• Tidak ada hasil yang ditemukan

1965 (Abdul Hadi WM Meditasi. Jakarta: Balai Pustaka)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1965 (Abdul Hadi WM Meditasi. Jakarta: Balai Pustaka)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Abdul Hadi WM

NYANYIAN SEORANG PETANI

Berilah kiranya yang terbaik bagiku tanah berlumpur dan kerbau pilihan bajak dan cangkul

biji padi yang manis

Berilah kiranya yang terbaik angin mengalir

hujan menyerbu tanah air bila masanya buahnya kupetik ranumnya kupetik

rahmatMu kuraih 1965

(4)

Chairil Anwar DIPONOEGORO

Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati. MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu

Sekali berarti Sudah itu mati MAJU

Bagimu Negeri Menyediakan api

Panah di atas menghamba Binasa di atas ditindas

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai.

Maju. Serbu. Serang. Terjang.

Februari 1943

(Chairil Anwar. 2011. Aku Ini Binatang Jalang. Jakarta: Gramedia)

(5)

SAJAK BUAT NEGARAKU

di tubuh semesta tercinta buku-buku negeriku tersimpan setiap gunung-gunung dan batunya padang-padang dan hutan

semua punya suara

semua terhampar biru di bawah langitnya tapi hujan selalu tertahan dalam topan hingga bintang-bintang liar

mengembara dan terjaga di setiap tikungan kota-kota

di antara gebalau dan keramaian tak bertuan pada hari-hari sebelum catatan akhir

musim telah merontokkan daun-daun semua akan menangis

semua akan menangis

laut akan berteriak dengan gemuruhnya rumput akan mencambuk dengan desaunya siang akan meledak dengan mataharinya dan musim-musim dari kuburan

akan bangkit

semua akan bersujud berhenti untuk keheningan pada yang bernama keheningan semua akan berlabuh

bangsaku, bangsa dari segala bangsa rakyatku siap dengan tombaknya siap dengan kapaknya

bayi-bayi dengan pisau di mulut tapi aku hanya siap dengan puisi dengan puisi bulan terguncang menetes darah hitam dari luka lama Solo, 1983

(6)

Nenden Lilis A.

KITA MEMBANGUN HIDUP

kita membangun hidup untuk dihancurkan mendiami wilayah untuk dijadikan puing kita biarkan jiwa-jiwa kurus dan kumal

berjalan-jalan muram, termangu-mangu murung sementara, ada yang kita bariskan

dalam iring-iringan pengungsi, menuju waktu dan daerah-daerah tak pasti

tubuh-tubuh mengisi dusun, kota, dan negeri berganti-ganti; ketika penghuni lama pergi

pendatang mendudukinya untuk meninggalkan riwayat berulang 1996

(7)

Saini KM

SURAT BERTANGGAL 17 AGUSTUS 1946

Kami sambut fajar kami dengan cara tersendiri:

Tenggorok perunggu serak memaki-maki angkasa hitam yang gemetar atas bumi karat dan rongsokan

tempat tulang-tulang abad lampau rapuh oleh asin air mata Hari ini pemuda-pemuda mengganti hati mereka dengan baja Agar bisa tidur berbantal batu dan berselimut angin

Sedang bagi gadis-gadis kami hadiahkan mawar api Kembang di ujung senapan, bau mesiu alangkah wangi! Dengar! lidah-lidah api memanggil di malam sepi, berdentam, berdesing!

Kami pun ke luar, membajak tanah air dengan sangkur

telanjang Menyiramnya dengan darah, memupuknya dengan serpihan

daging, karena langit hanya menghujankan api dan besi, api dan besi. 1965

(Saini KM. 2000. Nyanyian Tanah Air. Jakarta: Grasindo)

(8)

SELAMAT PAGI INDONESIA

selamat pagi, indonesia, seekor burung mungil mengangguk dan menyanyi kecil buatmu

aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,

dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam kerja yang sederhana;

bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.

selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah, di mata para perempuan yang sabar,

di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan; kami telah bersahabat dengan kenyataan

untuk diam-diam mencintaimu.

pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu agar tak sia-sia kau melahirkanku.

seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam

padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya. aku pun pergi bekerja, menakulukan kejemuan,

merubuhkan kesangsian,

dan menyusun batu–demi batu ketabahan, benteng

kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman yang megah,

biarkan aku memandang ke timur untuk mengenangmu wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat, para perempuan menyalakan api,

dan di telapak tangan para lelaki yang tabah

telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura. selamat pagi, indonesia, seekor burung kecil

memberi salam kepada si anak kecil; terasa benar : aku tak lain milikmu..

(Sapardi Djoko Damono. 1983. Perahu Kertas. Jakarta: Balai Pustaka)

(9)

PIDATO DI KUBUR ORANG

Ia terlalu baik buat dunia ini.

