• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis item dan standardisasi tes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis item dan standardisasi tes"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Tujuan

Memahami konsep dan strategi memilih item tes

berdasarkan kriteria eksternal.

Memahami konsep dan strategi memilih item tes

berdasarkan konsistensi internal yang meliputi

kesulitan item (indeks kesulitan item atau

p

) dan

kemampuan mendiskriminan kelompok (indeks

diskriminasi item atau

D

).

Memahami konsep dan strategi memilih

pengganggu item pilihan ganda (

multiple-choice

item distracters

).

Memahami konsep dan strategi memilih tes

berdasarkan

item-response curve

dan

item-response theory

(IRT)

Mendeskripsikan strategi pengembangan sampel

standard.

(3)

Penghitungan statistik tertentu yang harus

diteliti dengan seksama untuk

menentukan apakah semua item pada tes

berfungsi seperti yang seharusnya dan

bagaimana cara menginterpretasikan skor

tes.

Analisis item berfokus pada memfungsikan

masing-masing item sedangkan

standardisasi tes berkaitan dengan

(4)

Classical Test Theory (CTT) dan

Item-respons

theory

(IRT) bermanfaat pada penyusunan, analisis

dan penerapan tes dan tergantung pada tugas

khusus.

Setelah tes diselenggarakan dan diberi skor, baru

ketahuan bahwa tes itu belum dilaksanakan dengan

baik. Ketika tes diuji coba pertama kali, tampaknya

sejumlah masalah dapat diselesaikan.

Pelaksanaan tes yang tidak baik ini merupakan

salah satu alasan mengapa tes yang didistribusikan

secara komersial diselenggarakan dulu pada

(5)

Apapun jenis tes – terstandardisasi atau dibuat

guru, kemampuan atau kepribadian – analisis

hasil post-mortem atau post hoc sama perlunya

pada perusahaan obat atau perusahaan lain

yang berciri manusia.

Diantara pertanyaan yang perlu dijawab adalah :

Apakah waktu yang tersedia cukup ? Apakah

peserta memahami petunjuk tes ? Apakah

kondisi tes memadai ? Apakah keadaan darurat

diatasi dengan tepat ? Apakah item jelas ?

(6)

Analisis respons yang disampaikan oleh

kelompok orang mengenai masing-masing

item pada tes memberikan beberapa fungsi.

Tujuan utama analisis item semacam itu

adalah membantu meningkatkan tes dengan

memperbaiki atau menghapus item inefektif.

Fungsi penting lain dari analisis item,

terutama analisis item pada tes pencapaian

adalah memberikan informasi diagnostik

(7)

Tes yang mengacu ke Kriteria

dan Tes Penguasaan

Prosedur yang digunakan dalam mengevaluasi efektivitas

item tes tergantung pada tujuan tes. Misalnya, penyusun tes ingin mendesain tes yang memprediksi gejala klinis yang relevan, seperti hasil diagnosis psikoterapi atau psikiatri.

Item pada tes akan dipilih berdasarkan pada seberapa

bagus penyusun tes memprediksi gejala klinis ini.

Penyusun tes lain berkaitan dengan menentukan

(8)

Tujuan pengetesan

criterion-referenced

(or

domain

referenced

) testing semacam itu bukan hanya

untuk menemukan bagaimana skor yang diperoleh

seseorang dibandingkan dengan orang lain tetapi

juga untuk menentukan di mana dia berposisi

terhadap tujuan kuliah atau gejala klinis tertentu.

Jenis khusus tes yang mengacu ke kriteria yang

didisain untuk mengukur pencapaian ketrampilan

kognitif yang lingkupnya terbatas dikenal sebagai

tes penguasaan (

mastery test

).

Skor seseorang pada tes penguasaan diungkapkan

(9)
(10)

Perbedaan Individu dan Validitas Item

Karena sangat sulit memperoleh

persetujuan pada seberapa banyak orang

seharusnya tahu mengenai subjek tertentu

atau apa yang mendasari menguasaan ini,

skor tes psikologi atau pendidikan secara

tradisional telah diinterpretasikan dengan

cara membandingkannya dengan skor yang

diperoleh orang lain.

(11)

Orang berbeda dalam kemampuan dan

kepribadian mereka dan para psikolog

berusaha mengevaluasi perbedaan ini dengan

berbagai jenis tes.

