• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Artikel : Perkembangan Vaksin untuk Schistosoma japonicum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Review Artikel : Perkembangan Vaksin untuk Schistosoma japonicum"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Review Artikel : Perkembangan Vaksin untuk

Schistosoma japonicum

Vaccines Development for

Schistosoma japonicum

: A Literature Review

INFO ARTIKEL

Kata Kunci: schistosomiasis,

Schistosoma japonicum, vaksin

Article History: Received: 7 Oct. 2016 Revised: 14 -20 Des. 2016 Accepted: 22 Des. 2016

*Alamat Korespondensi : email : anisnurw21@gmail.com

Keywords: schistosomiasis, Schistosoma japonicum, vaccine

Schistosomiasis infects 261 million people in 78 countries with 600 million people at risk of infection. Schistosomiasis in Indonesia is due to blood trematode Schistosoma japonicum and Oncomelania hupensis lindoensis snail as intermediate host. Schistosomiasis control is conducted by the management of environment as well as treatment with praziquantel. The long periode and continously drug use may result in drug resistance. Based on these, vaccines against schistosomiasis, as schistosomiasis control strategies in the future, is needed. This review was aimed to describe some of the vaccine candidates against S. japonicum with their level of efficacy, which composed by many schistosomiasis vaccine-related scientific literature. Schistosomiasis vaccine candidate proteins showed varying levels of efficacy and no one has the most potential. Although the development of vaccines against schistosomiasis is quite difficult, the research must still be continued.

A B S T R A C T / A B S T R A K

Schistosomiasis menginfeksi 261 juta orang di 78 negara dengan 600 juta orang berisiko terinfeksi. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan cacing trematoda darah

Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Pengendalian schistosomiasis dilakukan dengan pengelolaan lingkungan maupun pengobatan dengan praziquantel. Penggunaan obat yang berlangsung terus menerus berpotensi untuk terjadinya resistensi. Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya vaksin anti schistosomiasis sebagai strategi pengendalian schistosomiasis di masa depan. Review ini bertujuan untuk menggambarkan beberapa kandidat vaksin terhadap S. japonicum dengan tingkat efikasinya. Metode penulisan ini menggunakan penelusuran literatur ilmiah terkait vaksin schistosomiasis. Berbagai protein kandidat vaksin schistosomiasis yang sudah diteliti menunjukkan tingkat efikasi yang bervariasi dan belum ada yang paling potensial. Meskipun pengembangan vaksin anti schistosomiasis cukup sulit, namun upaya tersebut harus tetap dilakukan.

© 2016 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved

Anis Nurwidayati*

Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Masitudju No.58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

PENDAHULUAN

Schistosomiasis merupakan penyakit parasit paling mematikan kedua setelah

1

malaria. Penyakit ini menimbulkan dampak kerugian ekonomi dan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara berkembang. Schistosomiasis menginfeksi 261 juta orang di 78 negara dengan 600 juta orang berisiko terinfeksi. Penyakit ini tersebar di negara-negara berkembang baik tropik maupun subtropik yaitu China, Jepang, Philipina, 1 Indonesia, Vietnam, Laos, Thailand, Kamboja.

Beberapa spesies cacing schistosoma yang menginfeksi manusia telah diketahui,

yang mana tergantung pada jenis keong perantara yang berbeda – beda. Schistosoma haematobium menyebabkan schistosomiasis urinaria di Afrika, Timur Tengah dan Mediterania bagian timur. Empat spesies c a c i n g y a n g l a i n m e n y e b a b k a n schistosomiasis intestinal, yaitu S. intercalatum terjadi di sepuluh negara di kawasan hutan hujan di Afrika, S. mansoni ditemukan di lebih dari 52 negara di Afrika, Karibia, Mediterania bagian timur, Amerika Latin; S. japonicum dan S. mekongi ditemukan

(2)

Schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan cacing trematoda darah S. japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Schistosomiasis sering disebut juga sebagai demam keong di daerah endemis di Indonesia.Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu di dataran tinggi Lindu, Kabupaten Sigi dan dataran tinggi Napu dan dataran tinggi Bada,

2

Kabupaten Poso.

