Bacaan : Bab VI/Tujuan Negara – Buku Ilmu Negara Kontak : 085780852812 (Whatsapp)
Tujuan Negara Indonesia: Sebuah Tinjauan Deskriptif
Mengenal Teori Tujuan Negara
Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan yang membahas pengertian pokok dan
sendi pokok negara. Pengertian pokok negara meliputi hal yang secara umum memiliki
pengertian yang sama, sedangkan sendi pokok negara meliputi hal khusus yang
berbeda-beda sebagai akibat dari karakteristik sosial dan budaya masyarakat yang berberbeda-beda-berbeda-beda
di berbagai negara. Sebagai contoh, demokrasi sebagai suatu pengertian pokok secara
umum bermakna sama, yakni kedaulatan rakyat. Namun, sebagai sendi pokok negara,
demokrasi di Indonesia tentu akan berbeda dengan demokrasi di Amerika Serikat akibat
dari perbedaan karakteristik sosial budaya di mana demokrasi tersebut ditegakkan.
Sebagai sebuah simpulan, Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat
teoretis, mempelajari mengenai pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok
negara, tidak terikat dalam ruang dan waktu tertentu, serta merupakan pengantar untuk
mempelajari ilmu hukum lain yang objeknya juga negara.
Salah satu hal yang menjadi pokok bahasan di dalam Ilmu Negara ialah Tujuan
Negara. Tujuan Negara meliputi teori dalam ilmu kenegaraan yang membahas tentang ke
arah mana organisasi negara akan berjalan. Dalam hal membahas tujuan negara, asumsi
umum yang digunakan adalah bahwa tiap-tiap negara akan mencantumkan tujuan-tujuan
keberadaannya sebagai organisasi kemasyarakatan di dalam konstitusinya. Pembahasan
mengenai Tujuan Negara akan berangkat dari argumentasi tentang keharusan hadirnya
tujuan negara, lalu melangkah kepada pembedaan antara tujuan dan fungsi negara.
Argumentasi mengenai keharusan hadirnya tujuan negara bisa dibuka melalui
serangkai pertanyaan seperti “Dapatkah suatu organisasi yang disebut negara tidak memiliki tujuan?” atau “Layak atau tidak suatu negara tidak memiliki tujuan?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu menyimpulkan bahwa kehadiran tujuan negara
merupakan sebuah keharusan di dalam negara. Bahkan, jamaknya, tujuan lebih dulu hadir
sebelum organisasi negara hadir. Organisasi negara merdeka kemudian hadir sebagai
sarana menuju tujuan negara yang telah sebelumnya disusun. Tujuan setiap negara tentu
Bacaan : Bab VI/Tujuan Negara – Buku Ilmu Negara Kontak : 085780852812 (Whatsapp)
pengalaman historis, sosiologis, dan filosofis yang berbeda. Perbedaan tersebut pada
akhirnya yang akan menentukan sikap dan perilaku politik serta bagaimana suatu negara
dikonstruksi dan dioperasikan. Perbedaan-perbedaan tersebut selanjutnya akan
membentuk konstruksi hukum suatu negara. Dengan demikian, tujuan negara merupakan
nilai-nilai yang menjadi kehendak ideal dari suatu negara. Hal tersebut pula yang menjadi
pembeda dengan fungsi negara. Fungsi negara merupakan turunan dari tujuan negara
yang berupa hal-hal mengenai bagaimana operasionalisasi dari tujuan negara.
Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan bahwa tujuan negara lebih dulu hadir
sebagai faktor determinan hadirnya organisasi negara. Dengan demikian, negara
merupakan wadah, alat, atau sarana menuju tujuan-tujuan yang telah disusun sebelumnya.
Kendati telah dipahami bahwa tujuan negara-negara tentu berbeda, tujuan-tujuan tersebut
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok: (1) Tujuan negara yang berhubungan
dengan tujuan akhir hidup manusia; (2) Tujuan negara yang berhubungan dengan
pencapaian kekuasaan; dan (3) Tujuan negara yang dihubungkan dengan kemakmuran
rakyat.
