ADAPTASI BENTUK DAN FUNGSI SECARA PRAGMATIS
PADA HUNIAN KAMPUNG
Dewi Parliana
Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Itenas
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana adaptasi bentuk bangunan yang terjadi pada koridor jalan arteri yang diakibatkan oleh pembangunan jalan arteri itu sendiri, yang berbentuk lengkung dan miring. Kawasan di sepanjang koridor lingkar dalam (Lingkar Selatan) umumnya berasal dari sawah dan kebun yang dimatangkan, kemudian di pecah-pecah menjadi kapling-kapling kecil yang bentuk dan ukurannya beraneka ragam. Pembangunan Jalan Lingkar Selatan membelah kawasan hunian yang sudah terbangun, yaitu kampung. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan jalan lingkar dalam (Lingkar Selatan), yang tidak mengikuti pola kawasan terbangun yang sudah ada terhadap bentukan arsitektur tersebut sangatlah besar. Pada koridor jalan tersebut, kapling-kapling dan bangunan terpotong miring berubah menjadi bentuk-bentuk iregular, dan orientasi kapling terhadap jalan menjadi tidak tegak lurus. Konsolidasi lahan pasca pembangunan jalan tidak dilakukan oleh Pemerintah, sehingga dengan bentuk-bentuk iregular kapling, masyarakat membangun rumah mereka tanpa kaidah-kaidah arsitektur yang baik. Dengan kapling dan bangunan yang terpotong pembangunan jalan tersebut, adaptasi bentuk bangunan yang dilakukan oleh masyarakat memperlihatkan kecenderungan pragmatis, dan selain itu juga terjadi penetrasi dari hunian ke non hunian.
Jalan lingkar selatan dibangun pada pertengah an tahun ’80, sebagai
inner ringroad
yang melayani transporta si kota Bandung bagian selatan. Transport asi kendaraan dari Bandung timur menuju Bandung barat dapat dicapai tanpa melalui jalan arteri primer asia afrika dimana pusat kota berada.
Jalan Lingkar Selatan dibangun membelah kawasan terbangun yang merupaka n
kawasan hunian kampung. Dampakn ya adalah struktur
fisik kampung mengalam i
perubahan .
Aksesibili tas pada fasilitas kampung menjadi sulit, kehidupan sosial penghuni kampung berubah drastis, sanak saudara terpisah-pisah, dan dampakny a bagi arsitektur kota menyisak an koridor yang kumuh.
Setel ah terpotong oleh jalan Lingkar Selatan, hasil bentukan tata bangunan kampung menjadi semakin tidak teratur. Dengan atap yang terlihat tumpang tindih, material non permanen ,
menghasil kan pemandan gan yang kumuh. Adaptasi bangunan yang dilakukan masyarak at
dilakukan secara pragmatis, tanpa memperti mbangkan nilasi estetis.
Pasc a
pembangu nan jalan baru pada kawasan kosong di Indonesia tidak diikuti dengan
land readjustm ent. Masyarak at
membang un pada kapling-kapling berbentuk iregular, yang tidak tegak lurus jalan, dan dengan ukuran kapling yang beraneka ragam.
Dam paknya adalah,
penataan bangunan secara arsitektur mengalam i kesulitan dalam menghasil kan tata bangunan yang baik.
Jalan lingkar merupaka n jalan alternatif dalam memecah kan masalah perkemba ngan kota, dan berbentuk melingkar secara
radiacent ric sejajar dengan pusat kota, sehingga bila dibangun lingkar selatan, seharusny a juga dibangun jalan lingkar utara. Jalan lingkar utara yang direncana kan pada kenyataan nya mengalam i kesulitan disebabka n oleh
topografi kota Bandung yang berbukit-bukit, sehingga pembangu nan jalan lingkar utara sampai saat ini tidak dapat dilaksana kan
Gam bar dibawah ini adalah Peta Keluran Samoja dan Kelurahan Cibangko ng Kecamata n
Batunung gal, sebelum terkena intervensi pembangu nan jalan Lingkar selatan (laswi), yaitu tahun 1987. Kampung yang sangat padat ini diapit oleh jalan Gatot Soebroto dan jalan Ahmad Yani.