Pengendalian schistosomiasis sudah lama dilakukan, baik dengan pengelolaan linkungan maupun pengobatan dengan

3

praziquantel (PZQ). Penggunaan PZQ memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya adalah penggunaannya yang berlangsung terus menerus selama lebih dari dua puluh 4 tahun berpotensi untuk terjadinya resistensi. Keterbatasan lain adalah PZQ tidak dapat mencegah terjadinya infeksi schistosomiasis. Schistosomiasis juga masih ditemukan semakin luas di beberapa wilayah, misalnya di Cina. Prevalensi kasus schistosomiasis di Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia tahun 2010 – 2015 berfluktuasi yaitu 2,12%, 0,26%, 5 1 , 1 3 % , 0 , 7 9 % , 1 , 0 1 % , 1 , 2 4 % . Schistosomiasis di China masih ditemukan di 10 provinsi, dengan prevalensi bervariasi dari di bawah satu persen sampai di atas 20% pada tahun 2008. Upaya pengendalian sudah dilakukan sejak tahun 1950an di China baik dengan pengobatan dengan Praziquantel 6 m a u p u n p e n g e l o l a a n l i n g ku n g a n . Schistosomiasis di Filipina ditemukan di 28 provinsi dengan prevalensi rata-rata 2,5% pada tahun 2004. Pengendalian terutama dilakukan pada manusia dengan pengobatan menggunakan Praziquantel yang telah

7

berlangsung lebih dari 20 tahun.

Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya vaksin anti schistosomiasis sebagai strategi pengendalian schistosomiasis di masa

8-10 depan.

R e v i e w i n i b e r t u j u a n u n t u k menggambarkan beberapa kandidat vaksin terhadap S. japonicum.

BAHAN DAN METODE

Metode penulisan ini menggunakan penelusuran literatur dengan menelaah

a r t i ke l d a n j u r n a l i l m i a h t e r k a i t p e r k e m b a n g a n p e n e l i t i a n v a k s i n schistosomiasis, terutama untuk S. japonicum. Penelitian pengembangan vaksin untuk schistosomiasis sudah dimulai sejak lebih dari 20 tahun lalu. Pada tahun 1990-an WHO m e n y e d i a k a n p e n d a n a a n u n t u k pengembangan kandidat vaksin anti schistosomiasis. Sampai dengan saat ini sudah diteliti lebih dari 100 jenis antigen dari cacing

11

schistosoma. Akan tetapi pada literatur ini hanya beberapa antigen yang dibahas dengan kelebihan dan kekurangan dari antigen tersebut.

HASIL

Respon imun schistosomiasis

P e n g e m b a n g a n v a k s i n a n t i schistosomiasis tidak dapat terpisah dari pemahaman mengenai respon imun terhadap schistosomiasis. Gejala kronis schistosomiasis lebih banyak bukan disebabkan oleh cacing dewasa, melainkan oleh respon imun sel T penderita dalam melawan telur cacing S. japonicum yang terperangkap dalam jaringan, terutama di hati dan usus. Telur S. japonicum yang terperangkap mengeluarkan molekul

+

yang memicu sel T CD4 untuk membentuk granuloma, peradangan dengan melibatkan eosinofil, monosit, dan limfosit, yang dikenal dengan hipersensitivitas tipe Delayed Type Hypersensitivity (DTH). Granuloma juga ditandai dengan adanya penumpukan kolagen dalam jaringan hati yag diikuti dengan

12

fibrosis. Penelitian juga menunjukkan bahwa Inter Leukin (IL-13) dan IL-13 receptor complex berperan penting sebagai pengatur utama dalam perkembangan tingkat

12-14 keparahan schistosomiasis.

