• Tidak ada hasil yang ditemukan

Realisasi Tesis Mahan dan Castex Mengena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Realisasi Tesis Mahan dan Castex Mengena"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Realisasi Tesis Mahan dan Castex Mengenai Perkembangan Teknologi dalam Kasus Indonesia Mempertahankan Wilayah Irian Barat Pada Masa Pemerintahan Presiden

Soekarno

oleh

Yunia Damayanti (071311233066)

Mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlangga

Abstraksi

Strategi kemaritiman menjadi salah satu aspek penting dalam perkembangan teknologi suatu negara dalam hal keamanan kelautannya. Perkembangan teknologi tersebut juga tidak jarang berhubungan dengan kasus peperangan di daerah laut. Pelbagai tesis-tesis strategi kemaritiman tradisional juga digunakan dalam mengamati dan menganalisis hal tersebut. Tesis-tesis yang digunakan berhubungan dengan perkembangan tesis strategi kemaritiman dari Blue-Water School, yaitu dengan pemikir Alfred Thayer Mahan hingga pada tesis Continental School, yang mana dengan pemikir terkenalnya, yaitu Raoul Castex. Tulisan ini akan menganalisis mengenai persoalan keberlakuan dan ketidakberlakuan tesis-tesis tersebut dengan melihat studi kasus perkembangan teknologi kemaritiman ketika Indonesia pada masa Soekarno meningkatkan angkatan laut untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya dalam kasus pembebasan Irian Barat. Perkembangan teknologi kemaritiman penting adanya untuk diselaraskan dengan tesis-tesis yang ada, agar tesis tersebut dapat terbukti dengan adanya studi kasus mengenai sejarah perkembangan kemaritiman Indonesia. Kasus tersebut tidak terlepas dari aspek keamanan laut suatu negara yang menjadi salah satu hal penting bagi negara kepulauan seperti Indonesia.

(2)

Kelautan dan kemaritiman menjadi aspek yang dipertimbangkan oleh suatu negara dalam mencapai kesejahteraan wilayahnya. Maka dari itu, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak peristiwa-peristiwa sejarah, seperti perang dan perkembangan teknologi di awali dari keinginan suatu negara untuk menguasai suatu wilayah, dalam kasus ini adalah wilayah laut. Memahami konsep penguasaan laut tidak terlepas dari aspek geopolitik, seperti halnya Britania Raya yang dulu merupakan negara dengan armada angkatan laut terkuat dan terbesar, sehingga negara tersebut menjadi negara superpower. Tesis dari Alfred Thayer Mahan pun muncul atas dasar fenomena keberhasilan Britania Raya sebagai negara dengan angkatan laut terkuat di dunia, pada saat itu. Dikatakan bahwa tesis dari Mahan tersebut telah memberikan sebuah patokan bahwa apabila suatu negara ingin meningkatkan kekuatannya, maka negara tersebut harus menguasai laut sepenuhnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya teknologi, tesis Mahan tersebut dipertanyakan keabsahannya. Perkembangan teknologi yang bertujuan untuk kesejahteraan maritim suatu negara tidak hanya berdasarkan dengan penguasaan laut yang sebesar-besarnya. Hal tersebut melainkan berusaha bertindak strategis, seperti pengembangan teknologi kapal selam ataupun senjata nuklir yang mana tujuannya adalah untuk keamanan dan kesejahteraan suatu negara.