Gambar 7.13 Peta
Kampun g Batunun
ggal sebelum terbelah jalan Laswi
Pada kelurahan Samoja, terdapat lima RW yang terkena pembangu nan jalan baru, yaitu RW sedangka n pada kelurahan Cibangko ng, hanya satu RW yang terkena pembangu nan jalan baru.
Gambar 7.14 Peta
garis dan foto udara Kampun
g Batunun
ggal setelah terpotong
jalan Laswi
Pem bangunan jalan Laswi dilaksana kan pada tahun 1987, dimana sebelumn ya telah di bangun jalan Peta, Pelajar Pejuang dan BKR. Status kepemilik an tanah yang
terkena pembangu nan jalan terdiri dari 3 status, yaitu tanah sewa yang disewa dari KAI, yaitu berlokasi disisi sebelah utara dan selatan rel kereta api, tanah milik Pemkot yang ditempati dengan sistem sewa juga, dan tanah milik adat yang berlokasi sebelah selatan sungai Cibunut.
Kapli ng-kapling yang berstatus sewa setelah terkena pembangu nan jalan, pada umumnya tidak bermasala h, tidak ada konflik yang
melibatka n panitia pembebas an tanah dan penduduk, hal ini disebabka n oleh karena status tanah milik KAI, pada umumnya terjadi pergantia n
penghuni atau dipindah sewakan, sehingga terjadi pergantia n
penghuni terus menerus.
Deng an
n 2 buah lokasi berada di sebelah barat di RW 10, sehingga untuk mencapai nya harus menyeber ang jalan laswi yang begitu padat volume kendaraan nya, dan berkecepa tan tinggi. Kemudian sumber air bersih juga menjadi sulit dicapai, berada di sebelah barat yaitu di RW 11, demikian halnya juga dengan mesjid, dan ruang olah raga semuanya berlokasi di sebelah barat.
Seba gai contoh yang dialami oleh RW 06, dengan adanya pembangu
nan jalan laswi, RW tersebut menjadi terbelah dua , dan bergabun g dengan kelurahan Cibangko ng. Tetapi statusnya secara administrt if ia masih tetap merupaka n bagian dari kelurahan Samoja, KTP yang dimiliki penduduk nya pun masih berstatus kelurahan Samoja.
Kehi dupan sosial mereka telah berubah, dan untuk mencapai sekolah dasar, dan memperol eh air bersih, warga harus menyeber angi jalan raya yang volume kendaraan nya padat, dan kecepatan kendaraan
nya tinggi, sedangka n sarana untuk menyeber ang tidak disediaka n. Dari warga setempat diperoleh keteranga n, sudah sering terjadi warga yang menyeber angi jalan tertabrak kendaraan dan meningga l dunia.
Bent uk-bentuk kapling yang terpotong jalan, menjadi tidak beraturan, dan beberapa mengalam i
penggabu ngan dan pembelah an, sebagian lagi mengalam i
konsolida si lahan. Pola, sirkulasi jalan dan gang mengalam i
perubahan jalur, dan orientasi muka bangunan cenderung menghada p ke jalan baru, dan cenderung berubah jadi komersil.
7.2.1 Bentukan arsitektu r pada koridor jalan kampung yang terbelah
Kori dor Laswi adalah koridor yang bentuknya paling melengku ng (bentuk S), diantara koridor lainnya di Jalan Lingkar Selatan. Dengan bentuk lengkung, jalan Laswi memoton g hunian kampung yang padat, dengan ukuran kapling yang
kecil-kecil. Kapling yang berfungsi tetap sebagai hunian, dan berbentuk segitiga dan segiempat ireguler, adalah terbanyak terjadi di jalan Laswi ini. Dengan status lahan pada umumnya sewa kepada PT. KAI dan Pemkot, mengakib atkan setiap kapling diadaptasi secara pragmatis dengan bentuk bangunan mengikuti bentuk kapling yang tersisa, tata bangunan yang dihasilkan pada koridor menjadi tidak teratur dan
tumpang tindih.