Ketika gerombolan mendobrak pintu Dan menjarah miliknya

Ia tinggal diam dan tidak mengadakan perlawanan Ketika gerombolan memukul muka

Dan mendopak dadanya

Ia tinggal diam dan tidak menanti pembalasan. Ketika gerombolan menculik istri

Dan memperkosan anak gadisnya

Ia tinggal diam dan tidak memendam kebencian Ketika gerombolan membakar rumahnya Dan menembak kepalanya

Ia tinggal diam dan tidak mengucap penyesalan Ia terlalu baik buat dunia ini

(10)

Sutardji Calzoum Bachri TANAH AIRMATA

Tanah aiarmata tanah tumpah dukaku Mata air airmata kami

Airmata tanah air kami Di sinilah kami berdiri Menyanyikan airamata kami Di balik gembur subur tanahmu Kami simpan perih kami

Di balik etalase megah gedunggedungmu Kami coba sembunyikan derita kami Kami coba simpan nestapa

Kami coba kuburkan dukalara Tapi perih tak bisa sembunyi Ia merebak ke mana-mana

Bumi memang tak sebatas pandang Dan udara luas menunggu

namun kalian takkan bisa menyingkir ke mana pun melangkah

kalian pijak airmata kami ke mana pun terbang

kalian kan hinggap di airmata kami ke mana pun berlayar

kalian arungi airmata kami kalian sudah terkepung takkan bisa mengelak takkan bisa ke mana pergi

menyerahlah pada kedalaman airmata kami

(11)

Taufik Ismail

BUKIT BIRU, BUKIT KELU

Adalah hujan dalam kabut yang ungu Turun sepanjang gunung dan bukit biru Ketika kota cahaya dan di mana bertemu Awan putih yang menghinggapi cemaraku Adalah kemarau dalam sengangar berdebu Turun sepanjang gunung dan bukit kelu Ketika kota tak bicara dan terpaku

Gunung api dan hama di ladang-ladangku Lereng-lereng senja

Pernah menyinar merah kesumba Pada ilalang dan bukit membatu Tanah airku.

1965

(12)

Wiji Thukul

NYANYIAN AKAR RUMPUT

jalan raya dilebarkan kami terusir mendirikan kampung digusur kami pindah-pindah menempel di tembok-tembok dicabut terbuang kami rumput butuh tanah dengar!

ayo gabung ke kami

biar jadi mimpi buruk presiden! Juli 88

(13)

W.S. Rendra

AKU MENDENGAR SUARA

Aku mendengar suara jerit hewan yang terluka Ada orang memanah rembulan

Ada anak burung terjatuh dari sarangnya Orang-orang harus dibangunkan

Kesaksian harus diberikan Agar kehidupan bisa terjaga Yogyakarta, 1974

(14)

W.S. Rendra

PEMANDANGAN SENJAKALA

Senjakala yang basah meredakan hutan yang terbakar. Kelelawar-kelelawar raksasa datang dari langit kelabu tua. Bau mesiu di udara. Bau mayat. Bau kotoran kuda.

Sekelompok anjing liar

memakan beratusribu tubuh manusia yang mati dan yang setengah mati.

Dan di antara kayu-kayu hutan yang hangus, genangan darah menjadi satu danau.

Luas dan tenang. Agak jingga merahnya. Duapuluh malaekat turun dari sorga mensucikan yang sedang sekarat

tapi di bumi mereka disergap kelelawar-kelelawar raksasa yang lalu memperkosa mereka.

Angin yang sejuk bertiup sepoi-sepoi basa menggerakan rambut mayat-mayat

membuat lingkaran-lingkaran di permukaan danau darah dan menggairahkan syahwat para malaekat dan kelelawar. Ya, saudara-saudaraku,

aku tahu inilah pemandangan yang memuaskan hatimu Kerna begitu asyik kau telah menciptakannya.

(15)

W.S. Rendra SAGU AMBON

Ombak beralun, o, mamae. Pohon-pohon pala di bukit sakit. Burung-burung nuri menjerit. Daripada membakar masjid daripada membakar gereja lebih baik kita bakar sagu saja. Pohon-pohon kelapa berdansa. Gitar dan tifa.

Dan suaraku yang merdu. O, ikan,

O, taman karang yang bercahaya. O, saudara-saudaraku,

lihat, mama kita berjongkok di depan kota yang terbakar. Tanpa kusadari

laguku jadi sedih, mamae.

Air mata kita menjadi tinta sejarah yang kejam. Laut sepi tanpa kapal layar.

Bumi meratap dan terluka.

Di mana nyanyian anak-anak sekolah? Di mana selendangmu, nonae?

Di dalam api unggun aku membakar sagu.

Aku lihat permusuhan antara saudara itu percuma. Luka saudara lukaku juga.

9 Mei 2002

Camoe-camoe, Jakarta

(16)

W.S. Rendra

SAJAK MATAHARI

Matahari bangkit dari sanubariku. Menyentuh permukaan samodra raya. Matahari keluar dari mulutku,

menjadi pelangi di cakrawala. Wajahmu keluar dari jidatku, wahai kamu, wanita miskin!

Kakimu terbenam di dalam lumpur.