(3)

Penjabaran Tesis-Tesis Strategi Kemaritiman Alfred Thayer Mahan dan Julian Corbett

Memahami suatu tesis mengenai strategi kemaritiman tidak terlepas dari tesis pemikir seperti Alfred Thayer Mahan dan Raoul Castex. Hal tersebut dikarenakan bahwa menurut penulis kedua pemikir tersebut telah memberikan batasan-batasan mengenai konsep lama atau the Old Concept, yaitu dengan Blue-Water Thinker, Alfred Thayer Mahan dengan konsep baru atau the New Concept yang mana dari Continental School Thinker dengan Raoul Castex sebagai pemikirnya. Hal tersebut bukan berarti bahwa adanya batasan-batasan tersebut menyebabkan tesis yang lama hilang begitu saja, justru kehadiran tesis yang baru telah membuat tesis yang lama berkembang agar dapat sesuai dengan keadaan yang ada. Sebagai the father of modern naval history, tesis Mahan berperan signifikan terhadap perkembangan angkatan laut negara-negara dunia dalam mencapai maritime warfare. Dalam tesisnya Mahan menjelaskan bahwa penting bagi angkatan laut suatu negara untuk melakukan aksi, yaitu ofensif secara taktis maupun strateginya. Mahan juga berpendapat bahwa coastal defense memiliki nilai yang rendah dalam melakukan aksi penguasaan laut. Maka dari itu, Mahan berpendapat faktor defensif dari sebuah angkatan laut adalah faktor ofensif itu sendiri (Vego, 2009: 3). Asumsi dari Mahan tersebut menjelaskan bahwa hal utama yang dilakukan oleh angkatan laut suatu negara adalah beraksi ofensif terhadap angkatan laut negara lainnya. Atau dalam kata lain, menghancurkan atau menguasai kapal musuh adalah wajib. Hal tersebut dibuktikan dari tesis berikutnya yang mana Mahan mendukung bahwa decisive battle dan blokade tertutup atau close blockade adalah perlu halnya.

“The success is achieved less by occupying a position than by the defeat of the enemy’s organized force—his battle fleet. The same result will be achieved, though less conclusively and less permanently if the enemy fleet is reduced to inactivity by the immediate presence of a superior force, but decisive defeat, suitably followed up, alone assures a situation.”

Alfred Thayer Mahan

(4)

serta kemaritiman maka cara yang dipakai adalah cara ofensif. Terdapat pula istilah command of the sea, yang mana menurut Mahan adalah suatu hal yang absolut dan harus dicapai oleh suatu angkatan laut negara apabila ingin menguasai laut. Pemikiran Mahan ini bertahan hingga kira-kira pada tahun 1914 dan selama itu pula banyak angkatan laut negara-negara dunia hanya memikirkan secara taktikal agar dapat menguasai wilayah laut dengan melakukan aksi ofensif. Sehingga terdapat suatu hal yang tidak kalah penting yang terlewatkan oleh Mahan, yaitu perkembangan teknologi kelautan dan kemaritiman. Maka dari itu, tesis-tesis Mahan mulai diragukan lagi keabsahannya karena tesisnya tidak menjelaskan tentang perkembangan teknologi angkatan laut yang mengutamakan manuver-manuver, tidak hanya mengutamakan taktik.

Menjelaskan mengenai perkembangan teknologi dalam strategi angkatan laut atau naval strategy beserta manuver-manuver yang menyertainya tidak terlepas dari salah satu tokoh pemikir dalam Continental School, yaitu Raoul Castex. Pada umumnya Castex meminjam metode historikal milik Mahan, hanya saja pada prakteknya Castex lebih berfokus pada strategi dalam aspek keseluruhan, tidak hanya naval strategy (Vego, 2009: 9). Castex juga membahas mengenai tambahan aspek daratan, dan perlu diketahui bahwa tesis Castex disebut pula sebagai general strategy. Yang mana inti dari pandangan tersebut adalah adanya kesatuan aksi antara angkatan darat atau armies dengan armada kapal, dan kedua aspek tersebut harus bekerja sama. Perbedaan antara Mahan dan Castex adalah bahwa dalam melakukan aksi ofensif atau menyerang musuh harus memperhatikan juga risiko yang akan ditanggung di belakangnya. Serangan ofensif harus dipastikan dapat membuat ketidakseimbangan sebuah keputusan bagi musuh. Castex juga mempertimbangkan mengenai strategic maneuver, yaitu kombinasi antara penyebaran strategis dan manuver operasional (Vego, 2009: 11).