G ambar 7.15 Foto
udara tiga dimensi koridor jalan Laswi
Kori dor Laswi membent uk koridor yang tidak tertata dengan baik, bangunan
-bangunan miring terbentuk pada kapling-kapling kecil berbentuk iregular berfungsi sebagai hunian. Kepadata n sangat tinggi, dan bangunan
diadaptasi pada kapling kecil tanpa sisa ruang.
Gambar 7.16 Bentukan
tiga dimensi
massa banguna n koridor
jalan Laswi
7.2.2 Transfor masi dan adaptasi fungsi dan bentuk banguna n
Adap tasi bangunan terjadi pada bangunan
-bangunan yang mengalam i
transform asi
tapak/kapl ing. Tingkat adaptasi dari beberapa
menunjuk an
perbedaan
-perbedaan , hal ini disebabka n oleh variabel yang menentuk annya, diantaran ya adalah status tanah, tingkat transform asi bentuk kapling, tingkat ekonomi penghuni, dan tingkat dan skala perubahan fungsi.
Pada jalan Laswi ini terdapat 3 status kepemilik an tanah, yaitu: tanah hak milik KAI, tanah hak milik Pemkot, tanah hak milik pribadi (tanah adat). Melalui ketiga status tanah tersebut kemudian dilihat
bagaiman a adaptasi yang dilakukan penghuni pada fisik bangunan yang dipengaru hi oleh transform asi bentuk tapak, kemudian adaptasi yang dilakukan karena perubahan fungsi (penamba han dan penguran gan), dan adaptasi yang dilakukan secara pragmatik karena keterbatas an
ekonomi. Ting kat adaptasi terdiri dari 4 tingkat yaitu: rekonstru ksi, stabilisasi, konsolida si,
kulit, utilitas, interior, dan penghuni sebagai jiwanya.
Mela lui pengamat an kasus-kasus dibawah ini dicoba untuk dilihat bagaiman a
perbedaan adaptasi bangunan pada status tanah yang berbeda, dengan tingkat ekonomi yang hampir sama.
Gambar 7.17 Kelompo
k kepemili
kan tanah
Seg men jalan Laswi dibagi 2 yaitu
segmen utara yang pada umumnya status tanahnya milik KAI, dan segmen selatan yang status tanahnya campur yaitu hak milik, dan milik Pemkot. Pada segmen selatan, kerusakan yang terjadi akibat dari intervensi pembangu nan jalan sangat besar, hal ini
disebabka n oleh bentuk jalan yang membent uk
lengkunga n,
sehingga membelah dan memoton g kapling-kapling yang ada menjadi bentukben tuk yang iregular.
Pada segmen utara
kerusakan akibat intervensi pembangu nan jalan tidak terlalu berat, bentuk jalan yang relatif lurus membelah dan memoton g kapling-kapling menjadi bentuk-bentuk segiempat lagi.
Gambar 7.18 lokasi
kasus-kasus adaptasi
a.
Banguna n Rumah Tinggal, warung dan salon (d)
Pemi lik bangunan adalah ibu Iyah yang
merupaka n
penghuni lama sejak tahun 1960, status tanah adalah hak milik, bangunan yang lama telah habis terkena dampak intervensi pembang unan jalan. Bangunan ini adalah bangunan baru yang selesai dibangun tahun 1990, sampai tahun 2006 telah berhasil menyeles aikan seluruh pembang unan dengan proses modifikas i yang terus menerus. Sejak dibangun kembali pada tahun 1990, sudah mengala
mi penamba han fungsi beberapa kali, diantaran ya adalah warung, salon.