Beberapa penelitian tentang reinfeksi setelah pengobatan schistosomiasis menunjukkan bahwa penduduk yang tinggal di daerah endemis schistosomiasis mendapatkan imunitas dapatan/acquired immunity setelah beberapa tahun terpapar infeksi S. mansoni, S. haematobium atau S.

15-20

(3)

Kandidat vaksin anti Schistosoma japonicum

Penelitian untuk mengidentifikasi antigen yang relevan sebagai kandidat vaksin telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandidat vaksin schistosomiasis dapat menargetkan pencegahan infeksi schistosomiasis maupun mengurangi fekunditas parasit. Target antigen yang menjadi gold standard kandidat vaksin

adalah yang dapat mengurangi jumlah cacing schistosoma dalam tubuh, mengingat bahwa telur cacing bertanggung jawab baik dalam patologi maupun penularan schistosomiasis. Antigen kandidat vaksin yang memiliki kemampuan menurunkan fekunditas cacing d a n v i a b i l i t a s t e l u r j u g a d a p a t dipertimbangkan. Beberapa penelitian antigen kandidat vaksin menunjukkan efikasi yang bervariasi (Tabel 1.)

Tabel 1. Protein kandidat vaksin S. japonicum dan efikasinya dalam hewan coba tikus dan hospes reservoir S. japonicum

Antigen (nataive dan protein

rekombinan) Singkatan Ukuran (kDa) Target / Sasaran Vaksin Fungsi Biologis ± Penurunan Jumlah Cacing

Mencit Hospes lain

Paramyosin (native) Sj³¹ ³¹ Schistosomula,

cacing dewasa Protein kontraktil 6¹-86 75-48 (domba, sapi)

Paramyosin (rekombinan) Sj³¹ ³¹ Schistosomula,

cacing dewasa Protein kontraktil 64-60 5¹ -60 (kerbau, babi, domba) Integral membran protein

(rekombinan) Sj67 67 Semua tahap cacing Protein membran 6¹-35 76-59 (kerbau, sapi, domba)

Calpain sub unit

(recombinan) Calpain ²4 Semua tahap cacing Protease 84-41

6⁰-kDa Gluthatione S

Transferase (rekombinan) Sj6⁰GST 6⁰ Semua tahap cacing Enzim 68-30 69-62 (kerbau. sapi, babi, domba) Serin Protease

Inhibitor(rekombinan) Serpin 89 Cacing dewasa Inhibitor Protease Serin 7⁰

Fatty Acid Binding Protein

(FABP rekombinan) Sj58 58 Semua Tahap Mengikat asam lemak 78-49 76-59 (tikus, domba)

Sumber : Data sekunder 9,10,14.21

PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa b e b e r a p a k a n d i d a t v a k s i n a n t i schistosomiasis belum menunjukkan protein antigen yang paling efektif. Setiap protein kandidat vaksin memiliki kelebihan maupun kekurangan masing–masing. Berikut adalah sedikit ulasan dari beberapa protein kandidat vaksin anti schistosomiasis japonica.

Paramyosin (Sj97)

Paramyosin adalah protein myofibril berukuran 97-kDa denngan struktur berbentuk coil/kumparan/spiral. Protein ini ditemukan terutama pada invertebrata. Paramyosin ditemukan pada bagian permukaan/tegumen schistosomula saat berada di organ paru hospes yang memiliki berbagai fungsi. Kelebihan protein paramyosin baik native maupun rekombinan ( S j 9 7 ) a d a l a h d a p a t m e m b e r i k a n perlindungan terhadap cacing S. japonicum

pada mencit, kerbau, dan hospes mamalia 22

lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa antibodi isotipe pada manusia dan sitokin Th2 menunjukkan respon yang baik terhadap Sj97. Kekurangan protein ini adalah ketersediaan protein tersebut dalam bentuk larutan, mungkin disebabkan karena bentuk protein coil/terpilin dan ukurannya yang besar. Kesulitan tersebut menyebabkan protein sulit untuk diperoleh dalam jumlah

23 yang cukup.