Para penyusun tes professional mencoba

merencanakan item yang berbeda bagi orang

yang berbeda dalam kaitannya dengan

kemampuan apa yang diukur .

Untuk menilai kemanfaatan item sebagai

ukuran perbedaan individu dalam kemampuan

atau karakteristik kepribadian, para penguji

(12)

Validitas item untuk memprediksi

keadaan kriteria eksternal ditentukan

dengan mengkorelasikan skor pada

item (nol untuk salah dan 1 untuk

benar) dengan skor pada ukuran

patokan.

Jenis koefsien korelasi yang

berbeda-beda digunakan untuk tujuan ini

yang paling umum koefsien

dua-rangkaian titik (

point biserial

(13)
(14)
(15)

Item yang memiliki korelasi serendah 0,20

berdasarkan kriteria memberikan kontribusi

untuk memprediksi item itu, meskipun

koefsien lebih tinggi lebih disukai. Item yang

memiliki korelasi hampir atau kurang dari

0,00 dengan criteria pasti harus diperbaiki

atau dibuang.

Item yang memiliki korelasi tinggi

berdasarkan criteria tetapi korelasi rendah

dengan item lain adalah yang terbaik karena

item itu membuat kontribusi yang lebih

(16)

Indeks Kesulitan Item dan Indeks Diskriminasi

Dalam kasus tes pencapaian prestasi di kelas, item

dikorelasikan dengan skor total pada tes itu sendiri.

Diasumsikan bahwa rangkaian item sebagai keseluruhan merupakan ukuran pencapaian yang memadai mengenai subjek, skor total sebagai kriteria dalam menentukan

konsistensi internal tes.

Prosedur jalan pintas adalah menyortir para peserta tes

menjadi 3 kelompok menurut skor mereka pada tes

sebagai satu keseluruhan : kelompok tinggi terdiri dari 27 % yang membuat skor tertinggi, kelompok rendah terdiri dari 27 % yang membuat skor terendah dan sisanya 46 % berada pada kelompok tengah. Jika jumlah responden

(17)
(18)

Nilai

p

disebut indeks kesulitan item (item

difculty indeks) dan D sebagai indeks

diskriminasi item (item discrimination

indeks).

 

Misalkan disumsikan bahwa 50 orang

mengikuti tes.

Kemudian , kelompok tinggi dan rendah

dibentuk dari bagian atas 0,27 x 50 = 14 dan

14 terendah pada skor tes total. Jika 12 orang

pada kelompok tinggi dan 7 orang pada

kelompok rendah lolos item A maka

(19)

Indeks kesulitan item memiliki cakupan dari 0,00

– 1,00. Item dengan p = 0,00 adalah item yang

tidak seorangpun menjawab benar dan item p =

1,00 dijawab benar oleh semua orang.

Nilai-p optimum untuk item tergantung pada

sejumlah faktor, yang mencakup tujuan tes dan

jumlah opsi respons. Jika tujuan tes adalah

mengidentifkasikan atau memilih hanya

presentase kecil dari pelamar terbaik maka tes

harus cukup sulit seperti tercermin pada nilai

mean

p

rendah. Jika tes didesain untuk

(20)

Nilai optimum

p

tergantung pada tes. Misalnya,

p

optimum harus cukup rendah untuk item tes yang

didesain untuk menentukan penerima beasiswa

atau untuk penempatan tingkat lanjut, tetapi

cukup tinggi pada tes yang didesain untuk

mengidentifkasikan siswa yang mengikuti

program remidi. Pada tes yang didesain untuk

mengukur cakupan luas kemampuan, nilai p

optimum hampir memdekati 0,5.

Nilai mean optimum

p

untuk tes semacam itu juga

bervariasi secara berkebalikan dengan jumlah

opsi respons (k), p untuk item yang dapat

diterima akan masuk ke cakupan yang cukup

(21)
(22)

Indeks diskriminasi item (D) adalah ukuran efektivitas

item dalam mendeskripsikan antara pemilik skor tinggi dan rendah pada tes.

Semakin tinggi nilai D, semakin efektif item dalam

mendeskriminasikan antara peserta tes dengan skor tinggi dan peserta tes dengan skor rendah pada tes sebagai satu keseluruhan.

Ketika D adalah 1,00 semua peserta tes di kelompok

tinggi menjawab item dengan benar dan tak

seorangpun di kelompok rendah pada skor tes total menjawab item dengan benar.