Ga mbar 7.19 Kasus adaptasi 1
Orie ntasi muka bangunan pada awalnya adalah menghad ap ke timur, setelah dibangun jalan Laswi kemudian menghad ap ke Barat. Perubaha n bentuk kapling tidak drastis, karena
kapling hanya terpotong lurus pada bagian belakang nya. Penyelesa ian tata bangunan pada kapling cukup baik, dan tidak melangga r GSB yang telah ditentuka n. Luas kapling awal adalah 120 m2, kemudian menjadi 60 m2, KDB melebihi ketentuan yaitu sekitar 80%, sedangka n
ketinggia n
bangunan 1 lantai.
b. Banguna n Rumah Tinggal dan warung nasi.
Pemi lik bangunan adalah bapak Misran yang merupaka n
penghuni
lama sejak tahun 1968, status tanah milik Pemkot. Panjang kapling pada awal adalah 20 meter, kemudian akibat dampak intervensi pembang unan jalan menjadi 3 meter dengan lebar kapling 7 meter. Dengan sisa kapling yang berbentuk jajaran genjang, bapak Misran membang un kearah vertikal menjadi 2 lantai, dimana lantai 1 untuk fungsi ruang tamu dan dapur, dan lantai 2
berfungsi sebagai ruang tidur.
Untu k
memperta hankan fungsi awalnnya yaitu rumah tinggal dan warung nasi, kemudian dibangun warung nasi non permanen pada ruang
setback
Gambar 7.20 Kasus adaptasi 2
c.
Banguna n Rumah Tinggal dan warung Sate (e) Bent uk awal kapling adalah segiempat , setelah terpotong dari samping, bentukny a menjadi
panjang terpancun g. Rumah milik bapak Komarudi n ini sudah ditempati sejak tahun 1967, tadinya merupaka n
bangunan dari kayu, yang berfungsi sebagai rumah tinggal dan warung sate, dan setelah ada intervensi pembang unan jalan Lingkar Selatan, tetap menjadi rumah tinggal dan warung sate.
Gant i rugi yang diperoleh dari pemerinta h pada waktu itu (tahun 1985) adalah sebesar 16.000 rupiah per
meter persegi. Orientasi muka bangunan pada awalnya ke arah timur laut, dan kemudian ke arah tenggara menghad ap jalan Lawi.
Ada ptasi bangunan yang telah dilakukan oleh penghuni meliputi, struktur, kulit bangunan , utilitas, interior. Bahan bangunan mengala mi perubaha n, dari dinding kayu menjadi dinding bata, dengan atap dari genteng. Dengan bentuk berubah menjadi miring, penyelesa ian atap mendapat kesulitan, diselesaik
an dengan cara yang unik seperti terlihat pada foto dibawah ini.
Gambar 7.21 Kasus adaptasi 3
dan 4
d.
Bangunan Rumah Tinggal dan Toko Pigura(f)
Bent uk awal kapling rumah bapak Kundang ini adalah segiempat, dan setelah terpotong, menjadi berbentuk segiempat terpancung . Status tanah adalah hak milik, dan merupakan penghuni pertama sejak tahun 1945. Bangunan lama berbentuk segiempat berfungsi sebagai rumah tinggal, dan tidak mengalami pemotonga n, bentuk bangunan sekarang berbentuk L, dengan fungsi tambahan yaitu toko pigura, depot minyak
tanah, dan satu ruangan disewakan sebagai bengkel AC. Satu massa bangunan berfungsi sebagai hunian, dengan lantai 1 berfungsi sebagai dapur dan kamar mandi, dan lantai 2 berfungsi sebagai ruang tidur. Dengan bentuk bangunan L, maka masih tersedia ruang halaman depan dibagian muka bangunan, yang berfungsi sebagai tempat duduk-duduk konsumen toko pigura, dan konsumen bengkel AC mobil.
e.