Kamu harapkan beras seperempat gantang, dan di tengah sawah tuan tanah menanammu. Satu juta lelaki gundul

keluar dari hutan belantara, tubuh mereka terbalut lumpur dan kepala mereka berkilatan memantulkan cahaya matahari. Mata mereka menyala

tubuh mereka menjadi bara dan mereka membakar dunia. Matahari adalah cakra jingga yang dilepas tangan Sang Khrisna. Ia menjadi rahmat dan kutukanmu, ya, umat manusia!

Yogya, 5 Mei 1976

(17)

W.S. Rendra TENTANG MATA

Mata kejora! Mata kejora!

Mata kekasih dalam dekapan malam. Dalam kehidupan yang penuh mata bisul hatiku meronta ditawan rangkaian mata rantai. Sawah gersang tanpa mata bajak.

Mata gergaji merajalela di rimba raya. Mata badik memburu mata uang. Mata kail termangu tanpa umpan. Mata sangkur! Mata sangkur!

Mata sangkur menghunjam ke mata batin. Mata kejora! Mata kejora!

Mata kekasih dalam dekapan malam. Padang rumput termakan mata api. Tetapi, kekasihku,

di dalam kalbuku yang murung ini engkaulah mata air pengharapanku! Cipayung Jaya, 6 November 1998

(18)
(19)

W.S. Rendra

SAJAK BURUNG-BURUNG KONDOR

Angin gunung turun merembes ke hutan, lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas, dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau. Kemudian hatinya pilu

melihat jejak-jejak sedih para petani-buruh yang terpacak di atas tanah gembur

namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya. Para tani-buruh bekerja,

berumah di gubug-gubug tanpa jendela, menanam bibit di tanah yang subur,

memanen hasil yang berlimpah dan makmur, namun hidup mereka sendiri sengsara. Mereka memanen untuk tuan tanah yang mempunyai istana indah.

Keringat mereka menjelma menjadi emas

yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa. Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan,

para ahli ekonomi membetulkan letak dasi, dan menjawab dengan mengirim kondom. Penderitaan mengalir

dari parit-parit wajah rakyatku. Dari pagi sampai sore,

rakyat negeriku bergerak dengan lunglai, menggapai-gapai,

menoleh ke kiri, menoleh ke kanan, di dalam usaha tak menentu.

Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah, dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai, dan sukmanya berubah menjadi burung kondor. Beribu-ribu burung kondor,

berjuta-juta burung kondor,

bergerak menuju ke gunung tinggi, dan di sana mendapat hiburan dari sepi. Karena hanya sepi

mampu menghisap dendam dan sakit hati. Burung-burung kondor menjerit.

(20)

Tersingkir ke tempat-tempat yang sepi. Burung-burung kondor menjerit, di batu-batu gunung menjerit, bergema di tempat-tempat yang sepi.

Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu, mematuki batu-batu, mematuki udara,

dan di kota orang-orang bersiap menembaknya. Yogya, 1973

(21)

W.S. Rendra PENJAJA

Gayanya, Mama, gayanya! Si bocah sendiri saja di jalan. Dan betapa terpencil nyanyinya jeladri lembaga nestapa.

Serabi! Serabi! Serabi! Betapa terpencil nyanyinya bau kesturi bagi malam yang tidur tanpa indra tiada pingsan.

Hati pengembara dahaga

mengetuki pintu-pintu, jendela-jendela. Oi! Gayanya melangkah!

Berhitungan satu-dua!

Dan betapa menyayat keriaannya o, tatapan bolakaca-bolakaca! Serabi! Serabi, Mas serabi! Malam khali

dan ia tengadah ke langit. Bulan letih oleh mabuknya dan bintang keluar semua. Ia berkata.

Bukan pada siapa. Tiada siapa. Tiada juga apa.

Gayanya, Mama, gayanya! Si bocah sendiri saja di jalan. Dan betapa terpencil nyanyinya jeladri lembaga nestapa.

Referensi

Dokumen terkait

Website ini dibuat dengan memperkenalkan bahasa pemrograman PHP, MySQL, kemudian juga membahas tentang Macromedia Dreamweaver MX sebagai editor, pengenalannya serta menerangkan

[r]

Adapun tujuan dari penyusunan Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pesisir Selatan ini adalah sebagai pedoman dalam menyusun program kegiatan tahunan

Pengaruh Efikasi Diri dan Pengetahuan Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausaha pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis USU..

Banyak remaja di Indonesia yang mendambakan wajah cantik dengan menggunakan perawatan kulit yang dapat membersihkan dan mempercantik wajah secara instan, tetapi

maupun diluar kelas, selama mengikuti program Diklat Prajabatan. Sedangkan nilai penguasaan materi merupakan nilai dari hasil ujian yang diperoleh. Jumlah nilai

Lingkup pekerjaan : Pekerjaan jasa audit ini meliputi penilaian kewajaran atas penyajian Laporan Keuangan LPDP tahun 2016 sesuai dengan SAK yang berlaku untuk

Perumusan masalah yang didapat, bagaimana menganalisa geometrik jalan baru pada rute jalan yang menghubungkan Majalengka - Kadipaten agar memperoleh jalan yang sesuai