(4)

antibodi dengan baik, yang terdeteksi dengan 14

titer yang tinggi pada uji ELISA.

Integral Membran Protein (Sj23)

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa protein integral membran yang berbentuk tetraspanin ini adalah kandidat utama vaksin anti schistosomiasis japonica. Vaksin awal yang diteliti adalah dari cacing S. japonicum dari China berupa vaksin peptida sinteis, kemudian dikembangkan dalam bentuk vaksin DNA plasmid. Keduanya menunjukkan hasil yaitu dapat menginduksi perlindungan terhadap schistosomiasis pada mencit. Efek perlindugan terhadap schistosomiasis vaksin protein Sj23 pada babi dan mencit diperkuat oleh Inter Leukin (IL)-12 dan suatu imunostimulator CgG. Kelebihan dari kandidat vaksin Sj23 adalah dapat mereduksi jumlah cacing dan telur, serta menurunkan granuloma akibat telur yang terperangkap di jaringan hati, karena protein Sj23 dapat memproduksi zat antipatologi

24,25 dengan baik.

Calpain

Calpain diketahui memiliki efikasi tinggi terhadap S. mansoni. Pada saat diujikan terhadap S. japonicum, hasilnya juga cukup baik. Mencit yang diberikan vaksin calpain menunjukkan adanya reduksi jumlah cacing dan penurunan produksi telur pada cacing betina. Respon imun yang bekerja terhadap vaksin calpain S.japonicum adalah respon imun seluler dan humoral. Pada mencit yang divaksin, menunjukkan adanya peningkatan kadar Nitrit Oxide Synthase. Selain itu pada limpa mencit yang divaksin menunjukkan adanya peningkatan produksi IFN-g yang

+

diaktifasi oleh sel T CD4 . Kelebihan protein ini adalah protein calpain dapat ditemukan pada kelenjar penetrasi dan cairan sekresi serkaria, sehingga dapat memberikan

17 perlindungan di awal infeksi.

26-kDa Gluthatione S Transferase (Sj26) Protein SJ26GST termasuk dalam kelompok ezim isoform yang mengkatalisasi proses detoksifikasi molekul lipofilik. Kelebihan protein ini sehingga dipilih sebagai kandidat vaksin adalah fungsi fisiologis protein yang sangat penting bagi cacing

Schistosoma, yaitu dapat mengkatalisis obat anti schistosomiasis. Vaksin dari protein rekombinan Sj26GST menunjukkan efek antifekunditas yang cukup, dan lebih signifikan dalam mereduksi jumlah cacing. Antibodi anti Sj26GST ditemukan pada kerbau yang divaksin. Hasil vaksinasi pada kerbau menunjukkan penurunan jumlah telur yang dikeluarkan bersama tinja, telur yang tertimbun di jaringan hepar dan usus. Sebagai tambahan, vaksin Sj26GST juga memiliki kemampuan menurunkan daya tetas telur cacing S. japonicum sampai dengan 40%. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa daya tahan vaksin ini dalam tubuh sapi dan kerbau dapat mencapai waktu paling

13,18,25 sedikit satu tahun.

Serin Proteinase Inhibitor (Serpin)

Serin proteinase inhibitor mewakili kelompok besar inhibitor endogen yang mengatur proses proteolitik dalam berbagai fungsi fisiologis. Kelebihan protein ini adalah memiliki fungsi fisiologis yang sangat penting dalam kelangsungan hidup cacing Schistosoma, salah satunya mengatur proses lisis protein dalam metabolisme cacing. Protein serpin banyak ditemukan di bagian kulit / tegumen cacing dewasa S. japonicum. Penelitian vaksin protein rekombinan protein serpin yang diekspresikan pada bakteri E. coli kemudian diimunisasikan pada kelinci, menunjukkan adanya produksi antibodi IgE dan IgG1 spesifik. Respon terhadap vaksin protein serpin didominasi oleh tipe respon imun Th-2, ditunjukkan dengan tinginya proliferasi / perbanyakan sel limfosit B yang mengekspresikan sitokin CD19. Vaksinasi pada mencit menunjukkan adanya kemampuan perlindungan terhadap infeksi S. japonicum. Kemampuan tersebut terlihat dari adanya penurunan jumlah cacing dan produksi telur sebesar kurang lebih 36% dan

26

39%.

(5)

kandidat vaksin anti schistosomiasis karena komponen protein pengikat asam lemak (FABP) sangat penting dibutuhkan oleh cacing untuk mengambil asam lemak dari darah hospes. Protein FABP juga berperan vital dalam fisiologi dan kelangsungan hidup cacing parasit. Dengan demikian, protein ini tepat untuk dijadikan target vaksin maupun pengembangan obat. Induksi vaksin FABP pada mencit dan hewan mamalia uji lain menunjukkan kemampuan mereduksi jumlah cacing. Respon imun yang ditemukan pada mencit yang diimunisasi adalah peningkatan sitokin IL-2. Seperti diketahui, sitokin IL-2 dapat memicu respon imun ke arah tipe Th-1

27

yang dapat meningkatkan efikasi vaksin. Berbagai protein kandidat vaksin schistosomiasis yang sudah diteliti menunjukkan tingkat efikasi yang bervariasi 9,26 dan belum ada yang paling potensial. Cacing parasit adalah organisme eukariotik dengan ukuran cukup besar dan tersusun atas banyak protein sehingga memiliki epitop yang sangat bervariasi. Hal itu dapat menyulitkan pemilihan protein yang enjadi target vaksin. Berdasarkan hal tersebut penting untuk dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi antigen target baru untuk kandidat vaksin. Selain antigen target baru, tantangan lain adalah penelitian formulasi antigen dan teknologi rekombinan vaksin sehingga dapat diperoleh efikasi yang tinggi. 24,28

KESIMPULAN

Berbagai protein kandidat vaksin schistosomiasis yang sudah diteliti menunjukkan tingkat efikasi yang bervariasi dan belum ada yang paling potensial.

SARAN

Meskipun pengembangan vaksin anti schistosomiasis cukup sulit dilakukan, namun upaya tersebut harus tetap dilakukan. Mengingat penggunaan obat praziquantel sudah cukup lama, dan dikhawatirkan akan resisten maka sangat dibutuhkan vaksin schistosomiasis untuk pencegahan. Dengan demikian diharapkan akan ada penelitian mengenai vaksin schistosomiasis di Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dewan redaksi atas saran dan masukannya dalam perbaikan tulisan. Terimakasih juga pada Balai Litbang P2B2 Donggala atas jaringan internet yang baik s e h i n g ga p e n u l i s b i s a m e l a ku ka n penelusuran literatur.

DAFTAR PUSTAKA

1 . W H O. S c h i s to s o m i a s i s Fa c t S h e e t . http://www.who.int. Published 2013.

2. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Laporan Schistosomiasis Sulawesi Tengah 2015.; 2015.

3. Sudomo M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Orasi Pengukuhan Profr Ris Bid Entomol dan Moluska. 2008. 4. Seto EYW, Wong BK, Lu D, Zhong B. Human

schistosomiasis resistance to praziquantel in China: should we be worried? Am J Trop Med H y g . 2 0 1 1 ; 8 5 ( 1 ) : 7 4 - 8 2 . doi:10.4269/ajtmh.2011.10-0542.

5. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Laporan Schistosomiasis Sulawesi Tengah.; 2015.