Akan tetapi, jarang D setera dengan 1,00 dan item ini

(23)

Tetapi D dan p bukan indeks

independen, dan nilai D minimum

yang dapat diterima ketika p

semakin tinggi atau semakin rendah

daripada nilai optimum terutama

(24)
(25)

Faktor yang Mempengaruhi

Berfungsinya Item

• Dalam menyusun tes terstandardisasi, sekarang

menjadi praktik umum untuk meneliti tiap-tiap item dan statistik yang terkait dengannya untuk

mendapatkan indikasi mengenai diskriminasi atau bias kelompok.

• Indeks statistik diferential item function (DIF)

seringkali dihitung untuk mempermudah proses ini.

• Item dapat bias hanya ketika item itu mengukur sesuatu yang berbeda – karakteristik atau ciri

(26)

Jika skor item mencerminkan perbedaan nyata kemampuan

atau karakteristik apa pun yang didesain untuk diukur oleh item itu, item itu secara teknis tidak bias.

Menyelenggarakan analisis item terpisah bagi tiap-tiap

kelompok akan mengungkapkan keberadaan bias item

yakni apakah item tersebut mendeskriminasi dengan baik antara pemilik skor tinggi dan rendah pada kedua

kelompok tersebut.

Analisis item menghasilkan perbaikan signifkan terhadap

efektivitas tes. Indeks diskriminasi item secara khusus merupakan ukuran yang cukup bagus mengenai kualitas item.

Bersama dengan indeks kesulitan ( p ), D dapat digunakan

(27)

Bank item semacam itu digunakan

tidak hanya oleh penyusun tes

tradisional professional, tetapi juga

diberikan sebagai bahan tambahan

pada sejumlah buku teks yang

digunakan sebagai tes praktek atau

menjadi kumpulan item untuk

(28)

Konsistensi Internal Versus Validitas Internal

Konsep validitas item biasanya mengacu ke hubungan

item dengan kriteria eksternal. Sebaliknya, D adalah ukuran hubungan skor item dengan kriteria internal – skor total – bukan dengan kriteria eksternal.

Memilih item yang berdasar statistik D menghasilkan

jenis tes yang berbeda daripada item yang terdiri atas item yang dipilih berdasar korelasi tinggi dengan kriteria eksternal.

Kadangkala kombinasi dua startegi memadai : tes

gabungan disusun dari subtes yang saling memiliki korelasi rendah dan korelasi yang substansial dengan kriteria eksternal, tetapi item-item subtes sangat

(29)

Item Tes yang Mengacu ke Kriteria

Indeks kesulitan dan indeks diskriminasi juga

dapat dihitung berdasar item tes yang

mengacu ke kriteria yang didesain untuk

menentukan posisi peserta tes terhadap tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan.

Dalam kasus ini, peserta tes dibagi menjadi 2

kelompok : kelompok atas yang terdiri dari

peserta

U

yang skor tes totalnya memenuhi

kinerja yang dapat diterima yang telah

dirancang berdasar kriteria dari peserta tes

L

(30)
(31)
(32)

Analisis terhadap Pengganggu

Analisis item pilihan-ganda secara tradisional telah mulai

dengan penghitungan indeks kesulitan dan indeks diskriminasi untuk tiap-tiap item.

Analisis kedua berkaitan dengan berfungsinya k-1 opsi

(pengganggu atau distracter) salah untuk tiap-tiap item. Indeks diskriminasi item (D) memberikan informasi pada berfungsinya gangguan secara keseluruhan.

D positif berarti pada peserta tes pada kelompok

atas (pada skor tes total) cenderung memilih jawaban dengan benar sedangkan yang ada di kelompok bawah cenderung memilih satu

pengganggu besarnya D menunjukkan tingkat kecenderungan ini.

D negatif menunjukkan bahwa pengganggu dipilih

(33)

Kurva Karakteristik Item

Nilai p dan D yang dapat diterima tidak menjamin bahwa

item berfungsi dengan tepat di semua level kinerja tes.

Agar sangat efektif, proporsi orang yang menjawab item

tes dengan tepat harus meningkat dengan mantap seiring dengan peningkatan skor total pada tes atau subtes.