”improve the conditions of the struggle [at sea], to multiply the return on her efforts and to obtain the greatest results, whether in the duel between the principal forces themselves or to the benefit of particularly important non maritime requirements.”

(Vice Admiral) Raoul Castex

(5)

berpendapat bahwa movement adalah unsur utama dari manuver, tujuan adanya movement adalah untuk mencapai disposisi yang diinginkan. Castex juga menyorot mengenai pentingnya geografi atau tipologi lingkungan secara fisik pada pelaksanaan perang di laut. Castex menyatakan bahwa pertahanan dan komunikasi laut dipengaruhi oleh faktor geografi. Selain berpengaruh terhadap aspek perdagangan yang mendasari aksi-aksi, geografi juga berpengaruh terhadap saran pembangunan blokade (Vego, 2009: 13). Castex sadar bahwa pengaruh geografi tersebut bersifat dinamis terhadap operasi maritim, maka dari itu penting untuk mengembangkan kemajuan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut mencakup teknologi kapal selam, tambang, dan lai-lain. Telah diketahui bahwa Castex memiliki fokus pandangan terhadap perkembangan teknologi, contohnya adalah pengembangan kapal selam dan kapal-kapal induk untuk dapat melakukan operasi-operasi maritim yang dapat mengutamakan manuver serta movement.

Signifikansi Tesis Mahan dan Castex Terhadap Keadaan Indonesia dalam Kasus Irian Barat

(6)

Sumber gambar: histomil.com

(7)

Sumber gambar: www.indomiliter.com

“Indonesia had in its disposition over 200 vessels, including a number of commercial ships which had been mobilized. Among those ships were one cruiser, eight destroyers, eight frigates, twelve submarines, ten chase submarines, 22 MTB, 12 speed boats with rockets, and many other small vessels. Additionally, the fleet also had a number of fighter jets, such as IL 28, Gannet and others.”

T.B Simatupang, Pelopor dalam Perang, Pelopor dalam Damai Gambar di atas merupakan KRI Irian 201, yang mana merupakan kapal induk milik Indonesia yang menjadi pemberian dari Uni Soviet. Indonesia melakukan berbagai hal agar dapat mempertahankan Irian Barat. Jalur diplomasi sudah dilakukan tetapi Belanda belum juga jera untuk merebut wilayah Irian Barat, maka dari itu dengan modal dari Uni Soviet tadi Indonesia melakukan operasi militer yang bernama Operasi Jaya Wijaya. Dengan cara menduduki pos-pos penting yang awalnya diduduki musuh, lalu dilakukannya konsolidasi, yaitu kekuasaan Indonesia secara mutlak di Irian Barat.

(8)

Menguasai laut dan wilayah mairitim tidak hanya berpusat pada taktik agar dapat mengalahkan musuh sampai musuh tidak berkutik, melainkan perlu adanya pengembangan teknologi yang lebih maju agar musuh dapat melihat bahwa kita lebih memiliki potensi yang jauh daripada mereka. Maka dari itu, posisi penulis pada kasus ini adalah bahwa pemikiran tesis Raoul Castex lebih relevan terhadap hal tersebut. Dikarenakan bahwa posisi Indonesia pada saat mempertahankan Irian Barat dapat dikatakan sebagai movement yang tepat agar dapat bermanuver sesuai dengan keinginan Indonesia untuk mempertahankan Irian Barat. Tesis Castex juga menjelaskan mengenai bahwa tidak hanya aksi ofensif yang dibutuhkan dalam operasi maritim, tetapi aksi defensif juga perlu. Hubungan dengan angkatan darat pun harus dapat diseleraskan agar aspek daratan dan lautan tetap dapat komperehensif dan bersatu. Pentingnya kesatuan angkatan darat dan angkatan laut adalah pada tanggal 28 Juli 1962, ketika sedang mencapai puncak konfrontasi terhadap Belanda, sekitar 2,000 rakyat Indonesia yang mana tergabung dalam angkatan Trikora melakukan gerilya untuk melawan Belanda (Djalal, 1996: 52). Perang mempertahankan Irian Barat tidak hanya di daratan, di wilayah laut pun yaitu Laut Arafuru terdapat pertempuran antara KRI Macan Tutul dengan kapal perusak milik Belanda. Pertempuran tersebut tidak berlangsung lama karena permintaan Presiden Soekarno agar dihentikan aksi tembak-menembak dan menyerahkan permasalahan tersebut ke PBB.

(9)

mengarah kepada gunboat diplomacy. Yang mana tujuannya adalah untuk membentuk pengamanan militer di sekitar wilayah kepulauan, seperti Makassar (Djalal, 1996: 51).

“I think you can properly say that our planning on West Irian has moved from our heads to our hearts. In our Indonesia way, now we have the capability to act.”

Jenderal Ahmad Yani

Relevansi Tesis Raoul Castex Terhadap Perkembangan Teknologi Maritim di Indonesia

(10)

Pulau Rengat 711; (h) Nomor lambung diawali dengan angka 8, jenis kapal patrol yang mana diberi nama berdasarkan ikan dan makhluk hidup di laut lokal, hewan liar, jenis ular lokal, serangga liar, kota, danau atau sungai yang diawali dengan “si-“. Contohnya, KRI Siada 862, KRI Sigalu 857, KRI Tenggiri 865; dan (i) terakhir adalah nomor lambung diawali dengan angka 9, jenis kapal pembantu, pencari minyak, kapal penelitian oseanografi, dan kapal berlayar. Diberi nama berdasarkan gunung berapi, kota, tokoh mistis. Contohnya adalah KRI Dewa Kembar 932 (dishidros.go.id, 2014).

Simpulan

(11)

Daftar Pustaka

Buku

Djalal, Dino Patti. 1996. The geopolitics of Indonesia’s maritime territorial policy. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.

Artikel Jurnal

Vego, Milan. 2009. “Naval Classical Thinkers and Operational Art”, NWC 1005, [City Undocumented]: the Naval War College, pp. 1-20.

Artikel Online

Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, [online] http://dishidros.go.id/hidrografi/562-perlukan-penyesuaian-nama-dan-nomor-lambung-kri-satuan-survei-dishidros-.html?start=2 [diakses pada 8 Januari 2016]

Indo Militer. [Online] http://www.indomiliter.com/ini-dia-sisa-peninggalan-kri-irian/ [diakses pada 8 Januari 2016]

Gambar

Gambar di atas merupakan KRI Irian 201, yang mana merupakan kapal induk milik Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya keluhaan-keluhan dan alat yang tidak efektif sehingga dapat mempengaruhi produktivitas yaitu permintaan tidak terpenuhi rata-rata sebanyak 500 produk/

Pengatur :ecepatan Motor DC ini dibuat berbasis pada mikrokontroller. Teknik pengaturan yang digunakan yaitu dengan P/M 0Pulse /idth Modulation1. Secara umum P/M ini, dapat

The present study was addressed to reveal the relationships among species, genera, and tribes of cockatoos inferred from DNA sequence of the seventh intron of nuclear β

bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum Nomor: 183/KPU/IV/2015 tentang Penjelasan Anggota PPK, PPS, dan KPPS belum pernah menjabat 2

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: (1) menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian, seperti kisi-kisi

Perangkat Lunak (software) merupakan data elektronik yang disimpan sedemikian rupa oleh komputer itu sendiri, data yang disimpan ini dapat berupa program atau instruksi

tabel pada taraf signifikan 0,5% yaitu : Hal ini dapat disimpulka bahwa data pre- test pada kelas eksperimen berdistribusi normal. Data hasil pre-test kelas

HATIBINWASDA dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Administrasi Persidangan dan Pelaksanaan Putusan antara lain meliputi : pembagian perkara, penentuan