Bangunan Rumah Tinggal dan Studio Foto (g)
Hasi l
wawancara dari para warga mengataka n bahwa kapling-kapling segitiga seperti ini sebetulnya milik Pemkot yang tidak dialihkan kepada pihak manapun, artinya bahwa pemiliknya adalah Pemkot. Bahwa pada saat pembebasa n lahan, kapling-kapling ini berstatus sisa dan sudah diberi ganti rugi (dibeli).
Dengan bentuk segitiga seperti ini Pemkot membiarka nnya menjadi ruang terbuka, dan tidak dianjurkan untuk dibangun.
Gambar 7.22 Kasus
adaptasi 5 Teta pi selang beberapa waktu lamanya, tiba-tiba ada pihak yang mengaku pemilik tanah tersebut, dan kemudian membangu n
dan kemudian sekarang menjadi 3 lantai. Lantai pertama adalah
counter
foto, WC dan studio yang berbeda ketinggian, lantai 2 adalah ruang tidur, dan lantai ke 3 adalah dapur dan kamar mandi. Bangunan ini letaknya sangat strategis, dalam artian ia berada pada kelokan jalan, sehingga dari arah berlawana n sangat terlihat jelas, sehingga mengunda ng
pertanyaan monumen apakah ini?
f.
Bangunan Rumah Tinggal
dan jual beli mobil (h)
Bent uk awal kapling rumah bapak Amir ini adalah L, dan
kemudian setelah terpotong tetap berbentuk L yang terpancung .
Merupakan penghuni pertama sejak tahun 1972, dengan status tanah hak milik. Orientasi muka bangunan ini tetap menuju arah selatan.
Kapl ing ini telah mengalami 4 kali intervensi, yang mengakiba tkan makin berkurangn ya luas kapling, yaitu pertama dengan dibangunn ya jalan gang dimuka
bangunan, sebagai prakarsa dari masyaraka
t RW
tersebut, yang kedua dengan adanya program prokasih pada sungai dibagian belakang kapling, kemudian ketiga dengan adanya intervensi pembangu nan jalan Lingkar Selatan yang memotong sebanyak 5 meter bagian muka kapling secara miring, yang keempat adalah dengan adanya pelebaran gang sebagai proyek KIP dengan dibangunn ya drainase dan
pengaspala n gang dimuka rumah.
Ada ptasi bangunan yang telah dilakukan adalah antara lain struktur keseluruha n, yang disebabkan oleh kenaikan permukaan jalan 1 meter, sehingga menyebab kan bangunan ini
tenggelam, dan akibatnya harus meningkat kan permukaan lantai dan merubah keseluruha n
strukturny a. Lantai lama berada di bagian belakang bangunan, dengan halaman belakang berada 1 meter dibawah permukaan jalan. Jumlah lantai awal adalah 1 lantai, kemudian mengalami ekspansi
vertikal menjadi 2 lantai. Fungsi awal bangunan adalah rumah tinggal, fungsi sekarang adalah rumah tinggal yang ditempatka n di lantai 2, dan tempat jual beli mobil, serta agen
voucher di lantai1.
Loka si yang berada di kelokan jalan ini cukup menguntun gkan untuk mencapai kapling, tetapi tempat ini merupakan kelokan tajam yang berjarak cukup dekat dengan simpang jalan Gatot Soebroto, dimana kendaraan sedang memicu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Sehingga
sering terjadi kecelakaan yang sudah menewask an orang kurang lebih 20 orang.
Gambar 7.23 Kasus adaptasi 6
Dipe roleh keterangan bahwa, ijin bangunan/I MB dari pihak Pemkot tidak pernah diterbitkan pada bangunan-bangunan di
sepanjang jalan Laswi ini, walaupun status tanah sudah hak milik. Bila penghuni akan melakukan ekspansi, maka harus dilakukan kearah vertikal, tanpa persetujua n
atau pengawasa n dari Pemkot. Sepertinya ada
kelonggara n dan dispensasi bagi warga kawasan ini, yang selama ini telah mengalami kerugian. Kerugian berupa materil, yaitu tanah, dan moril yaitu
memory
masa kecil bermukim di
kampung, yang jauh dari bisingnya kendaraan, dan juga hilangnya sahabat dan kerabat karena tergusur.
g.
Banguna n Ruma h Tingg al (i)
awal adalah rumah tinggal, fungsi kemudian tetap rumah tinggal ditambah dengan kantor konsultan hukum. Jumlah lantai awal satu lantai, jumlah lantai kemudian menjadi 2 lantai. Adaptasi bangunan yang dilakukan oleh pemilik ke 4 ini meliputi struktur, kulit, utilitas, interior. Perubahan
layout
denah tidak terlalu banyak, karena pemilik sekarang membeli rumah tersebut dalam kondisi seperti ini.
Gambar 7.24 Kasus
adaptasi 7
Penyelesai an disain bangunan ini sekarang, sesuai dengan konteks bentuk lahan, ada trap yang didisain dibagian muka bangunan untuk menghinda ri bentuk segiriga, material yang dipilih juga berkualitas baik, serta warna tanah sesuai dengan
bahan genteng.
h.
Bangunan Jual beli mobil (j)
Bent uk awal kapling adalah segiempat, setelah terpotong tetap segiempat, luasnya berkurang 60% dari luas awal. Fungsi awal adalah rumah tinggal, sekarang menjadi tempat jual beli mobil.
Layout
denah tidak berubah sama sekali, hanya dinding-dinding pemisah dihilangka n untuk mendapatk an ruang yang lebih leluasa untuk menyimpa n mobil. Selain itu halaman belakang ditutup dengan atap fiber,
dan digabungk an dengan bangunan depan sehingga tidak terdapat halaman
belakang. Gambar 7.25 Kasus adaptasi 8
i. Bangun an Rumah Tinggal dan Optik (a)
Pem ilik bangunan ini adalah Ibu Sri yang merupaka n
penghuni lama sejak tahun 1970, bangunan ini diwariska n oleh orangtuan ya secara turun temurun, dengan status tanah milik KAI. Orientasi muka bangunan tidak mengalam i
perubahan
, dan menamba h fungsi dengan fungsi komersial yaitu optik dan
showroom
mobil. Akibat intervensi pembangu nan jalan, telah kehilanga n halaman muka, ruang tamu, dan ruang tidur 1 buah.
Gambar 7.26 Kasus
adaptasi 9
D engan luas
lahan 7 X 9 meter, bangun an baru ini dibuat 2 bagian yaitu, bagian optik dan bagian
showro om
mobil (disewa kan). Ekspans i dilakuk an kearah vertikal untuk memper oleh ruang tidur (3 buah) dan ruang tamu. Pada segmen utara jalan Laswi ini, pemban gunan jalan Laswi memoto ng kapling-kapling dan bangun an dengan relatif lurus, sehingg
Gambar 7.27 Kasus adaptasi 10
j. Bangunan Rumah Tinggal (c)
Terd apat 2 bangunan
pada jalan Laswi ini yang sama sekali tidak terkena dampak intervensi pembangu nan jalan, baik luas dan bentuk kapling, maupun bentuk bangunan dan fungsinya. Salah satunya adalah rumah ibu Rarah yang fungsinya tidak berubah, yaitu tetap fungsi hunian. Dengan bentuk dan fasade bangunan tetap, juga tidak mengalam i ekspansi sama sekali. Berada diantara 2 bangunan yang sudah berubah baik fungsi, maupun fisiknya, keluarga ini merupaka
n
penghuni lama sejak tahun 1982.
Gambar 7.28 Kasus adaptasi 11
Dengan status tanah hak milik, penghuni tidak ada keinginan untuk menamba h fungsi seiring dengan lokasinya yang berada di jalan besar.