan

perkembangan ekonomi (Odom).

Kepentingan ekonomi dan pertahanan Amerika Serikat pada masa pemerintahan

Obama dianalisis sebagi faktor determinan. Amerika Serikat adalah negara yang kuat dalam

bidang ekonomi dan militer. Sebagai negara kuat, Amerika Serikat juga secara otomatis

bertanggung jawab sebagai penstabil kondisi di dunia. Meskipun begitu, Amerika Serikat

tetap membutuhkan negara lain untuk mempertahankan stabilitas dunia, sekuat apapun itu.

Amerika Serikat juga sangat bergantung pada negara lain, terutama dalam penyediaan barang

dan jasa. Apalagi, ketika Amerika Serikat mengalami resesi global 2008, mereka sedang

berada pada fase pemulihan dalam bidang ekonomi. Sehingga stabilitas perdagangan jangan

sampai terganggu. Jika sengketa tidak kunjung selesai, maka hubungan antar negara akan

memanas, sementara Amerika Serikat tidak bisa memihak salah satu, karena Amerika Serikat

membutuhkan China dan negara-negara lawannya, yaitu di Asia Tenggara dan Taiwan untuk

menjadi mitra baik bidang ekonomi dan juga bidang pertahanan.

Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, Amerika Serikat perlu mengeluarkan

serangkaian kebijakan, baik berupa aksi, strategi, dan keputusan, terutama terhadap China

karena, China merupakan negara pertama yang mengklaim bahwa Laut China Selatan

menjadi wilayah yang masuk kedaulatannya. Kemudian China yang berupaya untuk

(13)

mereka di perairan Vietnam dibawah kontrak dengan pemerintah Vietnam. Sehingga

menimbulkan konflik ini menjadi lebih rumit. Akan tetapi, Amerika Serikat tidak bisa

mengambil tindakan tegas, selain karena akan menimbulkan konflik yang lebih besar, tetapi

juga karena China memiliki kekuatan yang tidak kalah dari Amerika, terutama kekuatan

militer dan ekonomi.

China muncul menjadi kekuatan ekonomi dan militer Asia yang sudah melampaui

Jepang. Bahkan ketika krisis ekonomi melanda negara-negara maju, China tidak begitu

terpengaruh. Secara statistik melambat, tetapi tidak signifikan. Sehingga, kalau Amerika

Serikat secara langsung menghukum China, maka China akan melawan dan akan

menimbulkan perang besar, dan situasi di kawasan tersebut akan semakin tidak stabil.

Apalagi saat ini, Amerika Serikat berusaha melihat China sebagai teman yang potensial

bukan lawan yang mengancam. Karena meskipun jika dilihat dari aspek sejarah, kedua

negara tidak memiliki hubungan yang terlalu baik, akan tetapi kedua negara ini saling

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Boulding, K. E. (1969). National Images and International System”. In J. N., National Images and International System.

Capie, D. (2012). Smart Power: Transforming Militaries for 21st Century Missions . Goh Keng Swee Command and Staff College Seminar 2012 (p. 11). Singapore : THE S. RAJARATNAM SCHOOL OF INTERNATIONAL STUDIES.

Committee, D. A. (2012). Defense AdviA New US Defense Strategy for New Era: Military Superiority, Agility, and Efficiency. In Defense Advis A New US Defense Strategy for New Era: Military Superiority, Agility, and Efficiency. Washington: Stimson.

Defense, D. o. (2012). Sustaining U.S. Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense. In D. o. Defense, Sustaining U.S. Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense.

Washington DC.

Economy Watch, US Economy. (n.d.). Retrieved september 17, 2017, from https://www.cia.gov/library/publications/theworldfactbook/geos/us.html

Fravel, T. (2012). South China Sea : What Issue and Whose Core Interest . 6th Berlin Conference on Asia Security (p. Session 5 ). Berlin: Konrad Adenaurer Siftung .

Hakansson, C. (2013, 2 22). The South China Sea’s “Cold War”. Retrieved 4 7, 2013, from upflund.se: http://www.upflund.se/utrikesperspektiv/2013/2/22/the-south-china-seas-cold-war.html#.UWEKu0o1iqo

Hakansson, C. (2013). The South China Sea’s “Cold War”. In The South China Sea’s “Cold War”. upflund.se: http://www.upflund.se/utrikesperspektiv/2013/2/22/the-south-china-seas-cold-war.html#.UWEKu0o1iqo.

Holsti, K. (1983). International Politics: A Framework for Analysis. In K. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis. London: London Prentice Hall.

http://nrmnews.com/2012/06/12/kebijakan-luar-negeri-amerika-serikat-di-asia-tenggara/. (2012, juni 12). Retrieved september 17, 2017, from Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat di Asia Tenggara: http://nrmnews.com/2012/06/12/kebijakan-luar-negeri-amerika-serikat-di-asia-tenggara/

Ma, S. (2006). China’s Multilateralism and the South China Sea Conflict: Quest for Hegemonic Stability? Ma,China’s Multilateralism and the South China Sea Conflict: Quest for Hegemonic Stability? (Master Thesis), National University of Singapore .

Maksum, A. (2017). Regionalisme dan Kompleksitas Laut China Selatan. Jurnal Sospol Vol. 2 No. 2 (Januari-Juni 2017), Hal 1-25 .

Nuechterlein, D. E. (1979). The Concept of National Interest: A Time for New Approaches.

Odom, J. G. (n.d.). Where’s the Stake? US Interest in South China Sea . www.nghiencuubiendong.vn/en.

(15)

Thayer, C. A. (2010 , 8 31). China’s Soft Power v America’s Smart Power. Retrieved 6 20, 2013, from www.eastasiaforum.org: http://www.eastasiaforum.org/2010/08/31/chinas-soft-power-v-americas-smart-power/

Williams, B. d. (2012). U.S. International Trade: Trends and Forecasts. In B. d. Williams, U.S. International Trade: Trends and Forecasts.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui jumlah tulangan yang dipakai pondasi tiang bor pada Gedung Pusat Umar Bin Khotob Universitas Islam Malang2. 1.5

menggunakan alat tradisional sampai yang tidak menggunakan alat tersebut bisa dilakukan dalam permainan Tradisional masyarakat Mandailing. Permainan Tradisional masyarkat

YS Albay'a: Teşkilat içinde kendisinin de bildiği gibi üst kademede çekişmelerin olduğunu, bizi de alet edip kullanmaya çalıştıklarını, bu insanların inandığımız,

Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut, apabila sama sekali tidak ada individu yang puas terhadap layanan maka tidaklah berarti dalam populasi tidak ada sama sekali tingkat

Anak usia sekolah adalah anak berusia 6 – 21 tahun , yang sesuai dengan proses tumbuh kembangnya di bagi menjadi 2 sub kelompok yakni praremaja 9( 6-9 tahun) dan remaja ( 10 – 19

begitu juga sebaliknya, apabila dalam kolom anaktangga maka pemain tersebut juga harus menjawab pertanyaan yang ada di dalamnya apabila pemain berhasil menjawab

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dan seberapa besar pengaruh dari motivasi berprestasi dan strategi belajar efektif terhadap

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR SISWA ANTARA YANG MENGGUNAKAN METODE ACTIVE LEARNING DENGAN YANG MENGGUNAKAN METODE CERAMAH BERVARIASI PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS X DI SMK PGRI