•Apakah item tes berfungsi dengan cara ini dapat

ditentukan dari item characteristic curve (ICC). Dalam

menyusun ICC, proporsi responden yang member jawaban kunci diplot terhadap skor mereka berdasarkan kriteria

(34)

Level kesulitan (

b

) adalah skor criteria yang 50 %

peserta tes member jawaban benar (berdasar kunci);

indeks diskriminasi (

a

) adalah tingkat kemiringan

(slope) kurva respons-tem pada poin 50 %.

Misalkan dari dua ICC yang diplot pada Gambar 4.1,

nilai 0,5 pada sumbu vertical berhubungan dengan

skor total 68 pada kasus item 1 dan 77 pada kasus

item 2.

Akibatnya item 2 lebih sulit daripada item 1. Akan

tetapi, ICC item 1 memiliki kemiringan lebih curam

dari pada item 2 , maka item 1 mendiskriminasi

(35)
(36)

Item response Theory

Metode ini pertama kali

mengembangkan teori mengenai cara

berfungsinya item berdasarkan

pengetahuan mengenai kemampuan

atau ciri kepribadian (Trait).

Metode ini membandingkan respons

sesungguhnya terhadap item untuk

menentukan seberapa bagus

berfungsinya item. Jadi item

sesungguhnya dibandingkan dengan

bagaimana seharusnya item itu

(37)
(38)
(39)
(40)

Seperti digambarkan pada Gambar 4.2, bentuk kurva

respons-item bervariasi mengikuti nilai parameter a

dan b. Kedua kurva pada gambar ini disusun dengan

fungsi dua-parameter pada rumus 4.5.

Pada kurva P, parameter kesulitan (

b

) adalah 1,00

dan parameter diskriminan (

a

) adalah 0,5; pada

kurva Q,

b

= 0,25 dan

a

= 0,75.

Catat bahwa

b

adalah nilai (titik pada sumbu

(41)

Skor pada kontinum, kemampuan

tersembunyi (

latent ability

continuum

) dinyatakan sebagai unit

skor standard (z ), tetapi pada

penerapan sebagian besar pendidikan,

skor z diubah ke skala yang memiliki

mean 300 dan deviasi standard 50.

Pada praktek sesungguhnya,

parameter item dan skor kemampuan

tersembunyi (

latent ability score

)

(42)

• Masalahnya adalah mencari kurva respons-item yang paling cocok dengan respons terhadap tiap-tiap item.

Pencarian ini melibatkan prosedur yang

mungkin-maksimum secara iterative dengan mengasumsikan nilai awal tertentu untuk parameter itemnya dengan menghitung P() yang berhubungan dengan berbagai nilai , membandingkan respons-item hasil prediksi

dengan respons-item sesungguhnya dan melanjutkan proses sampai solusi terbaik dapat diraih.

Proses estimasi parameter item membutuhkan respons

banyak peserta tes yang mewakili populasi potensi

(43)

• Tidak seperti metodologi pengetesan tradisional, yang

mengacaukan antara diskriminasi dan kesulitan tes pada sampel tertentu orang yang dites, pada IRT maka

parameternya adalah, setidaknya dalam teori, independen terhadap sampel tes.

• Sifat IRT yang menarik lainnya, invariance kemampuan tes dengan respons terhadap item yang digunakan untuk

mengestimasinya, berakar pada proses pengestimasian . Fitur IRT ini berarti bahwa tes pada level kesulitan manapun dapat dikelola untuk menentukan posisi seseorang pada

berbagai level kemampuan tersembunyi (latent ability continuum).

• IRT telah dipergunakan untuk berbagai tujuan, yang meliputi penyusunan tes, kalibrasi skor tes untuk menyediakan kerangka acuan guna

menginterpretasikannya. Standardisasi tes, penentuan

(44)
(45)

Standardisasi dan Norma Tes

• Fitur inti pada sebagian besar tes psikologi adalah bahwa skor individu harus dibandingkan dengan beberapa kelompok normative. Fitur ini

memungkinkan kita harus menginterpretasikan makna skor.

• Misalnya, kita tahu bahwa seseorang mendapat skor tinggi pada introversi karena orang lain

merespon pada item sama menguasai sedikit jumlah item yang berkaitan dengan introversi.

Untuk menyelesaikan tugas ini, tes, inventori

(46)

Tes terstandardisasi apapun memiliki

petunjuk standard mengenai

penyelenggaraan dan pemberian skor

yang harus benar-benar diikuti sehingga

hanya menyisakan ruang kecil untuk

interpretasi dan bias pribadi.