Keadilan Sosial sebagai Tujuan Negara Republik Indonesia
Jamak dipahami bahwa ide tentang keadilan dan kesejahteraan dicetuskan oleh
Soekarno pada 1 Juni 1945 di dalam forum Sidang BPUPK. Soekarno menguraikan ide
kesejahteraan dengan terikat kepada dua hal: (1) Tidak akan ada kemiskinan di dalam
Indonesia merdeka; dan (2) Tidak akan dibiarkan kaum kapitalis merajalela. Namun, jauh
sebelum itu, ide mengenai keadilan dan kesejahteraan telah lebih dulu dicetuskan oleh
beberapa bapak bangsa, seperti Muhammad Yamin pada 29 Mei, A. Rachim
Pratalykrama pada 30 Mei, serta Abdul Kadir, Soepomo, dan Ki Bagus Hadikoesoemo
pada 31 Mei. Salah satu uraian Soepomo kemudian menjadi embrio dari Pasal 33 di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebelum
amendemen yang meliputi tiga pasal: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (3) Bumi dan air
Bacaan : Bab VI/Tujuan Negara – Buku Ilmu Negara Kontak : 085780852812 (Whatsapp)
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berikut merupakan uraian Soepomo
tersebut:
Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus oleh negara sendiri, akan tetapi pada hakikatnya negara yang akan menentukan di mana dan di masa apa dan perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau yang akan diserahkan kepada suatu badan hukum prive atau kepada seseorang, itu semua tergantung daripada kepentingan negara, kepentingan rakyat seluruhnya.
Soekarno, dalam uraiannya, mengingatkan bahwa lahirnya Badan Perwakilan
Rakyat tidak sama dengan hadirnya kesejahteraan. Ia mengambil contoh kepada Amerika
dan Eropa, yang dengan hadirnya Badan Perwakilan Rakyat tidak mampu mengeliminasi
cengkeraman kaum pemodal. Ia mengingatkan bahwa kemerdekaan politik saja bukan
merupakan tanda dari tercapainya tujuan kemerdekaan. Soekarno kemudian
memperkenalkan istilah sociale rechtvaardigheid, keadilan sosial. Dengan demikian,
Soekarno melemparkan ide bahwa demokrasi yang diinginkan oleh bangsa Indonesia
bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memampukan hidupnya politiek
economische democratie, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
Selain menjadi kandungan di dalam falsafah bangsa Indonesia, Keadilan Sosial juga
mendapatkan tempat yang tinggi di dalam Pembukaan UUD 1945. Keadilan Sosial hadir
di dalam dua dari empat pokok pikiran Pembukaan UUD 1945. Hal tersebut dapat
ditemukan dalam dua bunyi di dalam Pembukaan UUD 1945: (1) “...membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”; dan (2) “...Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”. Dari kedua bunyi
tersebut, dapat dipahami bahwa Keadilan Sosial adalah jalan menuju kesejahteraan
umum, kecerdasan kehidupan bangsa, keterlibatan Indonesia dalam melaksanakan
ketertiban dunia. Keadilan Sosial juga merupakan tujuan yang harus diwujudkan oleh
Bacaan : Bab VI/Tujuan Negara – Buku Ilmu Negara Kontak : 085780852812 (Whatsapp)
salah satu Tujuan Negara, sebagai nilai-nilai yang menjadi kehendak ideal suatu negara,
dari Negara Republik Indonesia adalah Keadilan Sosial.
Indonesia sebagai Negara Hukum Materiil
Dalam paparan sebelumnya, telah disepakati bahwa salah satu Tujuan Negara
Republik Indonesia adalah Keadilan Sosial. Keadilan Sosial yang dimaksud adalah salah
satunya sebagai dasar dari lahirnya kesejahteraan. Singkat kata, Indonesia dapat
dikelompokkan sebagai negara yang tujuannya dihubungkan dengan kemakmuran rakyat.
Teori Tujuan Negara juga menyebut Negara Kesejahteraan (Welfare State) yang
dimaksud di dalam paparan-paparan sebelumnya sebagai Negara Hukum Materiil.
Negara Kesejahteraan atau Negara Hukum Materiil menempatkan kesejahteraan sebagai
hukum tertinggi. Secara teori, Negara Hukum Materiil berarti bahwa ketiadaan bentuk
hukum (hukum formil) tertentu tidak dapat menghentikan negara untuk membentuk
kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan. Atau, dalam bahasa lain, negara
boleh bertindak dengan tidak berdasar kepada hukum formil tertentu sepanjang tindakan
tersebut dilakukan demi kesejahteraan rakyat yang nyata. Hal yang demikian, di dalam
Ilmu Hukum Administrasi Negara, dikenal sebagai diskresi atau kewenangan
diskresioner. Namun demikian, dalam membahas Indonesia sebagai Negara
Kesejahteraan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan sendiri telah menentukan definisi baku dari diskresi:
Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Hal yang demikian di atas mengisyaratkan bahwa pejabat pemerintahan tetap tidak
dibolehkan untuk bertindak di luar hukum formil. Namun, hal tersebut tidak berarti
menghilangkan kriteria Negara Hukum Materiil yang melekat pada Indonesia. Posisi
Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan atau Negara Hukum Materiil tetap teguh karena
pejabat pemerintahan dimungkinkan untuk bersikap dan bertindak mana kala rujukan
Bacaan : Bab VI/Tujuan Negara – Buku Ilmu Negara Kontak : 085780852812 (Whatsapp)
tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan1. Pejabat pemerintahan diberikan
kewenangan diskresioner.
Hadirnya Peradilan Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung (dalam hal judicial
review2 terhadap peraturan perundangan di bawah Undang-Undang), dan Mahkamah
Konstitusi juga bisa dipandang sebagai pengejawantahan dari Salus Populi Suprema Lex3,
di mana ketiga wadah hukum formil tersebut memungkinkan pencabutan
perundang-undangan yang tidak sesuai dengan tujuan kemakmuran rakyat. Hal tersebut dibuktikan
dengan dibatalkannya keseluruhan pasal di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi pada 18 Februari 2015 silam. Salah
satu yang juga dapat dikatakan sebagai bukti adalah Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) Jakarta Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT yang menyatakan bahwa
Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 tahun 2014 tentang Pemberian
Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra tidak sah.
Meskipun dalam operasionalisasinya, eksekusi paksa putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara masih menemui ketidakjelasan.
Sebagai sebuah simpulan, Tujuan Negara merupakan salah satu bahasan utama di
dalam Ilmu Negara. Tujuan Negara sendiri berarti seperangkat nilai yang menjadi
cita-cita ideal dari sebuah negara. Dalam teorinya, Tujuan Negara dikelompokkan ke dalam
tiga jenis: tujuan negara yang berorientasi kepada tujuan akhir hidup manusia yang erat
dengan teokrasi, tujuan negara yang berorientasi kepada perolehan kekuasaan, dan tujuan
negara yang berorientasi kepada kemakmuran rakyat. Negara Republik Indonesia,
sebagai mana pengalaman filosofis, sosiologis, dan yuridis yang kolektif dari bangsa
Indonesia memiliki tujuan untuk memakmurkan rakyat yang termanifestasi ke dalam
istilah Keadilan Sosial. Indonesia juga digolongkan ke dalam Negara Hukum Materiil
atau Negara Kesejahteraan, di mana kesejahteraan merupakan hukum tertinggi. Secara
nyata, negara menyediakan wadah formil untuk mencabut peraturan perundangan yang
1 Stagnasi Pemerintahan berarti tidak dapat dilaksanakannya aktivitas pemerintahan sebagai akibat
kebuntuan atau disfungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, contohnya: keadaan bencana alam atau gejolak politik.
2Judicial Review merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.
3
Bacaan : Bab VI/Tujuan Negara – Buku Ilmu Negara Kontak : 085780852812 (Whatsapp)
tidak menyejahterakan rakyat yakni melalui Peradilan Tata Usaha Negara, Mahkamah
Agung, dan Mahkamah Konstitusi. Negara, melalui hukum, juga memberikan
kewenangan diskresioner kepada pejabat pemerintahan dalam hal peraturan perundangan
belum dapat mengakomodasi perkembangan situasi yang dihadapi oleh pejabat
pemerintahan.
Daftar Pustaka
Yozami, M. A. (2016, September 16). Soal Proyek Reklamasi, Luhut Diminta Taati Putusan PTUN. Diambil kembali dari hukumonline.com:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57dbd5b472486/soal-proyek-reklamasi--luhut-diminta-taati-putusan-ptun
Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. (2016). Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
ASH. (2015, Februari 18). MK Batalkan UU Sumber Daya Air. Diambil kembali dari hukumonline.com: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54e4bd8e5dc0a/mk-batalkan-uu-sumber-daya-air
Pramesti, T. J. (2015, Januari 14). Arti, Tujuan, Lingkup, dan Contoh Diskresi. Diambil kembali dari hukumonline.com:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54b538f5f35f5/arti--tujuan--lingkup--dan-contoh-diskresi
Yasin, M. (2013, Agustus 15). Masalah Eksekusi Paksa Putusan PTUN. Diambil kembali dari hukumonline.com:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5206db0fe239e/masalah-eksekusi-paksa-putusan-ptun
Salmande, A. (2011, Mei 6). Praktik Legislative Review dan Judicial Review di Indonesia. Diambil kembali dari hukumonline.com:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1105/praktik-legislative-review--judicial-review-di-republik-indonesia
Kusumasari, D. (2011, Maret 5). Perbedaan Judicial Review dengan Hak Uji Materiil. Diambil kembali dari hukumonline.com:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4257/perbedaan-judicial-review-dengan-hak-uji-materiil
Latif, Y. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.