6. Hong Q, Yang K, Huang Y, et al. Effectiveness of a comprehensive schistosomiasis japonica control program in Jiangsu province, China, from 2005 to 2008. Acta Trop. 2011;120 S u p p l : S 1 5 1 - S 1 5 7 . doi:10.1016/j.actatropica.2010.11.006

7. Carabin H, Balolong E, Joseph L, et al. Estimating sensitivity and specificity of a faecal examination method for Schistosoma japonicum infection in cats, dogs, water buffaloes, pigs, and rats in Western Samar and Sorsogon Provinces, The Philippines. Int J Parasitol. 2005;35(14):1517-1524. doi:10.1016/j.ijpara.2005.06.010.

8. Bergquist R, Mcmanus D. Strategy for the Development of a Vaccine against Schistosomiasis.

9. McManus DP, Loukas A. Current status of vaccines for schistosomiasis. Clin Microbiol Rev. 2008;21(1):225-242. doi:21/1/225 [pii]\r10.1128/CMR.00046-07.

10. Ismail O. Schistosomiasis Vaccines : Literature Review and Current Status. PujEgNet. 2 0 1 1 ; 4 ( 2 ) : 1 3 7 - 1 5 4 . http://www.puj.eg.net/pdf/Vol_4_2_2011/P UJ 4203.pdf.

(6)

Schistosomiasis vaccines. Hum Vaccin. 2 0 1 1 ; 7 ( 1 1 ) : 1 1 9 2 - 1 1 9 7 . doi:10.4161/hv.7.11.17017.

12. Pearce EJ, MacDonald AS. The immunobiology of schistosomiasis. Nat Rev Immunol. 2002;2(7):499-511. doi:10.1038/nri843. 13. Mentink-Kane MM, Wynn TA. Opposing roles

for IL-13 and IL-13 receptor alpha 2 in health and disease. Immunol Rev. 2004;202:1912 0 2004;202:1912 . d o i : 1 0 . 1 1 1 1 / j . 0 1 0 5 -2896.2004.00210.x.

14. Pearson MS, Pickering DA, McSorley HJ, et al. Enhanced Protective Efficacy of a Chimeric Form of the Schistosomiasis Vaccine Antigen S m - T S P - 2 . P L o S N e g l T r o p D i s. 2 0 1 2 ; 6 ( 3 ) : e 1 5 6 4 . doi:10.1371/journal.pntd.0001564.

15. Qiu C, Liu S, Hong Y, et al. Molecular characterization of thyroid hormone receptor beta from Schistosoma japonicum and assessment of its potential as a vaccine candidate antigen against schistosomiasis in BALB/c mice. Parasit Vectors. 2012;5(1):172. doi:10.1186/1756-3305-5-172.

16. Rujeni N, Taylor DW, Mutapi F. Human schistosome infection and allergic s e n s i t i s a t i o n . J P a r a s i t o l R e s. 2 0 1 2 ; 2 0 1 2 : 1 5 4 7 4 3 . doi:10.1155/2012/154743.

17. Tang G-X, Zhou H-J, Xu J-W, et al. Schistosoma japonicum Soluble Egg Antigens Attenuate IFN-γ-Induced MHC Class II Expression in RAW 264.7 Macrophages. PLoS One. 2 0 1 2 ; 7 ( 1 1 ) : e 4 9 2 3 4 . doi:10.1371/journal.pone.0049234.

18. Wang X, Liu F, Zhou S, et al. Partial regulatory T cell depletion prior to schistosomiasis vaccination does not enhance the protection. P L o S O n e. 2 0 1 2 ; 7 ( 7 ) : e 4 0 3 5 9 . doi:10.1371/journal.pone.0040359.

19. Wei F, Liu Q, Zhai Y, et al. IL-18 enhances protective effect in mice immunized with a Schistosoma japonicum FABP DNA vaccine. Ac t a Tr o p. 2 0 0 9 ; 1 1 1 ( 3 ) : 2 8 4 - 2 8 8 . doi:10.1016/j.actatropica.2009.03.010. 20. Wen X, He L, Chi Y, et al. Dynamics of Th17 cells

and their role in Schistosoma japonicum infection in C57BL/6 mice. PLoS Negl Trop D i s . 2 0 1 1 ; 5 ( 1 1 ) : e 1 3 9 9 .

doi:10.1371/journal.pntd.0001399.

21. Li C, Yu L, Liu Z, et al. Schistosoma japonicum: the design and experimental evaluation of a multivalent DNA vaccine. Cell Mol Biol Lett. 2006;11(4):449-460. doi:10.2478/s11658-006-0036-0.

22. Wu Z-D, Lü Z-Y, Yu X-B. Development of a vaccine against Schistosoma japonicum in China: a review. Acta Trop. 2005;96(2-3:106-116. doi:10.1016/j.actatropica.2005.08.005. 23. Zhang Z, Xu H, Gan W, Zeng S, Hu X.

Schistosoma japonicum calcium-binding tegumental protein SjTP22.4 immunization confers praziquantel schistosomulumicide and antifecundity effect in mice. Vaccine. 2 0 1 2 ; 3 0 ( 3 4 ) : 5 1 4 1 - 5 1 5 0 . doi:10.1016/j.vaccine.2012.05.056.

24. McWilliam HEG, Driguez P, Piedrafita D, McManus DP, Meeusen ENT. Novel immunomic technologies for schistosome vaccine development. Parasite Immunol. 2012;34(5):276-284. doi:10.1111/j.1365-3024.2011.01330.x.

25. Li M, Lei J, Wang T, et al. Cimetidine enhances the protective effect of GST DNA vaccine against Schistosoma japonicum. Exp P a r a s i t o l. 2 0 1 1 ; 1 2 8 ( 4 ) : 4 2 7 - 4 3 2 . doi:10.1016/j.exppara.2011.05.012.

26. Hu C, Zhu L, Luo R, et al. Evaluation of protective immune response in mice by vaccination the recombinant adenovirus for expressing Schistosoma japonicum inhibitor a p o p to s i s p ro te i n . Pa ra s i t o l Re s. 2 0 1 4 ; 1 1 3 ( 1 1 ) : 4 2 6 1 - 4 2 6 9 . doi:10.1007/s00436-014-4104-5.

27. Dougall AM, Skwarczynski M, Khoshnejad M, et al. Lipid core peptide targeting the cathepsin D hemoglobinase of Schistosoma mansoni as a component of a schistosomiasis vaccine. Hum Vaccin Immunother. 2 0 1 4 ; 1 0 ( 2 ) : 3 9 9 - 4 0 9 . doi:10.4161/hv.27057.

Gambar

Tabel 1. Protein kandidat vaksin S. japonicum dan efikasinya dalam hewan coba tikus dan hospes reservoir S

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan merupakan suatu proses sosialisasi dalam bentuk irnitasi yang berlangsung dengan adaptasi (penyesuaian) dan seleksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis terhadap laporan biaya produksi berupa biaya bahan baku,biaya tenaga kerja dan

Dokter (C1) merupakan seorang tenaga kesehatan yang menjadi tempat kontak pertama pasien untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi.Petugas

Suatu perceraian akan membawa dampak perbuatan hukum yang tentunya akan membawa pula akibat-akibat hukum tertentu, sesuai dengan ketentuan Pasal 144 Kompilasi

Ada korelasi yang positif dan signifikan antara metode pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dengan hasil belajar matematika siswa kelas X-1 SMA

Gambaran Pemberian Terapi Empiris Antibiotika pada pasien VAP Data yang diperoleh dari rekam medis ruang ICU RSUP Sanglah menunjukkan dari 20 sampel yang sesuai dengan

Adanya kehilangan N secara langsung dan tidak langsung yang signifikan dari nitrogen yang dihasilkan kotoran ternak di dalam sistem manajemen manur sehingga

Penelitian ini membahas mengenai Pola komunikasi organisasi antara pimpinan dan karyawan dalam meningkatkan motivasi kerja (studi kasus di PT Harian Amanah Al