Standardisasi juga melibatkan

pengelolaan tes tes terhadap sampel

orang dalam jumlah besar

(standardisasi sampel) yang dipilih

sebagai wakil dari populasi sasaran

(47)

Tujuan utama standardisasi tes adalah untuk

menentukan distribusi skor mentah pada

sampel terstandardisasi (kelompok norma).

Skor mentah yang diperoleh tersebut

kemudian dikonversikan ke beberapa bentuk

skor turunan atau norma.

Dalam mengevaluasi anak cacat, kadangkala

perlu mengelola tes di luar level (

out-of-level

test

) yang didesain untuk level usia dan level

grade di bawah orang yang

(48)

Memilih Sampel

Terstandardisasi

Agar berfungsi secara efektif pada interpretasi

skor tes, norma harus sesuai dengan kelompok

atau individu yang dievaluasi.

Kapanpun skor tes dikonversikan dengan

mengacu ke tabel norma, penting untuk

membuat catatan mengenai karakteristik

sampel (usia, jenis kelamin, etnik, pendidikan ,

status sosioekonomi, wilayah geograf) dari

(49)

• Ciri pemilihan sampel terstandardisasi dari populasi bervariasi dari pengambilan sampel secara acak

sederhana (simple random sampling) sampai strategi pemilihan sampel yang lebih rumit seperti pengambilan sampel secara cluster (cluster sampling).

• Pengambilan sampel secara cluster lebih ekonomis

daripada pengambilan sampel secara acak terstratifkasi dan lebih mungkin dari pada pengambilan sampel

secara acak sederhana dalam menghasilkan sampel yang mewakili populasi sasaran.

• Norma yang dipublikasikan pada buku petunjuk

bermanfaat untuk membandingkan skor peserta tes dengan skor sampel orang dari berbagai lokasi,

(50)

Norma Usia dan Kelas

Norma usia (ekuivalen usia , usia pendidikan)

merupakan skor median pada tes yang

diperoleh orang pada usia kronologis tertentu;

norma kelas (

grade norm

) (ekuivalen kelas)

adalah skor median yang diperoleh siswa pada

level kelas tertentu.

Norma usia dan norma kelas memiliki

kelemahan yang serius. Masalah utama adalah

pertumbuhan karakteristik kognitif, psikomotorik

atau afektif tidak seragam pada seluruh

(51)

Norma usia dan kelas secara salah

menyiratkan bahwa laju peningkatan

kemampuan yang dites adalah konstan dari

tahun ke tahun karena itu penggunaan dua

norma itu sering dihalangi oleh para ahli di

bidang pengukuran pendidikan.

Norma yang unit pengukuran kurang variabel

sepanjang cakupan skor lebih disukai.

Karena kemudahan penggunaan, norma usia

(52)
(53)

Normal Persentil

Norma persentil berisi tabel persentase yang berkaitan

dengan skor mentah tertentu. Skor mentah ini disebut sebagai persentil dan persentase kelompok norma yang masuk ke bawah skor tertentu merupakan rentang

persentil (persentil range) skor ini.

Peringkat persentil (persentil rank) cukup mudah

dihitung dan dipahami oleh karena itu lebih populer daripada norma standard.

Laporan psikologi yang berusaha keras untuk

menekankan kejelasan akan berkata sesuatu seperti

“John mendapat skor pada peringkat rata-rata tinggi atau dalam persentil ke-85. Ini berarti bahwa dia mendapat

(54)
(55)
(56)

Norma-skor Standard

Tidak seperti peringkat persentil, skor

standard menghadirkan pengukuran

pada skala interval.

Norma skor standard adalah skor

terkonversi yang memiliki mean dan

standard deviasi yang diinginkan. Ada

banyak skor standard yang berbeda,

meliputi skor z, skor Z, skor CEEB, skor

IQ deviasi, skor stanine, skor T dan

(57)
(58)

Skor Z

Kenyataan bahwa skor z mungkin angka desimal

negatif atau positif menciptakan beberapa

kesulitan dalam menggerakkan angka itu.

Masalah dapat diselesaikan dengan mengalikan

skor z dengan angka konstan dan menambah

angka konstan lain pada hasilnya.

Mengalikan z dengan 10, menambah 50 pada

(59)

Skor CEEB

Pada suatu saat skor satu waktu CEEB pada tes yang

dipublikasikan oleh College Entrance Examination Board (CEEB) ditentukan dengan mengalikan skor z yang

berkaitan dengan 100 dan menambah 500 ke hasilnya. Misalnya, ini dilakukan pada skor mentah pada Scolastic Aptitude Test (SAT) yang diselenggarakan pada 1941, menghasilkan distribusi baru yang memiliki mean 500 dan deviasi standard 100.

Akan tetapi, sesudah itu, skor yang diperoleh siswa

(60)
(61)

Skor Wechsler

Skor mentah pada subtes skala

kecerdasan Wechsler diubah agar

memiliki mean 10 dan deviasi

standard 3.

Namun, skor verbal, Kinerja dan

Skala penuh (deviasi IQ) pada tes

(62)

Skor Standard yang dinormalisir

Skor z

n

dapat diubah menjadi skor

dinormalisir yang memiliki mean dan

deviasi standard yang diinginkan.

Skala skor lain adalah skala stanine yang

diilustrasikan dengan skala ketiga dari

bawah. Pada skala standard dinormalisir

ini, yang memiliki mean 5 dan deviasi

(63)

Rentang ini didesain dari angka 1 – 9 dan

seperti diperlihatkan pada gambar, persentase

tertentu dari distribusi skala normal berada

dalam interval yang diwakili oleh stanine

tertentu. Akan tetapi, skala stanine bukanlah

skala standard sesungguhnya, karena stanine

pertama dan kesembilan terbuka di bagian

akhir.

Salah satu keunggulan skor statine adalah

bahwa skor tersebut mewakili rentang bukan

titik tertentu. Keunggulan ini membantu

(64)

Tes Penyamaan (Equating Tests)

• Skor yang dibuat pada satu bentuk, sangat serupa dengan skor peserta tes yang sama pada bentuk pertama.

• Proses penyamaan atau lebih tepatnya membuat perbandingan, dua tes dengan level kesulitan sama (misalnya kelas sama) disebut sebagai penyamaan horizontal (horizontal equating).

• Penyamaan juga dapat dilakukan secara vertikal, seperti ketika skor pada dua tes yang memiliki level kesulitan berbeda (mis. Kelas berbeda) dipersamakan.

• Secara umum, proses penyemaan melibatkan

menjangkarkan tes ke tes umum atau kumpulan item,

(65)

Pembahasan sebelumnya mengenai item-response theory menunjukkan

bahwa teori ini mengkalibrasikan serangkaian item tes berdasar pada bagaimana cara item itu harus dilakukan secara teoritis.

• Lalu teori ini membandingkan respons item sesungguhnya untuk melihat tingkat seberapa respons ini mendekati kinerja teoritis (biasanya diwakili dengan skor standard pada sumbu horizontal kurva respons-item).

Pendekatan IRT pada penyamaan melibatkan temuan equation linear

yang mengubah parameter item (indeks kesulitan dan indeks

diskriminasi) dari satu bentuk tes ke bentuk kedua. Proses ini disebut sebagai kaitan (linking).

Prosedur linking ini mengharuskan bahwa dua tes berbagi beberapa

item umum (jangkar/anchor) atau bahwa subtes peserta tes mengikuti kedua tes atau tes ketiga yang mengukur ciri yang sama.

Prosedur penyamaan pada IRT itu ekonomis pada pengambilan sampel

(66)

TERIM

A

Referensi

Dokumen terkait

(Program pengelolaan program peningkatan Tata Kelola Pendidikan Diniyah Takmiliyah Yang Unggul Di Kota Tasikmalaya dan kegiatan DPC FKDT Kota Tasikmalaya).. Demikian surat

[r]

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan triangulasi bahwa APAR yang sudah ada saat ini sudah dapat mengantisipasi bencana kebakaran di area Bandar Udara Ahmad Yani

a) Penyiapan rencana, program, dan kegiatan Seksi Informasi Pasar Kerja. b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup informasi pasar kerja. c) Pengumpulan dan pengolahan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh penerapan independent reading (membaca

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penanaman nilai-nilai kejujuran para guru MTs Negeri Sampit dengan cara menyisipkan pendidikan kejujuran pada setiap

Berdasarkan FTP Telkom ‘96, pensinyalan (signaling) didefinisikan sebagai pertukaran informasi antar elemen dalam jaringan, yang direalisasikan dalam bentuk kode-kode

Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi